Anda di halaman 1dari 2

BUMDes Amarta Kelola Sampah Jadi Pundi-pundi Rupiah

Selasa, 27 Desember 2016 20:28

Tribun Jogja/Arfiansyah Panji Purnandaru


Suasana pengelolaan sampah di BUMDes Amarta Pandowoharjo, Kecamatan Sleman,
Kabupaten Sleman, Selasa (27/12/2016).

Laporan Reporter Tribun Jogja, Arfiansyah Panji Purnandaru


PANDOWOHARJO, TRIBUN - Sampah sudah menjadi momok yang menakutkan di
sebagian besar wilayah Indonesia.
Tingginya kuantitas sampah setiap harinya terutama sampah rumah tangga membuat
pemerintah kewalahan.
Atas dasar tersebut, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Amarta, Desa Pandowoharjo,
Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman turut serta konsen dan fokus dalam
pengelolaan permasalahan sampah tersebut.
Meski baru berdiri enam bulan lalu tepatnya 6 Juni 2016, dari segi
administratif BUMDes Amarta sudah rapi dan terstruktur.
"Sampah dulu dikelola kelompok swadaya. Pemdes (Pemerintah Desa) memandang
bahwa permasalahan sampah harus diselesaikan. Atas arahan Kades dan BPD,
pengelolaan sampah dibentuk karena kebutuhan bahwa oengelolaan sampah di desa
belum ada yang menyentuh kecuali kelompok swadaya.Sedangkan kita mempunyai
aset pengelolaan sampah di tanah kas desa," jelas Agus Setyanta,
Direktur BUMDes Amarta saat ditemui Tribun Jogja di Kantor BUMDes Amarta, Selasa
(27/12/2016).
Agus yang juga merupakan Ketua Ketua Forum Komunikasi BUMDes Kabaupaten
Sleman menjelaskan dengan dana anggaran dari desa sebesar 50 juta, fasilitas
pengelolaan yang sudah ada di tanah kas desa bisa diperbaiki dengan baik.
Ini menunjukan bahwa desa hadir membantu menyelesaikan sampah, membantu
pemerintah tingkat kabupaten terkait penanganan desa, juga menggali potensi ekonomi
baru baik profit maupun benefit.
Setidaknya, sampai saat ini tiga orang telah terserap menjadi karyawan pengelolaan
sampah.
Empat orang menjadi mitra dan juga bekerja sama dengan rumah makan Jejamuran
dan industri sarung tangan untuk dikelola sampahnya.

"Mitra ditarik retribusi 31 ribu per meter kibik sedangkan jejamuran karena industri
sekitar 51 ribu dan pabrik sarung tangan 60 ribu," jelasnya
Empat mitra yang bertugas mengambil sampah di masyarakat tersebut klaim Agus
mendapat keuntungan bulanan cukup tinggi sekitar satu sampai satu setengah juta dari
uang kebersihan yang diiurkan masyarakat.
Selanjutnya, sampah yang telah terkumpul tersebut kemudian dipisahkan antara
sampah organik dan sampah anorganik.
Sampah organik dibuat menjadi pupuk alami sedangkan sampah anorganik akan
disetor kepada pengepul.

Harga jualnya satu Kg sampah anorganik bernilai Rp 3000, sedangkan pupuk organik
dijual ke masyarakat dengan harga Rp 1000 per Kg.
"Nilai ekonomisnya baik organik maupun anorganik sama-sama tinggi. Sampah akan
menjadi masalah jika tidak diperlakukan dengan sesuai. Selain itu kita rajin sosialisasi
kemasyarakat agar sampah organik dan anorganik untuk tidak dicampur," tambahnya
Untuk pupuk organik sendiri, rumah makan Jejamuran juga menyediakan bekas media
tanam jamur seperti merang sebagai bahan campuran pupuk organik.
Dalam pelaksanaanya, BUMDes Amarta juga mendapat pendampingan dari Fakultas
Pertanian UPN dan operasional oleh Institut Resedarch and Empowerment (IRE).
"Pendapatan kita dari iuran sampah, kedua hasil penjualan sampah anorganik dan
pupuk,dan juga sampah layak pakan ternak," ujarnya.
Selama enam bulan ini, melalui pengelolaan sampah BUMDessendiri mendapat
keuntungan bersih sekitar Rp 1 juta perbulan dengan total telah mengelola 1000 ton
sampah.
Targetnya dalam enam bulan yaitu keuntungan Rp 7 sampai 8 juta akan
tercapai. (tribunjogja.com)

(Sumber : http://jogja.tribunnews.com/2016/12/27/bumdes-amarta-kelola-sampah-
jadi-pundi-pundi-rupiah)

Anda mungkin juga menyukai