Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)

A. DEFINISI
Gagal jantung adalah pemberhentian sirkulasi normal darah dikarenakan kegagalan
dari ventrikel jantung untuk berkontraksi secara efektif pada saat systole. Akibat
kekurangan penyediaan darah, menyebabkan kematian sel dari kekurangan oksigen.
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi
memompakandarah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk metabolisme
jaringantubuh, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi.
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlahyang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen.
Gagal jantung adalah Suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi
jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
tekanan pengisian ventrikel kiri. Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas
jantung berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk
selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel secara progresif
bertambah. (Elizabeth J. Corwin)
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme
yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung,
yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari
termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot
jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari
gagal jantung. Peningkatan laju metabolic ( misalnya ;demam, koma, tiroktoksikosis),
hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung
berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri (Braundwald )

B. Prevalensi
Prevalensi adalah bagian dari studi epidemiologi yang membawa
pengertian jumlah orang dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau
kondisi tertentu pada suatu tempoh waktu dihubungkan dengan besar populasi
dari mana kasus itu berasal. Prevalensi sepadan dengan insidensi dan tanpa
insidensi penyakit maka tidak akan ada prevalensi penyakit. Insidensi merupakan
jumlah kasus baru suatu penyakit yang muncul dalam satu periode waktu
dibandingkan dengan unit populasi tertentu dalam periode tertentu. Insidensi
memberitahukan tentang kejadian kasus baru. Prevalensi memberitahukan tentang
derajat penyakit yang berlangsung dalam populasi pada satu titik waktu
(Timmereck, 2001). Dalam hal ini prevalensi setara dengan insidensi dikalikan
dengan rata-rata durasi kasus (Lilienfeld dan Lilienfeld, 2001 dalam Timmereck,
2001).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi. Faktor-faktor tersebut
adalah:
a) Kasus baru yang dijumpai pada populasi sehingga angka insidensi meningkat.
b) Durasi penyakit.
c) Intervensi dan perlakua n yang mempunyai efek pada prevalensi.
d) Jumlah populasi yang sehat

C. ETIOLOGI
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan oleh :
1. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial) Ketidakmampuan miokard untuk
berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan isi sekuncup (stroke volume) dan
curah jantung (cardiac output) menurun)
2. Beban tekanan berlebihan pembebanan sistolik (systolic overload) beban sistolik
yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload) menyebabkan
hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah ventrikel atau isi
sekuncup
3. Beban volum berlebihan pembebanan diastolic (diastolic overload) reload yang
berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan menyebabkan
volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi. Prinsip 3rank
Starling 4 curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan besarnya regangan
otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai melampaui batas tertentu,
maka curah jantung justru akan menurun kembali.
4. Peningkatan kebutuhan metabolic,peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand
overload) Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja
jantung dimana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal
jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk
memenuhikebutuhan sirkulasi tubuh.
5. Gangguan pengisian (hambatan input).hambatan pada pengisian ventrikel karena
gangguan aliran masuk ke dalam ventrikelatau pada aliran balik vena venous return
akan menyebabkan pengeluaran atau outputventrikel berkurang dan curah jantung
menurun.
6. Kelainan otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung,menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi arterial
dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
7. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). /nfark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung.
8. Hipertensi Sistemik/Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertropiserabut otot jantung.
9. Peradangan dan penyakit miokardium terhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
10. Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade
perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
11. Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia
jugadapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas
elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

C. MANIFESTASI KLINIS
a. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
b. Ortopnue yaitu sesak saat berbaring
c. Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
d. Paroxcymal noctural dipsneu (1>2) yaitu sesak nafas tiba%tiba pada malam haridisertai
batuk
e. Berdebar-debar
f. Lekas lelah
g. Batu-batuk
h. Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan
sesak nafas.
i. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umumdan
penambahan berat badan

