Anda di halaman 1dari 23

I.

Pendahuluan
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degeratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah
kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah
kornea. Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di
daerah kornea.
Pterigium berhubungan dengan ultraviolet dan lingkungan yang panas dan
kering. Angka kejadian pterigium lebih tinggi di daerah beriklim tropis dan
subtropis. Menurut survei kesehatan indera penglihatan dilaporkan bahwa di
Indonesia angka kesakitan pterigium adalah 13!" dan merupakan angka
kesakitan tersering.
Pterigium tumbuh dengan lambat dari arah limbus tempat pemunculan
pertamanya. Pertumbuhannya berjalan tidak konstan terdapat periode klinis yang
tenang dan periode pertumbuhan yang cepat. #ecara umum progresifitas sangat
lambat. Pterigium yang progresif tumbuh dan menjalar sampai ke tengah kornea
sehingga dibutuhkan tindakan pembedahan.
$alaupun pterigium jarang menimbulkan kebutaan tetapi dapat
menimbulkan gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme iregular atau
pterigium yang telah menutupi media penglihatan sehingga perlu tindakan
operasi.
1
II. Pterigium
2.1 Anatomi dan Histologi
2.1.1 Konjungtiva
Gambar 2.1 Anatomi konjungtiva
%onjungtiva merupakan selaput mukosa yang tipis dan tembus pandang
meliputi permukaan posterior palpebra dan melanjutkan diri ke permukaan
anterior bola mata sampai ke limbus.
%onjungtiva terdiri dari 3 bagian yaitu konjungtiva tarsalis konjungtiva
forniks dan konjungtiva bulbi.
&.1.1.1. %onjungtiva tarsalis
Melekat erat pada tarsus permukaannya licin dan tertutup oleh epitel
silindris. Pada bagian bawahnya terdapat lapisan stroma superfisisal yang
merupakan lapisan adenoid mengandung sejumlah kelenjar limfe dan di beberapa
tempat tampak struktur seperti folikel. 'apisan fibrosa merupaka lapisan dalam
lebih tebal dan terdapat kelenjar $olfring terutama pada konjungtiva palpebra
superior.
&.1.1.&. %onjungtiva forniks
Merupakan lanjutan dari konjungtiva palpebra melekat pada septum
orbital secara longgar dan berlipat(lipat sehingga permukaan sekresi lebih luas
dan pergerakan bola mata lebih jelas.
&
&.1.1.3. %onjungtiva bulbi
Melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali(kali.
Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik.)*uktus(duktus kelenjar lakrimalis bermuara ke forniks
temporal superior+.%ecuali di limbus )tempat kapsul ,enon dan konjungtiva
menyatu sejauh 3 mm+ konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan
sklera di bawahnya.
'ipatan konjungtiva bulbaris yang tebal mudah bergerak dan lunak
terletak di kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa
binatang. #tuktur epidermoid kecil )karunkula+ menempel superfisial ke bagian
dalam plika semilunaris dan merupakan -ona transisi yang mengandung elemen
kulit dan membran mukosa.
2.1.2 Kornea
%ornea merupakan lapisan bola mata bagian depan yang avaskular dan
tembus pandang. .entuknya agak lonjong dengan diameter vertikal kurang lebih
11 mm dan diameter horisontal 1& mm. ,ebal kornea bervariasi mulai dari /01 di
daerah sentral sampai 1/ mm di bagian perifer. %ornea mempunyai kekuatan
refraksi 23 *iopri atau 3/" dari kekuatan refraksi total. %ornea dewasa rata(rata
mempunyai tebal /02 mm di tengah sekitar /40 mm di tepi dan diameternya
sekitar 110 mm
.
%ornea terdiri dari 0 lapis yaitu 5 lapisan epitel membran bowman
stroma membran descement dan lapisan endotel.
Gambar 2.2 potongan melintang kornea
3
&.1.&.1. 'apisan epitel
- ,ebalnya 0/ 6m terdiri atas 0 lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih satu lapis sel basal sel
poligonal dan sel gepeng.
- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda
ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke
depan menjadi sel gepeng sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
malkula okluden ikatan ini menghambat pengaliran air elektrolit
dan glukosa yang merupakan barrier.
- #el basal menghasilkan membran basal yang melekat
erat kepadanya. .ila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi
rekuren
- 7pitel berasal dari ekdorm permukaan
&.1.&.&. Membran bowman
- Merupakan lapisan tipis dan homogen terdiri dari serat
kolagen pendek dan fibril halus. ,ebalnya 1/(14 6m dan mempunyai
pori(pori yang dilewati ujung(ujung saraf. 'apisan ini resisten
terhadap trauma dan merupakan sawar bagi kornea terhadap invasi
mikroorganisme maupun sel tumor. .ila lapisan ini rusak tidak
mampu berregenarasi tetapi diganti oleh lapisan tipis denagn stuktur
yang mirip
&.1.&.3. #troma
- Merupakan lapisan yang paling tebal dan membentuk !/" dari
ketebalan kornea terdiri dari lamel )merupakan susunan kolagen
sejajar satu dengan lainnya+ dan keratosit )merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblas terletak diantara serat kolagen
stroma+
2
&.1.&.2. Membran descement
- Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
- #angat elastis dan berkembang terus seumur hidup mempunyai
ketebalan 2/ 6m
- 'apisan descement berakhir menjadi cincin #chwalbe yang
merupakan akumulasi sirkular dari serat kolagen. 'apisan ini dibagi
menjadi -ona anterior8-ona pembalut dan -ona posterior yang terdiri
dari substansi lamina basalis.
&.1.&.0. 'apisan endotel.
- .erasal dari mesetellium berlapis satu bentuk heksagonal
besar &/(2/ 6m. 7ndotel melekat pada membran descement melalui
hemidesmosom dan -onula okluden.
%ornea dipersarafi oleh saraf sensoris terutama berasal dari saraf silia
longus 9. nasosiliaris 9. ke : saraf siliar longus berjalan suprakoroid masuk
kedalam stroma kornea menembus membran bowman melepaskan selubung
#chwannya.
2.2 Definisi Pterigium
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif. Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di
bagian sentral atau di daerah kornea.
0
Gambar 2. Pterigium.
2. !ejarah
.erdasarkan literatur pengetahuan pterigium telah ditemukan lebih dari
ribuan tahun yang lalu. *okter(dokter terkenal dari masa lalu tertarik dengan
pterigium dan menggambarkan dengan tepat berbagai macam kondisi klinisnya.
Pterigium terpisah dengan kondisi lain yang mempunyai gambaran yang sama.
*okter pada masa itu menyadari kepentingan klinisnya dan keseringan
kekambuhannya.
#usruta dokter dari mesir 1/// #M mendeskripsikan secara akurat
pterigium. *iberikan terapi garam bubuk dan stimulasi dengan cabang pohon
palem. %etika pterigum terinflamasi dan membesar dia merobeknya dengan
tarikan dan memindahkan jaringan dengan minyak. %ekhawatiran muncul saat
lesi muncul kembali.

