Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PEMERISAAN FISIK PER SISTEM


Disusun untuk memenuhi tugas IKD III
Dosen: Ns. Theresia Anita P., S.Kep

Disusun Kel. 3:

1. Joko Eko S.
2. Rio Agus P
3. Sugeng S.
4. Tin Avika.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES BORNEO CENDEKIA MEDIKA
KALIMANTAN TENGAH
2013

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Tujuan.............................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemeriksaan Fisik.........................................................................................2
B. Tujuandan Prinsip Pemeriksaan Fisik.............................................................................2

1
C. Teknik Pemeriksaan Fisik...............................................................................................2
D. Hal yang Perlu Dilakukan...............................................................................................4
E. Pemeriksaan Fisik Per Sistem.........................................................................................12
F. Evaluasi Pemeriksaan Fisik............................................................................................24
G. Dokumentasi Pemeriksaan Fisik.....................................................................................24

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.....................................................................................................................25
B. Saran...............................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................26

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat saat ini dituntut menguasai dan mengaplikasikan metode pendekatan
pemecahan masalah (problem solving approach) didalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien. Perawat harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan
mengkaji, merumuskan diagnosis keperawatan, memformulasikan rencana tindakan
keperawatan, dan membuat evaluasi.Pengkajian merupakan tahap yang paling utama
dalam proses keperawatan, dimana pada tahap ini perawat melakukan pengkajian data
yang diperoleh dari hasil waawancara/anamnesis, laporan teman sejawat, catatan
kesehatan lain dan hasil dari pengkajian fisik.Anamnesis keperawatan untuk memperoleh
data subjektif tentang kondisi klien dan pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah
sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda
klinis penyakit.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh, mulai dari sistem neurologis
dan sampai pada muskuloskeletal. Teknik biasa digunakan seperti inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi.Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam
penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien. Beberapa tes akan dilakukan
untuk meyakinkan penyebab tersebut.Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri
penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam
praktiknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, frekuensi pernapasan, denyut dan tekanan
darah selalu dilakukan pertama kali.

B. Tujuan
1. Umum
Mengetahui segala yang berhubungan dengan pemeriksaan fisik per sistem.
2. Khusus
a. Memahami pengertian pemeriksaan fisik.
b. Memahami tujuan pemeriksaan fisik.
c. Memahami teknik dan prinsip pemeriksaan fisik.
d. Mengerti hal yang perlu dilakukan.
e. Mengerti pemeriksaan fisik sistem
f. Mengerti evaluasi pemeriksaan fisik.
g. Mengerti dokumentasi pemeriksaan fisik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya
bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan
komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan
merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. (Sartika, 2010). Keakuratan
pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penentuan
respon terhadap terapi tersebut(Potter & Perry, 2005).

B. Tujuan dan Prinsip Pemeriksaan Fisik


Tujuan pemeriksaan fisik meliputi:
1. Mengetahui riwayat kesehatan
2. Menegakkan diagnosis dan rencana asuhan keperawatan
3. Menangani masalah pasien
4. Evaluasi asuhan keperawanan
Prinsip dasar pemeriksaan fisik meliputi:
1. Selalu meminta kesediaan atau izin pada pasien untuk setiap pemeriksaan.
2. Jagalah privasi pasien.
3. Pemeriksaan harus seksama dan sistematis.
4. Menjelaskan apa yang akan dilakukan sebelum pemeriksaan (tujuan,kegunaan,cara dan
bagian yang akan diperiksa).
5. Berikan instruksi spesifik yang jelas.
6. Ajaklah pasien untuk bekerjasama dalam pemeriksaan.
7. Perhatikan ekspresi/ bahasa non verbal dari pasien.

C. Teknik Pemeriksaan Fisik


Dilakukan dengan 4 cara ialah inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
1. Inspeksi
Adalah memeriksa dengan melihat dan mengingat.Pemeriksaansuatu sistem tunggal
atau bagian dan biasanya menggunakan alat khusus seperti optalomoskop,
otoskop,spekulum dan lain-lain(Talbot & Meyers, 1997).Fokus inspeksi pada setiap
bagian tubuh meliputi ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan
penonjolan/pembengkakan. Setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil normal dan
abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.
Cara kerja :
a. Atur pencahayaan yang cukup
b. Atur suhu dan suasana ruangan nyaman
c. Posisi pemeriksa sebelah kanan pasienuntuk memudahkan pemeriksaan.
d. Buka bagian yang diperiksa
e. Perhatikan kesan pertama pasien seperti perilaku, ekspresi, penampilan umum,
pakaian, postur tubuh, dan gerakan dengan waktu cukup.
f.Lakukan inspeksi secara sistematis, bila perlu bandingkan bagian sisi tubuh pasien.
2. Auskultasi
Adalah pemeriksaan mendengarkan suara dalam tubuh dengan menggunakan alat
stetoskop.
Bagian-bagian stetoskop :
a. Ear Pieces dihubungkan dengan telinga
b. Sisi Bell (Cup) pemeriksaan toraks atau bunyi dengan nada rendah
c. Sisi diafragma (membran) pemeriksaan abdomen atau bunyi dengan nada tinggi
Cara kerja :
a. Ciptakan suasana tenang dan aman
b. Pasang Ear piece pada telinga
c. Pastikan posisi stetoskop tepat dan dapat didengar
d. Pada bagian sisi membran dapat digosok biar hangat
e. Lakukan pemeriksaan dengan sistematis sesuai dengan kebutuhan.

3. Palpasi
Adalah pemeriksaan dengan perabaan, menggunakan rasa propioseptif ujung jari dan
tangan. Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi,
pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi. Cara kerja :
a. Daerah yang diperiksa bebas dari gangguan yang menutupi
b. Cuci tangan
c. Beritahu pasien tentang prosedur dan tujuannnya
d. Yakinkan tangan hangat, tidak dingin
e. Lakukan perabaan secara sistematis, untuk menentukan ukuran, bentuk, konsistensi
dan permukaan :
1) Jari telunjuk dan ibu jari untuk menentukan besar/ukuran
2) Jari 2,3,4 bersama untuk menentukan konsistensi dan kualitas benda
3) Jari dan telapak tangan untuk merasakan getaran
4) Sedikit tekanan untuk menentukan rasa sakit
4. Perkusi
Adalah pemeriksaan dengan cara mengetuk permukaan badan dengan cara perantara
jari tangan, untuk mengetahui keadaan organ-organ di dalam tubuh. Cara kerja :
a. Lepas pakaian sesuai dengan keperluan
b. Luruskan jari tengah kiri dengan ujung jari tekan pada permukaan yang akan
diperkusi.
c. Lakukan ketukan dengan ujung jari tengah kanan di atas jari kiri, dengan lentur dan
cepat, dengan menggunakan pergerakan pergelangan tangan.
d. Lakukan perkusi secara sistematis sesuai dengan keperluan.
D. Hal yang Perlu Dilakukan
1. Pengkajian penampilan umum dan status mental
Pertimbangkan tahap perkembangan klien, latar belakang budaya, status sosio
ekonomi, pekerjaan, tingkat kecerdasan dan faktor-faktor lainnya yang berhubungan.
2. Derajat kesadaran
Secara kualitatif:
a. Compos mentis yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b. Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
c. Somnolen (obtundasi, letargi) yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
d. Stupor yaitu gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri,
pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi
tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
e. Semi Koma yaitu tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang
menghindar (contoh menghindari tusukan).
f. Koma yaitu tidak bereaksi terhadap stimulus.

Sedangkan derajat kesadaran kuantitatif menurut GCS (Glasgow Coma Scale ) seperti :
a. Membuka mata
Respon Nilai
Spontan 4
Perintah 3
Nyeri 2
Tak buka mata 1
b. Respon verbal
Respon Nilai
Orientasi baik dan mampu berkomunikasi 5
Mampu membentuk kalimat, tetapi arti
4
keseluruhan kacau
mengucapkan kata-kata tidak berupa kalimat 3
Tidak mengucapkan kata, hanya suara 2
mengerang (groaning)
Tidak ada suara 1
c. Respon motorik
Respon Nilai
Menurut perintah 6
Mengetahui lokasi nyeri 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota
4
gerak
Menjauhi rangsangan nyeri (flexion) 3
Ekstensi spontan 2
Tidak ada gerakan 1
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E
VM Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu
E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Setelah dilakukan skoring disimpulan
bahwa compos Mentis (GCS: 15-14), apatis (GCS: 13-12), somnolen (GCS:11-10),
delirium atau stupor (GCS: 9-7), sporo coma (GCS: 6-4), coma (GCS: 3)

3. Pengukuran nutrisi
Bertujuan untuk mendapatkan data dasar dan membantu menentukan status kesehatan.
a. Tinggi badan (TB)
Gunakan alat ukur standar seperti alat ukur yang menempel dengan skala
timbangan TB atau yang terletak di dinding. Instruksikan klien untuk melihat lurus
ke depan dan berdiri tegak dengan kaki dirapatkan.
Adapun rumus mengitung TB:
TB pria = 64,19 (0,04 x usia dalam tahun) + (2,02 x tinggi lutut (cm))
TB wanita = 84,88 (0,24 x usia dalam tahun) + (1,83 x tinggi lutut (cm))
b. Berat badan (BB)
Gunakan timbangan yang standard untuk mengukur BB terutama untuk orang
dewasa dan anak yang telah beranjak besar.
Cara menentukan BB normal ialah:
1) Body Mass Index (BMI)
Merupakan ukuran dari gambaran berat badan seseorang dengan tinggi
badan.BMI dihubungkan dengan total lemak dalam tubuh dan sebagai panduan
untuk mengkaji kelebihan berat badan (over weigth) dan obesitas.Rumus BMI
diperhitungkan :
BB(kg) atau BB(pon) x 704,5 BB = Berat badan
TB(m)2 TB(inci)2
Dimana dengan ketentuan: TB = Tinggi badan
a. Underweight : >18
b. Normal : 18-23
c. Overweight : >23

2) Ideal Body Weight (IBW)


Merupakan perhitungan berat badan optimal dalam fungsi tubuh yang
sehat.Berat badan ideal adalah jmlah tinggi dalam sentimeter dikurangi 100 dan
dikurangi 10% dari jumlah itu.

4. Tanda vital
a. Suhu tubuh
Langkah
1) Kaji tanda dan gejala perubahan suhu dan faktor yang mempengaruhi.
2) Ketahui aktivitas klien sebelumnya. Jika klien baru saja selesai merokok atau
makan, tunggu sekitar 20-30 menit sebelum mengukur suhu oral.
3) Tentukan alat dan lokasi pengukuran suhu sesuai untuk klien.
4) Jelaskan lokasi pengukuran suhu dan pentingnya mempertahankan posisi selama
suhu diukur.
5) Bersihkan tangan terlebih dahulu
6) Bantu klien mengambil posisi pengukuran suhu.
Pengambilan keputusan penting :
1) Jika tak dapat memasukan termometer secara adekuat, lepaskan termometer dan
pertimbangkan metode pengukuran suhu lainnya ( pengukuran suhu oral dengan
termometer elektronik, rektal, aksioma, membran timpani, kulit atau arteri
temporalis).
2) Jangan melakukan pengukuran aksila bila terdapat lesi karena mengubah suhu
dan menimbulkan nyeri bila disentuh.
b. Denyut nadi
Langkah
1) Tentukan kebutuhan pengkajian denyut radial atau apikas
a) Kaji faktor resik perubahan denyut
b) Kaji tanda dan gejala perubahan SV dan curah jantung seperti dispnea, lelah
nyeri dada, ortopna, sinkope, palpitasi, asistensi vena jugularis, edema bagian
tubuh, sianosis, atau kulit pucat.
c) Kaji gejala dan tanda penyakit vaskular perifer seperti pucat, ekstremitas
dingin; kulit mengilat dan tipis dengan rambut sedikit; kuku menebal
2) Periksa faktor mempengaruhi frekuensi denyut dan ritme; usia, olahraga;
perubahan posisi, keseimbangan cairan, pengobatan, suhu, dan rangsangan saraf
simpatik
3) Tentukan frekuensi denyut apikal dasar (jika ada) dari rekam medis klien. Jika tak
ada, catat frekuensi denyut dasar sekarang.
4) Jelaskan bahwa anda akan mengukur denyut jantung. Minta klien tenang dan tak
bersuara. Jika klien aktif, tunggu 5-10 menit pemeriksaan.
5) Bersihkan tangan
6) Jika dibutuhkan, tutup tirai atau pintu
7) Periksa frekuensi denyut.
8) Bersihkan tangan
9) Bicarakan temuan pada klien seperlunya
10)Bandingkan hasil pengukuran dengan catatan sebelumnya
11) Bandingkan denyut perifer dengan apikal, periksa jika ada ketidakcocokan.
12)Bandingkan kesamaan denyut radial, periksa jika ada ketidakcocokan
13)Hubungkan denyut nadi dengan data tekanan darah dan tanda atau gejala
berhubungan (palpitasi, pusing)
Pengambilan keputusan penting:
1) Jika denyut nadi tak teratur, ukur denyut nadi apikal atau radial untuk
mendekteksi defisit denyut. Hitung denyut apikal sementara rekan sejawat
menghitung denyut radial. Mulai perhitungan apikal dengan suara keras agar
perhitungan dilakukan bersamaan. Jika perhitungan berbeda lebih dari 2, terdapat
defisit denyut, yang terkadang mengindikasikan perubahan curah jantung
2) Jika denyut jantung tak teratur atau klien sedang menerima obat kardiovaskular,
hitung selama 1 menit. Denyut ireguler lebih akurat diukur dengan interval yang
panjang (Eva et al., 2004).
c. Pernapasan
Langkah
1) Tentukan kebutuhan mengkaji pernapasan klien:
a) Kenali faktor resik pernapasan seperti demam, nyeri, kegelisahan, penyakt
dinding dada atau otot, balutan luka area dada ada abdomen, asistensi
lambung, PPOK, trauma dinding dada dengan atau tanpa kolaps jaringan paru,
adanya selang dada, infeksi pernapasan, edema paru dan emboli, cedera kepala
dengan kerusakan batang otak, dan anemia.
b) Periksa tanda dan gejala perubahan pernapasan seperti tampilan biru atau
sianotik di kuku, bibir, membran mukosa, dan kulit, kegellisahan, iritabilitas,
kebingungan, penurunan kesadaran, nyeri inspirasi, kesulitan bernapas,
pernapasan adventisia, ketidakmampuan bernapas spontan, sputum tebal,
berwarna darah dan banyak saat batuk.
2) Periksa nilai laboratorium
a. Gas darah arteri (analisis gas darah/AGD). AGD normal:
1) pH: 7,35-7,45
2) PaCO2:35-45 mmHg
3) PaO2:80-100 mmHg
4) SaO2: 95-100%
b. Hitung darah lengkap (CBC), normal dewasa ialah Hb (pria:14-18 g/100ml ;
wanita:12-16g/100ml), hematokrit (pria:42-52% ; wanita:37-47%), eritrosit
(pria:4,7-6,1 juta/mm3;wanita : 4,2-5,4 juta/mm3)
3) Tentukan frekuensi pernafasan dasar (jika ada) dari rekam medis klien.
4) Bersihkan tangan tutup tirai atau pintu.
5) Pastikan klien berada dalam posisi nyaman, terutama duduk atau baring dengan
kepala elavasi 45-60o. pastikan dada klien terlihat. Jika perlu, buka seprai atau
pakaian klien.
6) Letakan lengan klien di abdomen atau dada bagian bawah,atau letakan tangan
perawat tepat di atas abdomen bagian atas dari klien (lihat ilustrasi).
7) Perhatikan siklus pernapasan lengkap (satu inspirasi dan satu ekspirasi).
8) Setelah siklus di amati, lihat jarum detik pada jam dan mulai menghitung.Satu di
anggap sebagai satusiklus pernapasan penuh.
9) Jika ritmenya teratur, hitung jumlah pernapasaan dalam 30 detik dan kalikan 2.
Jika tidak teratur,kurang dari 12,atau lebih dari 20, hitung selama 1 menit.
10)Perhatikan kedalaman pernapasan secara subjektif dengan melihat pergerakan
dinding dada. Pengukuran objektif dilakukan dengan palasi gerakan dinding dada
atau auskultasi toraks posterior setelah frekuensi di hitung, kelompokan
pernapasan menjadi dangkal, normal, atau dalam.
11) Perhatikan ritme siklus ventilasi. Pernafasan normal bersifat teratur dan tidak
terinspirasi. Jangan menyalah artikan pernapasan dalam dengan ritme abnormal.
12)Pasang kembali seprai dan baju.
13)Bersihkan tangan
14)Diskusikan hasil pemeriksaan dengan klien.
15)Jika ini pengukuran pertama, catat sebagai data dasar (jika berada dalam kisaran
normal).
16)Bandingkan pernapasan dengan data dasar klien dan frekuensi, ritme, dan
kedalaman pernapasan normal.

Pengambilan keputusan penting:


1) Periksa klien dengan kesulitan pernapasan (dispnea), seperti pada penyakit
jantung kongestif, asistes abdomen, atau kehamilan lanjut, pada posisi yang
paling nyaman. Reposisi kadang meningkatkan kerja pernapasan sehingga
meningkatkan frekuensi pernapasan.
2) Pengambilan keputusan penting: setiap pola pernapasan tidak teratur atau periode
apnea (penghentian pernapasan selama beberapa detik) pada orang dewasa
adalah gejala penyakit yang harus dilaporkan kepada penyedia layanan kesehatan
atau kepala perawat.pengkajian lebih lanjut dan intervensi segea harus dilakukan.
Frekuensi pernapasan yang tidak teratur dan periode apnea pendek pada neonatus
(masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari) adalah
normal.
c. Tekanan darah
Langkah
1) Tentukan kebutuhan untuk memeriksa tekanan darah:
a) Identifikasi faktor resik seperti riwayat pemyakit kardiovaskuler, ginjal,
diabetes, syok sirkulasi (hipovelamik, septik, kardiogenik, atau neuro genik),
nyeri akut/kronis, infuse cairan/darah intervena dengan cepat,peningkatan
tekanan interaknial, kondisi pasca oprasi, troksemia graviderum.
b) Awasi tanda dan gejala TD:
I. TD tinggi (hipertensi) seperti nyeri kepala ( biasanya oksipital), wajah
kemerahan, mimisan dan kelelahan pada lansia.
II. TD rendah (hipotensi) seperti pusing, kebingungan gelisah, kulit dan
membrane mukosa pucat atau sianotik, kulit ekstremitas dingin dan pucat.
2) Tentukan lokasi pengukuran tekanan darah yang terbaik. Hindari pemasangan
manset pada ekstremitas yang terpasang infuse; Gunakan ekstremitas bawah jika
arteri brakialis tidak dapat diakses.
3) Tentukan tekanan darah (TD) dasar berdasarkan rekam medik klien.
4) Dorong klien untuk menghindari kafein dan merokok selama pemeriksaan TD.
5) Jelasnkan pada klien bahwa anda akan mengukur TD. Biarkan klien beristirahat
setidaknya 5 menit sebelum mengukur TD duduk atau baring; tunggu selama satu
menit jika klien sedang berdiri. Jika mungkin minta klien duduk di kursi
(NHBPEP, 2003). Minta klien untuk tidak berbicara selama pengukuran TD.
6) Pilih ukuran manset yang sesuai.
7) Bersihkan tangan.
8) Minta klien mengambil posisi duduk atau berbaring. Pastikan ruangan memiliki
hangat tenang, dan nyaman.
9) Pada posisi duduk atau berbaring, letakan tangan klien setinggi jantung, paha
dalam keadaan lurus (sediakan sandaran sesuai kebutuhan). Untuk lengan, putar
telapak tangan menghadap ke atas. Untuk paha, posisikan dengan lutut sedikit
flaksi. Jika duduk istruksikan klien untuk menjaga kaki tetap rata pada lantai
tanpa bersila.
10)Buka pakaian sehingga ekstremitas dapat terlihat (lengan atau kaki).
11) Palpasi arteri radalis (pergelangan tangan). Dengan kantung dalam keadaan
kempis, letakan manset diatas arteri sesuai panah penanda. Posisikan manset 2,5
cm di atas lokasi palpasi (antacubiti atau ruang popliteal). Pasang manset
mengelilingi ekstremitas.
12)Jauhkan jarum aneroid tidak lebih dari 1 meter.
13)Ukur tekanan darah.
14)Joint national commission (NHBPEP, 2003) menyarankan rata-rata dua
pengukuran TD yang di selangi waktu 2 menit. Gunakan pemeriksaan kedua
sebagai dasar.
15)Lepaskan menset dari ekstremitas, kecuali dibutuhkan pengukuran ulang. Jika ini
merupakan pengukuran pertama, ulangi pengukuran pada ekstremitas lainnya.
16)Bantu klien kembali ke posisi yang nyaman dan kembalikan posisi pakaian klien.
17)Diskusikan hasil pemeriksaan dengan klien.
18)Bersihkan tangan.
19)Bandingkan pengukuran dengan nilai dasar sebelumnya atau kisaran nilai normal
untuk usia klien.
20)Hubungan TD dengan data denyut dan tanda serta gejala kardiovaskuler.
Pengambilan keputusan penting:
Pada situasi tertentu (klien kritis atau penyakit vaskuler perifer),dibutuhkan
perbandingan TD pada kedua lengan dan kaki. Jika pada ekstremitas atas, gunakan
lengan dengan TD yang lebih tinggi untuk pengkajian selanjutya kecuali terdapat
kontraindikasi.

Ukuran TTV
Umur Suhu Nadi Pernapasan Tekanan darah
18 thn 37,0oC 70-75x/ 15-20x/
120/80 mmHg
atau lebih (98,6oF) Menit menit
65 thn 36,0oC 70-75x/ 15-20x/
140-90 mmHg
atau lebih (98,8oF) Menit menit

E. Pemeriksaan Fisik Per Sistem


1. Sistem Kardiovaskuler
a. Mata
Inspeksi pada konjungtiva dan skelera. Pada kondisi normal konjungtiva pink dan
skelera putih.
b. Leher
Inspeksi pada vena jugularis seperti bendungan. Normalnya tak ada bendungan
vena jugularis.
Auskultasi pada bising pembuluh darah
Palpasi pada arteri karotis. Normalnya teraba.
c. Dada
Inspeksi pada prekordial (dada) penderita. Secara topografik jantung berada di
bagian depan rongga mediastinum.
Auskultasi:
Dengarkan BJ(bagian jantung) I pada :
a. ICS IV linea sternalis(garis khayal tepi) kiri (BJ I Trikuspidalis (katup serambi
kanan))
b. ICS V linea midclavicula (garis khayal sejajar 1 mediana melalui pertengahan
clavikunca/ICS III linea sternalis kanan (BJ I Mitral)
Dengarkan BJ II pada:
a. ICS II lines sternalis kanan (BJ II Aorta)
b. ICS II linea sternalis kiri/ICS III linea sternalis kanan (BJ II Pulmonal)
Dengarkan BJ III (kalau ada)
a. Terdengar di daerah mitra
b. BJ III terdengar setelah BJ II dengan jarak cukup jauh, tetapi tidak melebihi
separuh dari fase diastolik, nada rendah

Normal:
Terdengar lub-dub, lub-dub, lub-dub. Lub adalah suara penutupan katup mitral
dan katup trikuspid, menandai awal sistol yang suaranya pecah saat bernafas.Pada
anak-anak dan dewasa muda, BJ III adalah normal

Palpasi:
a. Denyut apeks jantung (iktus kordis)
Keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus
terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea
midclavicularis sinistra. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV.
b. Denyutan nadi pada dada
Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal
II kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri
menunjukkan adanya dilatasi arteri pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.
c. Getaran
Adanya getaran sering kali menunjukkan adanya kelainan katup bawaan atau
penyakit jantung kongenital. Terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya
akan terdengar bising jantung.
Perkusi:
Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi
perikardium dan aneurisma aorta.
Batas kiri jantung:
a. Lakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
b. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif ditetapkan sebagai
batas jantung kiri.
Normal seperti:
Atas seperti ICS (interkosta(antar rusuk))II kiri di linea parastrenalis kiri
(pinggang jantung) dan bawah seperti ICS V kiri agak ke medial linea
midklavikularis (tempat iktus) kiri.
Batas Kanan Jantung:
a. Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
b. Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari
dinding depan torak
Normal:
Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan, di
linea parasternalis kanan. Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan
linea parasternalis kanan.

d. Perut
Auskultasi pada friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka. Normalnya terdengar
denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
e. Ekstrimitas
Inspeksi pada warna kulit. Kondisi normal sama dengan kulit lainnya. Membran
mukosa dan kulit pucat dapat menandakan hipotensi. Sedangkan kemerahan pada
wajah dapat berarti hipertensi.
Palpasi pada denyutan a.brachialis dan a. radialis, a. femoralis, a. poplitea, a.
dorsalis pedis denyutan,capillary refile (pengisian kapiler) pada kuku, temperatur
kulit. Kondisi normal seperti kulit hangat, nadi teraba jelas, dan aliran darah kuku
akan kembali < 3 detik.
2. Sistem pernafasan
a. Hidung
Inspeksi pada rongga, hidung (sekret, sumbatan, pendarahan), dan tanda-tanda
infeksi. Keadaan normal, tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
Palpasi pada sekitar hidung. Keadaan normal tak ada nyeri dan massa
b. Dada
Inspeksi pada kesimetrisan, gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman, dan
penggunaan otot-otot bantu pernafasan), edema, ukuran dada. Normalya tidak ada
tanda-tanda distress pernapasandan tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema,
rasio anteroposterior (AP(pojok)) dengan diameter lateral/tranversal (T) berkisar 1:2
sampai 5:7 (tergantung dari cairan tubuh klien), dan simetris.
Auskultasi padasuara nafas, trakea, bronkus, paru. (dengarkan dengan
menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan
di atas trakea). Normalnya bunyi napas vesikuler, bronkovesikuler, brokial, trakeal.
Palpasi pada pergerakan dada, massa, nyeri, tractile fremitu (perawat berdiri
dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka 77 atau 66
sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung pasien.)
Perkusi pada paru, eksrusi diafragma. Normanya resonan (dug dug dug), jika
bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak (bleg bleg bleg), jika bagian
udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (deng deng deng), batas
jantung=bunyi rensonan hilang>>redup.
c. Ekskrimitas
Inspeksi pada warna kulit dan kuku. Normalnya kulit sama dan kuku tak sianosis.

3. Sistem pendengaran
a. Telinga luar
Inspeksi pada pinna (daun telinga) seperti ukuran, posisi, bentuk, ditengah,
pengeluaran cairan, alat bantu dengar dan liang telinga (serumen/tanda-tanda
infeksi). Normalnya :bentuk dan posisi simetris kika, tidak ada tanda-tanda infeksi,
dan alat bantu dengar.
Palpasi pada pinna seperti nyeri tekan, pembengkakan, nodulus. Normalnya tak
ada nyeri, pembengkakan maupun nodulus.
b. Membran timpani
Inspeksi pada keutuhan selaput, translusen, warna pada akhir kanal. Normalnya
selaput utuh dan abu-abu seperti mutiara.

4. Sistem penglihatan
a. Skelera
Inspeksi pada nodul, hiperemia, perubahan warna. Normalnya putih, kulit gelap
agak seperti lumpur.
b. Kornea
Inspeksi pada kejernihan dan arkus senilis (cincin keputih-putihan pada perimeter
kornea). Normalnya kornea jernih, tanpa kekeruhan / kabut dan arkus senilis pada
usia di atas 40 tahun. Abnormalnya cincin Kayser-Fleischer (cincin kuning kehijauan
abnormal dekat limbus) disebabkan penimbunan tembaga pada kornea dan arkus
senilis pada < 40 tahun.
c. Pupil
Inspeksi pada ukuran, reaksi terhadap cahaya dan akomodasi. Normalnya ukuran
sama, bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi. Abnormalnya pupil miotonik Adie
(dilatasi pupil 3-6 mm yang sedikit berkontraksi terhadap cahaya dan akomodasi),
dan pupil Argyll Robertson (pupil yang mengecil 1-2 mm, bereaksi terhadap
akomodasi, tidak bereaksi terhadap cahaya pengaruh neurosifilis).
d. Iris
Inspeksi pada warnanya, nodul, dan vaskularitas. Normalnya pembuluh darah iris
tidak dapat terlihat dengan mata telanjang
e. Mata
Palpasi pada mata kearah hidung dan daerah sekitar mata.

5. Sistem endokrin
a. Rambut
Inspeksi rambut. Hirsutism atau meningkatnya pertumbuhan rambut pada wajah,
tubuh, atau pubis merupakan salah satu penemuan abnormal. Hal ini dapat
ditemukan pada wanita menopause, gangguan endokrin, dan terapi obat tertentu
(kortikosteroid, androgenik).
b. Leher
Auskultasi pada daerah leher diatas tiroid dapat mengidentifikasi bunyi "bruit
karena turbulensi pada pembuluh darah tiroid. Normalnya tidak ada bunyi.
Palpasi pada kelenjar tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas, konsistensi, nyeri,
gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjar limfe (letak, konsistensi, nyeri,
pembesaran), kelenjar parotis (letak, terlihat/ teraba). Normalnya tidak teraba
pembesaran gondok, tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada
nyeri.

6. Sistem pencernaan
a. Kavum oris
Inspeksi dan palpasi pada gigi lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan atau
radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit-langit. Normalnya
gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada
perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit-langit utuh dan tidak
ada tanda infeksi.
b. Kerongkongan
Inspeksi adanya peradangan dan lendir/sekret.
c. Abdomen
Inspeksi warna abdomen, bentuk perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola
vena, dan striae serta bayangan vena dan pergerakkan abnormal.
d. Lambung
Perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium kiri.
Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani
e. Hepar
Palpasi di bawah torak/ dada kanan posterior pada iga kesebelas dan kedua belas
dengan tangan kiri dan tekanan ke arah atas (pemeriksa di sebelah kanan).
Selanjutnya telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke
kepala/superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis
klavikular di bawah batas bawah hati. Minta pasien menarik napas dan cobalah
meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
Perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser perlahan keatas,
sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak, tandai batas bawah hati
tersebut.Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.Batas
hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke celah tulang iga ke 7.
Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 12 cm dan pergerakan bagian bawah
hati pada waktu bernapas yaitu berkisar 2 3 cm.
f. Kantong empedu
Palpasi dengan telapak tangan kiri dibawah dada kanan posterior pada iga XI dan
XII dan tekananlah kearah atas. Telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari
mengarah ke kepala/superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari
terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati. Palpasi di bawah tepi hati
pada sisi lateral dari otot rektus.
g. Limpa
Palpasi dengan menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah pinggang kiri
pasien dan tekanlah keatas. Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi
diatas abdomen dibawah tepi kiri kostal. Palpasilah tepi limpa saat limpa bergerak ke
bawah kearah tangan pemeriksa
h. Usus
Auskultasi pada suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian
diafragma dari stetoskop). Normalnya suara peristaltik terdengar setiap 5-20x/detik.
i. Anus dan rektum
Pemeriksaan pada feses, nyeri, massa edema, haemoroid, fistula ani pengeluaran
dan perdarahan. Normalnya tidak ada nyeri, tidak terdapat
edema/ hemoroid/polip/tanda-tanda infeksi dan pendarahan.

7. Sistem perkemihan
a. Ginjal
Palpasi adanya distesi bladder (sumbatan kandung kemih). Kemudian palpasi
ginjal kanan dengan tangan kiri diletakkan di belakang penderita, paralel pada kosta
ke-12, ujung cari menyentuh sudut costovertebral (angkat untuk mendorong ginjal
ke depan). Tangan kanan diletakkan dengan lembut pada kuadran kanan atas di
lateral otot rektus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan
tangan kanan dalam-dalam di bawah arkus aorta untuk menangkap ginjal di antar
kedua tangan (tentukan ukuran, nyeri tekan). Pasien diminta membuang nafas dan
berhenti napas, lepaskan tangan kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali waktu
ekspirasi. Palpasi ginjal kiri di sebelah kiri penderita, tangan kanan untuk
menyangga dan mengangkat dari belakang. Tangan kiri diletakkan dengan lembut
pada kuadran kiri atas di lateral otot rektus, minta pasien menarik nafas dalam, pada
puncak inspirasi tekan tangan kiri dalam-dalam di bawah arkus aorta untuk
menangkap ginjal di antar kedua tangan (normalnya jarang teraba)
Perkusi dengan satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi
vertebra lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal
kanan). Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra
torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan
(ginjal kiri). Penderita diminta untuk memberikan respons terhadap pemeriksaan bila
ada rasa sakit.
b. Penggunaan alat bantu kemih
Inspeksi penggunaan kondom kateter, folleys kateter, silikon kateter atau
urostomi atau supra pubik kateter.

8. Sistem muskulaskeletal
a. Tulang belakang
Inspeksi kelurusan tulang belakang, diperiksa dengan pasien berdiri tegak dan
membungkuk ke depan, amati kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas.
b. Ekstrimitas
Inspeksi penggunaan otot tambahan, adanya otot dan tendo untuk mengetahui
kemungkinan kontraktur yang ditunjukkan oleh malposisi suatu bagian tubuh,
persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian dan pergerakkan. Untuk
mengetahui kekuatan otot dapat mengunakan skala lovetts (0-5).Keterangan:
1) Tidak ada kontraksi sama sekali bernilai 0.
2) Gerakan kontraksi bernilai 1.
3) Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi bernilai 2.
4) Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi bernilai 3.
5) Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh bernilai 4.
6) Kekuatan kontraksi yang penuh bernila 5.
Palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif dan pasif
untuk mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba secara
involunter (spastisitas(tak terkontrol)), palpasi untuk mengetahui adanya edema atau
nyeri tekan. Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan memberikan
informasi mengenai integritas sendi, adanya benjolan, rheumatoid arthritis
(rematik), gout, dan osteoarthritis (radang sendi) menimbulkan benjolan yang
khas.Normalnya, sendi bergerak secara halus.
Perkusi dilakukan pada reflek-reflek seperti berikut:
1) Refleks patela, Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae)
dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps
femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2) Refleks biseps, lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90, supinasi dan
lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa
ditempatkan pada tendon. Biseps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan
refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi otot biseps, sedikit meningkat bila
terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi.
3) Refleks trikeps, lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 90, tendon triceps
diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps,
4) Refleks akhilles, posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan
refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral. Tendon akhilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal
berupa gerakan plantar fleksi.
5) Refleks abdominal, dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah
umbilikus.
6) Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari
lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki. Pada
orang dewasa (-) dan bayi (+).

9. Sistem genetalia
a. Wanita
1) Labia mayor
Inspeksi karakteristik permukaan labia mayor seperti :
a) Kulit perineum tampak mulus, bersih dan sedikit lebih gelap dibandingkan
kulit lain, Membran mukosa tampak merah muda gelap dan lembap.
b) Labia Mayora dapat terbuka ataupun tertutup dan tampak kering atau lembab
biasanya ini tampak simetris.
c) Setelah melahirkan, labia mayor akan terpisah sehingga labia minor lebih jelas
terlihat.
d) Saat mencapai menopause, labia mayor akan menipis dan mengalasmi atrofi
seiring usia.
Labia mayora yang normal tak mengalami inflamasi, edema, lesi, atau laserasi.
Palpasi pada nodul dan nyeri tekan. Normalnya tak ada nyeri dan nodul.
2) Labia minor
Inspeksi adanya atrofi, inflasi, atau adhesi
Palpasi kelembutan dan nyeri. Normalnya jaringan terasa lembut dan tak ada
nyeri.
3) Genetalia internal
Inspeksi orifisium vagina mendekteksi inflamasi, edema, cairan, dan lesi.
Normalnya tampak sebagai celah tipis, vertikal atau orifisium besar. Jaringan
tampak lembab. Pada perawan, hymen membatasi pembukaan vagina. Setelah
hubungan seksual, hanya sedikit hymen (selaput dara) yang terlihat.
Palpasi ke bawah ke arah perineum (daerah sekitar vulva dan anus). Serviks di
palpasi, perhatikan konsistensinya (lunak, keras, nodular, rapuh). Palpasi septum
rektovagina mengetahui penebalan atau nyeri tekan, nodulus atau massa. Palpasi
dilakukan di adneksa kanan dan kiri Perhatikan ukuran, bentuk, konsistensi,
mobilitas dan nyeri tekan struktur-struktur adneksa. Ovarium normal peka
terhadap tekanan. Palpasi ligamentum uterosakral (lipatan peritoneal yang
mengandung jaringan ikat, saraf otonom, dan otot polos, timbul pada setiap sisi
dinding) dan kantong Douglas. Nyeri tekan yang jelas dan nodularitas mengarah
kepada adanya endometriosis. Normalnya genetalia internal tidak ada nyeri, tidak
terdapat edema/hemoroid/polip/tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
b. Pria
1) Penis
Inspeksi batang, korona, preputium, glans, dan meatus uretra (pangkal penis).
Vena dorsal tampak jelas. Pada glans dan meatus uretra terkadang terdapat segma
putih tebal di bawahnya. Meatrus uretra tampak seperti celah dan berada
dipermukaan ventral, beberapa milimeter dari ujung glans. Meatur uretra dibuka
untuk inspeksi lesi, edema, dan inflasi. Meatus tampak berkilau dan merah muda
tanpa cairan. Inspeksi batang penis termasuk permukaan bawah, untuk melihat
lesi, jaringan parut, atau edema.
Palpasi meatrus uretra perlahan untuk mendeteksi nyeri tekan, ukuran,
konsistensi, dan bentuk. Palpasi batang penis di antara ibu jari dan dua jari
pertama untuk mendeteksi nyeri tekan atau kekerasan lokal
Normalnya penis tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada pengeluaran
pus atau darah
2) Skrotum
Inspeksi ukuran, bentuk, dan kesimetrisan skrotum sambil mengamati adanya
lesi atau edema. Normalnya kulit skrotum kendur dan kasar,ukuran sesuai suhu
karena otot dartos berkontraksi di suhu dingin dan berelaksasi pada suhu
hangat,tidak ada nyeri, tidak terdapat edema/hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi
dan pendarahan
3) Cincin dan analis ingusinalis
Inspeksi ada tidaknya pembengkakan di area inguinalis.
Palpasi nodus limfa inguinalis. Nodus normal terasa kecil, tak nyeri, dan dapat
digerakkan.
4) Genetalia internal
Inspeksi adanya nodul atau pembengkakan pada vas deferensi. Normalnya,
mulus.
Palpasi testis dan epididimis di antara ibu jari dan dua jari pertama. Normalnya
testis mulus seperti karet dan bebas nodul sertaepididimis terasa kenyal.

10. Sistem neurologi


a. Tingkat kesadaran
Inspeksi dengan melakukan pertanyaan tentang kesadaran terhadap waktu,
tempat dan orang. Normal kompos mentis (E4V5M6).
b. Persepsi sensoris
Palpasi tingkat kenyamanan seperti adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi,
tipe dan pengobatannya. Palpasi fungsi sensoris seperti adanya hilang rasa, rasa
terbakar/panas dan baal. Palpasi fungsi motorik seperti genggaman tangan,
kekuatan otot, pergerakan dan postur.
Perkusi pada refleks patela (diketuk pada regio patela (ditengah tengah patela))
dan pada refleks Achilles (lutut), dipukul dengan refleks hammer, respon normal
berupa gerakan plantar fleksi kaki.

11. Sistem integumen


a. Kulit
Inspeksi Kulit
N
Indikator Keadaan
o
1) Warna Sianosi, ikterus, kerotenemia,perubahan melamin
Kecoklatancoklat tua, bisa datar atau sedikit
2) Tahi lalat
menonjol
Umumnya datar, warnanya bisa kecokelatan,
3) Tanda lahir
merah, atau cokelat
Keputihan atau pink, dapat disebabkan karena
4) Stretch mark (striae)
berat yang berlebih atau kehamilan
a) Lokasi dan distribusi seperti merata,telokalisasi
anatomisnya
b) Susunan dan bentuknya seperti linier,
berkumpul, dermatomal
c) Tipe seperti:
I. Primer seperti makula (bercak kecil),
papula (tonjolan sampai 0,5 cm), vesikel
(tonjolan sampai 0,5), pustula (berisi
nanah), bulai (tonjolan lebih 0,5),
II. Sekunder seperti erosi (lecet),ulkus
5) Adanya lesi
(kehilangan permukaan lebih dalam dapat
berdarah atau meninggalkan jaringan
parut), fisura (pecahnya kulit membentuk
garis lurus, keropeng (residu serum,
nanah, atau darah kering), sale (kulit tipis
epidermis mengalami eksfolasi misalnya
ketombe.
d) Warna sepertimerah, putih, cokelat, lembayung
muda
e) Kemerahan pada kulit mengindikasikan adanya
Adanya ruam
infeksi atau reaksi obat

Lanjutan Inspeksi Warna Kulit


No. Warna / Mekanisme Penyebab Khusus
1) Cokelat seperti Terpajan sinar matahari, kehamilan (melasma),
peningkatan melanin penyakit addison.
(lebih besar
kuantitasnya dari
norma genetik
seseorang).
2) Biru (sianosis) seperti
peningkatan
Ansietas atau lingkungan yang dingin, penyakit
deoksihemoglobin
jantung, paruparu, Methemoglobinemia, atau
karena hipoksia,
sulfhemoglobinemia.
perifer, hemoglobin
abnormal.
3) Merah seperti
peningkatan visibilitas
oksihemoglobin
karena :
Demam, kulit menyemu, asupan alkohol, inflamasi
a. Dilatasi pembuluh
setempat, pemajanan terhadap dingin(misalnya
darah superfisial
telinga dingin).
atau peningkatan
aliran darah kekulit
b. Penurunan
penggunaan
oksigen
4) Kuning seperti
peningkatan bilirubin
Penyakit hepar, hemilisis sel-sel darah merah,
ikterik (sklera tampak
peningkatan asupan karoten dari buah-buahan atau
kuning), karotenemia
sayuran yang berwana kuning.
(sklera tidak tampak
kuning)
5) Pucat seperti Albinisme, vitiligo, tinea versikolor, sinkope atau
penurunan melanin syok, anemia, sindrom nefrotik.
atau penurunan
visibilitas
oksihemoglobin
karena penurunan
aliran darah kekulit
ataup enurunan jumlah
oksihemoglobin
Adema (dapat
menyamarkan pigmen
kulit)

Palpasi pada tekstur permukaan kulit, kelembaban, dideskripsikan dengan


kering, berminyak, berkeringat, atau lembab, temperatur dideskripsikan dengan
panas dingin, mobilitas dan turgor, dan edema dengan nonpitting atau piting
(cekungan jaringan parut). Normalnya lembab, turgor baik/elastic, tidak ada
edema, dan suhu 36,5-37,50C.
b. Rambut
Inspeksi rambut. Normalnya tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan
gizi(rambut jagung dan kering), distribusi rambut merata, tak terjadi alopesia
berhubungan dengan adanya kehilangan rambut dan menyebar, merata, dan
lengkap, biasanya dikarenakan terapi obat seperti kemoterapi.
c. Kuku
Inspeksi pada kebersihan, bentuk, dan warna kuku. Normalnya bersih, bentuk
normal, tidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), dan tidak
ikterik/sianosis.
Palpasi pada ketebalan kuku.
d. Bau, catat bau badan dan adanya bau pada pernapasan, berhubungan erat dengan
kualitas perawatan diri klien.

F. Evaluasi Pemeriksaan Fisik


Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan dengan
mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik meningkatkan
evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan fisiologis, perilaku dan
dapat di gunakan sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan Perawat membuat
pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif melalui pengkajian fisik sebagai penentu
tercapainya atau tidak hasil asuhan yang diharapkan.

G. Dokumentasi Pemeriksaan Fisik


Data didokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hampir sama dengan
langkah-langkah proses keperawatan. Format SOAPIE terdiri dari:
1. Data (riwayat) subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien.
2. Data (fisik) objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi oleh perawat.
3. Assessment (pengkajian) yaitu diagnosa keperawatan dan pernyataan tentang
kemajuan atau kemunduran klien.
4. Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
5. Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan berdasarkan
rencana.
6. Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di implementasikan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan
tindakan keperawatan yang tepat bagi klien(Sartika, 2010).Tujuan pemeriksaan fisik
meliputi mengetahui riwayat kesehatan dan lain-lain. Prinsip dasar pemeriksaan fisik
meliputi selalu meminta kesediaan atau izin pada pasien untuk setiap pemeriksaan dan
sebagainya. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan 4 cara ialah inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi. Hal yang perlu dilakukan seperti pengkajian penampilan umum dan status
mental, derajat, pengukuran nutrisi, dan tanda vital. Pemeriksaa fisik sistem
kardiovaskular meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.Pemeriksaan fisik sistem
pernapasan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan fisik sistem
pendengaran meliputi inspeksi struktur telinga luar, palpasi struktur telinga luar, inspeksi
kanalis eksternus, dan inspeksi membran timpani.Pemeriksaan fisik sistem penglihatan
meliputi inspeksi sklera, inspeksi kornea, inspeksi pupil, inspeksi iris dan palpasi
mata.Pemeriksaan fisik sistem endokrin meliputi inspeksi, palpasi, dan
auskultasi.Pemeriksaan fisik sistem perkemihan meliputi inspeksi, palpasi, dan
perkusi.Pemeriksaan fisik sistem perkemihan meliputi inspeksi, palpasi, dan perkusi.
Pemeriksaan fisik sistem genitalian meliputi genitalian wanita (inspeksi,palpasi bimanual
(dipakai untuk palpasi uterus dan adneksanya), palpasi servikal, palpasi adneksa), dan
genitalia pria (inspeksi kulit genitalia inspeksi ukuran, bentuk, dan kesimetrisan skrotum,
palpasi testis dan epididimis, palpasi vas deferensi, dan inspeksi cincin dan analis
ingusinalis). Pemeriksaan fisik sistem integumen meliputi inspeksi (kulit, adanya ruam,
kondisi rambut, pemeriksaan kuku, dan bau) dan palpasi (tekstur, kelembaban, temperatur,
mobilitas dan turgor, dan edema).Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan
yang mereka berikan dengan mengevaluasi hasil intervensi keperawatan.Data
didokumentasikan berdasarkan format SOAPIE.

B. Saran
1. Bagi pembaca sebaiknya mengetahui dan memperdalam pemeriksaan fisik per sistem.
2. Bagi pihak kampus lebih bisa meningkatkan dan memperbaiki penyediaan fasilitas
belajar dan pelayanan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

A. Azis Alimul Hidayat, S.Kep, & Musriful Uliyah, S.Kep. (2004). Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: EGC.
Delicious, S. a. (2010, November 30). Pemeriksaan Fisik Sistem Integumen. Smart and
Delicious: http://smartanddelicious.blogspot.com/2010/11/pemeriksaan-fisik-sistem-
integumen.html
Dikta, P. B. (2012, Desember 02 ). Pemeriksaan Fisik. Kumpulan Makalah :
http://pratiwibenedikta.blogspot.com/2012/12/pemeriksaan-fisik.html
Enthusiast, H. (2012, Juli 16). Pemeriksaan Fisik Sistem Tubuh:
http://healthyenthusiast.com/pemeriksaan-fisik-sistem-tubuh.html
Faisal, D. M. (2012). Dalam Buku Panduan Skill Lab Urogenetalia Semester IV. Aceh:
Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Aceh.
http://www.fileserver.abulyatama.ac.id/Fakultas_Kedokteran/Skill_Lab_2010/panduan_ski
ll_lab_urogenitalia.pdf
Malik, R. R. (2012, November 16 ). Pemeriksaan Fisik . Makalah Keperawatan:
http://sumbermakalahkeperawatan.blogspot.com/2012/11/pemeriksaan-fisik.html
Ns.Anik Indriono, S. ( 2011, April 03). Pengkajian Pemeriksaan Fisik . Nursing Science :
http://anikindriono.blogspot.com/2011/04/pemeriksaan-fisik.html
Ns.M. Askar, S. ,. (2011, Februari 28). Pemeriksaan Fisik Review Of System (ROS). Stikes
Nani Hasanuddin Makassar: httpseperti//askarnh.blogspot.com/2011/02/pemeriksaan-fisik-
review-of-system.html
Patricia A. Potter, & Anne G. Perry. (2010). Fundamental Keperawatan, edisi 7 buku 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Ruhyanudin,F.
(2011).PemeriksaanNeurologis.http://faqudin.staff.umm.ac.id/files/2011/09/Pemeriksaan-
Neurologis.pdf
Said, S. (2013, May 15). Pemeriksaan Fisik Head to Toe.Dunia Keperawatan:
http://nandarnurse.blogspot.com/2013/05/pemeriksaan-fisik-head-to-
toe.html#axzz2WNUvniK4
Tolindi, J. M. (2010, Desember 26). Pemeriksaan Fisik. Pemeriksaan Fisik Per Sistem :
http://jayatolindi.blogspot.com/2010/12/pemeriksaan-fisik-per-sistem.html

Anda mungkin juga menyukai