New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi gagal jantung menjadi 4 kelas
berdasarkan kapasitas fungsional :
1. NYHA I adalah gagal janyung asimtomatik tanpa batasan aktifitas fisik.
2. NYHA II adalah gagal jantung simtomatik dengan gejala ringan, keterbatasan aktifitas
fisik ringan dan menghilang jika beristirahat.
3. NYHA III pasien dengan keterbatasan aktifitas fisik nyata. Namun aktifitas fisik ringan
dapat menyebabkan kelelahan, berdebar-debar, sesak atau nyeri dada.
4. NYHA IV pasien dengan ketidakmampuan dalam beraktifitas fisik dan bila aktivitas
fisik dilakukan maka gejala yang timbul akan memperberat keluhan.

Diagnosis penyakit gagal jantung ditentukan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang lain seperti EKG dan laboratorium. Salah satu parameter
laboratorium yang sensitif dan spesifik untuk gagal jantung adalah brain natriuretic peptide
(BNP). BNP adalah hormon yang dihasilkan dari pemecahan pro-BNP yang dihasilkan
terutama karena peningkatan tekanan pengisian dan rangsangan oleh renggangan dinding
bilik jantung. Selain BNP pada pemecahan pro-BNP juga dihasilkan amino terminal yang
disebut pro-BNP (NT pro-BNP) dan merupakan fragmen yang tidak aktif. NT pro-BNP
dihasilkan dalam jumlah yang sama banyak dengan BNP, sehingga dapat digunakan
sebagai petanda disfungsi jantung.

Pemeriksaan NT pro BNP lebih unggul dibandingkan BNO karena kadar NT pro BNP
dalam aliran darah lebih tinggi dan stabil yang disebabkan karena NT pro BNP mempunyai
half life yang lebih lama yaitu 60-120 menit dibandingkan BNP yaitu 15-20 menit. Selain
itu NT pro-BNP lebih sedikit dirusak bila didalam tubuh maupun diluar tubuh dan
mempunyai molekul dengan ukuran besar dibandingkan BNP.

Walaupun pemeriksaan BNP dan NT pro-BNP cukup sensitif dan spesifik untuk kelainan
jantung, tetapi hasil pemeriksaan tersebut dapat dipengaruhi oleh kelainan diluar jantung
seperti gagal ginjal, sirosis hati, hipertiroid, penyakit paru obstruktif kronis dan pengaruh
obat seperti neurohormon sintetik BNP (nesiritide)
Pemeriksaan NT pro-BNP dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti
radioimmunoassay (RIA), immunofluorescent assay (IFA) dan enzyme immunoassay
(EIA). Berdasarkan informasi tersebut diatas, maka pada penilaian hasil NT pro-BNP perlu
diketahui ada tidaknya kelainan fungsi organ seperti ginjal, hati dan paru.

D. PATOFISIOLOGI
Kelainan pada otot jantung karena berbagai sebab dapat menurunkan kontraktilitasotot
jantung sehingga menurunkan isi sekuncup dan kekuatan kontraksi otot jantung sehingga
terjadi penurunan curah jantung. Demikian pula pada penyakit sistemik (misal -demam,
tirotoksikosis, anemia, asidosis) menyebabkan jantung berkompensasi memenuhi
kebutuhan oksigen jaringan. Bila terjadi terus menerus, pada akhirnya jantung akan
gagal berkompensasi sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. Penurunan
curah jantung ini mempunyai akibat yang luas yaitu:

a). Menurunkan tekanan darah arteri pada organ vital


Pada jantung akan terjadi iskemia pada arteri koroner yang akhirnya
menimbulkankerusakan ventrikel yang luas. Pada otak akan terjadi hipoksemia
otak.Pada ginjal terjadi penurunan haluaran urine.Semua hal tersebut akan
menimbulkan syok kardiogenik yang merupakan stadiumakhir dari gagal jantung
kongestif dengan manifestasi klinis berupa tekanan darahrendah, nadi cepat dan
lemah, konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urine sertakulit yang dingin dan
lembab.
b). Menghambat sirkulasi dan transport oksigen ke jaringan sehingga
menurunkan pembuangan sisa metabolisme sehingga terjadi penimbunan asam laktat.
Pasien akanmenjadi mudah lelah.
c). Tekanan arteri dan vena meningkat
hal ini merupakan tanda dominan ADHF. Tekanan ini mengakibatkan peningkatan
tekanan vena pulmonalis sehingga cairan mengalir dari kapiler ke alveoli dan
terjadilah odema paru. edema paru mengganggu pertukaran gas di alveoli
sehinggatimbul dispnoe dan ortopnoe. keadaan ini membuat tubuh memerlukan
energy yangtinggi untuk bernafas sehingga menyebabkan pasien mudah lelah. dengan
keadaanyang mudah lelah ini penderita cenderung immobilisasi lama sehingga
berpotensi menimbulkan thrombus intrakardial dan intravaskuler. begitu penderita
meningkatkanaktivitasnya sebuah thrombus akan terlepas menjadi embolus dan dapat
terbawa keginjal, otak, usus dan tersering adalah ke paru-paru menimbulkan emboli
paru. Embolisistemik juga dapat menyebabkan stroke dan infark ginjal. edema paru
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek disertai sputum berbusa dalam
jumlah banyak yang kadang disertai bercak darah. 1ada pasien odema paru sering
terjadi 1aro'ysmal ,nocturnal dispnoe (PND) yaitu ortopnoe yang hanyaterjadi pada
malam hari, sehingga pasien menjadi insomnia.
d). Hipoksia jaringan
Turunnya curah jantung menyebabkan darah tidak dapat mencapai jaringan dan
organ(perfusi rendah) sehingga menimbulkan pusing, konfusi, kelelahan, tidak
toleranterhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin dan haluaran urine berkurang
(oliguri).0ekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal
yang padagilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan
cairan, serta peningkatan volume intravaskuler.
e). Kegagalan ventrikel kanan mengosongkan volume darah, yang
mengakibatkan beberapa efek yaitu:
- Pembesaran dan stasis vena abdomen, sehingga terjadi distensi abdomen
yangmenyebabkan terjadinya gerakan balik peristaltik, terjadi mual dan anoreksia.
- Pembesaran vena di hepar, menyebabkan nyeri tekan dan hepatomegali
sehinggatekanan pembuluh portal meningkat, terjadi asites yang juga merangsang
gerakan balik peristaltik.
- Cairan darah perifer tidak terangkut, sehingga terjadi pitting odema di
daerahekstrimitas bawah

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG (elektrokardiogram). untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung
EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san
kerusakan pola mungkin terlihat. 2isritmia mis - takhikardi, fibrilasi atrial. +enaikan
segmenST/T persisten 8 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan
adanyaaneurime ventricular.
2. Echokardiogram- menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan bentuk
jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung.
Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
3. Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan
cairandi paru%paru atau penyakit paru lainnya.
4. Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP(B-type natriuretic peptide)
yang pada gagal jantung akan meningkat.
5. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalamfungsi
struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
6. Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
7. Kateterisasi jantung : Tekanan normal merupakan indikasi dan membantumembedakan
gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atauinsufisiensi, juga
mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalamventrikel
menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan sasaran :
1. Untuk menurunkan kerja jantung
2. Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard
3. Untuk menurunkan retensi garam dan air.
a. Tirah Baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung
dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler melalui
induksi diuresis berbaring.

b. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh.
c. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu
pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi
edema.

