Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

1. Definisi dan klasifikasi


DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010,
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus adalah kelainan
heterogen yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam
darah karena menurunnya produksi insulin akibat dari kerusakan
sel pankreas.
KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan tipe diabetes :

Dari tabel diatas tampak bahwa diabetes mellitus type 1 terjadi


mulai dari usia anak-anak dengan onset yang akut dan manifestasi
klinis yang lebih parah dibandingkan dengan diabetes mellitus type
2. Insulin hampir tidak diproduksi pada Diabetes Mellitus type 1
sehingga pasien mutlak membutuhkan insulin dari luar untuk
bertahan hidup atau sering dikenal sebagai Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM) sedangkan Diabetes Mellitus type 2
masih memproduksi insulin dalam tubuh hanya saja jumlahnya

yang kurang atau sensitivitas dari insulin tersebut berkurang


sehingga

hanya

pada

keadaan-keadaan

tertentu

pasien

membutuhkan insulin dari luar


a. DM tipe 1
Pada kencing manis tipe 1, terjadi radang pada kelenjar pankreas,
disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya virus. Terjadi kerusakan
pada sel beta pankreas melalui reaksi yang dinamakan sebagai
reaksi autoimun, akibat kerusakan tersebut pankreas gagal untuk
menghasilkan hormone Insulin. Inilah alasan mengapa Kencing
manis tipe ini disebut sebagai Diabetes Melitus Tergantung
Insulin/Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM). Kasus Kencing
manis tipe 1 biasa ditemukan pada penderita berusia muda
b. DM tipe 2
Pada DM tipe 2, terjadi beberapa tahap sebagai berikut :
Fase Pertama
Seperti dibicarakan sebelumnya, bila kadar insulin normal maka
kadar glukosa darah juga normal. Pada awalnya, sel tubuh
menjadi kurang peka terhadap insulin sehingga dibutuhkan lebih
banyak insulin untuk dapat memasukan glukosa kedalam sel.
Kondisi ini kemudian di kenal dengan sebutan Resistensi insulin.
Akibatnya, pankreas akan dipacu untuk bekerja lebih keras
dalam mengeluarkan insulin. Pada kondisi ini, kadar insulin
dfalam darah akan mengalami peningkatan sampai tiga kali lipat
dari

keadaan

normal,

disebut

sebagai

keadaan

hiperinsulinemia
Fase Kedua
Pada fase ini, kadar insulin tinggi namun tidak selamanya kadar
glukosa darah ikut abnormal. Seiring dengan ketidakpekaan sel
terhadap insulin yang bertambah parah, sebagian orang akan
berhasil untuk meningkatkan produksi insulin sehingga kadar
glukosa darah tetap normal. Namun, orang dengan kelemahan
pada pancreas akan mengalami keterbatasan dalam produksi
insulin, biasanya disebabkan karena faktor usia. Pancreas akan
terlambat mengeluarkan insulin saat makan, sehingga kadar

glukosa darah setelah makan akan meningkat. Kondisi ini


dikenal sebagai Toleransi Glukosa Terganggu (TGT). Bila
pancreas tidak dapat memproduksi cukup insulin untuk menahan
laju produksi glukosa oleh hati, kadar glukosa darah pagi
sebelum makan akan tinggi, disebut dengan Glukosa Darah
Puasa Terganggu (GDPT). Kedua istilah ini dikelompokkan untuk
menggambarkan kondisi pre diabetes, atau suatu tahapan
sementara menuju terjadinya diabetes.
Pada fase ini diharapkan penderita mulai peduli dengan kondisi
kesehatannya, karena penanganan sedini mungkin dapat
mencegah seseorang jatuh pada kondisi sakit kencing manis.
Umumnya, berat badan seseorang akan meningkat seiring
dengan penambahan usia, pada saat ini diharapkan seseorang
dapat menerapkan pola hidup sehat melalui konsumsi gizi yang

seimbang dan dalam porsi yang cukup.


Fase Ketiga
Pada fase ini, kadar glukosa darah hampir selalu tinggi karena
kondisi resistensi insulin yang semakin parah, atau produksi
insulin pancreas yang berkurang. Pada saat inilah, diagnose
Kencing manis tipe 2 dapat ditegakkan melalui pemeriksaan
penunjang laboratorium. Umumnya, keluhan yang muncul tidak
terlalu dihiraukan oleh pasien sampai terjadi komplikasi yang
lebih lanjut. Kencing manis tipe ini disebut juga Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). 90% kasus Kencing
manis merupakan tipe ini (Gustaviani, 2006).

2. Etiologi dan Faktor resiko


Etiologi
Diabetes Mellitus Tipe 2
DM tipe 2 ini bisa disebabkan oleh faktor keturunan yang terjadi
karena adanya

mutasi

pada

DNA

mitokondria.

Secara

patofisiologi, DM tipe 2 disebabkan karena dua hal yaitu :


1) Penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin,
peristiwa tersebut dinamakan resistensi insulin.

Sebagai kompensasi, sel pankreas merespon


dengan mensekresi insulin lebih banyak sehingga kadar
insulin meningkat (hiperinsulinemia). Konsentrasi insulin yang
tinggi mengakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan
pengaturan sendiri (self regulation) dengan menurunkan
jumlah reseptor atau (down regulation). Hal ini

membawa

dampak pada penurunan respon reseptornya dan lebih


lanjut mengakibatkan terjadinya resistensi insulin.
Hiperinsulinemia

juga

dapat

mengakibatkan

penurunan aktivasi kinase reseptor, translokasi pengangkut


glukosa

dan

aktivasi

glikogen

sintase.

Kejadian

mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Hal

ini

tersebut

mengindikasikan telah terjadi defek pada reseptor maupun


postreseptor

insulin.

