Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan


1.1.1. Melakukan standarisasi suatu larutan.
1.1.2. Melakukan penetapan vitamin C untuk bahan tertentu dengan metode titrasi
iodometri.
1.2. Dasar Teori
1.2.1. Analisis Volumetri
Volumetri atau titrimetri adalah cara analisis kuantitatif bardasarkan pada
pengukuran volume larutan pereaksi dengan konsentrasi tertentu, (disebut sebagai
penitar / titran / larutan baku) yang direaksikan dengan larutan contoh atau sampel
yang akan ditetapkan kadarnya (Underwood : 1986). Analisis Volumetri juga
dikenal sebagai titrimetri, dimana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi
dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam
bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung.
Persyaratan untuk reaksi yang digunakan dalam titrasi
1. Reaksi harus berjalan sesuai dengan persamaan reaksi tertentu.
2. Tidak boleh ada reaksi sampingan.
3. Saat titik ekuivalen terjadi, harus dapat diketahui.
4. Reaksi harus dapat berjalan dengan cepat.
Dalam proses titrasi, untuk mengetahui kapan penitaran selesai dilakukan maka
digunakan suatu zat yang lazimnya ditambahkan disebut sebagai indicator yang
berfungsi sebagai petunjuk bahwa titik akhir titrasi telah tercapai dengan adanya
perubahan warna.
Beberapa istilah lain yang sering digunakan :
a. Titik ekuivalen, adalah keadaan dimana grek titran sama dengan grek
sampel.
b. Titik akhir titrasi, adalah keadaan dimana indikator mengalami perubahan
warna.
Titik ekuivalen dan titik akhir tidaklah sama, namun pada prakteknya titik akhir
tercapai setelah titik ekuivalen. (Underwood : 1986)
Metode Volumetrik secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam empat
kategori sebagai berikut :
a. Titrasi asam-basa, yang berdasarkan reaksi asam dan basa baik kuat maupun
lemah.
b. Titrasi redoks, adalah titrasi yang berdasarkan reaksi reduksi oksidasi.
c. Titrasi pengendapan, adalah titrasi yang berdasarkan pembentukan endapan.
d. Titrasi kompleksometri, adalah titrasi pembentukan senyawa kompleks.
1.2.2. Klasifikasi Volumetri
Reaksi kimia yang dapat berperan sebagai dasar untuk penetapan titrimetri
dapat dikelompokan dalam 4 jenis :
a. Asam Basa (Asidi Alkalimetri)
Reaksi dasar dalam titrasi asidi alkalimetri adalah reaksi netralisasi /
penetralan, yaitu reaksi asam basa yang dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai
berikut :
H+ + OH- H2O
Bila kita ukur berapa ml larutan asam dengan titar tertentu diperlukan untuk
menetralkan suatu larutan basa, yang kadar atau titarnya dicari maka pekerjaan itu
disebut sebagai asidimetri, sedangkan penitaran sebaliknya, asam dengan basa yang
titarnya diketahui disebut alkalimetri.
Beberapa indikator titrasi asam basa (Underwood :1986)

Indikator Perubahan Warna Rentang pH


Timol Biru Merah Kuning 1,2 2,8
Metil Kuning Merah Kuning 2,9 4,0
Indikator Perubahan Warna Rentang pH
Metil oranye Merah Kuning 3,1 4,4
Bromokresol Hijau Kuning Biru 3,8 5,4
Metil Merah Merah Kuning 4,2 6,2
Bromtimol Biru Kuning - Biru 6,0 7,6
Fenolftalein Tidak berwarna - Merah 8,0 9,6

b. Oksidasi Reduksi
Titrasi oksidimetri adalah titrasi yang menggunakan reaksi oksidasi-reduksi
sebagai dasarnya. Reaksi ini melibatkan transfer elektron. Istilah oksidasi mengacu
pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan
reduksi memperoleh elektron. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama
dan saling mengompensasi satu sama lain. (Underwood :1986)

Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi digunakan secara meluas


dalam analisis titrimetri. Misalnya, besi dalam keadaan okida +2 dapat dititrasi
dengan suatu larutan standar, serium (IV) sulfat :
Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+
Suatu zat pengoksidasi lain yang digunakan secara meluas sebagai titran
adalah kalium permanganat, KMnO4. Reaksi dengan besi (II) dalam larutan asan
adalah :
5Fe+ + MnO4- + 8H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O
Titrasi oksidasi-reduksi dibagi menjadi 3,(Underwood :1986) yaitu :
1) Titrasi Permanganometri
Titrasi Permanganometri adalah titrasi yang menggunakan Kalium
Permanganat. Kalium Permanganat adalah pereaksi pengoksidasi (oksidator
kuat). Larutan Kalium Permanganat berwarna ungu. Saat mengoksidasi
warna ungu hilang. Namun, kelebihan Kalium Permanganat pada titrasi
akan menyebabkan larutan berwarna ungu. Dengan demikian, Kalium
Permanganat bertindak sebagai indikator. Dalam suasana asam yang sangat
kuat Kalium Permanganat menerima elektron, dan terjadi penurunan biloks
dari +7 menjadi +2 berdasarkan reaksi :
MnO4- + 8H+ + 5 Mn2+ + H2O
2) Titrasi Iodometri Iodimetri
Titrasi Iodometri adalah titrasi yang menggunakan ion iodida sebagai
agen pereduksi. Sedangkan pada titrasi Iodimetri, iodin dipergunakan
sebagai agen pengoksidasi. Hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat
sebagai unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin. Namun,banyak
agen pengoksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi dengan ion iodida.
Karena banyak agen pengoksidasi memerlukan suatu larutan asam untuk
bereaksi, maka Natrium Thiosulfat biasanya dipergunakan sebagai titrannya.
Indikator yang biasa digunakan adalah indikator kanji.
I2 + 2S2O32-+ 2I- + S4O62-
3) Titrasi Bikromatometri
Titrasi dengan menggunakan K2Cr2O7, yang berperan sebagai agen
pengoksidasi yang cukup kuat.
Cr2O72- + 14H+ 2Cr3+ + 7H2O
Penggunaan utama larutan Kalium Dikromat adalah pada titrasi besi
dalam larutan asam klorida. Senyawa asam Diphenylaminesulfoniat adalah
indikator yang cocok karena akan menghasilkan warna ungu ketika
dioksidasi oleh dikromat berlebih.
c. Pengendapan
Dasar titrasi pengendapan adalah reaksi-reaksi yang menghasilkan endapan
yang sukar larut, termasuk didalam golongan ini adalah Argentometri (titrasi
dengan AgNO3) yaitu titrasi yang berdasarkan pada pengendapan ion klorida,
iodida atau bromida dengan AgNO3 yang konsentrasinya telah diketahui. Indikator
yang digunakan biasanya adalah K2Cr2O7.
Pengendapan kaThion perak dengan anion halogen merupakan prosedur titrimetri
yang meluas penggunaanya. Reaksinya adalah :
Ag+ + X- AgX(s)
Dimana klorida X- dapat berupa klorida, bromida, iodida atau Thiosinat (SCN-)
d. Pembentukan Kompleks (Kompleksometri)
Dasar titrasi ini adalah terbentuknya senyawa-senyawa kompleks yang
stabil dan larut dalam air bila larutan baku bereaksi dengan kaThion-kaThion yang
sedang dicari kadarnya. Kompleksometri yang paling banyak digunakan adalah
EDTA dalam bentuk garam dinatriumnya. Indikator yang digunakan biasanya
adalah EBT (Erychrome Black Tea)
Suatu contoh reaksi dimana terbentuk suatu kompleks stabil antara ion perak dan
sianida.
Ag+ +2CN- Ag(CN)-