;ippocrates )2// #M+ menyarankan pengunaan tetes mata mengandung
timah besi tembaga -inc empedu urin dan susu.
<elso )0/ M+ dan =aleno )131 M+ menyarankan terapi topical
menggunakan larutan anggur putih vinegar air gula air fennel nitrat dan
pengangkatan.
Paolo 7ginata )44/ M+ dan Avicenna )1/33 M+ menyarankan pemotongan
pterigium dengan gunting.
Abad >:III pterigium diobati dengan tembaga sulfat Pada abad >I>
dengan silver nitrat dan asetat. Atropine ditambahkan untuk penyembuhan ulkus
kornea.

4
%enyon 1/10 dapat mencegah rekurensi dengan mencangkokkan
autologus konjungtiva ke limbus.

2." #pidemiologi
Pterigium lebih sering muncul pada area tropis ditempat lain
prevalensinya rendah di-ona beriklim sedang prevalensi populasinya kurang
lebih & " sedangkan -ona tropis prevalensinya mencapai minimal 4 " s.d &/".
Pterigium paling sering terjadi pada -ona e?uator antara 30
th
Northern dan
Southern paralles. #elain -ona ini prevalensi berkurang.

Persentasi terendah antara /" s.d. 1!" di #candinavia @erman Ausia
B% Prancis utara %anada Amerika Btara. Persentasi sedang #panyol utara Ilalia
selatan Afrika utara Amerika tengah. Persentasi tinggi 0(1/ " di Amerika
selatan Mesir dan <ina. Persentasi sangat tinggi C1/" di Australia India
Pakistan equatorial afrika Amerika tengah.

Penelitian epidemiologi pada populasi dengan area geografi yang luas ini
dipengaruhi oleh faktor lingkungan pada patogenesis dari pterigium yang dapat
diidentifikasikan menjadi faktor resiko mayor dan minor.

;ubungan antara pemaparann sinar B: dengan kejadian pterigium telah
disetujui. Pterigium dapat berkembang karena pemaparan sinar B: setiap hari
dan terus menerus selama bertahun(tahun. *ewasa muda berusisa &/ tahunan
berisiko tinggi terhadap pemaparan B:. #inar B: berhubungan dengan patologi
hiperplastik dan degeneratif serta tumor pada permukaan kulit.

Daktor risiko utama pterigium dapat diidentifikasikan berdasarkan gaya
hidup dan pekerjaan pasien.


Pterigium dapat ditransmisikan dengan faktor puri-hereditary dengan
penetrasi inkomplit dan ekpresi yang bervariasi.
Daktor risiko dapat dibagi menjadi & kelompok 5
1. Daktor intrinsik
Daktor intrinsik meliputi faktor herediter perubahan kuantitatif dan
kualitatif dari lakrimal film dan konjungtivitis iritan kronis. .eberapa
3
defisiensi misalnya defisiensi vitamin A bertanggung jawab terhadap
perubahan mukosa lakrimal dan pergantian sel epitel kornea(konjungtiva
dan dipertimbangkan sebagai faktor intrinsik.

