Anda di halaman 1dari 13

1.

Pengertian
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang disebabkan oleh
bakteria, virus atau fungi. Ia juga dikenali sebagai pneumonitis, bronchopneumonia dan
community-acquired pneumonia (Mansjoer, 2000). Menurut Price (2005) pneumonia
adalah peradangan pada parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007).
Jadi pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri,
virus atau fungi yang menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran
gas setempat.
Berdasarkan tempat letak anatomisnya, pneumonia dapat diklasifikasikan menjadi
empat, yaitu (Price, 2005):
a. Pneumonia lobaris
Seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat terutama terdapat intra alveolar.
Pneumococcus dan Klebsiella merupakan organism penyebab tersering.
b. Pneumonia nekrotisasi
Disebabkan oleh jamur dan infeksi tuberkel. Granuloma dapat mengalami nekrosis
kaseosa dan membentuk kavitas.
c. Pneumonia lobular/bronkopneumonia
Adanya penyebaran daerah infeksi yang bebercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4
cm yang mengelilingi. Staphylococcus dan Streptococcus adalah penyebab infeksi
tersering.
d. Pneumona interstitial
Adanya peradangan interstitial yang disertai penimbunan infiltrate dalam dinding
alveolus, walaupun rongga alveolar bebas dari eksudat dan tidak ada konsolidasi.
disebabkan oleh virus atau mikoplasma.

Menurut Depkes RI (2002) klasifikasi pneumonia menurut program P2 ISPA antara


lain :
a. Pneumonia sangat berat
Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum, harus dirawat di rumah sakit.
b. Pneumonia berat
Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan dapat minum, di rawat
rumah sakit dan diberi antibiotic.
c. Pneumonia sedang

Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan pernafasan cepat, tidak perlu
dirawat, cukup diberi antibiotik oral.
d. Bukan pneumonia
Hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu dirawat, tidak perlu
antibiotik.
2. Etiologi
Menurut (Smeltzer and Bare, 2001) etiologi pneumonia, meliputi :
a. Pneumonia bakterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia
Jenis yan lain :
- Staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
- Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
- Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
- Haemophilus influenzae menyebabkan haemophilus influenza
b. Pneumonia atipikal
Penyebab paling sering :
Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
Jenis lain :
- Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires
- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
- Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
- Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii (PCP)
- Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
- Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)
- Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
c. Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini
menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna kerosin atau
inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi. Karena aspirasi/inhalasi (kandungan
lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas protektif hilang seperti yang terjadi pada
pasien yang tidak sadar akibat obat-obatan, alkohol, stroke, henti jantung atau pada
keadaan selang nasogastrik tidak berfungsi yang menyebabkan kandungan lambung
mengalir di sekitar selang yang menyebabkan aspirasi tersembunyi.
3. Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak sampai
usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan
penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah
yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit,
usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan

merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu


mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang
dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru
kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling
umum sebagai penyebab pneumonia (Prince, 2005).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai
alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan serosa ke
dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri.
Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke
dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia
(Engram 2000).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas
terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 2005) :
a.Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein
keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor,
disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
b.Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir
setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar,
bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga
dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat
fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara,
disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti
hepar).
c.Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang
berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak
kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam
alveoli yang terserang.
d.Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi

oleh

makrofag

dan

pencernaan

kotoran

inflamasi,

dengan

mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali


pada strukturnya semula.
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pneumonia menurut Mansjoer (2000):
a. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel,
gelisah, malaise, anoreksia, keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipneu, ekspektorasi sputum,
cuping hidung, sesak napas, merintih, dan sianosis. Anak yang lebih besar lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
c. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat
bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus
melemah, suara napas melemah, dan ronkhi.
d. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak dada tertinggal di daerah efusi, perkusi
pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, friction rub, nyeri dada karena iritasi
pleura, kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa inflamasi), nyeri abdomen
(kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).
Sedangkan menurut (Price,2005), yaitu:
a. Pneumonia bacterial
Tanda dan gejala awitan pneumonia pneumococus bersifat mendadak, disertai
menggigil, demam, nyeri pleuritik, batuk, dan sputum yang berwarna seperti karat.
Ronki basah dan gesekan pleura dapat terdengar diatas jaringan yang terserang,
pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-otot aksesoris pernafasan
b. Pneumonia virus
Tanda dan gejala sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit
kepala, nyeri otot dan kelemahan, nadi cepat, dan bersambungan (bounding)
c. Pneumonia aspirasi
Tanda dan gejala adalah produksi sputum berbau busuk, dispneu berat, hipoksemia,
takikardi, demam, tanda infeksi sekunder
d. Pneumonia mikoplasma
Tanda dan gejala adalah nadi meningkat, sakit kepala, demam, faringitis.
5. Penatalaksanaan Medis
Menurut Misnadiarly (2008) penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada
penyebab, sesuai yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup:

a.
b.
c.
d.

Oksigen 1 2 L/menit
IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3:1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikkan suhu, dan status hidrasi
jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang

nasogastrik dengan feeding drip


e. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
f. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Antibiotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia community base:
a. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
b. kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base:
c. Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
d. Amikasin 10 15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
6. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi menyertai
pneumonia adalah:
a. abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang,
b. efusi pleural adalah terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura,
c. empiema adalah efusi pleura yang berisi nanah,
d. gagal nafas,
e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial,
f. meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak,
g. pneumonia interstitial menahun,
h. atelektasis adalah (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena obstruksi
bronkus oleh penumukan sekresi
i. rusaknya jalan nafas,
j.

7. Pathways
Bakteri Stafilokokus aureus
Bakteri Haemofilus influezae

Saluran Pernafasan Atas

Kuman berlebih di bronkus Kuman terbawa di saluran pencernaan

Proses peradangan

Akumulasi sekret di bronkus

Infeksi Saluran Pernafasan Bawah

Infeksi saluran pencernaan


Dilatasi pembuluh darah
Peningkatan Edema
suhu antara kaplier dan alveoli

Peningkatan flora normal dalam usus


Eksudat plasma masuk alveoli
Septikimia Iritasi PMN eritrosit pecah

Gangguan difusi dalam plasma


Peningkatan peristaltik usus
Bersihan jalan nafas tidak
Mukus
efektif
bronkus meningkat
Peningkatan metabolisme Edema paru

Bau mulut tidak sedap

Anoreksia

Malabsorbrsi

Gangguan pertukaran gas


Evaporasi meningkat
Pengerasan dinding paru

Diare

Penurunan compliance paru

Intake kurang
Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit

Suplai O2 menurun

Nutrisi kurang dari kebutuhan

Hipoksia
Hiperventilasi
Metabolisme anaeraob meningkat
Dispneu
Retraksi dada / nafas cuping hidung

Akumulasi asam laktat

Fatigue
Gangguan pola nafas
Intoleransi aktivitas

8. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler,
gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebih, penurunan masukan oral.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik
sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan
toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas seharihari.
9. Rencana Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
1) Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
2) Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil yang diharapkan :
1)

Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas

2)

Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas

3)

Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.


Intervensi :
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan
ronki.
Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan dengan
adanya bunyi nafas adventisius
2) Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres/ adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.

3) Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas
4) Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dipsnea dan menurunkan jebakan udara
5) Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan upaya
batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada posisi
duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
6) Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.
Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler,
gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan :
1) Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan
tidak ada distres pernafasan.
Hasil yang diharapkan :
1) Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
2) Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :
1) kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru
dan status kesehatan umum
2) Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/
menggigil dan terjadi hipoksemia.
3) Kaji status mental
Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan hipoksemia.
4)

Awsi frekuensi jantung/ irama

Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/ dehidrasi.

5) Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan
menggigil
Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan
oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
6) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk efektif
Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran
sekret untuk memperbaiaki ventilasi.
7) Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan:
1) Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru
jelas/ bersih
Intervensi :
1)

Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.

Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja


nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas.
2)

Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.

Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil.
3)

Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.

Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.


4)

Observasi pola batuk dan karakter sekret.

Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya


kelainan.
5)

Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.

Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.


6)

Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.

Rasional :Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.


7)

Berikan humidifikasi tambahan

Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu


pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.

8)

Bantu fisioterapi dada, postural drainage

Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari


segmen paru ke dalam bronkus.
d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilngan cairan
berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi :
1) Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi.
Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
3) Catat lapporan mual/ muntah.
Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
4) Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan
penggantian
5) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen.
Tujuan :
1) Menunjukkan peningkatan nafsu makan
2) Mempertahankan/ meningkatkan berat badan
Intervensi :
1)

Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah.

Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah


2)

Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu

kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat
menurunkan mual
3)

Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.

Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini

4)

Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen.

Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi abdomen
terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan pengaruh toksin
bakteri pada saluran gastro intestinal
5)

Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau makanan

yang menarik untuk pasien.


Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan
mungkin lambat untuk kembali
6)

Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.

Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan


terhadap infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup
sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi :
1) Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi
2) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
3) Jelaskan

pentingnya

istitahat

dalam

rencana

pengobatan

dan

perlunya

keseimbamgan aktivitas dan istirahat.


Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolik
4) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen

DAFTAR PUSTAKA
Barbara Engram (2000), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Jilid I, Peneribit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. (2001). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,
EGC, Jakarta.
Betz, C. L., & Sowden, L. A 2002, Buku saku keperawatan pediatri, RGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.Jakarta :
EGC
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Depkes RI 2002, Pedoman penanggulangan P2 ISPA, Depkes RI, Jakarta
Doenges, Marilynn, E. dkk (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arief dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI Jakarta
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa,
Usia Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik Mycobacterium. Jakarta: Pustaka
Obor Populer.
Nanda. 2011. Diagnostik keperawatan. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
Price, Sylvia dan Wilson Lorraine. 2005. Infeksi Pada Parenkim Paru: Patofisiologi Konsep
Klinis dan Proses-proses Penyakit volume 2 edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA
DI RUANG ICU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS
STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Disusun oleh:
RIKI RIJALUDIN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2016

Anda mungkin juga menyukai