Pada

resistensi

insulin,

terjadi

peningkatan produksi glukosa dan penurunan penggunaan


glukosa sehingga mengakibatkan peningkatan kadar gula
darah (hiperglikemik) (Nugroho, 2006).
2) Penurunan kemampuan sel pankreas untuk mensekresi
insulin sebagai respon terhadap beban glukosa.
Seiring dengan kejadian tersebut, pada permulaan
DM tipe 2 terjadi peningkatan kadar glukosa dibanding
normal, namun masih diiringi dengan sekresi insulin yang
berlebihan (hiperinsulinemia). Hal tersebut menyebabkan
reseptor

insulin

harus

mengalami

responnya untuk mensekresi insulin


sensitif,

dan

pada

akhirnya

adaptasi

sehingga

menjadi

membawa

akibat

kurang
pada

defisiensi insulin.
Pada DM tipe 2 akhir telah terjadi penurunan kadar
insulin akibat penurunan kemampuan sel pankreas untuk
mensekresi insulin, dan diiringi dengan peningkatan kadar
glukosa dibandingkan normal (Nugroho, 2006).

Faktor resiko
Faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya
DM tipe 2 dibagi menjadi dua, yaitu :
Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a. Riwayat keluarga diabetes
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes mellitus
orang

tua.

Biasanya,

seseorang

yang

menderita

DM

mempunyai anggota keluarga yang juga terkena penyakit


tersebut.
b. Ras atau latar belakang etnis
Risiko diabetes mellitus tipe 2 lebih besar pada hispanik, kulit
hitam, penduduk asli Amerika, dan Asia.
c. Riwayat diabetes pada kehamilan
Mendapatkan diabetes melitus selama

kehamilan

atau

melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat meningkatkan resiko


diabetes mellitus tipe 2.
Faktor resiko yang dapat diubah
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65
tahun
b. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori
yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memicu timbulnya diabetes
melitus tipe 2, hal ini pankreas mempunyai kapasitas
disebabkan jumlah/kadar insulin oleh sel maksimum untuk
disekresikan. Oleh karena itu, mengonsumsi makanan secara
berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin dalam
jumlah memadai dapat menyebabkan kadar glukosa dalam
darah meningkat dan menyebabkan diabetes melitus.
c. Gaya hidup
Makanan cepat saji dan olah raga yang tidak teratur
merupakan salah satu gaya hidup jaman sekarang yang dapat
memicu terjadinya diabetes melitus tipe 2.
d. Obesitas
Seseorang dikatakan obesitas apabila BMI lebih bear dari 25.
HDL di bawah 35 mg/dl dan atau tingkat trigliserida lebih dari
250 mg/dl dapat meningkatkan resiko diabetes melitus tipe 2
e. Hipertensi

Tekanan darah > 140/90 mmHg dapat menimbulkan resiko


diabetes melitus tipe 2
f. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
g. Penyakit dan infeksi pada pankreas
h. Dislipidemia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak
darah ( trigiserida > 250 mg/dl ). Terdapat hubungan antara
kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL ( < 35 mg/dl )
sering didapat pada pasien diabetes.
( Ehsa, 2010 )
i. Stres kronis
Stres kronis dapat meningkatkan resiko terjadinya diabetes ,
hal ini berhubungan dengan pola konsumsi orang-orang yang
mengalami stres yang cenderung makan makanan yang
manis-manis untuk meningkatkan kadar lemak serotonin di
otak. Lemak serotonin mampu memberikan efek penenang
sementara, sehingga dapat menimbulkan perasaan lebih
nyaman, namun tingginya kadar lemak dan glukosa akan
memicu peningkatan resiko diabetes melitu terutama pada
orang-orang yang beresiko.
3. Patofisiologi
( Terlampir )
4. Manifestasi Klinik
Gejala diabetes dapat dikelompokkan menjadi dua,yaitu :
a. Gejala Akut
Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi tiga serba banyak
yaitu:
- Banyak makan (polifagia)
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya
kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan
menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang
-

akan lebih banyak makan (poliphagia) ( Bare& Suzanne, 2002).


Banyak minum (polidipsi)
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah

dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan
sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan
-

ingin selalu minum (polidipsia) ( Bare & Suzanne, 2002).


Banyak kencing (poliuria)
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane
dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma
meningkat

atau

hiperosmolariti

menyebabkan

cairan

intrasel

berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke


ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya
akan terjadi diuresis osmotic (poliuria) ( Bare & Suzanne, 2002).
Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus
bertambah, karena pada saat itu jumlah insulin masih mencukupi.
Apabila keadaan ini tidak segera diobati maka akan timbul keluhan lain
yang disebabkan oleh kurangnya insulin. Keluhan tersebut diantaranya:
a. Rasa lelah dan kelemahan otot. Akibat aliran darah pada
pasien DM lambat, katabolisme protein di otot dan
ketidakmampuan sebagian sel untuk menggunakan glukosa
sebagai energi.
b. Kesemutan atau rasa baal akibat neuropati. Pada penderita
DM regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur
protein. Akibatnya banyak sel persarafan terutama perifer
mengalami kerusakan.
c. Peningkatan angka infeksi. Akibat

penurunan

protein

sebagai bahan dasar pembentukan antibody, peningkatan


konsentrasi glukosa diekskresi mukus, gangguan imun dan
penurunan aliran darah pada penderita DM kronis.
d. Kelemahan tubuh. Akibat penurunan produksi

energi

metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis


tidak dapat berlangsung secara optimal.
e. Mata kabur. Disebabkan oleh katarak atau gangguan refraksi
akibat perubahan pada lensa oleh karena hiperglikemia,
mungkin juga disebabkan kelainan pada corpus vitreum.
f. Luka sukar sembuh. Proses penyembuhan luka
membutuhkan bahan dasar utama protein dan unsur

makanan lain. Pada penderita DM bahan protein banyak


diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan
yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak
terganggu. Selain itu luka yang sulit sembuh dapat
diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat
pada orang DM dan dapat pula disebabkan oleh zat sorbitol
yang membuat luka sukar sembuh.
g. Impoten pada laki-laki. Akibat penurunan produksi hormone
seksual akibat kerusakan testosterone dan sistem
h. Adanya rasa gatal pada kulit terutama pada daerah
kemaluan yang dapat menimbulkan infeksi.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Kriteria Diagnosis:
a. Gejala klasik DM + gula darah sewaktu 200 mg/dl. Gula darah
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memerhatikan waktu makan terakhir. Atau:
b. Kadar gula darah puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak
mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau:
c. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan
dengan Standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan
sehari-hari

(dengan

karbohidrat

yang

cukup)

dan

tetap

melakukan kegiatan jasmani seperti biasa


Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum

pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan


Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB
(anak-anak), dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam

waktu 5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk

pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai


Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap


istirahat dan tidak merokok.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,


maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil
yang diperoleh.
a. TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara
140 199 mg/dl
b. GDPT : glukosa darah puasa antara 100 125 mg/dl.