d. Revaskularisasi koroner.
e. Transplantasi jantung.
f. Kardoimioplasti

G. KOMPLIKASI
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien : meliputi nama, umur, tangal lahir, alamat, jenis kelamin, pekerjaan,
status.
2. Keluhan Utama Pasien :
a. Kualitas Nyeri Dada : seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan nafas atau
seperti tertindih barang berat.
b. Lokasi dan radiasi : retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun ke lengan kiri
bawah dan pipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan punggung.
c. Faktor pencetus : mungkin terjadi saat istirahat atau selama kegiatan.
d. Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama, berakhir lebih
dari 20 menit, tidak menurun dengan istirahat, perubahan posisi ataupun minum
Nitrogliserin.
e. Tanda dan gejala : Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan, dispnea,
pening, tanda-tanda respon vasomotor meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit
dinghin dan lembab, cekukan dan stress gastrointestinal, suhu menurun.
f. Pemeriksaan fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-tanda gagalnya
ventrikel atau kardiogenik shok terjadi. BP normal, meningkat atau menuirun,
takipnea, mula-mula pain reda kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4
Galop menunjukan disfungsi ventrikel, sistolik mur-mur, M. Papillari disfungsi, LV
disfungsi terhadap suara jantung menurun dan perikordial friksin rub, pulmonary
crackles, urin output menurun, Vena jugular amplitudonya meningkat ( LV
disfungsi ), RV disfungsi, ampiltudo vena jugular menurun, edema periver, hati
lembek.
g. Parameter Hemodinamik : penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/ CI.

3. Pengkajian persistem :
a. B1: Breath (Sesak nafas, apnea, eupnea, takipnea)
b. B2: Blood (Denyut nadi lemah, nadi cepat, teratur/tidak teratur, EKG Aritmia, Suara
jantung bisa tidak terdengar pada VF. Tekanan darah sukar / tidak dapat diukur/
normal, Saturasi oksigen bisa menurun < 90%)
c. B3: Brain (Menurunnya/hilangnya kesadaran, gelisah, disorientasi waktu, tempat
dan orang)
d. B4: Bladder (Produksi urine menurun, warna urine lebih pekat dari biasanya,
oliguria, anuria)
e. B5: bowel (Konstipasi)
f. B6: Bone (Perfusi dingin basah pucat, CRT > 2detik, diaforesis, kelemahan)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraksilitas miokardial/perubahan inotropik
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d penurunan reflek batuk,penumpukan reflek
3. Gangguan pertukaran gas b/d edema paru
4. Kelebihan volume cairan b/d menurunnya laju filtrasi glumerulus,meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan

C. INTERVENSI
1. Dx. 1 Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraksilitas miokardial/perubahan
inotropik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam status
kardiovaskular pasien dalam rentang normal
KH :
1. Tekanan darah sistolik (skala 4)
2. Tekanan darah diastolic (skala 4)
3. Bunyi jantung abnormal (skala
4. Sianosis (skala 3)

Intervensi :
a. Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama jantung.
Rasional : biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
b. Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke serambi yang
distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/ stenosis katup.
c. Palpasi nadi perifer.
Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau
tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus alternan.
d. Pantau TD.
Rasional : pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak
dapat normal lagi.

e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.


Rasional : pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat
terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atau
belang karena peningkatan kongesti vena.
f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi).
Rasional : meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan
kongesti.
2. Dx 2 : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam Tidak terjadi
kelebihan volume cairan
Kriteria hasil : Klien akan mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan
keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam
rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema, menyatakan
pemahaman tentang pembatasan cairan individual.

Intervensi :
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis
terjadi.
Rasional : pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan
perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine
dapat ditingkatkan selama tirah baring.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional: terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-
tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
c. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi
ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d. Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
e. Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional : kongesti viseral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/intestinal.
f. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) : diuretik, tiazid.
Rasional : diuretik meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat
reabsorpsi natrium/klorida pada tubulus ginjal. Tiazid meningkatkan diuresis
tanpa kehilangan kalium berlebihan.
g. Konsultasi dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi
kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun

2002, Hal ; 52 64 & 240 249.

Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius,

Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 2008, Hal.206 - 208

Mansjoer, Arief et all. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Media Aescalapius

Smeltzer, Suzanne C. Brenda. 2007. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta:

EGC

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, 2003, Proses Keperawatan pada pasien dengan gangguan

sistem kardiovaskolar, Jakarta :Departemen Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai