Anda di halaman 1dari 20

STROKE HEMORAGIK

1. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and Bare, 2002). Menurut Doenges
(2000) stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik
secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari
pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
Menurut Batticaca (2008) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak
sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. menurut
Corwin (2009) ada dua klasifikasi umum cedera vascular serebral (stroke) yaitu iskemik
dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama
kebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak.
Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan
atau kematian.
2. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intracranial atau intraserebri meliputi
perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan
ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan
penekanan, pergesaran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak
akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan
mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi:
Aneurisma (dilatasi pembuluh darah) berry, biasanya defek congenital
Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis
Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri,
sehingga darah arteri langsung masuk vena
Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
Adapun penyebab stroke hemoragik sangat beragam menurut Ropper et al (2005),
yaitu:
Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan
acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
Faktor- faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut (Sotirius, 2000):
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari
stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko
stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku untuk
kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan,
atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat
hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi
kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada
orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki berbanding
perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia 65.
Riwayat Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar
keluarga monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik yang
menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort
kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada
laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan
laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas
menengah atas di California.
Diabetes Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes meningkatkan
mellitus risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat
berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu
untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh
darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua
jantung kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya
normal.
Penyakit Arteri koroner :
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular aterosklerotik dan
potensi sumber emboli dari thrombi mural karena miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti prolaps
katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum
atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi, menunjukkan bahwa
merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok
yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi risiko, dengan resiko
kembali seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Penyalahgunaa Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines,
n obat norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah
vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar,
atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah
hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Kontrasepsi Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada wanita
oral muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak
dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi
estrogen tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan
dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana
etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan, platelet,
osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol
bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak
dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas telah secara
konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi
dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas rata-rata
kontributor independen ke-atherosklerotik infark otak berikutnya.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
1. Pengaruh terhadap status mental:
a. Tidak sadar : 30% - 40%
b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena.
4. Daerah arteri serebri posterior
a. Nyeri spontan pada kepala
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia
c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi
labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh
ke sisi yang berlawanan
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi
4. Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan
dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab
paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam
keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama.
Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas,
stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen (Denise, 2010).
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat
volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya
buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang
tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat.
Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang
tinggi (Denise, 2010).
5. Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga
sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang
terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang
disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan
pembuluh darah di sekitarnya (Silbernagl, 2007).
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan
Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga
menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel,
pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan
glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+ (Silbernagl,
2007).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan
inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh
tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut
(Silbernagl, 2007).
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat
kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi
okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial,
apraksia, dan hemineglect (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum
anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu.
Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan
dari sistem limbic (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral
parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan
memori (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah
yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat,
ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus
(hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di
talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan
otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan
infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang
ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan (Silbernagl, 2007):
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),
singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran
tetap dipertahankan).

Hipertensi/ terjadi perdarahan

aneurisma

Rupture arteri serebri

Ekstravasasi darah di otak

Vasospasme arteri

Menyebar ke hemisfer otak

Perdarahan serebri TIK Nyeri

Hipertensi/ terjadi perdarahan

Tekanan /perfusi serebral

Iskemia

anoksia Aktifitas elektrolit terhenti

Metabolisme anaerob Pompa Na+ dan Ka+ gagal

Metabolit asam Na+ dan H2O masuk ke sel

Acidosis lokal Edema intrasel

Pompa Na+ gagal Edema Ekstrasel

Nekrosis jaringan dan edema Perfusi jaringan serebral


Kematian progresif sel otak (defisit fungsi otak)

Lesi Korteks Lesi di Kapsul Lesi batang otak Lesi di Med. Spinalis

Kerusakan Nerves I-XII


Lesi upper & lower motor neuron
Gangguan bicara/penglihatan,

Nekrosis jaringan dan edema


Gangguan eliminasi urin
Kesulitan mengunyah & menelan, refleks batuk
Defisit perawatan diri
Gangguan persepsi sensori