Jika kadar glukosa darah tidak normal tetapi belum termasuk kriteria
diagnosis untuk diabetes, keadaan ini disebut Toleransi Glukosa
Terganggu (TGT) atau IGT. Seseorang dengan TGT mempunyai risiko
terkena diabetes tipe 2 jauh lebih besar daripada orang biasa.
-

Reduksi Urin
Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian dari pemeriksaan
urine

rutin

yang

selalu

dilakukan

di

klinik.Hasil

yang

(+)

menunjukkan adanya glukosuria. Beberapa hal yang perlu diingat


dari hasil pemeriksaan reduksi urine adalah:
Digunakan pada pemeriksaan pertama sekali untuk tes
skrining, bukan untuk menegakkan diagnosis

Nilai (+) sampai (++++)


Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti:

renal glukosuria, obat-obatan, dan lainnya


Reduksi (++) kemungkinan KGD: 200 300 mg%
Reduksi (+++) kemungkinan KGD: 300 400 mg%
Reduksi (++++) kemungkinan KGD: 400 mg%
Dapat digunakan untuk kontrol hasil pengobatan
Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa dijadikan

pedoman.
Jika pada urin ditemukan kadar glukosa yang cukup tinggi atau juga
mengandung benda keton (ketonuria) merupakan indikasi diagnosis
Diabetes Mellitus namun diperlukan pemeriksaan diagnostik lain
-

untuk mengonfirmasi
Kadar C-peptide
Pengukuran C-peptide ini dilakukan untuk melihat kadar insulin
dalam darah. Karena insulin cepat dimetabolisme di dalam tubuh
maka akan kesulitan untuk menentukan kadar insulin sehingga
dilakukan pemeriksaan C-peptide dengan alasan kadar C-Peptide

dalam tubuh ekuivalen dengan kadar insulin


HbA1c
Merupakan ikatan antara haemoglobin dan insulin dalam 3 bulan
terahir. Pemeriksaan ini bagus untuk menentukan kepatuhan pasien

terhadap pengobatan
Marker imunologis : ICA (Islet Cell auto-antibody), IAA (Insulin autoantibody), Anti GAD (Glutamic decarboxylase auto-antibody)

6. Penatalaksanaan Medis
Tujuan umum terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal ( euglikemia ) tanpa terjadinya hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
Menurut Brunner dan Suddart ( 2002 : 1227 ), ada beberapa komponen
penatalaksanaan diabetes.
a. Diet dan pengendalian berat badan

Merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan


nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan
berikut ini :
- Memberikan semua unsur makanan esensial ( misalnya, vitamin,
-

mineral )
Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
Memenuhi kebutuhan energi
Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui

cara-cara yang aman dan praktis.


- Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
Standar yang dianjurkan makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik sebagai berikut :
Karbohidrat : 60-70 %
Protein
: 10-15 %
Lemak
: 20-25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stres

akut

dan

kegiatan

jasmani

untuk

mempertahankan berat badan idaman.


Bagi pasien yang memerlukan insulin
mengendalikan

kadar

glukosa

darah,

mencapai
untuk

dan

membantu

upaya

untuk

mempertahankan konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang


dikonsumsi pada jam-jam makan yang berbeda-beda merupakan
hal penting. Disamping itu, konsistensi interval waktu diantara jam
makan dengan mengkonsumsi camilan ( jika diperlukan ), akan
membantu mencegah reaksi hipoglikemia dan pengendalian
keseluruhan kadar glukosa darah. Bagi pasien-pasien obesitas,
kususnya pasien diabetes tipe 2, penurunan berat badan
merupakan kunci dalam penanganan diabetes.
b. Latihan jasmani atau olahraga
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi
resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa
darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga
diperbaiki dengan berolahraga.

Jenis olahraga yang baik untuk pengidap DM adalah olahraga yang


memperbaiki kesegaran jasmani. Jenis olahraga harus memenuhi
ketahanan,

kekuatan,

kelenturan

tubuh,

keseimbangan,

dan

ketangkasan. Jenis olahraga yang dianjurkan antara lain : jalan kaki,


jogging, berenang, bersepeda, berlari, mendayung, golf, tenis, dan
badminton. Frekuensi latihan bisa dilakukan 3-4 kali dalam
seminggu.

Jika

memungkinkan

dilakukan 6 kali dalam seminggu.


c. Edukasi
Pengelolaan mandiri diabetes

latihan

secara

olahraga

optimal

sebaiknya

membutuhkan

partisipasi aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat.


Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam perubahan
perilaku tersebut, yang berlangsung seumur hidup. Keberhasilan
dalam mencapai perubahan perilaku, membutuhkan edukasi,
pengembangan ketrampilan ( skill ), dan motivasi yang berkenan
dengan :
- Makan makanan sehat
- Kegiatan jasmani secara teratur
- Menggunakan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada
-

waktu- waktu yang spesifik


Melakukan
pemantauan

memanfaatkan berbagai informasi yang ada.


Melakukan perawatan kaki secara berkala
Mengelola diabetes dengan tepat
Mengembangkan sistem pendukung dan

glukosa

darah

mandiri

dan

mengajarkan

ketrampilan
- Dapat mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan
berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan
perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan
proses

edukasi

dan

memerlukan

penilaian,

perencanaan,

implementasi, dokumentasi, dan evaluasi.


d. Terapi farmakologis ( jika diperlukan )
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri
dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Obat hipoglikemik oral

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:


Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea
dan glinid
Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan
tiazolidindion
Penghambat glukoneogenesis (metformin)
Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Pemicu Sekresi Insulin

Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan
utama

untuk

pasien

dengan

berat

badan

normal

dan

kurang.Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan


berat

badan

lebih.Untuk

menghindari

hipoglikemia

berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua,


gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja

panjang.
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi
insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat
yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivatefenilalanin).Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

Peningkat sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator


Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptorinti di sel otot
dan sel lemak.Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi
insulindengan

meningkatkan

jumlah

protein

pengangkut

glukosa,sehingga

meningkatkan

ambilan

glukosa

di

perifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan


gagaljantung

kelas

I-IV

karena

dapat

memperberat

edema/retensicairan dan juga pada gangguan faal hati.Pada


pasienyang

menggunakan

tiazolidindion

perlu

dilakukan

pemantauanfaal hati secara berkala.


