MIASTENIA GRAVIS
Posted on 19 September 2011 by pataulanursing
2. Epidemiologi/Insiden kasus
Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita antara15-35
tahun dan pada pria sampai 40 tahun. Dahulu, angka kematian mencapai 90 %. Angka
kematian menurun drastis sejak tersedia pengobatan dan unit perawatan pernapasan.
PENJELASAN
Otot rangka dan otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermielin yang berasal dari sel kornu
anterior medula spinalis dan batang otak. Nervus ini mengirim keluar aksonnya dalam nervus
spinalis atau kranialis menuju perifer. Nervus yang bersangkutan bercabang berkali-kali dan
mampu merangsang 2000 serat otot rangka. Kombinasi saraf motorik dan serabut otot yang
dipersarafinya disebut unit motorik.
Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf motorik dengan serabut otot disebut sinaps
atau taut neuromuskular. Taut neuromuskular adalah sinaps kimia antara saraf dan otot yang
terdiri dari tiga komponen dasar : elemen prasinaptik, elemen pascasinaptik dan celah
sinaptik. Elemen prasinaptik terdiri dari akson terminal yang terdiri berisi vesikel sinaptik
dengan neurotransmiter asetilkolin. Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal
(Button). Membran plasma akson terminal disebut membran prasinaps. Elemen pascasinaps
terdiri dari membran pascasinaps atau ujung lempeng motorik dari serat otot. Membran
pascasinaps dibentuk oleh invaginasi yang disebut saluran sinaps membran otot atau
sarkolema kedalam tonjolan akson terminal. Membran pascasinaps memiliki banyak lipatan
yang sangat meningkatkan luas permukaan.
6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Pemeriksa harus
memiliki pengetahuan mengenai Miastenia Gravis. Banyak pasien telah berterus terang
kepada psikiater karena gejala mereka hanya memiliki dasar fisiologis. Meminta pasien untuk
memperlihatkan aktivitas berulang hingga kelelahan adalah bukti-bukti yang dapat membantu
menegakkan diagnosis. Elektromiografi (EMG) memperlihatkan satu ciri khas penurunan
dalam amplitudo unit motorik potensial dengan penggunaan yang terus menerus. Tes khusus
untuk Miastenis Gravis adalah adanya antibodi serum terhadap reseptor asetilkolin.
Setidaknya 80% penderita Miastenia Gravis memiliki kadar antibodi serum tinggi yang
abnormal, tetapi penderita bentuk penyakit Miastenia Gravis okular yang ringan atau tunggal
dapat memiliki hasil negatif palsu. Diagnosis dipastikan dengan tes Tensilon. Edrofonium
klorida (Tensilon) adalah suatu obat penghambat kolinesterase, yang diberikan secara
intravena. Pada pasien Miastenia Gravis memperlihatkan perbaikan otot dalam 30 detik.
Ketika didapatkan hasil positif, perlu didapatkan diagnosis banding antara Miastenia Gravis
sejati dengan sindron miastenik. Penderita sindrom miastenia memiliki gejala yang sama
dengan Miastenia Gravis sejati, namin penyebabnya berkaitan dengan proses patologis lain
(seperti diabetes, kelainan tiroid, dan keganasan yang menyebar). Usia awitan kedua keadaan
ini adalah faktor pembeda yang penting. Penderita Miastenia Gravis sejati biasanya berusia
muda, sedangkan penderita sindrom miastenia cenderung lebih tua. Gejala sindrom miastenia
biasanya menghilang bila penyakit dasarnya dapat dikontrol.
Pada Miastenia Gravis terjadi kelainan kelenjar timus. Walaupun terlalu kecil untuk dapat
dilihat secara radiologis, kelenjar timus sebagian besar pasien secara histologis adalah
abnormal. Perempuan usia muda cenderung mengalami hiperplasia timus sedangkan laki-laki
usia tua cenderung mengalami neoplasma timus.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Miastenia Gravis ditentukan dengan meningkatkan fungsi pengobatan pada
obat antikolinesterase dan menurunkan serta mengeluarkan sirkulasi antobodi. Terapi
mencakup agens-agens antikolinesterase dan terapi imunosupresif, yang terdiri dari
plasmeferesis dan timektomi.
Agens-agens antikolinesterase. Obat ini bereaksi dengan meningkatkan konsentrasi
asetilkolin yang relatif tersedia pada persimpangan neuromuskular. Mereka diberikan untuk
meningkatkan respons otot-otot terhadap impuls saraf dan meningkatkan kekuatan otot.
Kadang-kadang mereka diberikan hanya mengurangi simtomatik.
Obat-obatan dalam pengobatan digunakan piridostigmin bromida (Mestinon), ambenonium
khlorida (Mytelase), dan neostigmin bromida ( Prostigmine).