1.2.3. Titrasi Iodometri

Yang dimaksud dalam golongan ini adalah titrasi dengan Iodin (iodimetri)
dan Thiosulfat (iodometri). Zat-zat yang bersifat pereduksi, dapat langsung ditritasi
dengan iod.
H2SO3 + I2 + H2O H2SO4 + 2KI
Zat-zat yang bersifat pengoksidasi dalam larutan asam akan membentuk iod
dan KI.
K2Cr2O7 + 6KI + 14HCl 3I2 + Cr2Cl3 + 7H2O + 8KCl
Kemudian iod yang terbentuk tersebut dititrasi dengan menggunakan larutan
Thiosulfat.
I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Kelebihan iod akan menyebabkan larutan menjadi kuning, sehingga
digunakan larutan kanji sebagai penunjuk, dimana kanji dengan iod akan
membentuk warna biru. Dengan demikian maka disarankan penambahan larutan
Thiosulfat dilakukan tetes demi tetes. Sebagaimana persamaan reaksi diatas, bobot
setara (BST) iod dengan Thiosulfat adalah sebagai berikut :
2Na2S2O3 = I2 + 2H+
1 grek I2 = gram mol
1 grek S2O3 = 1 gram mol
1.2.3.1. Reaksi Redoks

Reaksi redoks dapat digunakan untuk mengetahui jumlah elektron yang


terlibat dalam suatu reaksi. Jumlah inilah yang menentukan valensi dari suatu
senyawa. Secara umum ada tiga hal yang harus dilakukan dalam penyetaraan reaksi
redoks, antara lain :
atom sejenis ruas kiri = atom sejenis ruas kanan
muatan reaksi kiri = muatan reaksi kanan
reaksi oksidasi = reaksi reduksi
Jika ketiga hal tersebut sudah dipenuhi, maka persamaan reaksi tersebut dapat
diuraikan melalui dua prosedur yang biasa digunakan untuk menyetarakan
persamaan reaksi reduksi (Purba : 2004), yaitu :
Cara bilangan Oksidasi
Cara Setengah Reaksi atau Cara Ion Elektron

1.2.3.2. Penetuan Valensi


a. Aturan cara bilangan oksidasi
Dalam reaksi redoks hanya beberapa unsur yang mengalami oksidasi-
reduksi. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengtahui spesi-spesi yang
mengalami perubahan biloks sebelum persamaan redoks tersebut disetarakan.

Beberapa aturan dalam penentuan bilangan oksidasi, yaitu:

Bilangan oksidasi senyawa atau ion sama dengan muatannya.


Bilangan oksidasi semua unsur adalah 0.
Bilangan oksidasi atom atau gugus atom sama dengan total bilangan oksidasi
atom penyusunnya.
Bilangan Oksidasi dari H adalah +1, kecuali pada hidrida logam (-1).
Bilangan oksidasi dari O2 adalah -2, kecuali pada peroksida (-1).
Bilangan oksidasi logam selalu sama dengan muatan ion yang dapat dibentuk.

Tahap-tahap cara bilangan oksidasi (Underwood :1986) adalah :


1. Tuliskan bilangan oksidasi unsur-unsur yang mengalami perubahan bilangan
oksidasi diatas lambangnya.

+7 +2
MnO + Cl- Mn2+ + Cl2
-1 0

2. Memasangkan zat pengoksidasi dengan produknya dan zat pereduksi dengan


produknya.