*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek
sampingnya.
Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati


(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer.Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasienpasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit
serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat
memberikan

efek

samping

mual.Untuk

mengurangi

keluhan

tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu
harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada
awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek
samping obat tersebut.
Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah

makan.

Acarbosetidak

menimbulkan

efek

samping

hipoglikemia.Efek samping yang paling sering ditemukan ialah


kembung dan flatulens.
e. Terapi insulin
Insulin merupakan elemen utama kelangsungan hidup penderita DM
tipe-1.Terapi insulin pertama kali digunakan pada tahun 1922,

berupa insulin regular, diberikan sebelum makan dan ditambah


sekali pada malam hari.Namun saat ini telah dikembangkan
beberapa jenis insulin yang memungkinkan pemberian insulin dalam
berbagai macam regimen.
Jenis Insulin
o Insulin Kerja Cepat (rapid acting)
Insulin mempunyai kecenderungan membentuk agregat dalam
bentuk dimer dan heksamer yang akan memperlambat absorpsi dan
lama awitan kerjanya.
Insulin monomer ini berupa larutan yang jernih, mempunyai awitan
kerja yang cepat (5-15 menit), puncak kerja 30-90 menit, dan lama
kerja berkisar 3-5 jam. Potensi dan efek hipoglikemi sama dengan
insulin reguler.
Pada beberapa keadaan berikut, insulin kerja cepat sangat efektif
digunakan :
- Pada saat snack sore: akan menurunkan kadar glukosa darah
yang biasa terjadi saat sebelum makan malam pada pengguna
regimen 2 kali sehari yang dikombinasi dengan insulin kerja
-

menengah.
Setelah makan, untuk menurunkan kadar glukosa darah post
prandial pada anak pra-pubertas dengan kebiasaan makan

yang sulit diramalkan (bayi, balita, dan anak prasekolah).


Pada penggunaan CSII (continuous subcutaneous insulin

infusion) atau pompa insulin.


- Hiperglikemia dan ketosis saat sakit.
o Insulin Kerja Pendek (short acting)
Insulin jenis ini tersedia dalam bentuk larutan jernih, dikenal
sebagai insulin reguler.Biasanya digunakan untuk mengatasi
keadaan akut seperti ketoasidosis, penderita baru, dan tindakan
bedah.Kadang-kadang juga digunakan sebagai pengobatan bolus
(15-20 menit) sebelum makan, atau kombinasi dengan insulin kerja
menengah pada regimen 2 kali sehari.
Penderita Dm tipe-1 yang berusia balita sebaiknya menggunakan
insulin jenis ini untuk menghindari efek hipoglikemia akibat pola
hidup dan pola makan yang seringkali tidak teratur. Fleksibilitas

penatalaksanaan pada usia balita menuntut pemakaian insulin


kerja pendek atau digabung dengan insulin kerja menengah.
o Insulin Kerja Menengah (intermediate acting)
Insulin jenis ini tersedia dalam bentuk suspensi sehingga terlihat
keruh.Mengingat lama kerjanya maka lebih sesuai bila digunakan
dalam regimen dua kali sehari dan sebelum tidur pada regimen
basal-bolus.
Sebagian besar diabetisi anak menggunakan insulin jenis ini. DM
tipe-1 usia bayi (0-2 tahun) mempunyai pola hidup (makan, minum,
dan tidur) yang masih teratur sehingga lebih mudah mencapai
kontrol metabolik yang baik.
Dua sediaan insulin kerja menengah yang saat ini tersedia adalah :
- Isophane atau insulin NPH (Neutral Protamine Hagedorn).
- Insulin Crystalline zinc-acetate (insulin lente).
Insulin Isophane paling sering digunakan pada anak, terutama
karena memungkinkan untuk digabung dengan insulin reguler
dalam satu syringe tanpa adanya interaksi (insulin reguler bila
dicampur dengan insulin lente dalam satu syringe, akan terjadi
reaksi sehingga mengurangi efek kerja insulin jangka pendek).
o Insulin Kerja Panjang (long acting)
Insulin kerja panjang tradisional (UltralenteTM) mempunyai masa
kerja lebih dari 24 jam, sehingga dapat digunakan dalam regimen
basalbolus. Profi l kejanya pada diabetisi anak sangat bervariasi,
dengan efek akumulasi dosis; oleh karena itu penggunaan analog
insulin basal mempunyai keunggulan dibandingkan ultralente.
o Insulin kerja campuran
Saat ini di Indonesia terdapat beberapa sediaan insulin campuran
yang mempunyai pola kerja bifasik; terdiri dari kombinasi insulin
kerja cepat dan menengah, atau kerja pendek dan menengah yang
sudah dikemas oleh pabrik. Sediaan yang ada adalah kombinasi
30/70 artinya terdiri dari 30% insulin kerja cepat atau pendek, dan
70% insulin kerja menengah.
Insulin
campuran
memberikan

kemudahan

bagi

penderita.Pemakaian sediaan ini dianjurkan bagi penderita yang


telah mempunyai kontrol metabolik yang baik.

Penggunaan sediaan ini banyak bermanfaat pada kasus-kasus


sebagai berikut :
- Penderita muda dengan pendidikan orang tua yang rendah.
- Penderita dengan masalah psikososial individu maupun pada
-

keluarganya.
Para remaja yang tidak senang dengan perhitungan dosis

insulin campuran yang rumit.