Banyak pasien lebih suka pada piridostigmin karena obat ini menghasilkan efek samping
yang sedikit. Dosis ditingkatkan berangsur-angsur sampai tercapai hasil maksimal yang
diinginkan (bertambahnya kekuatan, berkurangnya kelelahan), walaupun kekuatan otot
normal tidak tercapai dan pasien akan mempunyai kekuatan beradaptasi terhadap beberapa
ketidakmampuan.
Obat-obat antikolinesterase diberikan dengan susu, krekers, atau substansi penyangga
makanan lainnya. Efek samping mencakup kram abdominal, mual, muntah, dan diare. Dosis
kecil atrofin, diberikan satu atau dua kali sehari, dapat menurunkan atau mencegah efek
samping.
Terapi imunosupresif ditentukan dengan tujuan menurunkan produksi antibodi antoreseptor
atau mengeluarkan langsung melalui perubahan plasma. Terapi imunosupresif mencakup
kortikosteroid, plasmaferesis dan timektomi. Terapi kortikosteroid dapat menguntungkan
pasien dengan miastenia yang pada umumnya berat. Kortikosteroid digunakan mereka
dengan efek terjadinya penekanan respons imun pasien, sehingga menurunkan jumlah
penghambatan antibodi. Dosis antikolinesterase diturunkan sampai kemampuan pasien untuk
mempertahankan respirasi efektif dan kemampuan menelan dipantau. Dosis steroid
berangsur-angsur ditingkatkan dan obat antikolinesterase diturunkan dengan lambat.
Prednison digunakan dalam beberapa hari untuk menurunkan efek samping, kadang-kadang
pasien memperlihatkan adanya penurunan kekuatan otot setelah terapi dimulai, tetapi ini
biasanya hanya sementara.
Obat-obat sitotoksik juga diberikan. Walaupun mekanisme aksi yang muncul tidak
sepenuhnya dimengerti, namun obat-obat seperti azatioprin (Imuran) dan siklofosfamid
(Cytoxan) menurunkan titer sirkulasi antisetilkolin pada reseptor antibodi. Efek samping
yang muncul kadang-kadang terjadi dan hanya pasien dengan penyakit berat saja yang diobati
dengan obat-obatan ini.
Pertukaran plasma (plasmeferesis) adalah teknik yang memungkinkan pembuangan selektif
plasma dan komponen plasma pasien.sel-sel yang sisa kembali dimasukkan. Penukaran
plasma menghasilkan reduksi sementara dalam titer sirkulasi antibodi. Proses ini mempunyai
pengaruh ynag hebat pada pasien tetapi tidak mengobati keadaan abnormal (menghasilkan
antireseptor antibodi) sampai waktu yang panjang.
Penatalaksanaan pembedahan
Pada pasien Miastenia Gravis timus tampak terlibat dalam produksi antibodi AchR.
Timektomi (pembedahan mengangkat timus) menyebabkan pengurangan penyakit
substansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hiperplasia kelenjar timus. Timektomi
yaitu membuka sternum karena seluruh timus harus dibuang. Hal ini dianggap bahwa
timektomi pada awal perjalanan penyakit adalah terapi spesifik, sehingga tindakan ini
mencegah pembentukan antireseptor antibodi. Setelah pembedahan, pasien dipantau di ruang
perawatan intensif untuk memberikan perhatian khusus dalam fungsi pernapasan.
Data obyektif :
Ptosis dan diplopia.
Pasien tampak lemah ketika beraktivitas ringan seperti berjalan, menyisir rambut.
Disfonia.
Dispneu.
Kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan pada data pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan yang muncul meliputi
:
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan.
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot-otot ekstremitas.
3) Risiko terhadap aspirasi berhubungan dengan kelemahan otot bulbar.
4) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang lemah dan
ketidakmampuan membersihkan mukus dari cabang trakeobronkial.
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan mengunyah
dan menelan.
6) Risiko cedera berhubungan dengan kelemahan otot ekstremitas, pengelihatan ganda
(diplopia) dan ptosis.
7) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pengelihatan ganda (diplopia) dan ptosis.
8) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan suara (disfonia).
4. EVALUASI
1) Bersihan jalan napas efektif.
2) Mencapai fungsi pernapasan adekuat.
3) Beradaptasi pada kerusakan mobilitas.
4) Nutrisi pasien adekuat.
5) Pasien mampu berkomunikasi dengan alternatif pilihan pasien
6) Pasien mampu mengekspresikan konsep diri yang positif.
7) Pasien dapat melihat dengan bantuan penutup mata
8) Tidak mengalami aspirasi.
DAFTAR PUSTAKA
- Brunner & Suddart. (1996), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol 3, EGC,
Jakarta.
Carpenito, L.J. (2001) Handbook of Nursing Diagnosis (Buku terjemahan), Ed.8. EGC,
Jakarta.
Sylvia, A. (2005), Patofisiologi konsep klinis proses penyakit, Edisi 6, Vol 2, EGC, Jakarta.