Ordinary Universal
Metode Sampling
Circular Spherical Gaussian Circular Spherical Gaussian
Spot Height Random 33.026 32.986 32.96 33.026 32.986 32.96
Spot Height Semi-Random 33.988 33.899 33.895 33.988 33.899 33.895
Spot Height Stratified 23.336 23.471 23.719 23.336 23.471 23.719
Tabel 3 Hasil Perbandingan RMS Metode Kriging
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa setiap metode dan parameter interpolasi akan memberikan
nilai RMS yang berbeda-beda. Selain itu, dari suatu data spasial, pemilihan metode sampling yang
berbeda juga akan memberikan hasil RMS yang erbeda pula. Pada dasarnya, semakin kecil nilai RMS
maka ketelitian hasil interpolasi semakin baik. Setiap jenis sampel data spasial memiliki kecocokan
dengan metode interpolasi tertentu. Dalam praktikum ini, data spot height random akan memiliki
nilai RMS terkecil pada metode IDW dengan eksponen 1 dan barrier 100,150 serta metode kriging
(universal/ordinary) dengan model circular. Pada data spot height semi-random RMS terkecil akan
dihasilkan oleh metode IDW dengan eksponen 1 dan barrier 100,150 serta metode kriging dengan
model Gaussian. Sedangkan pada data spot height stratified akan menghasilkan RMS terkecil pada
metode IDW dengan eksponen 2 dan barrier 3,3 serta metode kriging dengan model circular.
Dari hasil tersebut dapat disimpukan bahwa setiap sampel data akan memiliki nilai RMS terkecil
dengan metode yang berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan karena setiap metode sampling data
akan memiliki karakteristik persebaran data yang berbeda-beda. Pada spot height random, sampel
data diambil secara acak tanpa pola tertentu dan tersebar di setiap daerah dari populasi. Pada spot
height semi random, sampel data diambil secara acak akan tetapi dengan pola tertentu (sistematik)
sehingga sampel dapat tersebar merata. Sedangkan pada data spot height stratified, sampel data
diambilkan dengan melihat kelas-kelas data dalam populasi sehingga pengambilan data akan
mempertimbangkan tingkat variasi dari populasi. Metode stratified kurang cocok digunakan untuk
data yang memiliki selisih antar nilai maksimum dan minimum yang terlalu besar karena akan
membuat adanya suatu kelas atau daerah yang tidak dapat terwakili. Selain itu pada metode IDW
pemilihan power/eksponen dan barrier akan memberikan hasil interpolasi data yang berbeda.
Power yang lebih tinggi akan menjadikan kurangnya pengaruh dari sammpel data sekitarnya dan
hasil interpolasi menjadi lebih detail. Sedangkan barrier menunjukkan informasi pembatas
interpolasi yang secara umum lebih mendekati kenyataan di lapangan.
Secara visual, terdapat perbedaan antara bentuk asli yaitu SRTM_5km dengan hasil interpolasi
spasial. Dari hasil percobaan, sampling data spot height random dengan metode interpolasi kriging
memperlihatkan visual yang paling mendekati. Sedangkan untuk hasil sampling dan interpolasi
lainnya terlihat kurang sesuai dengan data aslinya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data spasial
yang digunakan dalam praktikum ini cocok menggunakan jenis sampling data random dan metode
interpolasi kriging. Berikut adalah hasil visualisasi dari hasil percobaan praktikum interpolasi data
spasial.
Keterangan Hasil di ARcGIS Hasil di Surfer
SRTM_5km
Metode
Metode Interpolasi Hasil di ArcGIS Hasil di Surfer
Sampling
Inverse Distance
Weighting
-Eksponen 1
-Minimum
Neighbours = 100
-Maximum
Spot Neighbours = 150
Height
Random
Kriging
-Ordinary/Universal
-Type Circular
Inverse Distance
Weighting
-Eksponen 1
-Minimum
Neighbours = 100
-Maximum
Spot Neighbours = 150
Height
Semi
Random
Kriging
-Ordinary/Universal
-Type Gaussian
Inverse Distance
Weighting
-Eksponen 2
-Minimum
Neighbours = 3
-Maximum
Spot Neighbours = 3
Height
Stratified
Kriging
-Ordinary/Universal
-Type Circular
Referensi
Falah, A. N. (2015). Penerapan Program GSTAT-R untuk Prediksi Kadar Abu Batubara di Lokasi Tidak
Tersampel dengan Metode Universal Kriging.
Nirwansyah, A. W. (2015). Komparasi Teknik Ordinary Kriging dan Spline Dalam Pembentukan DEM.
Seniarwan. (2010). KAJIAN AKURASI HASIL INTERPOLASI METODE INVERSE DISTANCE
WEIGHTED.