- Penderita yang menggunakan insulin dengan rasio yang stabil.
o Insulin Basal Analog
Insulin basal analog merupakan insulin jenis baru yang mempunyai
kerja panjang sampai dengan 24 jam.Di Indonesia saat ini sudah
tersedia insulin glargine dan detemir; keduanya mempunyai profil
kerja yang lebih terduga dengan variasi harian yang lebih stabil
dibandingkan insulin NPH. Insulin ini tidak direkomendasikan untuk
anak-anak di bawah usia 6 tahun. Perlu digaris bawahi, bahwa
insulin glargine serta detemir tidak dapat dicampur dengan insulin
jenis lainnya.
Mengingat sifat kerjanya yang tidak mempunyai kadar puncak
(peakless) dengan lama kerja hingga 24 jam, maka glargine dan
detemir direkomendasikan sebagai insulin basal. Bila dibandingkan
dengan NPH, glargine dan detemir dapat menurunkan kadar
glukosa darah puasa dengan lebih baik pada kelompok usia 5-16
tahun, namun secara keseluruhan tidak memperbaiki kadar HbA1c
secara bermakna. Insulin glargine dan detemir juga mengurangi
risiko terjadinya hipoglikemia nokturnal berat.
Regimen Insulin
o Split-Mix Regimen
Injeksi 1 kali sehari
Sering sekali tidak sesuai digunakan pada penderita DM tipe-1
anak maupun remaja.Namun dapat diberikan untuk sementara
pada saat fase remisi.Regimen insulin yang dapat digunakan
adalah

insulin

kerja

menengah

atau

cepat/pendek dengan insulin kerja menengah.


Injeksi 2 kali sehari

kombinasi

kerja

Digunakan campuran insulin kerja cepat/pendek dan kerja


menengah yang diberikan sebelum makan pagi dan sebelum
makan malam.Dapat menggunakan insulin campuran buatan
pabrik atau mencampur sendiri.Regimen ini biasa digunakan
pada anak-anak yang lebih muda.
Injeksi 3 kali sehari
Insulin campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengah
diberikan sebelum makan pagi, insulin kerja cepat/pendek
diberikan sebelum makan siang atau snack sore, dan insulin
kerja menengah pada menjelang tidur malam hari. Regimen ini
biasa digunakan pada anak yang lebih tua dan remaja yang
kebutuhan insulinnya tidak terpenuhi dengan regimen 2 kali
sehari.
o Basal-bolus regimen
Menggunakan insulin kerja cepat/pendek diberikan sebelum
makanutama, dengan insulin kerja menengah diberikan pada
pagi dan malam hari, atau dengan insulin basal (glargine,
detemir) yang diberikan sekali sehari (pagi atau malam hari).
Regimen ini biasa digunakan pada anak remaja ataupun
dewasa. Komponen basal biasanya berkisar 40-60% dari
kebutuhan total insulin, yang dapat diberikan menjelang tidur
malam atau sebelum makan pagi atau siang, atau diberikan dua
kali yakni sebelum makan pagi dan makan malam; sisanya
sebagai komponen bolus terbagi yang disuntikkan 20-30 menit
sebelum makan bila menggunakan insulin reguler, atau segera
sebelum makan atau sesudah makan bila menggunakan analog
insulin kerja cepat.
o Pompa Insulin
Hanya boleh menggunakan analog insulin kerja cepat yang
deprogram sebagai insulin basal sesuai kebutuhan penderita
(biasanya 40-60% dari dosis total insulin harian). Untuk koreksi
hiperglikemia saat makan, diberikan dosis insulin bolus yang
diaktifkan oleh penderita.
Regimen apapun yang digunakan pemantauan glukosa darah
secara mandiri di rumah sangat dianjurkan untuk memudahkan

dosis penyesuaian insulin ataupun diet.Apabila tidak dapat


menggunakan glukometer, maka pemeriksaan rutin urin seharihari di rumah sudah cukup memadai.Keterbatasan pemeriksaan
urin reduksi perlu dipahami oleh tenaga medis sehingga tidak
mengambil kesimpulan yang keliru.Parameter obyektif keadaan
metabolisme glukosa darah yang dapat dipercaya saat ini
adalah pemeriksaan HbA1c serum, sehingga wajib dilakukan
oleh penderita setiap 3 bulan.
(UKK Endokrinologi Anak Dan Remaja, IDAI - World Diabetes
Foundation, 2009)
7. Pencegahan
Usaha Pencegahan Primer
Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya diabetes melitus.Untuk
dapat menghayati dan melaksanakan benar usah pencegahan primer
harus dikanali dahulu faktor yang berpengaruh terjadinya penyakit
diabetes melitus. Faktor yang berpengaruh pada terjadinya diabetes
melitus adalah:

Faktor keturunan
Faktor kegiatan jamnasi yang kurang
Faktor kehemukan/distribusi lemak
Faktor nutrisi berlebihan
Faktor lain, obat-obatan, hormon

Faktor keturunan jelas berpengaruh pada terjadinya DM. keturunan


oang yang mengidap DM (apalagi kalau kedua orang tuanya mengidap
DM jelas lebih besar kemungkinannya untuk mengidap DM daripada
orang normal). Demikian pula saudara kembar identik pengidap DM,
hampir 100% dapat dipastikan akan juga mengidap DM nantinya.
Faktor keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah tetapi
faktor lingkuangan (kegemukan, kegiatan jasmani, nutrisi berlebih)
merupakan faktor yang
dapat diubah dan diperbaiki. Usaha pencegahan primer ini dilakukan
secara menyeluruh pada masyarakat tetapi diutamakan dan ditekankan

untuk dilaksanakan dengan baik pada mereka yang beresiko tinggi


untuk kemudian mengidap DM.
Orang-orang yang menpunyai resiko tinggi untuk mengidap DM1
a) Orang yang pernah terganggu toleransi glukosanya
b) Orang yang berpotensi untuk terganggu toleransi glukosnya
Ibu dengan DM saat hamil
Ibu dengan riwayat melahirkan anak > 4 kg
Saudara kembar DM
Anak yang kedua orang tunya DM
Orang/kelompok yang mangalami perubahan pola/gaya hidup
ke arah kegiatan jasmani yang kurang
Orang yang juga mengidap penyakit yang sering timbul
bersama dengan DM, seperti tekanan darah tinggi,
dislipidemia, dan kegemukan.
Tindakan yang di lakukan untuk usaha pencegahan primer meliputi
penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini
mungkin dengan memberikan pedoman sebagai berikut:

Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang

yaitu:
Meningkatkan konsumsi sayur dan buah
Membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
Mempertahankan berat badan normal/idaman sesuai dengan umur

dan
tinggi badan
Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan

kemampuan
Menghindari obat yang bersifat diabetogenik

Usaha Pencegahan Sekunder


Usaha pencegahan sekunder dimulai dengan usaha mendeteksi diri
penderita DM. karena itu dianjurkan untuk setiap kesemapatan
terutama untuk meraka yang mempunyai resiko tinggi agar dilakukan
pemeriksaan penyaring glukosa darah. Dengan demikian mereka yang
mempunyai resiko tinggi DM dapat terjaring untuk diperiksa dan
kemudian yang dicurigai DM akan dapat ditindak lanjuti, sampai diyakini
benar mereka mengidap DM. Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosis

dini DM kemudian dapat dikelola dengan baik guna mencegah penyulit


lebih lanjut. Pengelolaan untuk mencegah terjadinya penyulit dikerjakan
bersama bersama oleh dokter dan para petugas kesehatan.Peran
dokter dalam mendapatkan hasil pengendalian glukosa darah yang baik
sangat menonjol. Walapun demikian, hasil pengelolaan yang baik tidak
akan dapat dicapai tanpa keikutsetaan aktif para penderita DM.
Secara garis besar sarana yang dapat digunakan adalah :

Perencanaan makan yang baik dan seimbang untuk mendapatkan

berat badan idaman sesuai dengan umur dan jenis kelamin.


Kegiatan jasamani yang cukup sesuai umur dan kondisi pasien.
Obat-obatan, baik berbagai macam obat yang diminum maupun

obat suntik insulin.


Penyuluhan untuk menjelaskan pada pasien mengenai DM dan
penyulitnya agar kemudian didapatkan pengertian yang baik dan
keikutsertaan pasien dalam usaha untuk mengendalikan kadar
glukosa darahnya.

Usaha Pencegahan Tersier


Usaha pencegahan tersier dilalakukan untuk mencegah lebih lanjut
terjadinya kecacatan kalau penyulit sudah terjadi. Kecacatan yang
mungkin timbul akibat penyulit DM adalah:

Pembu luh darah otak : stroke dan segala gejala sisanya


Pembuluh darah mata : kebutaan
Pembuluh darah ginjal : gagal ginjal kronik
Pembuluh darah tungkai bawah : amputasi tungkai bawah

Untuk mencegah terjadinya kecacatan tentu saja harus dimulai dengan


deteksi dini penyulit DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan
baik di samping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar
glukosa darah. Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk
penyulit ini adalah:

Mata - pemeriksaan mata/fundus secara berkala setiap 6-12 bulan.


Paru - pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau
keluhan batuk kronik.

Jantung - pemeriksaan berkala EKG/uji latihan jantung secara

berkala setiap tahun atau kalau ada keluhan nyeri dada.


Ginjal - pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein

dalam urin.
Kaki - pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai
cara perawatan kaki yang sebaik-baiknya untuk mencegah
kemungkinan timbulnya kaki diabetik dan kecacatan yang mungkin
kemudian ditimbulkan.

8. Komplikasi
a. Komplikasi Akut
Hyperglikemia Hyperosmolar
Pada penderita diabetes mellitus, glukosa dalam sirkulasi tidak
bisa diserap oleh sel sebagai bahan baku energi sehingga kadar
glukosa dalam sirkulasi meningkat atau terjadi hyperglikemia.
Dengan demikian konsentrasi cairan ekstrasel terutama di
vaskuler (hyperosmolar) sehingga terjadi difusi cairan dari
intrasel keekstrasel dan terjadilah dehidrasi intrasel. Kadar
glukosa yang tinggi dalam darah akan menimbulkan osmotik
diuresis pada ginjal sehingga urin yang dikeluarkan oleh pasien
sangat banyak dan lama kelamaan akan menyebabkan
dehidarasi ekstrasel
Hypoglikemia
Hypoglikemia ini terjadi karena renjatan insulin dimana pada
pemberian

insulin

yang

salah

(dosis

dan

waktu)

akan

menyebabkan tubuh pasien mengalami hypoglikemia dengan


kadar glukosa darah 40-60 mg/dL. Tanda dan gejala dari adanya
hypoglikemia adalah kepala pusing, pandangan mulai kabur,
badan lemas, koordinasi tubuh menurun, kesadara menurun
sampai koma hingga kematian
Ketoasidosis
Karena glukosa tidak bisa diserap kedalam sel untuk kemudian
dibakar menjadi energy, maka tubuh akan berkompensasi
dengan melakukan lipolisis dan proteolisis untuk menggantikan
glikolisis dalam pemenuhan energynya. Lipolisis dan proteolisis
ini akan menghasilkan benda keton dalam metabolisme. Jika

terjadi terus menerus maka benda keton ini akan tertimbun


dalam sirkulasi menyebabkan ketonemia dan berlanjut menjadi
ketoasidosis. Keton merupakan zat yang bersifat toksik dalam
tubuh sehingga jika beredar pada organ-organ penting seperti
otak bisa menyebabkan koma
b. Komplikasi Kronis
Hipertensi
Pada penderita diabetes mellitus erat kaitannya dengan
terjadinya

arteriosklerosis

dimana

hal

tersebut

dapat

menurunkan elastisitas vaskuler sehingga timbul komplikasi


hipertensi. Selain itu, kadar glukosa dalam darah yang tinggi
akan meningkatkan viskositas darah yang akan meningkatkan
pula tekanan darah pada pasien untuk tetap bisa mengedarkan
darah ke seluruh tubuh
Retinopati
Retinopathy diabetik ini terjadi karena iskemik pada pembuluh
darah retina sehingga kompensasi tubuh dengan membentuk
pembuluh darah baru. Karena support terhadap pembuluh darah
baru tersebut kurang, mudah sekali terjadi bleeding sehingga
timbul retinopathy diabetikum
Infark miokard
Glukosa darah yang tinggi dapat merusak pembuluh darah
utamanya pada bagian sel endotel. Kerusakan tersebut akan
memicu timbulnya trombus dan jika trombus tersebut terlepas
dan terbawa sirkulasi serta masuk ke arteri koroner akan bisa
menyebabkan Infark Miokard
Stroke
Stroke terjadi karena adanya komplikasi hipertensi yang dapat
memicu terjadinya stroke hemoragi. Selain itu pada penderita
diabetes memiliki kemungkinan besar adanya trombus yang
terlepas ke sirkulasi dan jika masuk ke pembuluh darah di otak
akan mencetusakan stroke obstruktif
Nefropathy
Kadar glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan beban kerja
dari nefron ginjal. Jika berlangsung dalam waktu lama akan

