Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penggunaan tanaman sebagai obat sudah dikeanal luas baik di Negara
berkembang maupun Negara maju. Di Asia dan Afrika 70-80% populasi masih tergantung
pada obat tradisional sebagai pengobatan primer. Penggunaan obat tradisional
disebabkan kepercayaan masyarakat bahwa obat tradisional berbahan alami, lebih aman dan
tidakmenimbulkan efek samping.
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah.
Contoh dari kekayaan alam tersebut adalah banyaknya jenis spesies tanaman di Indonesia.
Kurang lebih terdapat 30.000 40.000 spesies tanaman ada di Indonesia. Berbagai tanaman
tersebut sebagian telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional oleh masyarakat. Tanaman yang
dapat digunakan sebagai obat tradisional tersebut adalah Pala. Pala merupakan tanaman
tradisional yang sering digunakan selain sebagai bumbu masak juga sebagai obat tradisional.
Seiring berkembangnya zaman, permintaan masyarakat akan pala pun semakin tinggi. Berkat
perkembangan ilmu pengetahuan pun kini pala dapat diekstraksi sehingga penggunaannya
semakin mudah dan efisien.
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya
terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan yang
lainnya pelarut organik. Sedangkan ekstrak (Extracta) adalah sedian kering, kental, atau cair
dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok diluar
pengaruh matahari langsung ektrak kering harus mudah di gerus menjadi serbuk. Salah satu
metode ekstraksi yang dapat digunakan untuk mengekstraksi pala adalah perkolasi.
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari
melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara
lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya
kapiler dan daya geseran (friksi). Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara
maserasi karena aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi
dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan
konsentrasi. Dan juga karena ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran
tempat mengalir cairan penyari.karena kecilnya saluran kapiler tersebut,maka kecepatan
pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan
konsentrasi. Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari,maka cara
perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Pada perkolasi dilakukan pemekatan sari dengan
pemanasan pada reperkolaso tidak dilakukan pemekatan. Reperkolasi dilakukan dengan cara
sinplisia dibagi dalam beberapa percolator.

1.2. Tujuan Percobaan


1. Mahasiswa mampu memahami penyarian simplisia dengan cara perkolasi serta hal-hal yang
harus diperhatikan dalam menyari simplisia dengan cara perkolasi.
2. Mahasiswa mampu membuat ekstrak cair dengan cara perkolasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pala (Myristica fragrans Houtt)


2.1.1. Klasifikasi Ilmiah
Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari tanaman pala adalah (Myristica fragrans
Houtt) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Magnoliales
Famili : Myristicaceae
Genus : Myristica
Spesies : Myristica fragrans Houtt

2.1.2. Morfologi Tanaman


Bentuk pohon pala berpenampilan indah, tinggi 10-20 m, menjulang tinggi ke
atas dan ke pinggir, mahkota pohonnya meruncing, berbentuk piramidal (kerucut),
lonjong (silindris) dan bulat dengan percabangan relatif teratur. Berdasarkan
informasi dari para petani pala di Maluku, penentuan pohon pala jantan dan betina
secara dini (bibit) dapat diduga dari sudut percabangan. Percabangan mendatar
diduga pohon betina dan sudut percabangannya meruncing diduga pohon
jantan. Daunnya berwarna hijau mengkilap dan gelap, panjang 5-4 cm dengan lebar
3-7 cm, panjang tangkai daun 0,4-1,5 cm. Penentuan jenis kelamin secara dini dapat
diduga dari bentuk helaian daun. Bentuk helaian daun lebih terkulai merupakan ciri
pala betina. Sedangkan bentuk helaian daun yang relatif lebih kecil dengan letak
daun lebih tegak, menunjukan pala jantan.
Cara pembungaan pada pala unisexual-dioecious, walaupun terdapat juga
yang polygamous/ hermaphrodite. Pala merupakan tanaman berumah dua
(dioecous) dimana bunga jantan dan bunga betina terdapat pada individu/pohon
yang berbeda. Salah satu masalah dalam pengembangan pala adalah penentuan
jenis pohon kelamin jantan dan betina harus menunggu sampai tanaman berbunga
(lebih kurang 5 tahun). Dari 100 biji atau pohon pala rata-rata terdapat 55 pohon
betina, 40 pohon jantan dan 5 pohon yang hermaphrodite.
Pohon jantan dicirikan oleh habitus yang lebih kecil dari betina, cabang lebih
tegak, daun lebih kecil dan menghasilkan banyak bunga jantan dalam bentuk
rangkaian yang membawa 3 sampai 15 bunga per kuntum sedangkan bunga betina
sekitar 1 sampai 3 per kuntum. Bunga keluar dari ujung cabang dan ranting. Bunga
betina mempunyai kelopak dan mahkota meskipun perkembangannya tidak
sempurna. Warna bunga kuning, dengan diameter 2,5 mm serta panjangnya 3
mm.
Mahkota bunga betina bersatu mulai dari bagian pangkal dan pada bagian
atas terbuka menjadi 2 bagian yang sistematis. Kelopak kecil dan menutup sebagian
kecil dari bagian bawah mahkota. Di dalam mahkota terdapat pistil yang bersatu
dengan bakal bunga. Kepala putik terbelah pada bagian ujungnya.
Di dalam bakal buah terdapat bakal kulit biji dan bakal biji. Bentuk bunga
jantan agak berbeda dengan bunga betina walaupun warna bunganya juga kuning,
dengan diameter 1,5 mm dan panjang 3 mm. Mahkota dari bunga jantan bersatu
dari pangkal pada 5/8 bagian dan kemudian terbagi menjadi 3 bagian. Kelopak
berkembang tidak sempurna, bentuknya seperti cincin yang melingkar pada bagian
pangkal mahkota.
Benang sari berbentuk silindris merupakan tangkai bersatu, panjangnya 2
mm. Sari melekat pada tangkai tersebut membentuk baris-baris yang jumlahnya 8
buah dan berpasangan. Antara baris dibatasi oleh jalur kecil 1/10 mm lebarnya.
Bentuk buah pala bulat sampai lonjong, berwarna hijau kekuning-kuningan,
apabila masak akan berbelah dua, diameter 3-9 cm. Daging buahnya/ pericarp tebal
dan rasanya asam. Biji berbentuk bulat sampai lonjong, panjangnya 1,5-4,5 cm
dengan lebar 1-2,5 cm. Warnanya coklat dan mengkilap pada bagian luarnya. Kernel
bijinya berwarna keputih-putihan. Fulinya merah gelap dan ada pula yang putih
kekuning-kuningan dan membungkus biji menyerupai jala.

2.1.3. Jenis Tanaman Pala


Famili Myristicaceae hanya memiliki satu genus dengan 200 species yang tersebar di
daerah tropis. Terdapat 8 jenis pala yang ditemukan di Maluku yaitu:
1. Myristica succedawa BL., di Ternate disebut pala Patani,
2. M. speciosa Warb, disebut pala Bacan atau pala Hutan,
3. M schefferi Warb, disebut pala Onin atau Gosoriwonin,
4. M. fragrans Houtt, merupakan pala asli Indonesia atau nutmeg tree yang berasal dari pulau
Banda dan disebut pala Banda,
5. M. fatua Houtt disebut pala Hutan (Ambon),
6. M. argantea Warb disebut pala Irian atau pala Papua,
7. M. tingens BL. dikenal dengan nama pala Tertia,
8. M. sylvetris Houtt dikenal dengan nama pala Burung atau pala Mendaya (Bacan) atau pala
Anan (Ternate).
Jenis Myristica fragrans HOUTT yang dibudidayakan di Indonesia, India, Grenada dan
Malaysia karena kualitas biji dan fulinya mengandung meristerin terbaik dan kandungannya
tinggi.
Deskripsi jenis jenis tanaman pala :
1. Myristica fragrans Houtt (Pala Banda)
Bentuk percabangan teratur, daunnya kecil sampai sedang, buahnya bulat. Biji besar dan
fulinya tebal dan keduanya berkualitas baik, tebal dan harum khas pala, tersebar diberbagai
sentra produksi.
2. M. argentea (Pala Papua)
Bentuk pohon bulat, tinggi, besar dan rimbun. Percabangan tidak teratur, daunnya tebal
dan lebar. Ciri khas yang paling menonjol adalah bentuk buahnya lonjong dan besar. Daging
buah yang tebal dan besar cocok untuk bahan manisan, asinan, minuman dan bahan-bahan
makanan serta minuman lainnya. Melihat keragaan pohonnya, pala jenis ini cocok sebagai
pohon pelindung dan penghijauan. Pala jenis ini hanya terdapat di Papua dan Kep. Maluku.
3. M. speciosa (Pala Hutan)
Bentuk pohonnya bulat dan rimbun, percabangan tidak teratur, daunnya lebar dan agak
tipis. Ciri khasnya adalah buah dan bijinya kecil sebesar biji kacang tanah, fulinya yang
paling tipis diantara jenis pala yang lain. Pala jenis ini hanya cocok sebagai pohon pelindung
dan penghijauan, banyak ditemukan di hutan kep. Maluku dan Papua.
4. M. succedawa (Pala Patani)
Bentuk pohon piramidal sampai lonjong, bentuk buahnya agak lonjong sedangkan
bijinya bulat sampai lonjong dan fulinya agak tebal. Kualitas biji dan fulinya agak kurang
dibandingkan pala Banda. Banyak dibudidayakan di Maluku Utara. Hasil eksplorasi dari
berbagai daerah dan sentra produksi pala di kepulauan Maluku, Irian Jaya dan sulawesi
Utara, telah terkumpul 430 nomor aksesi pala.dan telah dilakukan penelitian di KP. Cicurug
Bogor, Jawa Barat diketahui ada dua aksesi yang mempunyai tingkat produksi yang paling
tinggi yaitu turunan F1 pala Banda nomor 11 dan pala Patani nomor 33.

2.1.4. Manfaat Tanaman Pala


Selain sebagai rempah-rempah, pala juga berfungsi sebagai tanaman penghasil
minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri pengalengan, minuman dan kosmetik.
1. Kulit batang dan daun
Batang/kayu pohon pala yang disebut dengan kino hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar.
Kulit batang dan daun tanaman pala menghasilkan minyak atsiri.
2. Fuli
Fuli adalah benda untuk menyelimuti biji buah pala yang berbentuk seperti anyaman pala,
disebut bunga pala. Bunga pala ini dalam bentuk kering banyak dijual didalam negeri.
3. Biji pala
Biji pala tidak pernah dimanfaatkan oleh orang-orang pribumi sebagai rempahrempah. Buah
pala sesungguhnya dapat meringankan semua rasa sakit dan rasa nyeri yang disebabkan oleh
kedinginan dan masuk angin dalam lambung dan usus. Biji pala sangat baik untuk obat
pencernaan yang terganggu, obat muntahmuntah dan lain-lainya.
4. Daging buah pala
Daging buah pala sangat baik dan sangat digemari oleh masyarakat jika telah diproses
menjadi makanan ringan, misalnya: asinan pala, manisan pala, marmelade, selai pala,
kKristal daging buah pala.

2.1.5. Kandungan Kimia dan Transformasinya


Buah pala mengandung zat-zat : minyak terbang (myristin, pinen, kamfen (zat
membius), dipenten, pinen safrol, eugenol, iso-eugenol, alkohol), gliseda (asam-miristinat,
asam-oleat, borneol, giraniol), protein, lemak, pati gula, vitamin A, B1 dan C. Minyak tetap
mengandung trimyristin
Biji pala dikenal sebagai Myristicae Semen yang mengandung biji Myristica Fragrans
dengan lapisan kapur, setelah fulinya disingkirkan. Bijinya mengandung minyak terbang, dan
memiliki wangi dan rasa aromatis yang agak pahit. Sebanyak 8 - 17% minyak terbang yang
ditawarkan merupakan bahan yang terpenting pada fuli.
Kandungan senyawa utama yang terdapat pada biji pala adalah trimiristin. Trimiristin
adalah suatu trigliserida , yaitu ester yang terbentuk dari gliserol dan asam miristat.
Trimiristin adalah padatan yang berwarna putih kekuningan yang tidak larut dalam air.
Trimiristin dapat larut dalam etanol, benzena, eter, diklorometana dan kloroform. Isolasi
trimiristin dapat dilakukan dengan ekstraksi sederhana dan kemudian dihablurkan.

2.2. Ekstrak
2.2.1. Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif dari tanaman menggunakan
pelarut, tetapi pelarutnya diuapkan kembali sehingga zat aktif ekstrak menjadi pekat.
Bnetuknya dapat kental atau kering tergantung apakah sebagian aja pelarut yang diuapkan
atau seluruhnya.
2.2.2. Jenis-Jenis Ekstrak
Ekstrak dapat dibedakan berdasarkan konsistesi, komposisi dan senyawa
aktif yang terdapat di dalamnya.
Berdasarkan konsistensinya :
1. Ekstrak cair : Ekstrak cair, tingtur, maserat minyak (Extracta Fluida (Liquida)
2. Semi solid : Ekstrak kental (Extracta spissa)
3. Kering : Ekstrak kering (Extracta sicca)

Ekstrak punya 3 bentuk fisik, yaitu cairan, setengah padat/ kental dan serbuk
kering. Untuk ekstrak cair bisa dibuat dengan menyari simplisia dengan pelarut
tanpa pelarutnya diaupkan, atau menambahkan sjumlah pelarut ke dalam ekstrak
kental sehingga ekstrak tersebut jadi cair. Yang pertama biasanya dinamakan tingtur,
yang kedua disebut ekstrak cair.
Berdasarkan komposisi :
1. Ekstrak alami, ekstrak murni sediaan obat herbal alami (Native Herbal Drugs
Preparation) kering (sicca), berminyak (oleoresin). Tidak mengandung solvent (air,
etanol), eksipien (maltodekstrin, laktosa, sakarosa)
2. Ekstrak non alami sediaan ekstrak herbal, sediaan ekstrak (Non native Herbal
Drugs Preparation). Ekstrak non alami dapat berbentuk :extracta spissa (campuran
gliserin, propilenglikol); extracta sicca (maltodekstrin, laktosa); extracta fluida, tingtur
(tinctura), (air, etanol); sediaan cair non alkohol (gliserin, air) ; dan maserat
berminyak.
Ekstrak juga berdasarkan komposisi yang ada di dalamnya dibagi menjadi
ekstrak murni dan sediaan ekstrak. Disebut ekstrak murni apabila ekstraknya tidak
mengandung pelarut maupun bahan tambahan lainnya. Ekstrak seperti ini biasanya
merupakan produk antara, bersifat higroskopis dan memerlukan proses selanjutnya
untuk menjadi sediaan ekstrak. Ekstrak non alami atau sediaan ekstrak herbal
merupakan pengolahan lebih lanjut dari ekstrak murni, untuk dibuat sediaan ekstrak,
baik kental maupun serbuk kering untuk selanjutnya dibuat sediaan obat seperti
kapsul, tablet, cairan dan lain-lainnya.
Berdasarkan pengetahuan tentang senyawa aktif yang terdapat di dalamnya,
ekstrak dapat dibedakan menjadi adjusted/standardised extracts, quantified extract,
others extracts.
1. Standardised extracts merupakan ekstrak yang diperoleh dengan mengatur kadar
senyawa aktif (menambahkan dalam batas toleransi) yang aktifitas terapeutiknya
diketahui dengan tujuan untuk mencapai komposisi yang dipersyaratkan.
Standardised extract diperoleh dengan menambahkan bahan pembantu atau
mencampur ekstrak hasil bets produksi antara ekstrak yang kandungan senyawa
aktifnya tinggi dengan ekstrak yang kandungan senyawa aktifnya rendah yang sering
terjadi pada pembuatan sediaan ekstrak alami (native herbal drug preparation),
sehingga kandungan senyawa aktifnya memenuhi baku yang ditetapkan.
Contoh : Ekstrak daun digitalis, ekstrak kering daun Senna (mengandung hidroksi
antrasen 5,5 8,0% dihitung sebagai sennoside B), ekstrak kering daun Belladona
(mengandung alkaloid hyoscyamin 0,95 1,05%).
2. Quantified extract merupakan ekstrak yang diperoleh dengan mengatur kadar
senyawa yang diketahui berperan dalam menimbulkan khasiat farmakologi/klinis
dengan tujuan agar khasiatnya sama.
Quantified extract memiliki kandungan senyawa dengan aktifitas yang diketahui,
tetapi senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas tidak diketahui.
Pengaturan kadar senyawa tersebut hanya dapat diperoleh dengan cara mencampur
ekstrak pada satu bets tertentu dengan ekstrak bets lain yang memiliki spesifikasi
sama dan dalam jumlah native herbal extract yang konstan.
Contoh : Ekstrak daun Ginkgo biloba, ekstrak herba Hypericum perforatum
3. Other extract merupakan ekstrak yang diperoleh dengan mengatur proses produksi
(keadaan simplisia, pelarut, kondisi/cara ekstraksi) serta spesifikasinya. Pada other
extract kandungan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktifitas tidak
diketahui (belum diketahui senyawa yang bertanggung jawab menimbulkan efek
farmakologi)
Contoh : Cratageus Herba dan Passiflora incarnata

Menurut Farmakope Eropa, ada tiga tipe ekstrak yaitu ekstrak tipe A (Standardized
extracts), tipe B (Quantified extracts), dan tipe C (Other extracts).
1. Type A (Standardized extracts): Ekstrak yang distandardisasi berdasarkan senyawa
aktif atau golongan senyawa yang diketahui.
2. Type B (Quantified exracts) : Ekstrak yang distandardisasi berdasarkan kandungan
senyawa dengan aktifitas yang diketahui, sedangkan senyawa aktif yang
bertanggung jawab terhadap aktifitas belum diketahui.
3. Type C (Other extracts) : Ekstrak yang distandardisasi berdasarkan senyawa dalam
ekstrak namun tidak diketahui hubungan farmakologinya, dibuat agar selalu memiliki
mutu yang sama dengan mengatur proses produksi (keadaan simplisia, pelarut,
kondisi/cara ekstraksi) serta spesifikasinya.

2.2.3. Cara Pembuatan Ekstrak


Secara garis besar, tahapan pembuatan ekstrak yaitu pembuatan serbuk simplisia,
pemilihan pelarut atau cairan penyari, proses ekstraksi atau pemilihan cara ekstraksi, separasi
dan pemurnian, penguapan atau pemekatan, pengeringan ekstrak dan penentuan rendemen
ekstrak.
1. Pembuatan serbuk simplisia
Pembuatan serbuk simplisia dimaksudkan untuk memperluas permukaan simplisia
yang kontak dengan cairan penyari. Proses penyerbukan dilakukan sampai derajat
kehalusan serbuk yang optimal.
2. Pemilihan pelarut atau cairan penyari
Pelarut atau cairan penyari menentukan senyawa kimia yang akan terekstraksi dan
berada dalam ekstrak. Dengan diketahuinya senyawa kimia yang akan diekstraksi
atau yang diduga berkhasiat akan memudahkan proses pemilihan cairan penyari.
3. Proses ekstraksi atau pemilihan cara ekstraksi
Cara ekstraksi yang dipilih ikut menentukan kualitas ekstrak yang diperoleh. Dalam
memilih cara ekstraksi harus diperhatikan prinsip ekstraksi yaitu menyari senyawa
aktif sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya hingga diperoleh efisiensi ekstraksi.
4. Separasi dan pemurnian
Separasi atau pemisahan dan pemurnian merupakan salah satu proses yang
diperlukan terhadap ekstrak dalam rangka meningkatkan kadar senyawa aktifnya.
Separasi dapat dilakukan dengan cara-cara tertentu seperti dekantasi, penyaringan,
sentrifugasi, destilasi dan lain-lain. Pemurnian ekstrak dapat dilakukan dengan cara
mengekstraksi zat-zat yang tidak diinginkan dalam ekstrak akan terpisah dari zat-zat
yang diinginkan.
5. Penguapan atau pemekatan
Penguapan atau pemekatan merupakan proses meningkatkan jumlah zat terlarut
dalam ekstrak dengan cara mengurangi jumlah pelarutnya dengan cara penguapan,
tetapi tidak sampai kering.
6. Pengeringan ekstrak
Pengeringan ekstrak umumnya dilakukan untuk membuat sediaan padat seperti
tablet, kapsul, pil dan sediaan padat lainnya. Pengeringan ekstrak dapat dilakukan
dengan penambahan bahan tambahan (non-native herbal drug preparation) atau
tanpa penambahan bahan tambahan (native herbal drug preparation).
7. Penentuan rendemen ekstrak
Rendemen ekstrak dihitung dengan cara membandingkan jumlah ekstrak yang
diperoleh dengan simplisia awal yang digunakan. Rendemen ekstrak dapat
digunakan sebagai parameter standar mutu ekstrak pada tiap bets produksi maupun
parameter efisiensi ekstraksi.

2.2.4. Hal yang Mempengaruhi Mutu Ekstrak


Faktor yang berpengaruh terhadap mutu ekstrak secara garis besar ada dua,
yaitu faktor biologi dan faktor kimia.
1. Faktor biologi: Faktor biologi yang mempengaruhi mutu ekstrak berhubungan
dengan bahan baku simplisia yang digunakan. Hal-hal yang berpengaruh antara
lain : identitas jenis (species), lokasi tumbuhan asal, periode pemanenan hasil
tumbuhan, penyimpanan bahan tumbuhan.

2. Faktor kimia
a. Faktor internal
Jenis senyawa aktif dalam bahan)
Komposisi kualitatif senyawa aktif
Komposisi kuantitatif senyawa aktif
Kadar total rata-rata senyawa aktif
b. Faktor eksternal
Metode ekstraksi
Perbandingan ukuran alat ekstraksi
Ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
Kandungan logam berat
Kandungan pestisida

2.2.5. Parameter dan Metode Uji Ekstrak


Untuk menjamin mutu ekstrak pada setiap bets produksi, harus ada
parameter yang diukur dan dan dijamin dalam keadaan konstan. Namun berbeda
dengan obat kimia yang kadar zat aktifnya tertentu, penjaminan mutu ekstrak belum
dapat dilakukan terhadap bahan aktifnya. Parameter yang dapat ditentukan yaitu
a. Parameter spesifik
Parameter spesifik merupakan parameter yang sedapat mungkin disusun hanya
dimiliki oleh ekstrak tanaman yang bersangkutan. Parameter spesifik meliputi.
Identitas ekstrak
Contoh:
Ekstrak kental Rimpang temulawak (Extractum Curcumae Xanthorrhizae Rhizomae
Spsissum). Ekstrak kental rimpang temulawak adalah ekstrak yang dibuat dari
rimpang tumbuhan Curcuma xanthorrhiza Roxb., suku Zingiberaceae.
Organoleptik ekstrak: Pemerian ekstrak yaitu bentuk, warna, bau, dan rasa.

Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu


Kandungan kimia, kurkumin, desmetoksikurkumin, minyak atsiri dengan kandungan
utama xanthorizol dan oleoresin
b. Parameter Non spesifik
Parameter non spesifik merupakan pengujian fisika, kimia dan mikrobiologi
yang dilakukan terhadap ekstrak yang dilakukan untuk menjamin mutu ekstrak pada
setiap bets produksi.
Parameter yang diuji antara lain :
Susut pengeringan
Bobot jenis
Kadar air
Kadar abu
Sisa pelarut
Residu pestisida
Cemaran logam berat
Cemaran mikroba (ALTB, MPN Coliform, Uji angka kapang khamir dan uji cemaran
aflatoksin).
c. Uji Kandungan Kimia Ekstrak
Uji ini dilakukan jika kandungan kimia ekstrak dan metode ujinya telah
diketahui. Pengujian yang dilakukan antara lain : pola kromatogram esktrak, kadar
total golongan kandungan kimia dan kadar kandungan kimia tertentu.

2.3. Perkolasi
Perkolasi adalah metoda ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut
mengalir yang selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit
sekunder dari bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas
(termolabil). Ekstraksi dilakukan dalam bejana yang dilengkapi kran untuk
mengeluarkan pelarut pada bagian bawah. Perbedaan utama dengan maserasi
terdapat pada pola penggunaan pelarut, dimana pada maserasipelarut hanya di
pakai untuk merendam bahan dalam waktu yang cukup lama, sedangkan pada
perkolasi pelarut dibuat mengalir.
Penambahan pelarut dilakukan secara terus menerus, sehingga proses
ekstraksi selalu dilakukan dengan pelarut yang baru. Dengan demikian diperlukan
pola penambahan pelarut secara terus menerus, hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan pola penetesan pelarut dari bejana terpisah disesuaikan dengan
jumlah pelarut yang keluar, atau dengan penambahan pelarut dalam jumlah besar
secara berkala. Yang perlu diperhatikan jangan sampai bahan kehabisan pelarut.
Proses ekstraksi dilakukan sampai seluruh metabolit sekunder habis tersari,
pengamatan sederhana untuk mengindikasikannya dengan warna pelarut, dimana
bila pelarut sudah tidak lagi berwarna biasanya metabolit sudah tersari. Namun
untuk memastikan metabolit sudah tersari dengan sempurna dilakukan dengan
menguji tetesan yang keluar dengan KLT atau spektrofotometer UV. Penggunaan
KLT lebih sulit karena harus disesuaikan fase gerak yang dipakai, untuk itu lebih baik
menggunakan spektrofotometer. Namun apabila menggunakan KLT indikasi
metabolit habis tersari dengan tidak adanya noda/spot pada plat, sedangkan dengan
spektrofotometer ditandai dengan tidak adanya puncak.
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbenruk silindris atau kerucut (perkulator)
yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstaksi yang
dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi
simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut
secara kontinyu, akan terjadi proses maserasi bertahap banyak. Jika pada maserasi
sederhana tidak terjadi ekstraksi sempurna dari simplisia oleh karena akan terjadi
keseimbangan kosentrasi antara larutan dalam seldengan cairan disekelilingnya,
maka pada perkolasi melalui simplisia bahan pelarut segar perbedaan kosentrasi
tadi selalu dipertahnkan. Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis
dimungkinkan (praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi mencapai 95%)
(Voight,1995).

2.3.1. Jenis-jenis Perkolator


Jenis-jenis dari percolator yaitu:
a. Perkolator bentuk corong
b. Percolator bentuk tabung
c. Percolator bentuk paruh
Dasar pemilihan perkolator tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan
disari. Jumlah bahan yang disari tidak boleh lebih dari 2/3 tinggi perkolator.

2.3.2. Hal hal yang Perlu Diperhatikan Pada Metode Perkolasi


1. Pembuatan ekstrak cair dengan penyari etanol dilakukan tanpa pemanasan.
2. Untuk ekstrak cair dengan penyari etanol, hasil akhir sebaiknya dibiarkan ditempat
sejuk selama 1 bulan, kemudian disaring sambil mencegah penguapan.
3. Untuk ekstrak cair dengan penyari air, segera dihangatkan pada suhu 90 oC,
dienapkan dan diserkai kemudian diuapkan pada tekanan rendah tidak lebih dari
50oC hingga diperoleh konsentrasi yang dikehendaki.
4. Bagian leher percolator diberikan kapas atau gabus bertoreh. Kapas atau gabus
bertoreh diusahakan tidak basah oleh air kecuali bila penyari mengandung air. Untuk
penggunaan gabus, sebaiknya dilapisi dengan kertas saring yang bagian tepinya
digunting supaya dapat menempel pada dinding percolator.
5. Pemindahan massa ke percolator dilakukan sedikit demi sedikit sambil ditekan.
Penekanan bertujuan untuk mengatur kecepatan aliran penyari. Bila zat tidak tersari
sempurna, penekanan dilakukan dengan agak kuat. Selain itu, bila perkolat tidak
menetes, massa terlalu padat atau serbuk simplisia terlalu halus, maka percolator
harus dibongkar. Lalu dimasukkan kembali dengan penekanan agak longgar bila
perlu dicampur dengan sejumlah kerikil yang bersih.
6. Cairan penyari yang dituangkan harus selalu dijaga agar selapis cairan penyari
selalu ada dipermukaan massa, diusahakan agar kecepatan cairan penyari sama
dengan kecepatan sari menetes.
7. Penambahan cairan penyari dilakukan setelah massa didiamkan selama 24 jam.
8. Kecepatan aliran percolator diatur 1 mL/menit.

3.2. Prosedur Kerja


Dibuat 100 bagian perkolat.
Disiapkan percolator.
Dibasahi 100 g serbuk simplisia (sebuk pala) dengan 2,5-5 bagian penyari.
Dimasukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam.
Dipindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam percolator sambil tiap kali ditekan hati-hati.
Dituangkan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas simplisia
masih terdapat selapis cairan penyari.
Ditutup perklator dan dibiarkan selama 24 jam.
Dibiarkan cairan menetes dengan kecepatan 1mL per menit.
Ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan
penyari diatas simplisia hingga diperoleh 80 bagian perkolat.
Diperas massa, dicampurkan cairan perasan ke dalam perkolat, ditambahkan cairan penyari
hingga diperoleh volume yang diinginkan.
Dipindahkan ke dalam bejana, ditutup, dibiarkan selama 2 hari ditempat sejuk, terlindung
dari cahaya. Enap, dituangkan atau saring.
Diuapkan perkolat diatas waterbath hingga diperoleh ekstrak kental.

BAB IV
PEMBAHASAN

Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif dari tanaman menggunakan
pelarut, tetapi pelarutnya diuapkan kembali sehingga zat aktif ekstrak menjadi pekat.
Bnetuknya dapat kental atau kering tergantung apakah sebagian aja pelarut yang diuapkan
atau seluruhnya.
Pada praktikum kali ini kami menggunakan metode ekstraksi dengan perkolasi.
Penyarian dengan metode perkolasi adalah pemyarian dengan dengan cara mengalirkan
cairan penyari memalui serbuk simplisia yang telah terlebih dahulu dibasahi. Serbuk
simplisia ditempatkan disuatu bejana silinder yang dibawahnya diberi sekat berpori. Cairan
penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari ini akan
melarutkan sel-sel yang dilaluinya hingga mencapai keadaan jenuh.
Proses praktikum dilakukan dengan cara menimbang serbuk simplisia sebanyak 100
gram. Pada praktikum kali ini digunakan penyari etanol 50% sebanyak 1000 mL. Karena
yang tersedia adalah etanol 96% maka praktikan diharuskan membuat pengenceran etanol
terlebih dahulu dengan cara mengambil etanol 96% sebanyak 520 mL kemudian ditambahkan
aquadest sampai volume mencapai 1000 mL. Setelah dibuat pengenceran etanol selanjutnya
praktikan membasahi serbuk simplisia dengan larutan penyari, pada praktikum ini digunakan
100 mL penyari untuk membasahi serbuk simplisia. Simplisia yang telah dibasahi kemudian
dimasukkan ke dalam bejana tertutup dan didiamkan sekurang-kurangnya selama 3 jam.
Pembasahan dan pendiaman ini bertujuan agar sel-sel simplisia mengembang sempurna
sehingga cairan penyari akan mudah menembus sel.
Setelah 3 jam massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam percolator tabung
yang sebelumnya telah dilapisi kertas saring yang telah dibasahi oleh etanol. Ini berujuan
untuk menjaga kecepatan aliran cairan penyari, jika kertas saring dibasahi dengan air maka
air yang bersifat polar akan mempercepat aliran cairan. Serbuk simplisia dimasukkan sedikit
demi sedikit sambil sesekali ditekan hati-hati, ini juga bertujuan untuk mengatur aliran dari
cairan penyari. Setelah serbuk simplisia dimasukkan semuanya kemudian dimasukkan cairan
penyari kedalam percolator melalui dinding percolator agar cairan penyari rata mengenai
serbuk simplisia dan supaya tidak terbentuk lubang ditengah-tengah serbuk simplisia.
Kemudian celah yang ada pada percolator diolesi dengan vaseline ini bertujuan agar cairan
penyari tidak keluar atau merembes dari celah tersebut dan untuk menghindari kebocoran
pada kran. Setelah semuanya dimasukkan percolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam.
Kemudian cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 mL per menit. Kemudian cairan
penyari ditambahkan berulang-ulang sehingga selalu ada selapis cairan penyari diatas
simplisia. Setelah itu hasil dari perkolasi diuapkan diatas watrebath hingga diperoleh ekstrak
kental.
Setelah diperoleh ekstrak kental maka dapat dihitung randemennya. Menghitung
randemennya dengan cara pertama, timbang pot obat yang masih kosong, kemudian timbang
pot obat yang telah berisi ekstrak kental. Untuk mengetahui bobot ekstrak yang diperoleh
maka bobot pot obat yang berisi ekstrak dikurangi dengan bobot pot obat kosong. Hasil dari
pengurangan tersebut itulah bobot ekstrak yang diperoleh. Pada praktikum kali ini diperoleh
ekstrak pala dengan bobot 6,69 gram. Setelah diperoleh bobot ekstrak kental maka dihitung
randemennya dengan cara bobot ekstrak yang diperoleh dibagi dengan jumlah simplisia yang
ditimbang kemudian dikalikan dengan 100%. Pada praktikum ini diperoleh hasil
randemennya yaitu sebesar 6,69%.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini digunakan pala sebagai serbuk simplisia dan metode ekstraksi
yang dilakukan adalah perkolasi. Penyari yang dilakukan adalah etanol 50% yang
sebelumnya telah dilakukan pengenceran terlebih dahulu yaitu dari etanol 96%. Pada
praktikum ini diperoleh ekstrak kental dari hasil ekstraksi serbuk pala sebanyak 6,69 gram.
Hasil ini bisa dikatakan sedikit karena serbuk simplisia yang ditimbang sebanyak 100 gram,
kekurangan ekstrak ini bisa jadi karena terlalu banyak ekstrak yang lengket pada bejana pada
saat berlangsungnya penguapan. Dari bobot ekstrak yang didapat maka praktikan dapat
menghitung randemennya dan kali ini randemen yang diperoleh sebesar 6,69 %.

5.2. Saran
Sebaiknya praktikan lebih teliti pada saat praktikum berlangsung. Seperti pada saat
perhitungan pengenceran etanol, praktikan harus teliti agar hasil pencarian sesuai dengan
yang diharapkan. Kemudian saat penimbangan serbuk simplisia, sebaiknya praktikan harus
jeli membaca angka pada timbangan analitik agar tidak salah pada saat penimbangan. Pada
saat pengolesan vaselin pada celah yang ada diperkolator juga harus sangat berhati-hati agar
vaselin tidak mengenai cairan penyari, karena itu dapat menyebabkan timbulnya kapang pada
hasil ekstraksi nantinya. Pada saat penguapan, praktikan haruslah bersungguh-sungguh
karena ekstrak cair tersebut harus terus menerus diaduk agar tidak lengket pada bejana,
karena kalo ekstrak cair tersebut terlalu banyak lengket akan mengurangi hasil dari ekstrak
kentalnya.

Diposkan 12th May 2014 oleh Alfi Rahmi Anis

Anda mungkin juga menyukai