Gangguan
6. komunikasi verbal Medis
Penatalaksanaan Resiko gangguan nutrisi Gangguan mobilisasi
a. Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan
Resiko ketidakefektifan jalan nafas
pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada 3 konsensus:
a) Konsensus amerika : 6 jam Tirah baring lama
b) Konsensus eropa: 1,5 jam
c) Konsensus asia: 12 jamResiko gangguan integritas kulit
Prinsip pengobatan pada therapeutic window:
a) Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi
iskhemik.
b) Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.
b. Terapi umum
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor faktor kritis sebagai berikut :
a) Menstabilkan tanda tanda vital
(1) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam ,
O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)
(2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing masing individu ;
termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
b) Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
c) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara
ini telah diganti dengan kateterisasi keluar masuk setiap 4 sampai 6 jam.
d) Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
(1) penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam
(2) dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh
sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada
daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan
mata kaki)
c. Terapi khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin,
tPA.
a) Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja:
Sebagai anti agregasi menghancurkan thrombus
Meningkatkan deformalitas eritrosit
Memperbaiki sirkulasi intraselebral
b) Neuroprotektan
(1) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: notropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
(2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel,
ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki
perfusi jaringan otak
(3) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal
bebas dan biosintesa lesitin
Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
d. Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi
belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di
tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada
pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat,
tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan
berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.
e. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit
seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini
dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi
yang baik dapat dipertahankan.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan
bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur
otak
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai
pembuluh darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis,
emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan yang mengandung
darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar protein meningkat
pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses imflamasi.
6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya
daerah lesi yang spesifik.
7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis serebral.
8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system
arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).

(Dewanto, 2009)
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
a) Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr, pendidikan, status
pekawinan, diangnosa medis dll.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, pengunaan obat-obat
antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas.
(2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak sadarkan diri,
kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.
(3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit seperti :
hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
(4) Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat emosi dan pikiran
klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun keluarga sering merasakan sterss
dan cemas.
c) Pemeriksaan Fisik
(1) Rambut dan hygiene kepala
(2) Mata:buta,kehilangan daya lihat
(3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
(4) Leher,
(5) Dada
I: simetris ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
(6) Abdomen
I: perut acites
P :hepart dan lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus (+)
(7) Genito urinaria :dekontaminasi,anuria
(8) Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan.
d) Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
(1) Tingkat Kesadaran
i. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
CMC dasar akan diri dan punya orientasi penuh
APATIS tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
LATARGIE tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
DELIRIUM penurunan kesadaran disertai pe abnormal aktifitas psikomotor
gaduh gelisah
SAMNOLEN keadaan pasien yang selalu mw tidur diransang bangun lalu tidur
kembali
KOMA kesadaran yang hilang sama sekali
ii. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
Respon membuka mata ( E = Eye )
o Spontan (4)
o Dengan perintah (3)
o Dengan nyeri (2)
o Tidak berespon (1)
Respon Verbal ( V= Verbal )
o Berorientasi (5)
o Bicara membingungkan (4)
o Kata-kata tidak tepat (3)
o Suara tidak dapat dimengerti (2)
o Tidak ada respons (1)
Respon Motorik (M= Motorik )
o Dengan perintah (6)
o Melokalisasi nyeri (5)
o Menarik area yang nyeri (4)
o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
o Tidak berespon (1)
(2) Pemeriksaaan Nervus Cranialis
i. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda
yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan
dengan hidung bagian kiri dan kanan.
ii. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup satu mata klien
kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya. Test lapang pandang,
klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang
memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien
langsung memberitahu klien melihat benda tersebut.
iii. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam
tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan
keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid
line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia,
nistagmus.
Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.
iv. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan
bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien tertutup.
Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan
Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada
otot temporal dan masseter.
v. Test nervus VII (Facialis)
Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin pahit.
Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh
menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
Otonom, lakrimasi dan salvias
Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk: tersenyum,
mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya.
vi. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu
telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat
melakukan atau tidak.
vii. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini sulit di
test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi
M. Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula,
palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
viii. Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus
dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat
bahu dan pemeriksa berusaha menahan test otot trapezius.
ix. Nervus XII (Hypoglosus)
Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk
menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
(3) Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh
kaki
i. Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
(4) Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam posisi duduk
atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi respon klien dengan
menggunakan skala 0 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)

i. Reflek Fisiologis
Reflek Tendon
o Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih dari 30 0. tendon
patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek hamer.
respon berupa kontraksi otot guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
o Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan lengan bawah ditopang
ada atas (meja periksa) jari periksa ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan
siku) kemudian dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps,
sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif maka akan tejadi
penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
o Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan dengan reflek hamer
(tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas olekronon) respon yang normal adalah
kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila
ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot otot bahu.
o Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan reflek ini kaki yang
di[eriksa diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah kontral lateral.tendon achiles
dipukul dengan reflek hamer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
o Reflek Superfisial
Reflek kulit perut
Reflek kremeaster
Reflek kornea
Reflek bulbokavernosus
Reflek plantar
Reflek Patologis
o Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada penyakit traktus
kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki
bagian lateraltelapak kaki dari tumit ke arah jari kelingking dan kemudian melintasi
bagian jantung kaki. Respon babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsofleksi dan
jari-jari lain menyebar,klau normalnya adalah fleksi plantar pada semua jari kaki.
Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski:
Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral maleolus hasil positif bila
gerakan dorsoekstensi dari ibu jari dan gerakan abduksi dari jarijari lainnya.
Cara Gordon
Memencet ( mencubit) otot betis
Cara Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah mengurut kebawah (distal)
Cara Gonda
Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya sekonyong koyong.
e) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan
pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel
pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di dada klien
untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala klien di fleksikan kedada
secara pasif.Brudzinsky I positif (+)
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara pasif akan
diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut
normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kerniq + bila
ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tebila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang
Mischiadicus.
f) Data Penunjang
(1) Laboratorium
Hematologi
Kimia klinik
(2) Radiologi
CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

b. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol
2. perfusi jaringanm tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak. Oedem otak
3. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
6. Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer
c. Rencana keperawatan
No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional
1. Kerusakan NOC : NIC :
mobilitas Ambulasi/ROM 1.Terapi latihan Pergerakan aktif/pasif
fisik b.d normal Mobilitas sendi bertujuan untuk
penurunan dipertahankan. o Jelaskan pada mempertahankan
kekuatan Setelah dilakukan klien&kelg tujuan fleksibilitas sendi
otot tindakan latihan pergerakan
keperawatan 5x24 sendi.
o Monitor lokasi dan
jam
ketidaknyamanan
KH: selama latihan
o Sendi tidak o Gunakan pakaian
kaku yang longgar
o Tidak terjadi o Kaji kemampuan
atropi otot klien terhadap
pergerakan
o Encourage ROM
aktif
o Ajarkan ROM
aktif/pasif pada
klien/keluarga.
o Ubah posisi klien
tiap 2 jam.
o Kaji Ketidakmampuan fisik
perkembangan/kema dan psikologis klien
juan latihan dapat menurunkan
2. Self care Assistance perawatan diri sehari-
o Monitor hari dan dapat terpenuhi
kemandirian klien dengan bantuan agar
o bantu perawatan diri kebersihan diri klien
klien dalam hal: dapat terjaga
makan,mandi,
toileting.
o Ajarkan keluarga
dalam pemenuhan
perawatan diri klien.