&. Daktor 7kstrinsik
Daktor ekstrinsik karena terpapar dengan sinar B: dan mikrotrauma
kronis pada permukaan mata yang sering disebabkan oleh pekerjaan
pasien. Pengaruh pemaparan mikrotrauma di lingkungan kerja misal
seperti alergen angin debu rokok dan stimuli toksik lain petani pelaut
tukang kayu termasuk dalam kelompok beresiko tinggi terhadap
pemaparan.
Infeksi mikroba dan virus tidak signifikan tetapi pada populasi tertentu
misalnya seperi trakhoma berpengaruh terhadap perubahan sekunder dari
lakrimal film dan predisposisi kerusakan konjungtiva.

2.$ #tiologi
,eori etiologi dan patogenesis terbagi atas 5

1. Daktor herediter 5 Pterigum ditransmisikan oleh gen dominan dari
penetrasi inkomplit. Daktor herediter dicurigai karena terdapatnya
insidensi yang tinggi pada keluarga tertentu yang menurun dari generasi ke
generasi. %omponen herediter sebagai faktor predisposisi dari konjuntiva
yang bereaksi abnormal karena adanya stimuli lingkungan.
&. Pinguekula 5 ,eridentifikasinya lesi pterigium primer pada pingeukula
mikrolesi pada limbus dikarenakan lingkungan atau faktor lakrimal yang
memprovokasi konjungtiva dan menyebabkan reaksi pertahanan sel untuk
bermigrasi ke konjungtiva lalu dengan spontan meliputi konjungtiva. 'esi
saat melibatkan kornea akan menyebabkan edema dan mendorong migrasi
dari keratoblas limbal yang terlihat di stroma kornea sebagai selular islet.
1
Duchs berdasarkan hipotesisnya bahwa pterigium berasal dari transformasi
pinguekula karena mempunyai gambaran histopatologi yang mirip satu
sama lain. *an dipengaruhi rangsangan dari luar seperti sinar matahari
panas angi debu yang dapat menyebabkan terjadinya pinguekula dan
pterigium.
3. Inflamasi 5 mikrolesi pada limbus yang diprovokasi oleh lingkungan dan
stimuli pekerjaan menyebabkan aktivasi konjungtiva dengan inflamasi
subklinis untuk memperbaiki lesi tersebut.
.occkman berpendapat bahwa pterigium terjadi karena ada jaringan
sub8konjungtiva melekat pada sklera. Driede berpendapat konjungtivitis
menahun sebagai faktor predisposisi dari terjadinya pterigium. %amel
menganggap pterigium sebagai suatu inflamasi yang dimulai di
konjungtiva bulbi daerah fisura intrapalpebra berupa konjungtivitis kronik.
2. Muskular 5 pterigium berasal dari reaksi degeneratif tendon muskulus
rektus medialis.
0. Anomali dari 'akrimal Dilm 5 diskontinuitas dari lakrimal film dengan
pembentukan lembah kecil dan epitel mikrolesi. ;al ini dapat
menyebabkan stimulasi awal dari proliferasi jaringan fibrovaskular
subkonjungtival. Perubahan keunatitatif dan kualitatif dari lakrimal film
oleh karena itu selalu ada pada pterigium.
4. ,umoral 5 Pterigium adalah tumor ganas yang terlokalisasi di jaringan
subkonjungtival. @aringan hiperplastik fibrilar kelihatan menginvasi
kornea dengan destruksi aktif epithelium bowmanEs dan stroma.
:on Artha menduga bahwa pterigium merupakan neoplasma kornea
dengan ciri hipertropi lamella subepitelial. <hristiansen berpendapat
bahwa pterigium merupakan tumor jinak pada konjungtiva.
3. 9eurotropik 5 iritasi kronis dari limbus menyebabkan neuritis pada saraf
corneal di bagian nasal sehingga terjadi ulserasi tropic. Perbaikan dari lesi
limbus melalui konjungtiva bulbi dapat menumbulkan lesi primer dan
!
retraksi jaringan parut menimbulkan diskontinuitas terlokalisasi dengan
ulserasi limbus.
'amoine )dalam Priyanto.,;+ bahwa iritasi menahun pada kornea dan
konjungtiva di daerah fisura intrapalpebralis mengakibatkan gangguan
saraf yang menuju ke kornea sehingga terjadi gangguan neurotropik pada
kornea sehingga timbul ulkus kecil pada kornea dan pembuluh darah akan
menuju kornea disertai lipatan konjungtiva yang akan menutupi ulkus
tersebut.
1. *iet8=i-i 5 pterigium disebabkan oleh modifikasi tropic epitel karena
defisiensi kolin dan vitamin A. Pterigium merupakan defisiensi yang
berhubungan dengan dysplasia epitel.
!. Daktor jaringan angiogenetik 5 iritasi berulang dari limbus dapat
memproduksi faktor angiogenetik yang meningkatkan kejadian pterigium.
Daktor angiogenetik diperoleh dari denaturasi protein kolagen dipengaruhi
oleh efek B:
1/. :irus 5 Pada area geografik dimana tidak terjadi endemis pterigium
Papova virus dapat diisolasi pada pasien dengan pterigium.
11. Immunitas 5 ketidakseimbangan sel imun mediated di konjungtiva. Pada
jaringan pterigium didapatkan populasi sel imunologis dengan prevalensi
sel limfosit <*3. Pada konjungtiva normal rasio sel helper dan sel
suppressor adalah 1F10. Pada pterigium rasio sel helper dan sel supresor
adalah 1F&3. Adanya Ig7 Ig= dan sel imunologis mengindikasikan
adanya reaksi hipersensitivitas pada pterigium.
1&. Pemaparan sinar B: 5 merupakan teori yang diakui. ;ipotesis terjadinya
pterigum adalah karena efek kumulatif sinar B: yang diabsorbsi oleh
permukaan mata. Pemaparan sinar B: menyebabkan perubahan dari
jaringan epitel kornea dan jaringan submukosal konjungtiva. #elain itu
juga bertanggung jawab terhadap patologis kronis konjungtiva dan kornea.
Aadiasai B: antara &!/(3&/ nm diabsorbsi selektif oleh lapisan epitel dan
subepitel permukaan mata. 7fek fototoksik sinar B: lebih besar untuk
1/
B:A kerusakan karena B:A dapat ditambah oleh substansi psoralenic
endogen dan eksogen. B: dosis tunggal yang tinggi menyebabkan akut
aktinik keratokonjungtivitis dengan gambaran klinis pengelupasan epitel
kornea dan konjungtiva. *osis harian kronis sinar B: dapat menyebabkan
kerusakan permanen dari permukaan mata degenerasi membrane bowman
dan lamella stromal superfisial dapat pula memprovokasi neovaskularisasi
di stromal.
13. ,eori 'imbal 5 Pengobatan pada komponen konjungtiva sering
mengakibatkan rekurensi sebaliknya pengobatan limbus memberikan
hasil pengobatan yang baik. Imunohistokimia menggunakan antibody
monoclonal spesifik untuk sitokeratine sel epitel konjungtiva dan kornea
memperlihatkan bahwa pterigium berasal dari stem sel limbus. #el ini
normalnya terfiksasi tetapi dibawah efek sinar B: dan melalui efek
mediator jaringan menyebabkan sel anak bermigrasi dibawah membrane
basalis dari epitel konjungtiva dan kornea. #elama perluasannya ke
kornea sel dapat merusak dan menghancurkan membran bowman dan
berinfiltrasi ke lamella stromal superficial. #elama migrasinya keratoblas
tidak memiliki aktivitas fibroblastic tapi aktivitas itu akan dimiliki pada
akhir migrasi.
2.% Histopatologi
Pterigium mempunyai gambaran histopatologi yang khas yaitu terdapatnya
jaringan ikat fibrovaskular yang abnormal. 7pitel di atasnya dapat menebal atau
menipis tetapi biasanya normal.
%olagen dari jaringan subepitel konjungtiva mengalami degenerasi
elstotik. Istilah ini diambil karena jaringan ini meskipun bukan jaringan elstin
tetapi dapat terwarnai oleh -at pewarna elastin serta tidak lisis oleh en-im elatase.
.agian apeks ditutupi oleh epitel konjungtiva dan terdiri dari sel fibroblas
avaskular yang akan menyebar ke kornea membagi epitel dan lapisan .owman
dengan substansia propia. Pada pterigium yang menyebar ke kornea lapisan
11
.owman diganti oleh Pannus fibrovaskular dan terjadi degenerasi hialin pada
daerah stroma.
Pterigium yang mengalami tumbuh ulang mempunyai gambaran
histopatologi yang berbeda dari pterigium primer yaitu terdapatnya parut
fibrovaskular yang tumbuh dari tempat eksisi dan komposisinya mengandung
fibroblas dan banyak mengandung pembuluh darah sehingga gambaran ini mirip
keloid pada kulit.
2.& Gambaran klinis dan klasifikasi
=ambaran morfologis dari pterigium dan keterlibatan kornea
menimbulkan klasifikasi dari beberapa bentuk klinis. Ada tiga tipe utama.
%lasifikasi dibagi berdasarkan evolusi dan keparahan gambaran klinis )dari
stadium awal sampai stadium lanjut.
=ambaran klinis untuk klasifikasi adalah berdasarkan ukuran
vaskularisasi dan perluasan ke permukaan kornea keterlibatan optical zone dan
komplikasi.
Small Primary Pterigium (type 1)
Meliputi stadium awal dari pterigium primer. 'esi hanya terbatas pada
limbus dan menginvasi kornea marginal. Pada bentuk ini gejala dan komplikasi
jarang terjadi. .entuk stasioner dengan perkembangan klinis yang sangat lambat.
Morfologi dengan slitlamp menunjukkan tiga tipe pterigium yang berbeda.
a. Dibrous
b. Pingeucular
c. <lassical
Adanced primary or recurrent pterygium !ith no optical zone inolement ("ype
##)
,ipe yang paling sering terjadi meliputi bentuk primer dan rekuren. Pada
jenis pterigium ini memungkinkan dibedakan semua struktur anatominya dengan
1&
jelas. Menginvasi kornea sampai ke optic -one infiltrasi ke sekeliling dapat
dilihat oleh mata. .adan disilang oleh kapiler yang berdilatasimembentuk
vaskularisasi yang menyebar sampai ke internal canthus. Iritasi terjadi terus
menerus dan penurunan visus yang disebabkan karena astigmatisme terinduksi
oleh fenomena difraksi cahaya.
Adanced primary atau re$urensi Pterygium dengan $eterli%atan zone optical
("ype 3)
.entuk paling lanjut dari pterigium. .erinvasi sampai ke -ona optikal.
Pertumbuhan pterigium dengan apeG menginvasi lapang pupil dan menginfiltrasi
stroma kurang lebih 3/" dari ketebalan kornea. Penurunan penglihatan biasanya
terjadi dan disebabkan oleh astigmatisme dan keterlibatan -one optic. =ambaran
morfologi dari tipe III pterigium adalah 5 collarate yang jelas meluas 1(1/ mm di
limbus. ,ubuh pterigium meluas ke seluruh medial canthus. Dibrosis
subkonjungtival yang meluas sampai ke forniks.