+7 +2
MnO + Cl- Mn2+ + Cl2
-1 0

3. Menyetarakan koefesien unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi

+7 +2
MnO + Cl- Mn2+ + Cl2
-1X2 0

4. Menghitung pertambahan dan penurunan bilangan oksidasi masing-masing


unsur.
+5

+7 +2
MnO + Cl- Mn2+ + Cl2
5. Menuliskan jumlah yang terlibat-2 0

+5e- -2

+7 +22+
- 5
Jadi valensi MnO4- adalah MnO + Cl
yang Mndibagi
terlibat + Cldengan
2 koefisiennya = =5
-2 0 1
b. Aturan setengah sel -2e-
Menurut cara ini redoks dipecah menjadi dua buah reaksi. Setengah reaksi
oksidasi dan setengah reduksi. Suatu setengah reaksi menyatakan dari jumlah
reaksi. Tahap-tahap setengah reaksi :
Cr2O72- + 14 H+ + 2S2O32- 2Cr3+ + 7H2O + S4O62-
Tuliskan dua buah setengah reaksi yang belum setara, satu untuk spesies yang
dioksidasi dan hasilnya setara satu untuk spesies yang direduksi dengan hasilnya.
R = Cr2O72- Cr3+
O = S2O32- S4O62-
1. Menyetarakan jumlah atom unsur-unsur diruas kiri dan kanan (kecuali H dan O)
R = Cr2O72- 2Cr3+
O = 2S2O32- S4O62-
2. Menyetarakan atom oksigen dan hidrogen. Untuk larutan asam atom O
disetarakan dengan menambahkan H2O ruas yang kekurangan O dan atom
H disetarakan dengan menambahkan ion H+ pada ruas kekurangan yang
kekurangan atom H. Jika larutan basa, diasamkan terlebih dahulu.
R = Cr2O72- + 14 H+ + 6 2Cr3+ + 7H2O
O = 2S2O32- S4O62- + 2
3. Menyetarakan jumlah muatan listrik dengan menambahkan pada ruas yang
mewakili jumlah muatan yang lebih besar.
R = Cr2O72- + 14 H+ + 6 2Cr3+ + 7H2O
O = 2S2O32- S4O62- + 6
2
4. Menentukan valensi zat yang diinginkan. Misalnya Cr2O 7 mempunyai valensi
2
muatan dibagi dengan koefesien Cr2O 7 = 6/1 = 6

1.2.3.3. Pembuktian Rumus


Standarisasi Larutan Thio

Grek oksidator Grek reduktor


Grek K 2 Cr2 O7 grek I 2 I grek thio
V .K 2 Cr2 O7 N .K 2 Cr2 O7 V .thio N .thio
mol
V .K 2 Cr2 O7 valensi V .thio N .thio
V .awal
V .K 2 Cr2 O7 massaK 2 Cr2 O7
V .thio N .thio
V .awal Bm
valensi
1 massaK 2 Cr2 O7
V .thio N .thio
fp 294
( Bst )
6
massaK 2 Cr2 O7
N .thio
fp V .thio 49
Berat molekul K2Cr2O7 = 294
Standarisasi Larutan Iod

Grek oksidator Grek reduktor


Grek Iod Grek thio
V .iod N .iod V .thio N .thio
V .thio N .thio
N .iod
V .iod
Penetapan vitamin C

Grek oksidator Grek reduktor


Grek as.askorbat Grek Iod
V .as.askorbat N .as.askorbat V .iod N .iod
V .as.askorbat M valensi V .iod N .iod
mol
V .as.askorbat valensi V .iod N .iod
V .awal
massa as.askorbat
V .iod N .iod
Bm V .awal

valensi V .as.askorbat
massa as.askorbat
V .iod N .iod
Bst fp
massa as.askorbat
%massa 100%
massa as.askorbat total
massa as.askorbat total %massa
massa as.askorbat
100%
massa as.askorbat total % massa
100% V .iod N .iod
Bst fp
fp Bst V .iod N .iod
%massa 100%
massa as.askorbat total

1.2.4. Standarisasi Larutan

Dikenal dua jenis larutan standar (Eistien : 2006) yaitu :


a. Larutan Standar Primer
Larutan yang konsentrasinya tidak berubah dalam waktu yang lama.
b. Larutan Standar Sekunder
Larutan yang konsentrasinya tidak berubah minimal selama proses
analisa berlangsung.
Standarisasi larutan adalah proses menentukan konsentrasi sebenarnya dari suatu
larutan standar sekunder, dimana konsentrasi larutan standar sekunder masih dapat
berubah karena pengaruh lingkungan.
Cara ini harus dilakukan karena jumlah pereaksi kimia yang diperoleh dengan
keadaan yang sangat murni jumlahnya relatif terbatas ( Underwood : 1986 ).
Zat yang dipilih sebagai standar primer harus memenuhi persyaratan untuk
analisa titrimetri Volumetrik adalah :
a. harus mudah didapat dalam bentuk murni atau dalam keadaan kemurniaan yang
diketahui dengan harga wajar.
b. zat itu harus tetap, harus mudah dikeringkan dan tidak terlalu hidroskopis,
sehingga beratnya tidak berkurang jika terkena udara.
c. mempunyai bobot ekuivalen tinggi agar dapat mengurangi konsekuensi
kesalahan saat penimbangan.
Contoh larutan standar primer :
a. Standar primer asam : KHC8H4O4 (Kalium Hidrogen Phtalat), C6H8COOH
(Asam Benzoat), NH4SO3H (Asam Sulfonat).
b. Standar primer basa : Na2CO3 (Natrium Karbonat), Na2B4O7.10H2O (Boraks).

1.2.5. Asam Askorbat

Vitamin C merupakan golongan senyawa organik sebagai pelengkap


makanan yang sangat diperlukan oleh tubuh. Vitamin C di alam, yaitu bentuk
teroksidasi (asam askorbat) dan tereduksi (asam dehidroaskorbat). Keduanya
memiliki keaktifan sebagai vitamin C. (Penyusun : 2001)
Vitamin C yang mengandung tidak kurang dari 99,0% C6H8O6, berbentuk
serbuk atau hablur yang berwarna putih atau agak kuning, tidak berbau, mudah
larut dalam air dan sukar larut dalam etanol 95%. Asam askorbat merupakan zat
pereduksi dan dapat ditetapkan dengan larutan standar iod. Reaksinya sebagai
berikut:

CH2OH-CHOH-CH-COH=COH-C=O + I2
CH 2OH-CHOH-CH=C-C-C=O + 2H+ + 2I-
2
Dari reaksi di atas, diketahui valensi dari asam askorbat yaitu 2 , sehingga
1
asam askorbat yang bobot molekulnya 176 ini, mempunyai Bst 88. Rumus
strukturnya sebagai berikut:

O
HO C HO
O
H
3-okso-L-gulofuranolakton

1.2.6. Indikator Kanji

Warna larutan 0,1 N iodium cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja
sebagai indikator sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung
yang kuat kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetrakolrida atau kloroform dan
kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi
lebih umum digunakan suatu larutan kanji, karena warna biru tua dari kompleks
kanji-iodium dipakai untuk suatu uji yang sangat peka terhadap iodium. Kepekaan
lebih besar dalam larutan sedikit asam daripada dalam larutan netral dan lebih besar
dengan adanya ion iodida. ( Underwood : 1986 )
Mekanisme yang tepat dari pembentukan kompleks berwarna tidak
diketahui. Akan tetapi molekul iodium ditahan pada permukaan -amilosa (sebuah
unsur dari kanji). Unsur kanji yang lain, -amilosa, atau amilopektin, membentuk
kompleks kemerah-merahan dengan iodium, yang tidak mudah dihilangkan
warnanya. Karena itu kanji yang mengandung banyak amilopektin tidak boleh
dipakai. Selain itu, kondisi yang menimbulkan hidrolisis atau koagulasi kanji
hendaknya dihindari. Kepekaan indikator berkurang dengan naiknya temperatur
dan oleh beberapa bahan organik, seperti metil etil alkohol. (Eistien : 2006)

1.2.7 Natrium Thiosulfat


Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri
adalah natrium Thiosulfat. Larutan ini tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang
memakan belerang akhirnya masuk kelarutan itu dan proses metabolisnya akan
mengakibatkan pembentukan SO22-, SO42- dan belerang klorida. Belerang ini
menyebabkan kekeruhan, larutan harus dibuang. Biasanya air yang digunakan
untuk menyiapkan larutan Thiosulfat dididihkan agar steril dan sering ditambahkan
boraks atau natrium karbonat sebagai pengawet. Oksidasi oleh udara dari Thiosulfat
adalah perlahan, akan tetapi tembaga yang kadang-kadang terdapat dalam aquadestt
akan mengkatalisasikan oksidasi oleh udara. (Underwood : 1986)
2
Dengan reaksi 2S2O32- S4O62- + 2, maka valensinya adalah 1.
2
1.2.8 Kalium Dikromat (K2Cr2O7)

