Tinjauan Pustaka Pterigium
Tinjauan Pustaka Pterigium
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
6
Membentang dari pinggir kelopak mata ke limbus, dan membungkus ruang
kompleks yang disebut sakus konjungtiva yang terbuka di depan fissura
palpebral. Konjungtiva dapat dibagi menjadi 3 bagian:6
7
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva
(Dikutip dari kepustakaan 6)
2. Lapisan adenoid. Lapisan ini disebut juga lapisan limfoid dan terdiri dari
retikulum jaringan ikat halus dengan jerat di mana terdapat limfosit.
Lapisan ini paling pesat perkembangannya di forniks. Lapisan ini tidak di
temukan ketika bayi lahir tapi akan berkembang setelah 3-4 bulan awal
kehidupan. Hal ini menjelaskan bahwa peradangan konjungtiva pada bayi
tidak menghasilkan reaksi folikuler.
8
3. Lapisan fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat kolagen dan serat elastis.
Lapisan ini lebih tebal dari lapisan adenoid, kecuali di daerah konjungtiva
tarsal, di mana lapisan ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh
dan saraf dari konjungtiva. Lapisan ini bersatu dengan mendasari kapsul
Tenon di daerah konjungtiva bulbar.
Konjungtiva berisi dua jenis kelenjar, yakni kelenjar sekresi musin dan
kelenjar lakrimalis aksesoris. Kelenjar ini terdiri dari sel goblet (kelenjar
uniseluler yang terletak di dalam epitel), Crypts of Henle (terdapat di
konjungtiva tarsal) dan kelenjar Manz (ditemukan dalam konjungtiva limbal).
Kelenjar-kelenjar ini mensekresi mucus yang penting untuk membasahi
kornea dan konjungtiva. Kelenjar lakrimalis aksesoris terdiri dari: Kelenjar
Krause (terdapat pada jaringan ikat subconjunctival forniks, sekitar 42 buah di
atas forniks dan 8 buah di bawah forniks) dan kelenjar Wolfring (terdapat di
sepanjang batas atas tarsus superior dan sepanjang batas bawah tarsus
inferior).6
9
Arteri yang memperdarahi konjungtiva berasal dari tiga sumber yakni
arkade arteri perifer palpebra, arkade arteri marginal kelopak mata, dan arteri
ciliaris anterior. Konjungtiva palpebralis dan forniks diperdarahi oleh cabang-
cabang dari arkade arteri perifer dan marginal palpebra. Konjungtiva bulbar
diperdarahi oleh dua set pembuluh darah yaitu: arteri konjungtiva posterior
yang merupakan cabang dari arteri kelopak mata, dan arteri konjungtiva
anterior yang merupakan cabang dari arteri ciliaris anterior. Cabang terminal
arteri konjungtiva posterior membentuk anastomosis dengan arteri
konjungtiva anterior dan membentuk arkade pericorneal. Vena konjungtiva
bermuara ke dalam vena pleksus kelopak mata dan beberapa mengelilingi
kornea dan bermuara ke vena ciliaris anterior. Sistem limfatik konjungtiva
tersusun dalam dua lapisan, yakni superficial dan profunda. Sistem ini dari sisi
lateral bermuara ke limfonodus preaurikuler dan sisi medial bermuara ke
limfonodus submandibular. Limbus kornea pada konjungtiva dipersarafi oleh
cabang-cabang dari nervus siliaris panjang yang mempersarafi kornea. Sisa
konjungtiva dipersarafi oleh cabang dari lakrimal, infratrochlear,
supratrochlear, supraorbital dan nervus frontal.6
10
Etiologi pterigium sepenuhnya belum diketahui. Tetapi penyakit ini lebih
sering pada orang tinggal di iklim panas. Oleh karena itu, anggapan yang
paling mungkin adalah pengaruh efek berkepanjangan faktor lingkungan
seperti terpapar sinar matahari (sinar ultraviolet), panas, angin tinggi dan
debu. Ada beberapa konsep tentang patofisilogi tentang pterigium,
diantaranta:6,8
11
d. Stres oksidatif. Peningkatan UVR terkait stres oksidatif telah dilaporkan
dalam kasus pterygium, dibandingkan dengan konjungtiva normal,
menyebabkan induksi protein. Yang terakhir ini telah berkorelasi dengan
oksidasi DNA dan down-regulasi p53. Telah dinyatakan bahwa adanya
deposit besi di bagian head pterygium di kornea dapat disebabkan oleh
adanya stres oksidatif yang mempengaruhi sel-sel epitel lokal dan
mengakibatkan homeostasis besi terganggu.
2.4 Klasifikasi
12
Gambar 4. (A) Pterigum stadium I; (B) Pterigum stadium II; (C) Pterigum
stadium III
(Dikutip dari kepustakaan 6,10)
2.5 Diagnosis
a. Anamnesis
13
perlahan-lahan mengganggu motilitas okular, pasien kemudian akan
mengalami penglihatan ganda atau diplopia. 2,3,6,9
b. Pemeriksaan fisik
- Caput
- Apeks (bagian apikal yang muncul pada kornea),
- Collum (bagian limbal),
- Corpus (bagian sklera) membentang antara limbus dan kantus.
14
2.6 Diagnosis Banding
1. Pinguekula
Gambar 6. Pingueculum
(Dikutip dari kepustakaan 6)
2. Pseudopterigium
15
Biasanya terjadi pada luka bakar akibat zat kimia pada mata. Pada
pengecekan dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan
kornea.1,7,9
Tidak dapat
Dapat dimasukkan
Sonde dimasukkan -
dibawahnya
dibawahnya
Kekambuha
Residif Tidak Tidak
n
16
Dewasa &
Usia Dewasa Anak-anak
anak-anak
Konjunctiva
Bisa terjadi darimana Terbatas pada
Lokasi yang dapat
saja konjuntiva bulbi
mencapai kornea
2.7 Penatalaksanaan
Hanya ada sedikit konsensus dalam komunitas oftalmologi yang
meneliti tentang manajemen medis dan bedah yang optimal pada peterigium.
Pada awal proses penyakit, dokter sering mengambil pendekatan
konservatif, membatasi terapi untuk pebobatan secara lubrikasi. Karena
radiasi UV diyakini menjadi faktor risiko penting, dokter harus
merekomendasikan bahwa pasien dengan peterigium stadium awal
menggunakan kacamata pelindung yang tepat. Jika lesi tumbuh terus,
intervensi bedah menjadi lebih penting. 3
Pasien dengan pterigium dapat hanya diobervasi kecuali lesi
menunjukkan pertumbuhan menuju pusat kornea atau pasien menunjukkan
gejala kemerahan yang signifikan, ketidaknyamanan, atau perubahan dalam
fungsi visual.3
1. Terapi Konservatif
2. Terapi pembedahan
- Mengganggu visus
- Mengganggu pergerakan bola mata
- Berkembang progresif
17
- Mendahului suatu operasi intraokuler
- Kosmetik
Penghilangan pterigium melibatkan bedah eksisi pada apeks,
collum dan corpus dari pterigium. Corpus dan dasar pterigium tersebut
dibedah dengan gunting konjungtiva, sedangkan apeks dan collum
pterigium yang telah menyerang kornea sering dihilangkan dengan pisau
bedah. Dilakukan usaha untuk mengidentifikasi bidang diseksi, yang
memfasilitasi penghilangan pterigium sekaligus mempertahankan
permukaan halus kornea yang mendasarinya. Lapisan stroma yang
tersisa mungkin dapat dirapikan dengan pisau.3,4,11
Tujuan utama pembedahan adalah untuk sepenuhnya mengeluarkan
pterigium dan untuk mencegah terjadinya rekurensi. Berbagai teknik
bedah yang digunakan saat ini untuk pengelolaan pterigium: 3,4,11
a. Bare sclera : tidak ada jahitan, bertujuan untuk menyatukan kembali
konjungtiva dengan permukaan sklera di depan insersio tendon rektus,
menyisakan area sklera yang terkena. Namun teknik ini sudah tidak
dapat diterima karena tingginya tingkat rekurensi pasca pembedahan
yang dapat mencapai 40-75% dan hal ini tidak direkomendasikan.
b. Simple closure: menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka,
dimana teknik ini dilakukan bila luka pada konjungtiva relatif kecil.
c. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas
eksisi untuk memungkinkan dilakukannya penempatan flap.
d. Rotational flap: dibuat insisi berbentuk huruf U disekitar luka bekas
eksisi untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang
kemudian diletakkan pada bekas eksisi.
e. Conjungtival graft: suatu free graft yang biasanya diambil dari
konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka
kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat
jaringan. (misalnya Tisseel VH, Baxter Healthcare, Dearfield,
Illionis).
f. Amnion membran grafting: membran amnion biasanya ditempatkan di
atas sklera telanjang, dengan membran basal menghadap ke atas dan
stroma menghadap ke bawah. Beberapa studi terbaru telah
menganjurkan penggunaan lem fibrin untuk membantu membran
18
amnion graft menempel pada jaringan episklera dibawahnya. Lem
fibrin juga telah digunakan dalam autograft konjungtiva.3,6
3. Terapi adjuvant
19
belum ditentukan. Dua bentuk MMC saat ini digunakan: aplikasi
intraoperatif dari MMC langsung ke scleral bed setelah peterigium
dieksisi, dan penggunaan tetes mata MMC topikal pasca operasi.
Beberapa penelitian sekarang menganjurkan penggunaan MMC
hanya intraoperatif untuk mengurangi toksisitas.3
o Iradiasi Beta
Iradiasi Beta juga telah digunakan untuk mencegah
kekambuhan, karena menghambat mitosis pada sel-sel yang
membelah dengan cepat dari peterigium, meskipun tidak ada data
tingkat kekambuhan yang jelas tersedia. Namun, efek samping dari
radiasi termasuk nekrosis dan mencairnya sklera, endophthalmitis
dan pembentukan katarak sektoral.
2.8 Komplikasi
20
2.9 Edukasi dan Pencegahan
2.10 Prognosis
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, Yulianti SR. Mata merah dengan penglihatan normal. Dalam Ilmu
Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2011.
p:116-117
9. Pedoman diagnosis dan Terapi. Edisi III. Surabaya: Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo; 2006. p:102-104
22