=7@A'A
%eparahan gejala dari pterigium bersamaan dengan gambaran klinisnya.
Pada pterigium tipe I gejala hampir tidak ada. ,etapi pada bentuk lanjut
dilaporkan adanya iritasi dan gangguan visus.

Penurunan visus sangat mengganggu bervariasi antara pterigium tipe II
dan III pada kasus ini kepala pterigium menyebabkan astigmatisme ireguler atau
berinvasi ke -ona optikal.
Iritasi nonspesifik F photophobia sensasi terbakar pada pemaparan dingin
dan panas sensasi benda asing dengan sporadik atau mata berair secara terus
menerus.
=ejala sangat menonjol selama fase inflamasi dari pterigium dan
berhubungan dengan nyeri yang diprovokasi oleh mikroulserasi kornea yang
meliputi seluruh kepala pterigium.

Penurunan dari visus diobservasi saat pertumbuhan pterigium pada kornea
mencapai 3(2 mm.
13
#ebelum terjadi penurunan visus pasien mengeluhkn gangguan generic
berupa kesilauan yang dideskripsikan sebagai kesulitan menyetir malam hari atau
efek cahaya radiasi. =angguan ini sering terjadi bahkan dapat terjadi pada
pterigia dengan dimensi kecil dan disebabkan oleh penurunan sensitivitas kontras.
,idak ada hubungan antara derajat kesilauan dengan perluasan pterigium ke
kornea.

Pada pterigium karena opasitas kornea perifer dan perubahan lakrimal
film terdapat difraksi yang besar dari cahaya dan sensitivitas terhadap kontras
berkurang.
*ifraksi dan perubahan penglihatan muncul dan dapat diobservasi saat
diameter upil mencapai 4 mm.
Penurunan penglihatan pada pterigium di provokasi oleh dua faktor
astigmatisme terinduksi dan invasi ke -ona optik. Astigmatisme pada pterigium
dikarenakan oleh beberapa faktor yang dapat berdiri sendiri atau berhubungan.
Pertumbuhan kepala pterigium ke kornea selalu menimbulkan deformasi
pada kelengkungan kornea.
2.' Diagnosa (anding
Pterigium mempunyai gambaran tipikal dengan slit lamp sehingga tidak
sulit menentukan diagnosa. ,etapi ada beberapa kelainan patologi dari perifer
kornea dan limbus yang memberikan gambaran sama seperti pterigium karena itu
perlu dilakukan diagnosis banding. *iagnosis banding diantara kelaianan patologi
adalah 5
1. Phlyctenular keratokonjungtivitis
9eoformasi dari konjungtiva kecil berbatas tegas. *engan gambaran
seperti gel dikelilingi oleh t!isted capillary. .erhubungan dengan hiperemi
konjungtival. Pathogenesis berhubungan dengan reaski hipersensitivitas tipe
lambat dari bakteri atau protein makanan. %elaianan patologi ini umumnya
terlokalisasi tetapi pada beberapa kasus dapat menimbulkan pembentukkan
pembuluh darah baru di kornea menyebabkan opasitas permukaan. .iasanya
terdapat pada bayi atau anak(anak.

12
&. #?uamous cell carcinoma of the limbus
%elainan patologis yang sangat jarang tetapi diagnosis bandingnya sangat
sulit dibedakan dari kelainan patologis lain pada limbus termasuk pterygium.
#eperti pterigium muncul setelah pemaparan kronis sinar B:. ,empat paling
umum terjadi adalah di -ona infero temporal dari limbus. *iagnosis pasti
didapatkan dari pemeriksaan histology.

3. Pinguekula
%elainan patologi jinak yang sangat umum. .entuknya bulat berwarna
keputihan atau kekuningan. ,empat paling umum terjadi di limbus. "!isted
capillary dapat ditemukan didalamnya. *ari pemeriksaan histology pingeukula
adalah degenerasi hyaline dari jaringan konektif konjungtiva. 9ormalnya
asimtomatik tapi dalam keadaan tertentu dapat menimbulkan iinflamasi dengan
gejala terbakar lakrimasi dan &oreign %ody sensation. *iagnosis bandingnya
dengan pterigium tipe I dengan gambaran pinguecular.

Gambar 2." Pinguekula iritan
2. Pseudo pterigium
=ambaran klinis pseudopterigium dengan pterigium adalah sama tetapi
pathogenesis dari keduanya berbeda. Pseudopterigium dihasilkan dari perbaikan
ulkus kornea purifier. Atau inflamasi limbus karena berbagai penyebab ) kimia
panas mikrobiologikal autoimun+. *apat didefinisikan sebagai konjungtivalisasi
dari permukaan kornea dan muncul pada semua -ona kornea. ,idak terdapat
10
perkembangan lesi. ,etapi apabila kerusakan mencapai limbus maka akan meluas.
'apisan fibrovaskular dapat menutupi seluruh kornea. ,idak dibutuhkan untuk
menghilangkan pseudopterigium kecuali kerusakan telah mencapai -ona optikal.
Pada beberapa kasus pseudopterigium adalah komplikasi dari dilakukannya
operasi pterigium.

0. 'ymphoma dari konjungtiva.
'esi yang sangat jarang terjadi meliputi bagian inferior dn nasal dari
konjungtiva. 'esi subkonjungtival salmon pin$ ini memperoleh sedikit
vaskularisasi dan hamper datar. *iagnosa pasti diperoleh dari pemeriksaan
histology.

4. .owenEs epithelioma
Merupakan proliferasi neoplastic limbus dengan keganasan local.
<enderung menginfiltrasi kornea dan konjungtiva. *iagnosis pasti diperoleh dari
pemeriksaan histology.

3. *ermoid 'imbal.
Merupakan kelaianan patologi congenital yang jarang terjadi.
Memperlihatkan neoformasi bulat merah kekuningan antara limbus dan tepi
kornea. ,idak ada vaskularisasi yang abnormal. ,empat yang sering terjadi adalah
dermoid bagian inferotemporal.
1. ,he papiloma
Merupakan neovaskularisasi kecil aktif berbentuk kembang kol kecil.
:askularisasi tinggi dan mudah berdarah. *ibandingkan dengan pterigium
diagnosis banding sangat mudah tetapi diagnosis pasti diperoleh setelah
pemeriksaan histologi berasal dari virus.
!. 9odular episcleritis
14
Inflamasi episklera dan konjungtiva dalam bentuk nodular akan
terlokalisasi. #ering terjadi pada wanitadewasa muda kelainan patologi
memperlihatkan merah terang hamper berupa nodul datar. ,erdiri dari t!isted
injeksi konjungtiva dan pembuliuh darah kapiler episklera. %etika pertama kali
muncul episkleritis berhubungan dengan nyeri tetapi lama kelamaan menghilang
setelah beberapa minggu pengobatan dengan obat antiinflamasi. ,erdapat
kecenderungan rekurensi.
2.) Pengobatan Pterigium
2.).1 *indakan non bedah
,indakan non bedah meliputi pemberian lubrikasi dengan tetes mata
buatan atau tetes mata dekongestan untuk mengurangi keluhan iritasi tetes mata
dan salep steroid juga dapat di berikan untuk mengurangi reaksi peradangan
tetapi tidak dapat diberikan dalam jangka panjang karena dapat menimbulkan
komplikasi. ,etes mata vasokonstriktor juga dapat diberikan untuk mengurangi
keluhan mata merah. Hbat(obat ini tidak menghambat progresifitas pterigium.
2.).2 *indakan bedah
Pengobatan pterigium tipe progresif yang merah tebal dan meradang lebih
sulit bila dibandingkan dengan tipe nonprogresif yang putih tipis dan avaskular.
.eberapa peneliti menganjurkan pemberian obat(obat seperti obat steroid topikal
sebelum tindakan bedah.
,indakan bedah dapat dilakukan bila pterigium menyebabkan gangguan
vissu keluhan iritasi kronik gangguan pergerakan bulbus okuli yang
mengakibatkan diplopia dan gangguan kosmetik.
Pembedahan pterigium dilakukan menurut enam cara yaitu 5 Avulsi
,rasposisi apeks pterigium Aotasi flep konjungtiva 'are sclera <angkok
konjungtiva otologus dan cangkok membran amnion homologus.
13
A. Avulsi
Avulsi adalah suatu cara untuk mengangkat pterigium sebelum
berkembangnya teknik dan instrument bedah mikro keuntungan teknik ini adalah
sederahana dan cepat.
#etelah dilakukan anestesi local dengan epinefrin di bawah korpus
pterigium dilakukan diseksi dari sklera sampai limbus denagnn gunting !escott
secara tumpul. %emudian apeks pterigium di pegang dengan penjepit bergigi dan
selanjutnya ditarik dari kornea di bawahnya. .ila terdapat sisa pterigium harus
diangkat dengan bantuan pisau %eaer. ,eknik ini tidak dianjurkan untuk
pterigium yang mengalami tumbuh ulang karena jaringan pterigium sangat tebal
sehingga ketebalan kornea di bawahnya tidak dapat di nilai dan jaringan pterigium
melekat erat pada kornea sehingga resiko perforasi kornea tinggi.
.. ,ransposisi apeks pterigium
*esmarres yang pertama kali memperkenalkan teknik ini. *ibuat insissi
konjungtiva di sebelah bawah apeks pterigium dilepaskan dari kornea kemudian
ditanamkan pada celah tersebut lalu dijahit seperti flep pedikel.
%napp melakukan modifikasi teknik yaitu dibuat insisi secara hori-ontal
pada apeks sehingga menjaaadi & bagian kemudian bagian atas dijahit pada
konjungtiva sebelah atas sedang bagian bawah dijahit ke konjungtiva sebelah
bawah.
Mcreynold membelokkan dan menanam apeks pterigium di bawah
konjungtiva inferior. .lakovics melakukan modifikasi dengan melipat apeks
pterigium kemudian dibawah korpus pterigium.
<. Aotasi flep konjungtiva
.angeretr melakukan insisi konjungtiva superior dan inferior secara radier
kemudian ke dua sisi konjungtiva didekatkan dengan jahitan kromik 1(/ atau
nilon 1/(/.
.ila sklera yang terpapar diperkirakan tidak dapat tertutup dengan cara
seperti itu Atatoon melakukan teknik conjundtival pedicle flap yaitu setelah
11
dilakukan eksisi pterigium dibuat flep di atas limbus berbentuk trpesium dengan
ukuran panjang sama dengan diameter kornea dan lebarnya sepertiga diameter
kornea. mulai dari bagian lateral flep konjungtiva dipisahkan dari subkonjungtiva
dengan gunting tumpul. Dlep tersebut dipindahkan ke luka operasi pterigium
kemudian dilakukan penjahitan sebanyak 1(1/ buah.
*. ,eknik .are #clera
*EHmbrain mengajukan teknik bare sclera. #etelah dilakukan eksisi apeks
leher dan korpus pterigium dilakukan eksisi jaringan subkonjungtiva sampai
sklera. ,epi konjungtiva yang bebas dijahitkan ke episklera di bawahnya dan
sklera dibiarkan terbuka denagn harapan dapat menghambat tumbuh ulang.

7. <angkok konjungtiva otologus
Pada teknik ini pterigium dieksisi dengan teknik bare sclera. #etelah
jaringan subkonjungtivitis bersih dilakukan pengambilan jaringan konjungtiva
donor dari konjungtiva supertemporal yang luasnya disesuaikan dengan daerah
pterigium. @aringan konjungtiva donor kemudian dijahitkan pada daerah tadi
dengan jahitan terputus.

D. <angkok membran anmnion homologus
Penggunaan membran amnion homologus sebagai pencakokan alternatif
setelah di eksisi pterigium. 'uas daerah pterigium yang di eksisi diukur dan
disesuaikan luasnya denagn donor membran amnion yang sudah diawetkan.
%emudian donor dijahitkan pada daerah tersebut dengan vikril 1(/ atau nilon !(/
secara terputus.
2.1+. Pengobatan pas,a bedah pterigium
Bpaya untuk menurunkan angka tumbuh ulang pterigium pasca bedah
antara lain dengan radiasi sinar I laser argon tio(tepa kortikosteroid mitomisin
< atau dilakukan cangkok konjungtiva dengan melibatkan jaringan limbus.
1!
A. Aadiasi sinar I
Pembetukan jaringan granulasi memegang peranan penting untuk
terjadinya tumbuh ulang pasca pterigium. ,anda terjadinya jaringan granulasi
ialah terbentuknya kapiler baru. Aadiasi sinar I dengan dosis 3(1/ ribu rep
)rotgen equialent phycal+ dapat menghancurkan pembuluh darah yang sudah
terbentuk.
!
Pemberian radiasi sinar I dapat menurunkan angka tumbuh ulang dari
3/"(0/" menjadi /0"(33". %omplikasi pasca radiasi sinar I antara lain
teleangiektasi pembuluh darah konjungtiva dan episklera keratitis jaringan parut
pada kornea dan katarak.
.. 'aser Argon
'aser argon digunakan untuk mengablasi neovaskular yang tumbuuh ke
arah kornea pasca bedah pterigium. ,ujuan penggunaan laser ini adalah untuk
mengablasi pembuluh darah tanpa menyebabkan kerusakan akibat suhu yang
panas di sekitar jaringan yang diablasi sehingga tidak menambah jaringan fibrosis
dan peradangan. Pengobatan dengan laser argon dilakukan setelah keadaan mata
cukup tenang dan dapat diulang setelah 1(& minggu.

<. ,io(tepa
,io(tepa )triethylenethiophosphoramide+ adalah obat radiomimetic
mempunyai efek terhadap proses penyembuhan jaringan seperti radiasi sinar I.
%omplikasi yang pernah dilaporkan meliputi iritasi dan infeksi
konjungtiva granuloma reaksi alergi infeksi bakteri dan depigmentasi palpebra
yang permanen.

*. %ortiksteroid
Pemberian kortikosteroid topical pasca bedah pterigium akan menurunkan
terbentuknya jaringan sikatrik seperti simblefaron dan restriksi pergerakan bulbus
okuli juga akan menghambat terjadinya edema kornea dengan memelihara
stabilitas permeabilits pembuluh darah dan menurunkan pembentukan
&/
neovaskularisasi dengan menghambat reaksi inflamsasi. ,etapi sulit untuk
menetapkan peran kortikosteroid dalam menekan tumbuh ulang pasca bedah
pterigium.

7. Mitomisin <
Mitimisin < )MM<+ merupakan suatu antibiotik yang di isolasi dari
streptomises caespitosus dan pertama kali diisolasi oleh $aikiki dkk tahun 1/01.
Mempunyai khasiat onkostatik dan dapat menekan pembentukan jaringan
garanulasi pada kornea dan konjungtiva. Hbat ini stabil dalam panas dan larut
dalam pelarut organik. Hbat ini tersedia dalam bentuk bubuk sehingga harus
dilarutkan terlebih dahulu. MM< secara selektif menghambat sintesa *9A dan
proliferasi fibroblast.
%unitomo dan Mori berhasil mengurangi angka tumbuh ulang petrigium
dengan menggunakan tetes mata MM< /2mg8ml pasca bedah 3 kali sehari
selama & minggu. *engan diberikannya MM< pasca bedah petrigium akan
menghambat fase aktif penyembuhan jaringan konjungtiva dan subkonjungtiva
sehingga fase aktif penyembuhan jaringan konjungtiva dan subkonjungtiva
sehingga akan membantu reepitalisasi kornea yang adekuat dan terbentuknya
jaringan parut yang halus pada limbus sehingga akan menghambat tumbuh ulang.
D. <angkok konjungtiva dengan melibatkan jaringan limbus
@aringan limbus yang mengandung #< )Stem cell+ merupakan sumber
utama regerasi epitel kornea dan juga berfungsi sebagai junctional barrier antara
kornea dan epitel konjugntiva. Hleh karena itu cangkok konjungtiva dengan
melibatkan jaringan limbus pada aksisi ptrigium mempunyai tujuan bahwa #<
limbus akan menciptakan suatu barier limbus yang sehat sehingga dapat
menurunkan tumbuh ulang pterigium.
2.1+. *umbuh -lang
Daktor(faktor yang berhubungan dengan risiko tinggi terjadinya tumbuh
ulang pasca bedah adalah pterigium dengan ukuran besar pertumbuhannya cepat
&1
atau progresif pernah tumbuh ulang pasien usia muda tinggal di daerah tropis
dan operasi yang kurang adekuat.
;ayasaka menyatakan bahwa tumbuh ulang adalah setiap pertumbuhan
jaringan fibrovaskular yang mirip dengan pterigium asli dari limbus ke kornea
pada daerah yang sebelumnya ada pterigium atau terlihat adanya neovaskularisasi
di daerah limbus.
Pterigium yang mengalami tumbuh ulang cenderung lebih besar lebih
tebal lebih hiperemis dan lebih agresif daripada lesi primernya. #ering
menyebabkan simblefaron sehingga terdapat gangguan pergerakan bulbus okuli. 1
#ecara histopatologi pterigium yang tumbuh ulang berbeda dengan
pterigium asli terdapat jaringan parut fibrovaskular yang tebal mengandung
fibroblas dan pembuluh darah.
2.11 Komplikasi Pterigium
&.11.1. %omplikasi intraoperasi 5
A. Perforasi kornea dapat terjadi bila pembedahan menggunakan
pisau yang ujungnya tajam atau bila dilakukan pembedahan pada
pterigium dengan apeks dan korpus yang tebal dan melekat erat
pada kornea. .ila terjadi perforasi maka apeks yang sudah
terlepas harus dijahit kembali pada tempat semula
.. Ausaknya otot rektus hori-ontal sebaiknya pada saat melakukan
pembuangan jaringan subkonjungtiva harus hati(hati dimana
tendo otot rektus harus dapat diidentifikasi dulu sebelum
melakukan eksisi.
&.11.&. %omplikasi pasca operasi 5
Infeksi granula piogenik dellen sklera8dellen kornea. Infeksi pasaca
bedah jarang terjadi bila sterilitas terjamin.
*ellen tampak sebagai jaringan ireguler dan terdapat lekukan. *apat
terjadi pada orang tua dan pada pterigium yang sangat tebal.
Pengobatan dilakukan dengan menutup mata sehingga dellen
&&
mengalami rehidrasi. Penutupan mata dilakukan sampai konjungtiva
dan episklera di sekitar dellen menjadi rata kembali dan menutupi
dellen.
DA.*A/ P-!*AKA
1. Ilyas #. &//2. Ilmu Penyakit Mata. 7disi ke tiga. @akarta 5 .alai penerbit
D%BI
&. Priyanto ,;. 1/!/. Pengaruh 7kstirpasi Pterigium ,erhadap Perubahan
%elengkungan %ornea. ,esis. .andung. D%(B9PA*
3. :aughan *aniel. &///. Hftalmologi Bmum. 7disi 12. @akarta 5 $ijaya
medika.
2. Ilyas #. &//3. Ilmu Penyakit Mata. 7disi ke dua. @akarta 5 .alai penerbit
D%BI
0. Aahim *;. 1/!!. %eberhasilan <angkok %onjungtiva *ibandingkan
dengan 'are Sclera pada 7ksisi Pterigium Primer ,ipe Progresif. ,esis.
.andung. D%(B9PA*.
1/.Pedoman Pelayanan Medis Aumah #akit Mata <icendo. 7disi II. .andung.
&//4. ;al 13(12.
&3

Anda mungkin juga menyukai