Anda di halaman 1dari 13

A.

KONSEP DASAR

1. Pengertian
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang
(vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup
atau gagal terbentuk secara utuh. Hal ini dapat terjadi saat beberapa minggu (21
minggu sampai dengan 28 minggu) setelah konsepsi. . Derajat dan lokalisasi defek
bervariasi, pada keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi satu
atau lebih dari satu arkus pascaerior vertebra pada daerah lumosakral. Belum ada
penyebab yang pasti tentang kasus spina bifida. Spina bifida juga bisa disebabkan oleh
gagal menutupnya columna vertebralis pada masa perkembangan fetus. Defek ini
berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural.Gangguan fusi
tuba neural terjadi beberapa minggu (21 minggu sampai dengan 28 minggu) setelah
konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan jelas.

2. Etiologi
a. Kekurangan asam folat pada saat kehamilan
satu gugus yang berperan dalam pembentukan DNA pada proses erithropoesis.
Yaitu, dalam pembentukan sel-sel darah merah atau eritrosit (butir-butir darah
merah) dan perkembangan sistem syaraf.
b. Rendahnya kadar vitamin maternal
Rendahnya vitamin maternal yang di konsumsi akan mengurangi vitamin yang
dibutuhkan dalam pembentukan embrio, apa lagi pada awal masa kehamilan,
sehingga nutrisi yang dibutuhkan dalam membutuk tulang pada bayi, menjadi
lambat dan kurang sempurna.
c. Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat
menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.

3. Komplikasi

1
Terjadi pada salah satu syaraf yang terkena dengan menimbulkan suatu kerusakan pada
syaraf spinal cord, dengan itu dapat menimbulkan suatu komplikasi tergantung pada
syaraf yang rusak.
a. Kejang
b. Hidrocephalus
Bayi lahir dengan spina bifida juga mungkin hydrocephalus. Selain lesi di sumsum
tulang belakang, ada kelainan pada struktur bagian-bagian tertentu dari otak, yang
menyebabkan obstruksi ke-cairan cerebro spinal (CSF) jalur drainase. CSF
terakumulasi dalam ventrikel di otak, menyebabkan mereka membengkak,
sehingga kompresi dari jaringan sekitarnya.
c. Paralisis serebri
d. Retardasi mental
e. Atrofi optic
f. Epilepsi
g. Osteoporosis
h. Fraktur (akibat penurunan massa otot)
i. Ulserasi, cedera, dekubitus yang tidak sakit.

4. Patofisiologi
Diawali dengan hereditas dan lingkungan, rendahnya kadar vitamin maternal,
kurangnya asam folat, keadaan ini menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan sel pada janin sehingga mengakibatkan kegagalan penutupan ost.
vertebra (lumbal-sakrum) maka terjadilah spina bifida atau sumbing tulang belakang.
Cacat terbentuk pada trisemester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak
terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu
(prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali. Terdapat 2 macam Spina Bifida yaitu
spina bifida okulta (tidak terlihat dari luar) dan spina bifida kristik (terdapat benjolan).
Untuk spina bifida okulta yaitu terdapatnya pertumbuhan rambut disepanjang spina,
lekukan garis tengah, biasanya di area lumbosakral, yaitu abnormalitas gaya berjalan
atau kaki dan kontrol kandung kemih yang buruk. Untuk spina bifida kristik terdapat
dua jenis, yaitu spina bifida meningocele dan spina bifida myelomeningocele. Spina
bifida meningocele ditandai dengan adanya tonjolan mirip kantong meninges dan CSS
di punggung, gangguan gaya berjalan dan inkontinensia kandung kemih. Spina bifida

2
myelomeningocele ditandai dengan adanya tonjolan meninges, CSS, dan medulla
spinalis, defisit neurologis setinggi dan dibawah tempat pejanan.
Akibat dari spina bifida menyebabkan kelainan system saraf. Kelainan system saraf
yang terjadi adalah gangguan pada saraf ekstermitas bawah (pinggul-kaki) hingga
menyebabkan kelumpuhan. Gangguan saraf lainnya adalah pada sistem perkemihan
sehingga terjadi inkontinensia urin. Kerusakan sistem saraf dapat mengakibatkan
peningkatan cairan cerebrospinal. Selanjutnya terjadi peningkatan TIK kemudian
terjadilah hidrosefalus. Akibat dari hidrosefalus tersebut adalah penurunan massa otot,
paralisis cerebral, epilepsy dan retardasi mental. Selain itu peningkatan cairan
cerebrospinal dapat menyebabkan desakan cairan sehingga CSS masuk ke ruang
sumsum tulang belakang dan terbentuklah rongga seperti pipa yang berisi CSS. Untuk
penatalaksanaan dari spina bifida adalah dengan cara pembedahan/operasi.

3
5. Manifestasi Klinik
Akibat spina bifida, terjadi sejumlah disfungsi tertentu pada rangka, kulit, dan saluran
genetourinaria akibat spina bifida, tetapi semuanya tergantung pada bagian medulla
spinalis yang terkena.
a. Kelainan motoris, sensoris, reflex, dan sfingter dapat terjadi dengan derajat
keparahan yang bervariasi.
b. Paralisis flaksid pada tungkai; hilangnya sensasi dan reflex.
c. Hidrosefalus.
d. Skoliosis.
e. Fungsi kandung kemih dan usus bervariasi dari normal sampai tidak efektif.
6. Pencegahan
a. Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat.
b. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus ditangani sebelum wanita
tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.
c. Pada wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4
mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
7. Pengobatan
Tujuan dari pengobatan awal adalah:
Mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida
Meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi)
a. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk
mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk
fisik yang sering menyertai spina bifida.

4
b. Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat
fungsi otot.
c. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi
lainnya, diberikan antibiotik.
d. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembut
diatas kandung kemih.
e. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu
memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. USG
Untuk mengetahui apakah ada kelainan spina bifida pada bayi yang dikandung
adalah melalui pemeriksaan USG. Hal itu dapat diketahui ketika usia bayi 20
minggu.
b. Pemeriksaan darah pada ibu
Dengan teknik AFP : hanya membutuhkan sedikit sampel darah dari lengan ibu
dan tidak beresiko terhadap janin. Bila hasil skrining positif biasanya diperlukan
test lanjutan untuk memastikan adanya kelainan genetik pada janin yang lahir
kelak menderita cacat.
c. Pemeriksaan air ketuban ibu.
d. Pemeriksaan x-ray, digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang,
skoliosis, deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.
e. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus.
f. MRI tulang belakang untuk memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan
akar saraf.
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk
mencegah rupture. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS
pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kehamilan. pencangkokan kulit
diperlukan bila lesinya besar. Antibiotik profilatik diberikan untuk mencegah
meningitis. Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan :
1) Antibiotik : digunakan sebagai profilaktik untuk
mencegah infeksi saluran kemih (seleksi tergantung hasil kultur dan
sensitivitas)

5
2) Antikolinergik : digunakan untuk meningkatkan tonus kandung
kemih.
3) Pelunak feses dan laksatif : digunakan untuk melatih usus dan
pengeluaran feses.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Perawatan pra-bedah
a) Segera setelah lahir daerah yang terpapar harus dikenakan kasa steril yang
direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi
kasa yang tidak melekat, misalnya telfa untuk mencegah jaringan syaraf
yang terpapar menjadi kering.
b) Perawatan prabedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada
mempertahankan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada
beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk
mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi
yang basah.
c) Suatu catatan aktivitas otot pada anggota gerak bawah dan spingter anal
akan dilakukan oleh fisioterapist.
d) Lingkaran oksipito-frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
2) Pasca bedah
a) Perawatan pasca bedah neonatus umum.
b) Pemberian makanan peroral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan.
c) Jika ada drain penyedotan luka maka harus diperiksa setiap jam untuk
menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya
tekanan negatif dalam wadah. Cairan akan berhenti berdrainase sekitar 2
atau 3 hari pasca bedah, dimana pada saat ini drain dapat diangkat.
Pembalut luka kemungkinan akan dibiarkan utuh, dengan inspeksi yang
teratur, hingga jahitan diangkat 10 12 hari setelah pembedahan.
d) Akibat kelumpuhan anggota gerak bawah, maka rentang gerakan pasif
yang penuh dilakukan setiap hari. Harus dijaga agar kulit di atas perinium
dan bokong tetap utuh dan pergantian popok yang teratur dengan
pembersihan dan pengeringan yang seksama merupakan hal yang penting.
e) Prolaps rekti dapat merupakan masalah dini akibat kelumpuhan otot dasar
panggul dan harus diusahakan pemakaian sabuk pada bokong .

6
f) Lingkaran kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu.
Seringkali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah
penutupan cacad spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi
perkembangan hidrosefalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.
(Rosa.M.Sacharin,1996)
3) Terapeutik
Penatalaksanaan anak yang menderita spina bifida menuntut pendekatan
multidisplin yang melibatkan spesialis neurologi, bedah saraf, pediatric,
urologi, ortopedik, rehabilitasi, dan terapi fisik, juga asuhan keperawatan
intensif di berbagai area spesialisasi. Upaya kolaboratif dari spesialis ini
difokuskan pada :
a) Spina bifida dan masalah yang terkait dengan defek hidrosephalus,
paralisis, deformitas ortopedik dan abnormalitas kemih kelamin.
b) Masalah yang mungkin didapat yang terkait atau bukan; seperti
meningitis, hipoksia, dan perdarahan
c) Abnormalitas lain seperti malformasi jantung atau gastrointestinal.
4) Masa bayi
Perawatan awal bayi baru lahir meliputi pencegahan infeksi, pengkajian
neurologik, termasuk observasi anomali yang berhubungan dan menangani
dampak anomali terhadap keluarga. Meskipun meningokel diperbaiki lebih
dini, khususnya jika ada bahaya ruptur, filosofi mengenai penutupan kulit pada
meningomielokel bermacam-macam. Sebagian besar ahli percaya bahwa
penutupan dini, dalam waktu 24 sampai 72 jam, memberikan hasil yang lebih
baik. Penutupan dini, lebih sesuai dilakukan pada 12 sampai 18 jam pertama,
tidak hanya mencegah infeksi lokal dan trauma pada jaringan yang terpajan,
tetapi juga menghindari peregangan akar-akar saraf karena pembesaran sakus
meningeal selama jam-jam pertama setelah kelahiran sehingga mencegah
kerusakan motorik lebih lanjut. Masalah yang timbul dikaji dan ditangani
dengan tindakan bedah dan tindakan suportif yang tepat. Prosedur pirau
menghilangkan hidrosefalus progresif atau iminen. Intervensi bedah untuk
malformasi chiari (herniasi otak ke arah bawah ke dalam batang otak) atau

7
untuk tethered cord (jaringan parut yang menempel medula spinalis)
diindikasikan hanya bila anak simtomatik. Teknik bedah yang semakin baik
tidak menimbulkan ketunaan fisik yang besar, defek spinal atau infeksi saluran
kemih kronis dan infeksi paru yamg mempengaruhi kualitas hidup anak-anak
ini. Hal yang memperberat masalah fisik adalah efek gangguan ini terhadap
kehidupan dan keuangan keluarga, termasuk perlunya pelayanan sekolah dan
rumah sakit khusus.
5) Pertimbangan ortopedik
Menurut banyak dokter ortopedi, masalah muskuluskeletal yang akan
mempengaruhi lokomosi harus dievaluasi dini dan pengobatan, bila
diindikasikan, tidak boleh ditunda-tunda. Pengkajian neurologik akan
menentukan derajat neurosegmental dari lesi, pengenalan spastisitas dan
paralisis progresif, kemungkinan adanya deformitas, dan harapan fungsional.
Penatalaksanaan ortoperdik meliputi pencegahan kontraktur sendi, koreksi
deformitas, pencegahan kerusakan kulit dan mendapatkan fungsi lokomosi
yang baik. Status deficit neurologik tetap menjadi factor yang paling penting
dalam menentukan kemampuan fungsional anak yang fundamental.
Berbagai alat tersedia untuk membantu mobilitas anak yang mengalami lesi
medulla spinalis, termasuk korset yang ringan; alat bantu berjalan khusus dan
kursi roda yang dibuat sesuai kebutuhan. Prosedur korektif, bila diindikasikan,
paling baik dimulai pada usia muda sehingga perkembangan anak secara
bermakna tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan anak kelompok usianya.
Apabila ekstremitas bawah memiliki sedikit harapan untuk berfungsi kembali,
pembedahan jarang direkomendasikan, kecuali prosedur ini dapat
memperbaiki posisi pasien di kursi roda dan meningkatkan fungsi aktivitas
hidup sehari-hari dan mobilitas.

B. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengumpulan data subyektif maupun obyektif pada gangguan system
persarafan sehubungan dengan spina bifida tergantung dari komplikasi pada organ

8
vital lainnya. Pengkajian keperawatan spina bifida meliputi anamnesa, riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
1) Identitas
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, nama ayah, nama ibu,
pekerjaan ayah, pekerjaan, pendidikan, alamat, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, nomor register, asuransi kesehatan, diagnosa medis
2) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah adanya gejala dan tanda serupa dengan tumor medulla spinalis
dan defisit neurologis. Keluhan adanya lipoma pada lumbosakral merupakan
tanda penting dari spina bifida.
3) Riwayat penyakit saat ini
Adanya keluhan defisit neurologis dapat bermanifestasi sebagai gangguan
motorik (paralisis motorik anggota gerak bawah) dan sensorik pada ekstremitas
inferior dan/atau gangguan kandung kemih dan sfringter lambung. Keluhan
adanya deformitas kaki unilateral dan kelemahan otot kaki merupakan cacat yang
tersering. Kaki kecil dapat terjadi ulkus trofik dan pes kavus. Keadaan ini dapat
disertai defisit sensorik, terutama pada distribusi L3 dan S1. Keluhan gangguan
sfringter kandung kemih ditemukan pada 25% bayi dengan keterlibatan
neurologis, menimbulkan inkontinensia urine, kemih menetes, dan infeksi
saluran kemih rekuren. Biasanya disertai pula dengan kelemahan sfringter ani
dan gangguan sensorik daerah perianal. Gangguan neurologis dapat berangsur-
angsur memburuk, terutama selama pertumbuhan massa remaja.
4) Riwayat penyakit terdahulu
a) Riwayat Kehamilan Ibu
Kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan
meningkat pada usia 16-18 minggu.
b) Riwayat Kelahiran
Seksio sesarae terencana atau normal.
5) Riwayat Keluarga
Anak sebelumnya menderita spina bifida.
6) Pemeriksaan Fisik
b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakstabilan cara berjalan.

9
2) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penetesan urin
kontinu dan feces
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan meningokel yang pecah.

Diagnosa 1 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakstabilan cara


berjalan.
Kriteria Hasil :
1) Tidak terjadi kontraktur sendi.
2) Bertambahnya kekuatan otot.
3) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
4) Tidak mengalami deformitas ekstremitas bawah dan panggul atau resiko
pasien terhadap hal tersebut minimal.

5) Panggul dan ekstremitas bawah dipertahankan pada artikulasi dan


kesejajaran yang benar

Intervensi Rasional

1. Ubah posisi klien tiap 2 jam 1. Menurunkan risiko terjadinya


iskemia jaringan akibat sirkulasi
darah yang buruk pada daerah yang
tertekan.
2. Gerakan memberikan massa, tonus
2. Lakukan latihan gerakan pada
dan kekuatan otot serta memperbaiki
ekstremitas.
fungsi jantung dan pernapasan.
3. Otot volunter akan kehilangan tonus
3. Lakukan gerak pasif pada
dan kekuatannya bila tidak dilatih
ekstremitas yang sakit : jangan
untukdigerakkan.
memaksakan suatu titik tahanan
4. Telapak kaki dalam posisi 90 derajat
untuk mencegah trauma.
4. Pertahankan sendi 90 derajat dapat mencegah footdrop.
5. Untuk mempertahankan posisi yang
terhadap papan kaki
5. Gunakan bantalan pasir kecil diinginkan.
6. Menilai batasan kemampuan
atau alat yang dirancang khusus

10
6. Jelaskan pengunaan alat bantu aktivitas optimal.
jika akan melakukan aktivitas
untuk menghindari stres pada
tulang akibat tumpuan beban
barat badan 7. Klien beraktivitas sesuai dengan
7. Jelaskan pada pasien pentingnya
kemampuannya.
pembatasan aktivitas.

Diagnosa 2 : Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


penetesan urin kontinu dan feces.
Kriteria hasil : Kulit tetap bersih dan kering tanpa bukti-bukti iritasi dan gangguan
eleminasi.

Intervensi Rasional

1. Jaga agar area perineal tetap 1. Untuk mengrangi tekanan pada lutut dan
bersih dan kering dan tempatkan pergelangan kaki selama posisi telengkup.
anak pada permukaan pengurang
tekanan. 2. Untuk meningkatkan sirkulasi.
2. Masase kulit dengan perlahan
selama pembersihan dan
3. Untuk memberikan kelancaran eleminasi
pemberian lotion.
3. Berikan terapi stimulant pada
bayi

Diagnosa 3 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan meningokel yang pecah.


Kriteria hasil : Suhu dan TTV normal, tidak terjadi tanda-tanda infeksi.

11
Intervensi Rasional
d. E
1. Monitor tanda-tanda vital. Observasi 1. Untuk melihat tanda-tanda terjadinya va
tanda infeksi : perubahan suhu, warna resiko infeksi. lu
kulit, malas minum , irritability, as
perubahan warna pada i
myelomeingocele.

2. Posisikan bayi miring ke salah satu sisi 2. Untuk mencegah terjadinya luka
3. Lakukan stimulasi taktil/pemijatan saatinfeksi dan tekanan terhadap luka.
melakukan perawatan kulit
3. Untuk mencegah terjadinya luka
memar dan infeksi yang melebar
disekitar luka

Diagnosa 1 :Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakstabilan cara


berjalan.
Evaluasi :
1) Tidak terjadi kontraktur sendi.
2) Bertambahnya kekuatan otot.
3) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Diagnosa 2 : Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
penetesan urin kontinu dan feces.
Evaluasi : Menunjukkan Kulit tetap bersih dan kering tanpa bukti-bukti iritasi
dan gangguan eleminasi.
Diagnosa 3 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan meningokel yang pecah.
Evaluasi : Menunjukkan Suhu dan TTV normal, tidak terjadi tanda-tanda
infeksi.

12
DAFTAR PUSTAKA

DocDoc.2011.Spina Bifida, dari


https://modulkeperawatan.wordpress.com/2011/05/19/spina-bifida-kelainan-tulang-
belakang/ Diakses pada tanggal 21 Januari 2016

Herdman,T. Heather. 2012.NANDA International Diagnosis Keperawatan : Definisi


dan Klasifikasi 2012-201.Jakarta : EGC

Irawan, Ari.2014.Spina Bifida dari http://documents.tips/documents/kelainan-spina-


bifida.html Diakses pada tanggal 21 Januari 2016

Kurnianingsih, Sari.2006. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

NN.2006.Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat, dari


https://books.google.co.id/books?id=fhq0XZVHw-
AC&pg=PA30&lpg=PA30&dq=anatomi+fisiologi+tulang+belakang&source=bl&ots=
eaGcjKZp23&sig=i2C7OK1QMlsYTPLEGWWZGBqzAXc&hl=id&sa=X&ved=0ah
UKEwji5vHmhsDKAhVHbY4KHTisDdY4ChDoAQg3MAU#v=onepage&q=anatomi
%20fisiologi%20tulang%20belakang&f=false Diakses pada tanggal 21 Januari 2016.

NN.2015.Spina Bifida, dari http://www.cdc.gov/ncbddd/spinabifida/facts.html Diakses


pada tanggal 21 Januari 2016

NN.2015.Spina Bifida, dari http://www.alodokter.com/spina-bifida Diakses pada tanggal


21 Januari 2016

Rsop.2013.Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang, dari Https://rsop.co.id/anatomi-


dan-fisiologi-tulang-belakang-bagian-1/ Diakses pada tanggal 21 Januari 2016.

13

Anda mungkin juga menyukai