mengakibatkan kerusakan dari nefron itu sendiri dan nefron akan


kehilangan fungsi (nefropathy)
Neuropathy
Pada penderita Diabetes Mellitus, perfusi nutrisi dan oksigen ke
seluruh jaringan tubuh akan terganggu terutama pada syaraf
perifer. Dengan gangguan tersebut akan menyebabkan syaraf
mengalami iskemik dan tidak bisa memperbaiki selnya jika
mengalami kerusakan. Hal inilah yang menyebabkan terjadi
neuropathy
Infeksi
Imunitas tubuh

yang

menurun

pada

pasien

DM

akan

memudahkan invasi mikroorganisme ke dalam tubuh dan


mencetuskan infeksi
Gangren
Luka pada pasien DM akan sangat sukar untuk dipulihkan
ditambah dengan kemungkinan infeksi yang besar. Jika kaki
pasien mengalami luka dan tidak mendapat perawatan kaki yang
adekuat sangat memungkinkan pada pasien akan terjadi
gangren
Rencana keperawatan
No
1

Diagnosa

NOC

Nyeri akut b/d agen Setelah


asuhan
injuri fisik

NIC

dilakukan Manajemen nyeri :


1.

Lakukan

pegkajian

nyeri

keperawatan,tingkat

komprehensif

kenyamanan klien

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

meningkat,

termasuk

secara
lokasi,

dan dan ontro presipitasi.

dibuktikan dengan level2. Observasi


nyeri:

reaksi

nonverbal

dari

ketidaknyamanan.

klien dapat melaporkan3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik


nyeri

pada

petugas, untuk mengetahui pengalaman nyeri klien

frekuensi
ekspresi

nyeri, sebelumnya.
wajah,

menyatakan

dan4. Kontrol

ontro

mempengaruhi

lingkungan
nyeri

seperti

kenyamanan fisik dan ruangan, pencahayaan, kebisingan.

yang
suhu

psikologis, TD 120/805. Kurangi ontro presipitasi nyeri.


mmHg,

N:

60-1006. Pilih dan lakukan penanganan nyeri

x/mnt, RR: 16-20x/mnt


Control

(farmakologis/non farmakologis)..
7. Ajarkan

nyeri dibuktikan
dengan

teknik

non

farmakologis

(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi


klien nyeri..

melaporkan gejala nyeri8. Berikan


dan control nyeri.

analgetik

untuk

mengurangi

nyeri.
9. Evaluasi

tindakan

pengurang

nyeri/kontrol nyeri.
10.

Kolaborasi dengan dokter bila ada

komplain tentang pemberian analgetik


tidak berhasil.
11.

Monitor penerimaan klien tentang

manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
1. Cek

program

pemberian

analogetik;

jenis, dosis, dan frekuensi.


2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan

analgetik

pilihan,

rute

pemberian dan dosis optimal.


4. Monitor TTV sebelum

dan

sesudah

pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2.

Ketidakseimbangan

Setelah

nutrisi kurang dari

asuhan

kebutuhan tubuh bd

klien

2. Kaji adanya alergi makanan.

ketidakmampuan

menunjukan status

3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.

nutrisi

4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan

tubuh mengabsorbsi
zat-zat gizi

dilakukan Manajemen Nutrisi


keperawatan,1. kaji pola makan klien

adekuatdibuktikan

nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan

dengan BB stabil tidak klien.

mal
nutrisi,5. Anjurkan klien untuk
berhubungan dengan terjadi
tingkat energi adekuat, asupan nutrisinya.
faktor biologis.
masukan

nutrisi6. Yakinkan

adekuat

diet

mengandung

meningkatkan

yang
cukup

dikonsumsi
serat

untuk

mencegah konstipasi.
7. Berikan

informasi

tentang

kebutuhan

nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.


Monitor Nutrisi
1. Monitor

BB

setiap

hari

jika

memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan

pengobatan

dan

tindakan

tidak bersamaan dengan waktu klien


makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam proses
mastikasi/input

makanan

misalnya

perdarahan, bengkak dsb.


7. Monitor intake nutrisi dan kalori.
3.

Wound care
Kerusakan integritas Setelah dilakukan
jaringan
bd faktor asuhan keperawatan, 1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran
mekanik: perubahan Wound healing
sirkulasi, imobilitas meningkat
dan

penurunan

sensabilitas
(neuropati)

dengan criteria:
Luka mengecil dalam
ukuran dan

dan kedalaman luka, dan klasifikasi


pengaruh ulcers
2. Catat karakteristik cairan secret yang
keluar
3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri

peningkatan granulasi 4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%


jaringan

5. Lakukan nekrotomi K/P


6. Lakukan tampon yang sesuai
7. Dressing

dengan

kasa

steril

sesuai

kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik dressing steril ketika

melakukan perawatan luka


10. Amati setiap perubahan pada balutan
11. Bandingkan dan catat setiap adanya
perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari tekanan
4..

Kerusakan mobilitas Setelah


fisik bd tidak nyaman Asuhan
nyeri,
aktifitas,

dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan sendi


keperawatan,
1. Pastikan keterbatasan gerak sendi yang

teridentifikasi dialami
intoleransi dapat
2. Kolaborasi dengan fisioterapi
penurunan Mobility level

kekuatan otot

Joint movement: aktif. 3. Pastikan


Self care:ADLs

motivasi

klien

untuk

mempertahankan pergerakan sendi

Dengan criteria hasil: 4. Pastikan klien untuk mempertahankan


1. Aktivitas
meningkat
2. ROM normal

fisik pergerakan sendi


5. Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum
diberikan latihan

3. Melaporkan perasaan
6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual;
peningkatan
kemampuan
bergerak

kekuatan keteraturan, Latih ROM pasif.


dalam Exercise promotion
1. Bantu identifikasi program latihan yang

4. Klien bisa melakukan sesuai


aktivitas

2. Diskusikan dan instruksikan pada klien

5. Kebersihan diri klien mengenai latihan yang tepat


terpenuhi

walaupun Exercise terapi ambulasi

dibantu oleh perawat


1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di
atau keluarga

tempat tidur sesuai toleransi


2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai
toleransi
3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu
Self care assistance:
Bathing/hygiene,

dressing,

feeding

and toileting.
1. Dorong

keluarga

untuk berpartisipasi

untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri,


berpakaian, makan dan toileting klien

2. Berikan bantuan kebutuhan sehari hari


sampai klien dapat merawat secara
mandiri
3. Monitor

kebersihan

berpakaian

kuku,

dietnya

kulit,

dan

pola

eliminasinya.
4. Monitor kemampuan perawatan diri klien
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
5. Dorong klien melakukan aktivitas normal
keseharian sesuai kemampuan
6. Promosi aktivitas sesuai usia
5.

Kurang pengetahuan Setelah dilakukan

Teaching : Dissease Process

tentang penyakit dan asuhankeperawatan, 1. Kaji


perawatan nya

pengetahuan klien

tingkat

pengetahuan

klien

dan

keluarga tentang proses penyakit

meningkat.

2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit,

Knowledge : Illness tanda dan gejala serta penyebab yang


Care dg kriteria :

mungkin

1 Tahu Diitnya

3. Sediakan informasi tentang kondisi klien

2 Proses penyakit

4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang

3 Konservasi energi

berarti

4 Kontrol infeksi

perkembangan klien

5 Pengobatan
6 Aktivitas

dengan

informasi

tentang

5. Sediakan informasi tentang diagnosa


yang klien

dianjurkan

6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang

7 Prosedur pengobatan

mungkin

8 Regimen/aturan

komplikasi di masa yang akan datang

pengobatan
9 Sumber-sumber
kesehatan
10
penyakit

diperlukan

untuk

mencegah

dan atau kontrol proses penyakit


7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi
atau pengobatan

Manajemen 8. Jelaskan

alasan

dilaksanakannya

tindakan atau terapi


9. Dorong klien untuk menggali pilihanpilihan atau memperoleh alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang mungkin
terjadi

11. Anjurkan klien untuk mencegah efek


samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang
ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda
dan gejala yang muncul pada petugas
kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang lain.

6.

Defisit self care

Setelah

dilakukan Bantuan perawatan diri

asuhan

keperawatan,1. Monitor kemampuan pasien terhadap

klien

mampu perawatan diri

Perawatan diri

2. Monitor

kebutuhan

akan

personal

Self care :Activity Daly hygiene, berpakaian, toileting dan makan


Living

(ADL)

indicator :
Pasien

dengan3. Beri bantuan sampai klien mempunyai


kemapuan untuk merawat diri
dapat4. Bantu

klien

dalam

memenuhi

melakukan

aktivitas kebutuhannya.

sehari-hari

(makan,5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas

berpakaian,
kebersihan,

sehari-hari sesuai kemampuannya


toileting,6. Pertahankan

aktivitas

ambulasi)
secara rutin
Kebersihan diri pasien7. Evaluasi kemampuan
terpenuhi

perawatan
klien

diri

dalam

memenuhi kebutuhan sehari-hari.


8. Berikan reinforcement atas usaha yang
dilakukan dalam melakukan perawatan

diri sehari hari.


7.

PK:

Hipo

Hiperglikemi

/ Setelah
asuhan

dilakukan Managemen Hipoglikemia:


keperawatan,
1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi

diharapkan

perawat
2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ;

akan menangani dan kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin,
meminimalkan episode lembab pucat, tachikardi, peka rangsang,
hipo / hiperglikemia

gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.


3. Jika klien dapat menelan berikan jus
jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit
sampai kadar gula darah > 69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai
protokol
5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dietnya.
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor

tanda

dan

gejala

diabetik

ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,


pernafasan bau aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia,

keletihan,

pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4


menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan
gejala

Hiperglikemia

menetap

atau

memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi
hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250
mg/dl khususnya adanya keton pada

urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi &
irama,

warna

kulit,

waktu

pengisian

kapiler, nadi perifer dan kalium


11. Anjurkan banyak minum
Monitor

status

cairan

I/O

sesuai

kebutuhan
8.

PK : Infeksi

Setelah dilakukan
asuhan keperawatan,
perawat akan
menangani /

1. Pantau tanda dan gejala infeksi primer &


sekunder
2. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien lain.

mengurangi komplikasi 3. Batasi pengunjung bila perlu.


defesiensi imun

4. Intruksikan
mencuci

kepada

tangan

keluarga

saat

untuk

kontak

dan

sesudahnya.
5. Gunakan

sabun

anti

miroba

untuk

mencuci tangan.
6. Lakukan

cuci

tangan

sebelum

dan

sesudah tindakan keperawatan.


7. Gunakan

baju

dan

sarung

tangan

sebagai alat pelindung.


8. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
9. Lakukan perawatan luka dan dresing
infus setiap hari.
10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari
tanda tanda meluasnya infeksi
11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan
12. Berikan antibiotik sesuai program.
13. Monitor hitung granulosit dan WBC.
14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila
hasilnya positip.
15. Dorong istirahat yang cukup.
16. Dorong

peningkatan

mobilitas

dan

latihan.
17. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan

gejala infeksi.

REFERENSI
Dochterman, J. M. 2008. Nursing Interventions Classification Fifth
Edition.USA : Mosby.
Gustaviani R. 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes melitus.Dalam :
Aru W, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat.
Jakarta: FK UI.
Herdman, T.H. 2011.NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi
dan

Klasifikasi 2012-2014.Jakarta : EGC.

Moorhead, S, et al. 2008. Nursing Outcomes Classification Fourth


Edition.USA : Mosby.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2.


Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002
Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cetakan kelima,
2005. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 8, 9, 10, 19, 20, 21, 22,
25, 34-41, 127, 128, 129, 161-168, 172, 173, 174, 175, 176, 177,
178, 253, 254, 255
Smelzer, Suzanne C,et al.2002. Keperawatan medikal bedah. Hal 12201226. Jakarta : EGC
UKK Endokrinologi Anak Dan Remaja, IDAI - World Diabetes Foundation.
2009. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1.
http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/KONSENSUSNASIONAL-PENGELOLAHAN-DM-1.pdf diakses pada tanggal 14
November 2013.
Sherwood,

2001, FisiologiManusiadariSelkeSistem, (edisi 21), EGC,

Jakarta

Anda mungkin juga menyukai