Anda di halaman 1dari 4

INTERPOLASI DATA SPASIAL

Raa Ina Sidrotul Munthaha


Teknik Geodesi dan Geomatika, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung, Bandung, Indonesia
raa.ina@students.itb.ac.id
Interpolasi adalah suatu metode atau fungsi matematika yang menduga nilai pada lokasi-lokasi yang
datanya tidak tersedia. Interpolasi spasial mengasumsikan bahwa atribut data bersifat
kontinu di dalam ruang (space) dan atribut ini saling berhubungan (dependence) secara spasial
(Anderson, 2001). Dalam interpolasi data spasial, keakuratan metode interpolasi dapat dilihat dari
nilai root-mean-square(RMS). Nilai RMS ini menunjukkan nilai rata-rata dari akar kuadrat residu
pada saat perhitungan interpolasi data spasial. Beberapa contoh metode interpolasi data spasial
adalah Inverse Distance Weighted (IDW) dan Kriging. Praktikum kali ini akan mencoba metode IDW
dengan modifikasi nilai eksponen/power dan nilai minimum & maximum neighbours serta metode
kriging dengan modifikasi tipe dan model interpolasi. Bahan dari praktikum ini akan menggunakan
data sampel dengan metode sampling random, semi-random, dan stratified.
1. Inverse Distance Weighted (IDW)
IDW merupakan salah satu teknik interpolasi yang sering digunakan, karena relatif
mudah untuk diprogram, mudah dimengerti dan memberikan hasil yang cukup akurat. IDW
memberikan bobot pada data titik (point) yang telah diketahui ketika dilakukan
interpolasi. Akan tetapi penetapan bobot sangat rentan terhadap subjektivitas terutama bila data
yang digunakan dalam bentuk vector-grid atau raster (Trisasongko dan Diar, 2010). Subjektivitas
dalam penetapan bobot dapat dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain penentuan jarak
tetangga atau jarak radius titik-titik yang akan ditetapkan dan ukuran unit data khususnya data
grid.
2. Kriging
Kriging adalah salah satu metode intepolasi spasial yang memanfaatkan nilai
spasial pada lokasi tersampel untuk memprediksi nilai pada lokasi lain yang belum
dan/atau tidak tersampel. Kriging dibawah asumsi kestasioneran sehingga jika asumsi
kestasioneran tersebut dilanggar maka Selain itu, nilai prediksi kurang presisif juga dapat dihasilkan
jika di antara data yang ada terdapat pencilan (outlier). Dalam praktikum ini akan menggunakan
metode ordinary kriging dan universal kriging. Universal kriging adalah metode penaksiran yang
digunakan untuk menangani masalah kenonstasioneran dari data sampel (Falah, 2015). Ordinary
kriging merupakan metode interpolasi yang fleksibel dan sangat bermanfaat bagi penyebaran data
yang sifatnya tersebar dan tidak teratur (Nirwansyah, 2015).
Berikut adalah hasil perbandingan nilai RMS pada percobaan praktikum :

Min.Neighbours = 10 Max. Neigbours = 15


Metode Sampling
Ekponen 1 Ekponen 2 Ekponen 10
Spot Height Random 32.401 33.154 39.186
Spot Height Semi-Random 34.194 34.459 35.959
Spot Height Stratified 28.688 25.983 26.415
Tabel 1Hasil Perbandingan RMS Metode IDW dengan Modifikasi nilai Eksponen
Min. Neighbours = 3 Min. Neighbours = 10 Min. Neighbours = 100
Metode Sampling Eksponen
Max. Neighbours = 3 Max. Neighbours = 15 Max. Neighbours = 150
Spot Height Random 1 34.973 32.401 31.475
Spot Height Semi-Random 1 36.779 34.194 33.244
Spot Height Stratified 2 25.246 25.983 25.931
Tabel 2 Hasil Perbandingan RMS Metode IDW dengan Modifikasi Minimum dan Maximum Neighbours

Ordinary Universal
Metode Sampling
Circular Spherical Gaussian Circular Spherical Gaussian
Spot Height Random 33.026 32.986 32.96 33.026 32.986 32.96
Spot Height Semi-Random 33.988 33.899 33.895 33.988 33.899 33.895
Spot Height Stratified 23.336 23.471 23.719 23.336 23.471 23.719
Tabel 3 Hasil Perbandingan RMS Metode Kriging

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa setiap metode dan parameter interpolasi akan memberikan
nilai RMS yang berbeda-beda. Selain itu, dari suatu data spasial, pemilihan metode sampling yang
berbeda juga akan memberikan hasil RMS yang erbeda pula. Pada dasarnya, semakin kecil nilai RMS
maka ketelitian hasil interpolasi semakin baik. Setiap jenis sampel data spasial memiliki kecocokan
dengan metode interpolasi tertentu. Dalam praktikum ini, data spot height random akan memiliki
nilai RMS terkecil pada metode IDW dengan eksponen 1 dan barrier 100,150 serta metode kriging
(universal/ordinary) dengan model circular. Pada data spot height semi-random RMS terkecil akan
dihasilkan oleh metode IDW dengan eksponen 1 dan barrier 100,150 serta metode kriging dengan
model Gaussian. Sedangkan pada data spot height stratified akan menghasilkan RMS terkecil pada
metode IDW dengan eksponen 2 dan barrier 3,3 serta metode kriging dengan model circular.
Dari hasil tersebut dapat disimpukan bahwa setiap sampel data akan memiliki nilai RMS terkecil
dengan metode yang berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan karena setiap metode sampling data
akan memiliki karakteristik persebaran data yang berbeda-beda. Pada spot height random, sampel
data diambil secara acak tanpa pola tertentu dan tersebar di setiap daerah dari populasi. Pada spot
height semi random, sampel data diambil secara acak akan tetapi dengan pola tertentu (sistematik)
sehingga sampel dapat tersebar merata. Sedangkan pada data spot height stratified, sampel data
diambilkan dengan melihat kelas-kelas data dalam populasi sehingga pengambilan data akan
mempertimbangkan tingkat variasi dari populasi. Metode stratified kurang cocok digunakan untuk
data yang memiliki selisih antar nilai maksimum dan minimum yang terlalu besar karena akan
membuat adanya suatu kelas atau daerah yang tidak dapat terwakili. Selain itu pada metode IDW
pemilihan power/eksponen dan barrier akan memberikan hasil interpolasi data yang berbeda.
Power yang lebih tinggi akan menjadikan kurangnya pengaruh dari sammpel data sekitarnya dan
hasil interpolasi menjadi lebih detail. Sedangkan barrier menunjukkan informasi pembatas
interpolasi yang secara umum lebih mendekati kenyataan di lapangan.
Secara visual, terdapat perbedaan antara bentuk asli yaitu SRTM_5km dengan hasil interpolasi
spasial. Dari hasil percobaan, sampling data spot height random dengan metode interpolasi kriging
memperlihatkan visual yang paling mendekati. Sedangkan untuk hasil sampling dan interpolasi
lainnya terlihat kurang sesuai dengan data aslinya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data spasial
yang digunakan dalam praktikum ini cocok menggunakan jenis sampling data random dan metode
interpolasi kriging. Berikut adalah hasil visualisasi dari hasil percobaan praktikum interpolasi data
spasial.
Keterangan Hasil di ARcGIS Hasil di Surfer

SRTM_5km

Tabel 4 Hasil visualisasi data SRTM_5km

Metode
Metode Interpolasi Hasil di ArcGIS Hasil di Surfer
Sampling
Inverse Distance
Weighting
-Eksponen 1
-Minimum
Neighbours = 100
-Maximum
Spot Neighbours = 150
Height
Random

Kriging
-Ordinary/Universal
-Type Circular

Inverse Distance
Weighting
-Eksponen 1
-Minimum
Neighbours = 100
-Maximum
Spot Neighbours = 150
Height
Semi
Random

Kriging
-Ordinary/Universal
-Type Gaussian
Inverse Distance
Weighting
-Eksponen 2
-Minimum
Neighbours = 3
-Maximum
Spot Neighbours = 3
Height
Stratified

Kriging
-Ordinary/Universal
-Type Circular

Tabel 5 Hasil Visualisasi Metode Interpolasi Dengan RMS Terkecil

Referensi
Falah, A. N. (2015). Penerapan Program GSTAT-R untuk Prediksi Kadar Abu Batubara di Lokasi Tidak
Tersampel dengan Metode Universal Kriging.
Nirwansyah, A. W. (2015). Komparasi Teknik Ordinary Kriging dan Spline Dalam Pembentukan DEM.
Seniarwan. (2010). KAJIAN AKURASI HASIL INTERPOLASI METODE INVERSE DISTANCE
WEIGHTED.

Anda mungkin juga menyukai