bentol pada leher kemudian berobat ke Poliklinik RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda pada tanggal 10 Maret 2017. Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka ditegakkan diagnosis Dermatitis Atopik. Bentol-bentol merah muncul pada daerah leher sejak 2 minggu yang lalu, pada awalnya bentol-bentol tersebut hanya muncul sedikit, lama kelamaan semakin banyak, namun keluhan tersebut tidak muncul pada bagian tubuh lainnya. Bentol-bentol tersebut terasa gatal terutama jika pasein berkeringat sehingga pasien menjadi rewel dan menggaruk lehernya. 2 bulan terakhir ini pasien memiliki riwayat mengkonsumsi makanan pendamping ASI yang dibuat oleh orang tuanya, menurut Ibu makanan-makanan yang dikonsumsi anaknya sering berganti-ganti tiap harinya dan menu yang diberikan seperti ikan haruan, hati ayam, sayur-sayuran. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini.Tidak ada riwayat alergi ataupun asma. Dalam keluarga, tidak terdapat riwayat asma namun terdapat riwayat alergi yakni kakak pasien dan kakek pasien. Dari data usia pasien, Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa dermatitis atopic terjadi setelah usia 2 bulan dan. sekitar 60% kejadian dermatitis atopic terjadi pada tahun pertama kehidupan. Dari keluhan pasien, hal ini juga sesuai dengan teori yang mana dermatitis atopik diawali dengan keluhan bentol yang disertai rasa gatal yang mengganggu sehingga anak menjadi gelisah, susah tidur dan sering menangis. Adanya riwayat alergi pada keluarga juga sesuai dengan teori yang ada bahwasannya dermatitis atopik berhubungan erat dengan riwayat atopi. Pada pemeriksaan dermatologi, lokasinya pada leher, hal ini merupakan salah satu predileksi dari DA. Dari pemeriksaan didapatkan terdapat papul, plak dan makula eritematus, disertai maserasi dan krusta. Hal ini sesuai dengan teori bahwa lesi berupa eritem, papulo-vesikel halus, karena gatal dan akhirnya digaruk sehingga dapat tampak krusta Diagnosis DA didasarkan pada kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka, yang mana pada pasien terdapat kriteria mayor berupa pruritus, riwayat atopi pada penderita atau keluarga, dan kriteria minor yakni, gatal bila berkeringat, hipersensitif terhadap makanan, awitan pada usia dini. Dalam teori dijelaskan bahwasanya ditegakkan jika terdapat kriteria 3 mayor dan 3 minor. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, hal ini pun sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwasannya tidak ada pemeriksaan laboratorium atau gambaran histologik yang spesifik untuk menegakkan diagnosis DA. Dengan demikian, anamnesis dan pemeriksaan fisik menjadi dasar penegakan diagnosis DA. Dalam penatalaksanaan dermatitis atopi pada pasien ini, dilakukan edukasi kepada orang tua pasien terkait penyakitnya, cara pemberian MPASI yang tepat sehingga dapat diketahui makanan apa yang memicu dermatitis atopik ini. Selain itu, pasien juga diberikan obat topikal berupa krim Mometason Furoate dan emolien. Pemberian obat topikal ini juga sesuai dengan teori karena Mometason Furoate mererupakan salah satu kortikosteroid topikal, seperti telah diketahui bahwa salah satu pilihan terapi dalam mengatasi inflamasi pada kasus DA. Namun, pada literature dijelaskan bahwa pada bayi kortikosteroid yang diberikan adalah kortikosteroid potensi rendah. Sedangkan, Mometason Furoate termasuk kortikosteroid potensi tinggi. Pemberian emolien ini juga sesuai dengan teori yang mana berperan dalam hidrasi kulit karena pada DA cenderung kulit kering dan fungsi sawarnya berkurang.