PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penggunaan tanaman sebagai obat sudah dikeanal luas baik di Negara
berkembang maupun Negara maju. Di Asia dan Afrika 70-80% populasi masih tergantung
pada obat tradisional sebagai pengobatan primer. Penggunaan obat tradisional
disebabkan kepercayaan masyarakat bahwa obat tradisional berbahan alami, lebih aman dan
tidakmenimbulkan efek samping.
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah.
Contoh dari kekayaan alam tersebut adalah banyaknya jenis spesies tanaman di Indonesia.
Kurang lebih terdapat 30.000 40.000 spesies tanaman ada di Indonesia. Berbagai tanaman
tersebut sebagian telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional oleh masyarakat. Tanaman yang
dapat digunakan sebagai obat tradisional tersebut adalah Pala. Pala merupakan tanaman
tradisional yang sering digunakan selain sebagai bumbu masak juga sebagai obat tradisional.
Seiring berkembangnya zaman, permintaan masyarakat akan pala pun semakin tinggi. Berkat
perkembangan ilmu pengetahuan pun kini pala dapat diekstraksi sehingga penggunaannya
semakin mudah dan efisien.
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya
terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan yang
lainnya pelarut organik. Sedangkan ekstrak (Extracta) adalah sedian kering, kental, atau cair
dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok diluar
pengaruh matahari langsung ektrak kering harus mudah di gerus menjadi serbuk. Salah satu
metode ekstraksi yang dapat digunakan untuk mengekstraksi pala adalah perkolasi.
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari
melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara
lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya
kapiler dan daya geseran (friksi). Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara
maserasi karena aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi
dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan
konsentrasi. Dan juga karena ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran
tempat mengalir cairan penyari.karena kecilnya saluran kapiler tersebut,maka kecepatan
pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan
konsentrasi. Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari,maka cara
perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Pada perkolasi dilakukan pemekatan sari dengan
pemanasan pada reperkolaso tidak dilakukan pemekatan. Reperkolasi dilakukan dengan cara
sinplisia dibagi dalam beberapa percolator.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Ekstrak
2.2.1. Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif dari tanaman menggunakan
pelarut, tetapi pelarutnya diuapkan kembali sehingga zat aktif ekstrak menjadi pekat.
Bnetuknya dapat kental atau kering tergantung apakah sebagian aja pelarut yang diuapkan
atau seluruhnya.
2.2.2. Jenis-Jenis Ekstrak
Ekstrak dapat dibedakan berdasarkan konsistesi, komposisi dan senyawa
aktif yang terdapat di dalamnya.
Berdasarkan konsistensinya :
1. Ekstrak cair : Ekstrak cair, tingtur, maserat minyak (Extracta Fluida (Liquida)
2. Semi solid : Ekstrak kental (Extracta spissa)
3. Kering : Ekstrak kering (Extracta sicca)
Ekstrak punya 3 bentuk fisik, yaitu cairan, setengah padat/ kental dan serbuk
kering. Untuk ekstrak cair bisa dibuat dengan menyari simplisia dengan pelarut
tanpa pelarutnya diaupkan, atau menambahkan sjumlah pelarut ke dalam ekstrak
kental sehingga ekstrak tersebut jadi cair. Yang pertama biasanya dinamakan tingtur,
yang kedua disebut ekstrak cair.
Berdasarkan komposisi :
1. Ekstrak alami, ekstrak murni sediaan obat herbal alami (Native Herbal Drugs
Preparation) kering (sicca), berminyak (oleoresin). Tidak mengandung solvent (air,
etanol), eksipien (maltodekstrin, laktosa, sakarosa)
2. Ekstrak non alami sediaan ekstrak herbal, sediaan ekstrak (Non native Herbal
Drugs Preparation). Ekstrak non alami dapat berbentuk :extracta spissa (campuran
gliserin, propilenglikol); extracta sicca (maltodekstrin, laktosa); extracta fluida, tingtur
(tinctura), (air, etanol); sediaan cair non alkohol (gliserin, air) ; dan maserat
berminyak.
Ekstrak juga berdasarkan komposisi yang ada di dalamnya dibagi menjadi
ekstrak murni dan sediaan ekstrak. Disebut ekstrak murni apabila ekstraknya tidak
mengandung pelarut maupun bahan tambahan lainnya. Ekstrak seperti ini biasanya
merupakan produk antara, bersifat higroskopis dan memerlukan proses selanjutnya
untuk menjadi sediaan ekstrak. Ekstrak non alami atau sediaan ekstrak herbal
merupakan pengolahan lebih lanjut dari ekstrak murni, untuk dibuat sediaan ekstrak,
baik kental maupun serbuk kering untuk selanjutnya dibuat sediaan obat seperti
kapsul, tablet, cairan dan lain-lainnya.
Berdasarkan pengetahuan tentang senyawa aktif yang terdapat di dalamnya,
ekstrak dapat dibedakan menjadi adjusted/standardised extracts, quantified extract,
others extracts.
1. Standardised extracts merupakan ekstrak yang diperoleh dengan mengatur kadar
senyawa aktif (menambahkan dalam batas toleransi) yang aktifitas terapeutiknya
diketahui dengan tujuan untuk mencapai komposisi yang dipersyaratkan.
Standardised extract diperoleh dengan menambahkan bahan pembantu atau
mencampur ekstrak hasil bets produksi antara ekstrak yang kandungan senyawa
aktifnya tinggi dengan ekstrak yang kandungan senyawa aktifnya rendah yang sering
terjadi pada pembuatan sediaan ekstrak alami (native herbal drug preparation),
sehingga kandungan senyawa aktifnya memenuhi baku yang ditetapkan.
Contoh : Ekstrak daun digitalis, ekstrak kering daun Senna (mengandung hidroksi
antrasen 5,5 8,0% dihitung sebagai sennoside B), ekstrak kering daun Belladona
(mengandung alkaloid hyoscyamin 0,95 1,05%).
2. Quantified extract merupakan ekstrak yang diperoleh dengan mengatur kadar
senyawa yang diketahui berperan dalam menimbulkan khasiat farmakologi/klinis
dengan tujuan agar khasiatnya sama.
Quantified extract memiliki kandungan senyawa dengan aktifitas yang diketahui,
tetapi senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas tidak diketahui.
Pengaturan kadar senyawa tersebut hanya dapat diperoleh dengan cara mencampur
ekstrak pada satu bets tertentu dengan ekstrak bets lain yang memiliki spesifikasi
sama dan dalam jumlah native herbal extract yang konstan.
Contoh : Ekstrak daun Ginkgo biloba, ekstrak herba Hypericum perforatum
3. Other extract merupakan ekstrak yang diperoleh dengan mengatur proses produksi
(keadaan simplisia, pelarut, kondisi/cara ekstraksi) serta spesifikasinya. Pada other
extract kandungan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktifitas tidak
diketahui (belum diketahui senyawa yang bertanggung jawab menimbulkan efek
farmakologi)
Contoh : Cratageus Herba dan Passiflora incarnata
Menurut Farmakope Eropa, ada tiga tipe ekstrak yaitu ekstrak tipe A (Standardized
extracts), tipe B (Quantified extracts), dan tipe C (Other extracts).
1. Type A (Standardized extracts): Ekstrak yang distandardisasi berdasarkan senyawa
aktif atau golongan senyawa yang diketahui.
2. Type B (Quantified exracts) : Ekstrak yang distandardisasi berdasarkan kandungan
senyawa dengan aktifitas yang diketahui, sedangkan senyawa aktif yang
bertanggung jawab terhadap aktifitas belum diketahui.
3. Type C (Other extracts) : Ekstrak yang distandardisasi berdasarkan senyawa dalam
ekstrak namun tidak diketahui hubungan farmakologinya, dibuat agar selalu memiliki
mutu yang sama dengan mengatur proses produksi (keadaan simplisia, pelarut,
kondisi/cara ekstraksi) serta spesifikasinya.
2. Faktor kimia
a. Faktor internal
Jenis senyawa aktif dalam bahan)
Komposisi kualitatif senyawa aktif
Komposisi kuantitatif senyawa aktif
Kadar total rata-rata senyawa aktif
b. Faktor eksternal
Metode ekstraksi
Perbandingan ukuran alat ekstraksi
Ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
Kandungan logam berat
Kandungan pestisida
2.3. Perkolasi
Perkolasi adalah metoda ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut
mengalir yang selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit
sekunder dari bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas
(termolabil). Ekstraksi dilakukan dalam bejana yang dilengkapi kran untuk
mengeluarkan pelarut pada bagian bawah. Perbedaan utama dengan maserasi
terdapat pada pola penggunaan pelarut, dimana pada maserasipelarut hanya di
pakai untuk merendam bahan dalam waktu yang cukup lama, sedangkan pada
perkolasi pelarut dibuat mengalir.
Penambahan pelarut dilakukan secara terus menerus, sehingga proses
ekstraksi selalu dilakukan dengan pelarut yang baru. Dengan demikian diperlukan
pola penambahan pelarut secara terus menerus, hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan pola penetesan pelarut dari bejana terpisah disesuaikan dengan
jumlah pelarut yang keluar, atau dengan penambahan pelarut dalam jumlah besar
secara berkala. Yang perlu diperhatikan jangan sampai bahan kehabisan pelarut.
Proses ekstraksi dilakukan sampai seluruh metabolit sekunder habis tersari,
pengamatan sederhana untuk mengindikasikannya dengan warna pelarut, dimana
bila pelarut sudah tidak lagi berwarna biasanya metabolit sudah tersari. Namun
untuk memastikan metabolit sudah tersari dengan sempurna dilakukan dengan
menguji tetesan yang keluar dengan KLT atau spektrofotometer UV. Penggunaan
KLT lebih sulit karena harus disesuaikan fase gerak yang dipakai, untuk itu lebih baik
menggunakan spektrofotometer. Namun apabila menggunakan KLT indikasi
metabolit habis tersari dengan tidak adanya noda/spot pada plat, sedangkan dengan
spektrofotometer ditandai dengan tidak adanya puncak.
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbenruk silindris atau kerucut (perkulator)
yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstaksi yang
dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi
simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut
secara kontinyu, akan terjadi proses maserasi bertahap banyak. Jika pada maserasi
sederhana tidak terjadi ekstraksi sempurna dari simplisia oleh karena akan terjadi
keseimbangan kosentrasi antara larutan dalam seldengan cairan disekelilingnya,
maka pada perkolasi melalui simplisia bahan pelarut segar perbedaan kosentrasi
tadi selalu dipertahnkan. Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis
dimungkinkan (praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi mencapai 95%)
(Voight,1995).
BAB IV
PEMBAHASAN
Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif dari tanaman menggunakan
pelarut, tetapi pelarutnya diuapkan kembali sehingga zat aktif ekstrak menjadi pekat.
Bnetuknya dapat kental atau kering tergantung apakah sebagian aja pelarut yang diuapkan
atau seluruhnya.
Pada praktikum kali ini kami menggunakan metode ekstraksi dengan perkolasi.
Penyarian dengan metode perkolasi adalah pemyarian dengan dengan cara mengalirkan
cairan penyari memalui serbuk simplisia yang telah terlebih dahulu dibasahi. Serbuk
simplisia ditempatkan disuatu bejana silinder yang dibawahnya diberi sekat berpori. Cairan
penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari ini akan
melarutkan sel-sel yang dilaluinya hingga mencapai keadaan jenuh.
Proses praktikum dilakukan dengan cara menimbang serbuk simplisia sebanyak 100
gram. Pada praktikum kali ini digunakan penyari etanol 50% sebanyak 1000 mL. Karena
yang tersedia adalah etanol 96% maka praktikan diharuskan membuat pengenceran etanol
terlebih dahulu dengan cara mengambil etanol 96% sebanyak 520 mL kemudian ditambahkan
aquadest sampai volume mencapai 1000 mL. Setelah dibuat pengenceran etanol selanjutnya
praktikan membasahi serbuk simplisia dengan larutan penyari, pada praktikum ini digunakan
100 mL penyari untuk membasahi serbuk simplisia. Simplisia yang telah dibasahi kemudian
dimasukkan ke dalam bejana tertutup dan didiamkan sekurang-kurangnya selama 3 jam.
Pembasahan dan pendiaman ini bertujuan agar sel-sel simplisia mengembang sempurna
sehingga cairan penyari akan mudah menembus sel.
Setelah 3 jam massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam percolator tabung
yang sebelumnya telah dilapisi kertas saring yang telah dibasahi oleh etanol. Ini berujuan
untuk menjaga kecepatan aliran cairan penyari, jika kertas saring dibasahi dengan air maka
air yang bersifat polar akan mempercepat aliran cairan. Serbuk simplisia dimasukkan sedikit
demi sedikit sambil sesekali ditekan hati-hati, ini juga bertujuan untuk mengatur aliran dari
cairan penyari. Setelah serbuk simplisia dimasukkan semuanya kemudian dimasukkan cairan
penyari kedalam percolator melalui dinding percolator agar cairan penyari rata mengenai
serbuk simplisia dan supaya tidak terbentuk lubang ditengah-tengah serbuk simplisia.
Kemudian celah yang ada pada percolator diolesi dengan vaseline ini bertujuan agar cairan
penyari tidak keluar atau merembes dari celah tersebut dan untuk menghindari kebocoran
pada kran. Setelah semuanya dimasukkan percolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam.
Kemudian cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 mL per menit. Kemudian cairan
penyari ditambahkan berulang-ulang sehingga selalu ada selapis cairan penyari diatas
simplisia. Setelah itu hasil dari perkolasi diuapkan diatas watrebath hingga diperoleh ekstrak
kental.
Setelah diperoleh ekstrak kental maka dapat dihitung randemennya. Menghitung
randemennya dengan cara pertama, timbang pot obat yang masih kosong, kemudian timbang
pot obat yang telah berisi ekstrak kental. Untuk mengetahui bobot ekstrak yang diperoleh
maka bobot pot obat yang berisi ekstrak dikurangi dengan bobot pot obat kosong. Hasil dari
pengurangan tersebut itulah bobot ekstrak yang diperoleh. Pada praktikum kali ini diperoleh
ekstrak pala dengan bobot 6,69 gram. Setelah diperoleh bobot ekstrak kental maka dihitung
randemennya dengan cara bobot ekstrak yang diperoleh dibagi dengan jumlah simplisia yang
ditimbang kemudian dikalikan dengan 100%. Pada praktikum ini diperoleh hasil
randemennya yaitu sebesar 6,69%.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini digunakan pala sebagai serbuk simplisia dan metode ekstraksi
yang dilakukan adalah perkolasi. Penyari yang dilakukan adalah etanol 50% yang
sebelumnya telah dilakukan pengenceran terlebih dahulu yaitu dari etanol 96%. Pada
praktikum ini diperoleh ekstrak kental dari hasil ekstraksi serbuk pala sebanyak 6,69 gram.
Hasil ini bisa dikatakan sedikit karena serbuk simplisia yang ditimbang sebanyak 100 gram,
kekurangan ekstrak ini bisa jadi karena terlalu banyak ekstrak yang lengket pada bejana pada
saat berlangsungnya penguapan. Dari bobot ekstrak yang didapat maka praktikan dapat
menghitung randemennya dan kali ini randemen yang diperoleh sebesar 6,69 %.
5.2. Saran
Sebaiknya praktikan lebih teliti pada saat praktikum berlangsung. Seperti pada saat
perhitungan pengenceran etanol, praktikan harus teliti agar hasil pencarian sesuai dengan
yang diharapkan. Kemudian saat penimbangan serbuk simplisia, sebaiknya praktikan harus
jeli membaca angka pada timbangan analitik agar tidak salah pada saat penimbangan. Pada
saat pengolesan vaselin pada celah yang ada diperkolator juga harus sangat berhati-hati agar
vaselin tidak mengenai cairan penyari, karena itu dapat menyebabkan timbulnya kapang pada
hasil ekstraksi nantinya. Pada saat penguapan, praktikan haruslah bersungguh-sungguh
karena ekstrak cair tersebut harus terus menerus diaduk agar tidak lengket pada bejana,
karena kalo ekstrak cair tersebut terlalu banyak lengket akan mengurangi hasil dari ekstrak
kentalnya.