Kalium dikromat merupakan zat pengoksidasi yang cukup kuat, dengan


pontesial standar reaksi
Cr2O72- + 14H+ + 6 2Cr3+ + 7H2O
sebesar 1,33V tetapi reagensia ini tidak sekuat kalium permanganat atau ion
serium (IV). Keuntungannya adalah tidak mahal, sangat stabil dalam larutan dan
dapat diperoleh dalam bentuk yang cukup murni untuk menyiapkan kelarutan
standar dengan penimbangan langsung. Seringkali digunakan sebagai standar
primer untuk larutan natrium Thiosulfat. Dengan reaksi di atas, dapat diketahui

6e
valensinya, yaitu = 6
1
BAB II
METODOLOGI

2.1 Alat yang digunakan

Gelas kimia 100 ml Gelas ukur 100 ml

Pengaduk magnet Labu ukur 100 ml


Erlenmeyer 500 ml Alu dan lumpang porselen
Spatula Buret
Statip Pipet volum
Bulp Corong
Pipet tetes

Gambar Alat dapat dilihat pada Lampiran 2

2.2 Bahan yang digunakan

Xon-Ce Larutan Dikromat


Larutan Iod 0.1 N Larutan natrium Thiosulfat 0.1 N
Larutan HCl 4 N KI 20 %
Indikator kanji Aquadestt

2.3 Safety Alat dan Bahan

Menggunakan jas lab dalam praktikum untuk keselamatan dan kenyamanan


praktikan.

Menggunakan sarung tangan untuk menghindari kontak langsung dengan


bahan-bahan bersifat korosif, pekat, dan sebagainya.
Menggunakan masker untuk menghindari gas-gas yang bersifat racun dan
sejenisnya.

b.4 Prosedur Kerja

2.4.1 Standarisasi Larutan Natrium Thiosulfat (Na2S2O3)

Menimbang 0,5 gram K2Cr2O7 dalam gelas kimia 50 ml

Melarutkannya dengan aquadest

Memasukkannya ke dalam labu ukur 100 ml dan


menambahkan aquadest hingga tanda batas

Memipet 10 ml larutan K2Cr2O7 ke dalam erlenmeyer dan


menambahkan 10 ml HCl 4 N serta mengencerkan sampai 200
ml

Menitar dengan larutan Thio 0,1 N sampai terjadi perubahan


warna kuning muda
Membubuhi indikator kanji dan menitar kembali hingga
berubah menjadi warna hijau

2.4.2 Standarisasi Larutan Iod

Memipet 10 ml larutan Thio ke dalam erlenmeyer 250 ml

Menambahkan indikator kanji

Menitar dengan larutan iod 0,1 N hingga berubah menjadi


warna biru

2.4.3 Penetapan vitamin C

Menimbang sampel vitamin C yang beruba tablet

Menggerus sampel hingga halus


Menimbang 1,2 gram sampel yang telah halus dengan gelas
kimia 50 ml

Melarutkan dan memasukkannya ke dalam labu ukur 100 ml


serta menghimpitkan dengan aquadest hingga tanda batas.

Memipet 10 ml larutan di dalam labu ukur dan memasukkannya


ke dalam erlenmeyer 250 ml.

Membubuhkan dengan indikator kanji.

Menitar dengan larutan iod 0,1 N.

Mencatat volume iod yang perlukan dan menghitung kadar


vitamin C-nya.
BAB III

PENGOLAHAN DATA

3.1 Data Pengamatan

3.1.1 Standarisasi Larutan Natrium Thiosulfat

Berat V.KI V. HCl Indikator


V. K2Cr2O7 V.Thio Perubahan
K2Cr2O7 20% 4N kanji
(ml) (ml) warna
(gram) (ml) (ml) (tetes)
0,502 10 10 25 3 10,6 Cokelat-
10 10 25 3 10,4 kuning-hijau

3.1.2 Standarisasi Larutan Iod

V.Thio Indikator kanji V.Iod Perubahan

(ml) (tetes) (ml) Warna


10 5 10,1
Bening-biru
10 5 10,0
3.1.3 Penetapan Vitamin C

Bobot 1
Berat Bst.Asam
tablet V.Sampel V.Iod
sampel askorbat
sampel (ml) (ml)
(mg) (C6H8O6)
(mg)
10 3,4
2036 1203 88
10 3,5

3.2. Data Hasil Perhitungan

Normalitas Thio Normalitas Iod Kadar Vitamin C


0.0975 N 0.097 N 24,48%

Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 1

3.3. Pembahasan

Pada praktikum Penetapan vitamin C ini menggunakan metode titrasi redoks.


Vitamin C atau asam askorbat merupakan pereduksi yang dapat diketahui kadarnya
dengan menggunakan larutan standar iod sebagai pengoksidnya.
Dalam praktikum ini dilakukan beberapa standarisasi. Standarisasi larutan Thio
dengan menggunakan standar primer Kalium Dikromat (K 2Cr2O7). Dilakukan
standarisasi pada larutan Thio karena larutan Thio tidak stabil dalam keadaan lama.
Digunakan standar primer Kalium Dikromat karena kemurniannya tinggi, bobot
ekuivalennya cukup tinggi, tak hidroskopis, dan zat padat serta larutannya sangat stabil.
Terjadi penambahan Larutan KI yang berfungsi sebagai pereduksi terhadap kalium
dikromat untuk menghasilkan iod (I2) dan akan bereaksi dengan Thio. Penambahan HCl
dilakukan agar reaksi oksidasi kalium iodida oleh udara berarti dan agar diperoleh hasil
yang sebaik-baiknya serta reaksi lengkap. Perubahan warna terjadi dari warna cokelat
menjadi berwarna kuning muda kemudian berubah menjadi hijau. Hal ini dipengaruhi
warna KI yang teroksidasi oleh K2Cr2O7. Reaksinya sebagai berikut:

K2Cr2O7 + 6KI + 14HCl 3I2 + 2CrCl3 + 7H2O + 8HCl

Pada titrasi pertama larutan Thio berubah menjadi warna kuning, hal ini
disebabkan adanya I2 yang mereduksi Na2S2O3. Reaksinya adalah:

I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + 2NaI

Penambahan indikator kanji menyebabkan larutan berubah menjdi warna cokelat tua,
dimana warna sebelumnya adalah kuning muda. Indikator kanji digunakan sebagai
penunjuk terjadinya akhir titrasi yang ditunjukan pada perubahan warna kuning muda
menjadi hijau, warna ini diakibatkan oleh indikator kanji yang mengikat I 2. Konsentrasi
larutan Thio yang telah distandarisasi adalah 0.0975 N.

Standarisasi yang kedua yaitu standarisasi larutan iod. Pada proses standarisasi
ini berlangsung titrasi iodometri. Larutan standar primer yang digunakan adalah larutan
Thio yang telah distandarisasi. Penunjuk akhir titrasi yang digunakan adalah indikator
kanji. Meskipun larutan iod memiliki warna yang cukup pekat dan dapat berfungsi
sebagai indikator sendiri namun lebih lazim menggunakan indikator ini karena warna
biru tua kompleks pati-iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Perubahan
warna yang terjadi adalah dari bening menjadi biru. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

2Na2S2O3 + I2 Na2S4O6 + 2NaI

Konsentrasi larutan iod yang telah distandarisasi adalah 0.097 N.


Penetapan Vitamin C atau asam askorbat dengan cara titrasi yang menggunakan
larutan Iod standar serta indikator kanji sebagai penunjuk akhir titrasinya. Digunakan
larutan standar iod karena iod merupakan suatu zat pengoksid yang cukup kuat.

Reaksi yang terjadi sebagai berikut:


CH2OH-CHOH-CH-COH=COH-C=O + I2
CH2OH-CHOH-CH=C-C-C=O + 2H+ + 2I-

Kadar vitamin C yang didapat adalah 24,48% sedangkan pada kemasan sampel
Xon-Ce tertera bahwa mengandung 500 mg asam askorbat dengan kadar 24,5%. Hasil
yang diperoleh selisih sedikit karena pada saat penitaran, sangat sulit untuk melihat titik
akhir titrasinya atau dapat pula disebabkan oleh ketidaktelitian pihak pabrik yang
memproduksi Xon-Ce.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari data yang diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Konsentrasi larutan Thio yang telah distandarisasi adalah 0.0975 N.
2. Konsentrasi larutan iod yang telah distandarisasi adalah 0.097 N.
3. Kadar vitamin C yang diperoleh adalah 24,48%.

4.2 Saran
1. Sebaiknya untuk melakukan praktikum ini menggunakan 2 atau 3 sampel
vitamin C agar dapat membandingkannya.
2. Mengikuti prosedur yang telah disetujui oleh pengawas atau pembimbing
praktikum.
3. Mengamati perubahan warna yang terjadi pada saat titrasi secara teliti.
DAFTAR PUSTAKA

Jr,R.A.Day/Underwood,A.L, 1981, Analisa Kimia Kuantitatif, Jakarta:Erlangga

Purba,Michael. 2004. Kimia untuk SMA kelas XI. Jakarta: Erlangga.

Tim Penyusun. 2001. Penuntun Praktikum Dasar Proses Kimia. Polnes: Samarinda.

Tim Penyusun, 2008, Penuntun Praktikum Analitik Klasik, Samarinda:Politeknik:


Negeri Samarinda.

Yazid,Estien, 2006, Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa Analis


Yogyakarta: Andi.
LAMPIRAN 1

PERHITUNGAN

Standarisasi larutan Natrium Thiosulfat

N Thio =

= 0,0975 N

Standarisasi Larutan Iod

N iod =

= 0,097 N

Penetapan Vitamin C

Kadar Vitamin C =
= x 100%

= 24,48%

Kadar Vitamin C ( sesuai label ) = x 100%

= 24,5%
LAMPIRAN 2

Erlenmeyer Buret

Bulp Spatula
Hot Plate dan Stirer Klem dan Statip

Labu Ukur Pipet Tetes


Pipet volume dan pipet ukur Pengaduk Magnet

Alu dan Lumpang Porselen Alat Titrasi


LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM ANALITIK KLASIK
LABORATORIUM KIMIA DASAR
PENETAPAN VITAMIN C

Disusun oleh :

Nama : Theresia Wijayanti Marpaung


NIM : 08 614 042
Kelompok :V
Kelas : II-A

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal ..Juli 2009

Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Jurusan Teknik Kimia Kepala Laboratorium Kimia Dasar

Alwathan,ST M.Si Syarifuddin Oko, S.Si


NIP. 132 300 246 NIP. 132 315 935

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM ANALITIK KLASIK
LABORATORIUM KIMIA DASAR
PENETAPAN VITAMIN C

Disusun oleh :
Nama : Theresia Wijayanti Marpaung
NIM : 08 614 042
Kelompok :V
Kelas : II-A

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal ..Juli 2009

Mengesahkan dan menyetujui,

Kepala Laboratorium Kimia Dasar, Dosen Pembimbing,

Syarifuddin Oko, S.Si Drs. Harjanto, MSc


NIP. 132 315 935 NIP. 131 885 703

LAPORAN PRAKTIKUM ANALITIK KLASIK

LABORATORIUM KIMIA DASAR

PENETAPAN VITAMIN C

Disusun oleh :

Nama : Theresia Wijayanti Marpaung


NIM : 08 614 042
Kelompok :V
Kelas : II-A
Dosen Pembimbing : Drs. Harjanto, MSc

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
2008/2009
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan kekuatan serta
kemampuan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan akhir ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Alwathan, ST., MSi., selaku Kepala Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
Samarinda
2. Bapak Syarifuddin Oko, S.Si., selaku Kepala Laboratorium Kimia Dasar.
3. Bapak Drs. Harjanto, MSc. selaku dosen pembimbing praktikum.
4. Orang tua penulis yang telah memberi semangat untuk menyelesaikan penulisan
laporan ini
5. Teman - teman penulis yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini
Penulis yakin, tulisan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
konstruktif sangat diharapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan serta pelajaran di
masa mendatang.
Akhir kata, penulis berharap semoga dari tulisan ini, mampu memberikan manfaat
yang besar.

Samarinda, 10 Juli 2009

Penulis

Anda mungkin juga menyukai