2. Perfusi o NOC: perfusi NIC : Perawatan sirkulasi 1. mengetahui


jaringan jaringan Peningkatan perfusi kecenderungan tk
cerebral cerebral. jaringan otak kesadaran dan
Setelah potensial peningkatan
tidak efektif
dilakukan TIK dan mengetahui
b.d Aktifitas : lokasi. Luas dan
tindakan
perdarahan keperawatan 1. Monitor status kemajuan kerusakan
otak, oedem selama 5 x 24 neurologik SSP
jam perfusi 2. monitor status 2. Ketidakteraturan
jaringan respitasi pernapasan dapat
adekuat 3. monitor bunyi jantung memberikan
dengan 4. letakkan kepala gambaran lokasi
indikator : dengan posisi agak kerusakan/peningkata
o Perfusi ditinggikan dan dalam n TIK
jaringan yang posisi netral 3. Bradikardi dapat
adekuat 5. kelola obat sesuai terjadi sebagai akibat
didasarkan order adanya kerusakan
pada tekanan 6. berikan Oksigen otak.
nadi perifer, sesuai indikasi 4. Menurunkan tekanan
kehangatan arteri dengan
kulit, urine meningkatkan
output yang drainase &
adekuat dan meningkatkan
tidak ada sirkulasi
gangguan pada 5. Pencegahan/pengobat
respirasi an penurunan TIK
6. Menurunkan hipoksia
3. Resiko NOC : Risk NIC : Cegah infeksi
infeksi b.d Control Setelah 1. Mengobservasi & 1. Onset infeksi dengan
penurunan dilakukan melaporkan tanda & system imun
pertahan tindakan gejala infeksi, seperti diaktivasi & tanda
kemerahan, hangat, infeksi muncul
primer keperawatan
rabas dan peningkatan 2. Klien dengan
selama 3 x 24 jam suhu badan netropeni tidak
klien tidak 2. mengkaji suhu klien memproduksi cukup
mengalami netropeni setiap 4 jam, respon inflamasi
infeksi melaporkan jika karena itu panas
KH: temperature lebih dari biasanya tanda &
0
o Klien bebas 38 C sering merupakan
dari tanda- 3. Menggunakan satu-satunya tanda
tanda infeksi thermometer 3. Nilai suhu memiliki
o Klien mampu elektronik atau merkuri konsekuensi yang
menjelaskan untuk mengkaji suhu penting terhadap
tanda&gejala 4. Catat dan laporkan pengobatan yang
infeksi nilai laboratorium tepat
5. Kaji warna kulit, 4. Nilai lab berkorelasi
kelembaban kulit, dgn riwayat klien &
tekstur dan turgor pemeriksaan fisik utk
lakukan dokumentasi memberikan
yang tepat pada setiap pandangan
perubahan menyeluruh
6. Dukung untuk 5. Dapat mencegah
konsumsi diet kerusakan kulit, kulit
seimbang, penekanan yang utuh merupakan
pada protein untuk pertahanan pertama
pembentukan system terhadap
imun mikroorganisme
6. Fungsi imun
dipengaruhi oleh
intake protein
4. Defisit NOC : Self Care NIC : Self Care
perawatan Assistance( mand 1. Observasi kemampuan 1. Dengan
diri b.d i, berpakaian, klien untuk mandi, menggunakan
kelemahan makan, toileting. berpakaian dan makan. intervensi langsung
2. Bantu klien dalam dapat menentukan
fisik Setelah dilakukan
posisi duduk, yakinkan intervensi yang
tindakan kepala dan bahu tegak tepat untuk klien
keperawatan selama makan dan 1 2. Posisi duduk
selama 5 x 24 jam jam setelah makan membantu proses
Klien dapat 3. Hindari kelelahan menelan dan
memenuhi sebelum makan, mandi mencegah aspirasi
kebutuhan dan berpakaian
4. Dorong klien untuk 3. Konservasi energi
perawatan diri
tetap makan sedikit meningkatkan
KH: tapi sering toleransi aktivitas
-Klien terbebas dan peningkatan
dari bau, dapat kemampuan
makan sendiri, perawatan diri
dan berpakaian 4. Untuk
sendiri meningkatkan nafsu
makan
5. Resiko NOC: NIC: Berikan manajemen
kerusakan mempertahankan tekanan 1. Meningkatkan
intagritas integritas kulit 1. Lakukan penggantian kenyamanan dan
kulit b.d Setelah dilakukan alat tenun setiap hari mengurangi resiko
dan tempatkan kasur gatal-gatal
faktor perawatan 5 x 24
yang sesuai 2. Menandakan gejala
mekanik jam integritas awal lajutan
2. Monitor kulit adanya
kulit tetap
adekuat dengan area kerusakan integritas
indikator : kemerahan/pecah2 kulit
Tidak terjadi 3. monitor area yang 3. Area yang tertekan
tertekan biasanya
kerusakan kulit
4. berikan masage pada sirkulasinya kurang
ditandai dengan punggung/daerah yang optimal shg menjadi
tidak adanya tertekan serta berikan pencetus lecet
kemerahan, luka pelembab pad area 4. Memperlancar
dekubitus yang pecah2 sirkulasi
5. monitor status nutrisi 5. Status nutrisi baik
dapat membantu
mencegah keruakan
integritas kulit.
6 Kurang NOC : NIC : Pendidikan
pengetahua Pengetahuan kesehatan Proses belajar
n b.d klien meningkat 1. Mengkaji kesiapan tergantung pada situasi
kurang KH: dan kemampuan klien tertentu, interaksi social,
mengakses -Klien dan untuk belajar nilai budaya dan
2. Mengkaji pengetahuan
informasi keluarga lingkungan
dan ketrampilan klien
kesehatan memahami sebelumnya tentang Informasi baru diserap
tentang penyakit penyakit dan meallui asumsi dan
Stroke, perawatan pengaruhnya terhadap fakta sebelumnya dan
dan pengobatan keinginan belajar bias mempengaruhi
3. Berikan materi yang proses transformasi
paling penting pada Informasi akan lebih
klien
mengena apabila
4. Mengidentifikasi
sumber dukungan dijelaskan dari konsep
utama dan perhatikan yang sederhana ke yang
kemampuan klien komplek
untuk belajar dan Dukungan keluarga
mendukung perubahan diperlukan untuk
perilaku yang mendukung perubahan
diperlukan
perilaku
5. Mengkaji keinginan
keluarga untuk
mendukung perubahan
perilaku klien
6. Evaluasi hasi
pembelajarn klie lewat
demonstrasi dan
menyebutkan kembali
materi yang diajarkan

DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E. dkk. (2000). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC; Jakarta
Muttaqin, Arif. (2008). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,. [diunduh dari:


http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.

Smeltzer and Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sotirios AT,. 2000. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. New York. Thieme
Stuttgart.
Wlkinson, Judith M .2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih bahasa:
Widyawati dkk. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai