BATU BARA
Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga bervariasi, karena
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kandungan oksigen, tingkat
keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa-sisa tanaman tersebut dapat berupa
pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di rawa-rawa.
Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan batubara tergantung pada kondisi
iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-sifat analitik yang ditemukan dapat
berbeda, selain karena tumbuhan asalnya yang mungkin berbeda, juga karena banyaknya reaksi
kimia yang mempengaruhi kematangan suatu batubara.
Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang
mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal ini peat
tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat merupakan tahap awal
dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat
didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai dari pembentukan
peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam tingkat batubara, disebut juga
sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini
sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan
metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan
kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan batubara berlangsung dengan
penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang mengakibatkan perubahan seperti pengayaan
unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari
mikroorganisme juga memegang peranan yang sangat penting.
1. Teori In-situ : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan
dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ
lazimnya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat
mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak
mengalami pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang
membentuk sedimen organik.
2. Teori Drift : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang
bukan di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan
teori drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak
menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu
cenderung tinggi). Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia
(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan)
Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi
tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan sistem pengeringan
yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 -[10 meter. Material tumbuhan yang
busuk ini melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk
menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach,
1982, op cit Susilawati 1992).
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang
terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan
waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap
ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan
berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam
berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus,
semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
1. Faktor yang mempengaruhi proses pembentukan batu bara
Ada tiga faktor yang mempengaruhi proses pembetukan batubara yaitu: umur, suhu dan tekanan.
Mutu endapan batubara juga ditentukan oleh suhu, tekanan serta lama waktu pembentukan, yang
disebut sebagai maturitas organik. Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan
Karbon (Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batubara pertama yang berlangsung antara
360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi
gambut/peat (C60H6O34) yang selanjutnya berubah menjadi batubara muda (lignite) atau
disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batubara dengan jenis
maturitas organik rendah.
Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan secara continue selama jutaan tahun, maka
batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas
organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara sub-bituminus (sub-bituminous).
Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung sampai batubara menjadi lebih keras dan
warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite).
Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung
hingga membentuk antrasit.Maturitas organik sebenarnya menggambarkan perubahan
konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara, dalam proses pembatubaraan.
Sementara itu semakin tinggi peringkat batubara, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan
hidrogen dan oksigen akan berkurang. Disebabkan tingkat pembatubaraan secara umum dapat
diasosiasikan dengan mutu atau mutu batubara, batubara bermutu rendah yaitu batubara dengan
tingkat pembatubaraan rendah seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan
materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture)
yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin
tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin
hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya
akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.
Untuk menentukan jenis batubara, digunakan klasifikasi American Society for Testing and
Material (ASTM, 1981, op cit Wood et al.,1983)(Tabel 5.2). Klasifikasi ini dibuat berdasarkan
jumlah karbon padat dan nilai kalori dalam basis dry, mineral matter free (dmmf). Untuk
mengubah basis air dried (adb) menjadi dry, mineral matter free (dmmf)maka digunakan Parr
Formulas (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983), dimana beberapa hal yang harus diperhatikan
adalah : High heating value (kcal.kg), Total moisture (%), Inherent moisture (%), Volatile matter
(%), Ash content (%), Sulfur content (%), Coal size (%), Hardgrove grindability index (<3mm,>.
Dari tinjauan beberapa senyawa dan unsur yang terbentuk pada saat proses coalification (proses
pembatubaraan), maka dapat dikenal beberapa jenis batubara yaitu:
1. Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung antara 86% 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%
2. Bituminus mengandung 68 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya.
3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
4. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75%
dari beratnya.
5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
1. Peat/ gambut, (C60H6O34) dengan sifat :
- Warna coklat
- Mudah teroksidasi
Mula-mula ukuran butiran batubara tersebut dikecilkan hingga berukuran halus untuk menambah
luas permukaannya agar lebih mudah terbakar. Batubara tersebut kemudian disemburkan ke
tungku pembakaran bertemperatur tinggi. Gas dan energi panas yang dihasilkan mengubah air
pada tabung di sekeliling tungku tersebut menjadi uap. Uap bertekanan tunggi memutar turbin
dengan kecepatan tinggi guna menggerakkan generator. Saat ini, penggunaan batubara sebagai
sumber energi pembangkit listrik tercatat lebih kurang 39% kebutuhan listrik dunia (Panduan
bisnis PTBA, 2008)
2. Industri besi dan baja
Peran batubara penting dalam kegiatan industri besi dan baja. Sekitar 64% produksi baja dunia
berasal dari besi. Sebagai gambaran produksi baja dunia yang mencapai 965 juta ton pada tahun
2003 memanfaatkan batubara sebesar 543 juta ton. Proses peleburan besi dan baja tersebut
menggunakan kokas dan batubara. Proses peleburan biji besi dilakukan dengan menggunakan
tungku peleburan tanur tinggi (blast furnace) dengan menggunakan kokas sebagai reduktor.
C + O2 > 2CO2
3. Industri Semen
Batubara digunakan sebagai sumber energi panas pada industri semen. Pada proses pembakaran
dalam tungku (klin), batubara dibakar dalam ukuran halus (bentuk bubuk) dengan setiap 450
gram (g) batubara akan menghasilkan semen sekitar 900 g. Pada masa mendatang peran batubara
masih cukup besar dalam industri semen.
Hampir seluruh pembentukan batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan batu bara
dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut :
>.Alga, dari Zaman pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit
endapan batu bara dari periode ini.
>.Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari a l g a .
>.Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentukan batu bara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang
biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
>.Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin)
tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu
bara Permian seperti di australia, india dan afrika.
>.Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang
menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae
sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
Asal Mula Batubara
Secara sederhana Batubara merupakan suatu endapan yang berasal dari tumbuhan yang
mengalami proses penghancuran karena aktivitas bakteri, pengendapan, penumpukan serta
pemadatan. Karena pengaruh proses geologi yaitu degnan adanya peningkatan P dan T, maka
akan terbentuk Batubara.
Dalam pembentukan diperlukan bakteri anaerob (didalam metabolismenya tidak membutuhkan
O2 sehinga tidak dapat membusukan).
Tetapi apabila tumbuhan itu tidak jatuh dalam rawa tetapi jatuh kedaratan maka yang bekerja
adalah bakteri aerob (di dalam metabolismenya membutuhkan O2 sehinga bersifat membusukan
dan akhirnya membentuk humus).
Untuk memahami bagaimana Batubara terbentuk maka bisa dilihat berdasarkan :
Tempat terbentuknya
Teori Insitu :
Bahan-bahan pembentukan lapisan batubara terbentuk ditempat dimana tumbuhan asalnya itu
berada. Dengan demikian setelah tumbuhan mati, belum mengalami proses transportasi dan
segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification.
Ciri-ciri:
-Penyebaran luas dan merata
-Kualitas lebih baik
Cth : Muara Enim
Teori Drift:
Bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadi ditempat yang berbeda dengan tempat
tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati
mengalami transportasi oleh media air dan terakumulasi disuatu tempat, tertutup oleh batuan
sedimen dan mengalami coalification.
Ciri :
-Penyebaran tidak luas tetapi banyak
-kualitas kurang baik (mengandung pasir pengotor).
Cth : pengendapan delta di aliran sungai mahakam.
Tahap Pembentukannya :
Proses biokimia dan proses kimia fisika/tahap thermodinamika.
Proses Biokimia Terjadi :
1. Degradasi biokimia
2. Proses penghancuran oleh mikrobiologi tergantung dr jml dan sirkulasi air, T (mak 35 C),
suplai O2 dan perkembangan racun.
Proses Kimia fisika/Geokimia Terjadi :
1. Tekanan dari lapisan tanah penutup
2. Temperatur (gradien geothermal)
3. Gaya geologi
4. Proses perlipatan, patahan
5. Adanya intrusi.
Syarat Bakteri Anaerob bisa Hidup:
1. Kondisi air keruh
2. pH = 7
3. Kedalaman max <>
4. Perkembangan racun.
PENGERTIAN BATU BARA
Add caption
Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan
dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen
dan oksigen. Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang
kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus formula
empiris seperti : C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau
Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai
290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta
lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Proses awalnya gambut berubah
menjadi lignite (batu bara muda) atau brown coal (batu bara coklat) Ini adalah batu bara dengan
jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak
lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan.
Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara muda
mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batu
bara muda menjadi batu bara sub-bitumen. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga
batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk bitumen atau antrasit.
Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung
hingga membentuk antrasit.
yakni:
a. Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi
hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini
adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan
proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk
gambut.
b. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.
Secara lebih rinci, proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan sebagai berikut:
d. Geotektonik, dimana lapisan gambut yang ada akan terkompaksi oleh gaya
tektonik dan kemudian pada fase selanjutnya akan mengalami perlipatan dan
patahan. Selain itu gaya tektonik aktif dapat menimbulkan adanya intrusi/terobosan
magma, yang akan mengubah batubara low grade menjadi high grade. Dengan
adanya tektonik setting tertentu, maka zona batubara yang terbentuk dapat
berubah dari lingkungan berair ke lingkungan darat.
e. Erosi, dimana lapisan batubara yang telah mengalami gaya tektonik berupa
pengangkatan kemudian di erosi sehingga permukaan batubara yang ada menjadi
terkupas pada permukaannnya. Perlapisan batubara inilah yang dieksploitasi pada
saat ini.
1. Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86%-98% unsur karbon (C) dengan kadar air
kurang dari 8%. Biasanya digunakan untuk proses sintering bijih mineral, proses
pembuatan elektroda listrik, pembakaran batu gamping, dan untuk pembuatan
briket tanpa asap.
2. Bituminus mengandung 68-86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10%
dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia. Dan
batubara ini masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. batubara ketel uap atau batubara termal atau yang disebut steam coal, banyak
digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik, pembakaran umum seperti pada
industri bata atau genteng, dan industri semen
a. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat
sedikit endapan batubara dari perioda ini.
2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk
batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga
dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus,
mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti
di Australia, India dan Afrika.
5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan
modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang
bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat
terawetkan.
a. Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta tahun
yang lalu, yang kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi
dengan iklim clan topografi tertentu. Jenis dari flora sendiri amat sangat
berpengaruh terhadap tipe dari batubara yang terbentuk.
c. Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan berapa
lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi. Untuk material yang
diendapkan dalam skala waktu geologi yang panjang, maka proses dekomposisi
yang terjadi adalah fase lanjut clan menghasilkan batubara dengan kandungan
karbon yang tinggi.
e. Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan lapisan batubara
yang terbentuk.
f. Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil, lipatan, atau
patahan.
g. Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade dari lapisan
batubara yang dihasilkan.
6. LINGKUNGAN PENGENDAPAN
yakni lingkungan pada saat proses sedimentasi dari material dasar menjadi
material sedimen. Lingkungan pengendapan ini sendiri dapat ditinjau dari beberapa
aspek sebagai berikut:
b. Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat cekungan
pengendapan material dasar. Topografi dan morfologi cekungan pada saat
pengendapan sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa di mana
batubara terbentuk. Topografi dan morfologi dapat dipengaruhi oleh proses
geotektonik.
c. Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan
batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan flora atau tumbuhan sebelum
proses pengendapan. Iklim biasanya dipengaruhi oleh kondisi topografi setempat.
a. Vitrit, berasal dari kayu-kayuan seperti batang, dahan, akar, yang menunjukkan
lingkungan rawa berhutan.
b. Clarit, berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu dan diperkirakan
terbentuk pada lingkungan rawa.
c. Durit, kaya akan jejak jejak akar dan spora, hal ini diperkirakan terbentuk pada
lingkungan laut dangkal.
d. Trimaserit, yang kaya akan vitrinit terbentuk di lingkungan rawa, sedangkan yang
kaya akan liptinit terbentuk di lingkungan laut dangkal clan yang kaya akan inertinit
terbentuk dekat daratan.
a. Teori In-situ : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana
batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ biasanya terjadi di
hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh,
langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami
pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen
organik.
b. Teori Drift : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang bukan di
tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori drift
biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting),
banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi).
Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip
dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air
tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk
pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan
membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini
sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih
tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan
lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini
di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.
10. MANFAAT BATUBARA
Sebagai sumber daya dari alam batubara bisa dimanfaatkan dengan baik oleh
para manusia, diantaranya adalah :
1. Pemasok bahan bakar yang potensial dan dapat dihandalkan untuk rumah tangga
dan industri kecil
4. Merupakan tempat penyerapan tenaga kerja yang cukup berarti baik di pabrik
briketnya, distributor, industri tungku, dan mesin briket dsbnya.
5. Merupakan bahan bakar yang harganya terjangkau bagi masyarakat pada daerah-
daerah terpencil.
7. Sebagai wadah pengalihan teknologi dan keterampilan bagi tenaga kerja Indonesia
baik langsung maupun tidak langsung.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi
hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini
adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan
proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk
gambut.
2. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_bara
http://achmadinblog.wordpress.com/2010/05/21/pembentukanbatubara/
http://sulunshare.blogspot.com/2010/11/makalah-batu-bara.html
http://ptba.co.id/id/library/detail/2
http://logku.blogspot.com/2011/02/proses-pembentukan-batubara.html