Anda di halaman 1dari 59

BAB 1

PENDAHULUAN

Di negara sedang berkembang maupun di negara maju,


penyakit infeksi masih merupakan masalah medis yang sangat penting oleh
karena angka kematiannya masih cukup tinggi. Diantara penyakit infeksi yang
amat berbahaya adalah infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk ke dalamnya
meningitis dan ensefalitis. Meningitis sinonim dengan leptomeningitis yang
berarti adanya suatu infeksi selaput otak yang melibatkan arachnoid
dan piamater sedangkan ensefalitis adalah adanya infeksi pada jaringan parenkim
otak.
Penyakit infeksi susunan saraf pusat memiliki angka
kematian di atas 50%, jika seseorang selamat dari infeksi otak umumnya
mengalami kecacatan mulai dari lumpuh hingga koma. Susunan saraf pusat
merupakan bagian tubuh yang paling terlindungi atau yang paling terakhir kena,
jadi kalau otak sudah terkena infeksi akan sangat mungkin mempengaruhi organ
lainnya di tubuh dan fungsinya menjadi terganggu.
Gejala dari infeksi ini seringkali tidak khas yang secara umum
mengalami demam dan sakit kepala. Jika setelah beberapa hari tidak membaik atau
ada gejala lanjutan seperti kejang dan sakit kepala yang semakin parah segera
lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Untuk diagnostic dini memang tidak mudah,
karenanya proses pencarian penyebabnya harus progresif agar bisa
ditangani dengan baik.
Untuk diagnosis pastinya dilakukan pemeriksaan cairan otak
agar bisa diketahui penyebab pastinya apakah akibat infeksi virus, bakteri,
jamur, parasit atau cacing pita. Jika prosedur ini dilakukan dengan cepat dan
progresif maka bisa mengurangi kecacatan yang timbul.

1
1.2. Tujuan Penulisan
1. Melengkapi syarat tugas stase NEUROLOGI.
2. Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior ( KKS ) di Rumah Sakit
Umum Daerah ( RSUD ) Solok.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Saraf

Gambar 1 anatomi sistem saraf

Bagian-bagian sistem saraf dapat dikelompokkan berdasarkan struktur


atau fungsinya. Pembagian sistem saraf secara anatomis atau secara strukturai
adalah sebagai berikut:

1. Sistem saraf sentral /pusat (SSS), meliputi otak (encephalon) dan sumsum
tulang belakang (medulla spinalis).

3
2. Sistem saraf perifer / tepi (SSP) terdiri dari seluruh saraf di luar SSS, yang
meliputi saraf kranial (nervus cranialis) dan saraf spinal (nervus spinalis).
Saraf cranial adalah saraf yang membawa impuls dari dan ke otak;
sedangkan saraf spinal adalah saraf yang membawa pesan-pesan dari dan ke
sumsum tulang belakang.

Gambar 2 bagian sistem saraf

Dilihat dari strukturnya, SSS bersama dengan SSP menyusun sebagian


besar jaringan saraf di dalam tubuh. Namun saraf perifer tertentu mempunyai
fungsi khusus, dan karena alasan inilah saraf ini dikelompokkan bersama dalam
Sistem Saraf Otonom. Alasan pemisahan klasifikasi ini adalah karena sebagian
besar sistem saraf otonom berkaitan dengan aktivitas yang lebih kurang
berlangsung secara otomatis. Sistem ini membawa dorongan (impuls) dari SSS
menuju kelenjar, otot-otot polos (involuntar) yang ditemukan dalam dinding
saluran dan organ dalam, serta jantung.
Baik saraf spinal maupun saraf kranial keduanya membawa impuls sistem
saraf otoncm. Sistem ini di bagi lagi menjadi sistem saraf simpatis (sympathetic)

4
dan parasimpatis (parasympathetic). Sistem saraf otonom membentuk bagian
sistem saraf visceral atau involuntar yang mengontrol kelenjar, otot jantung, dan
otot polos. Sistem saraf somatik atau voluntar tersusun dari semua saraf yang
mengontrol kreja otot skelet yang ada di bawah kontrol kesadaran.

2.2. Fungsi Sel Saraf


Sel saraf disebut juga sebagai suatu neuron. Setiap neuron terdiri dari
badan/soma sel yang berisi nukleus dan serat saraf berupa lanjutan siitoplasma
yang seperti benang. dendrit yang membawa impuls menuju ke badan sel dan axon
/ neurit yang membawa impuls menjauh dari badan sel.Dendrit sel saraf sensorik
( yang membawa impuls menuju ke SSS ) berbeda dengan sel saraf lainnya;
bentuknya bisa panjang (terkadang bisa mencapai 1 m), bisa pula pendek tetapi
biasanya mereka tunggal serta tidak mempunyai penampilan yang menyerupai
pohon yang demikian khas seperti dendrit lainnya. Setiap dendrit mempunyai
bangunan tertentu yang dinamakan dengan receptor di mana suatu stimulus
diterima dan dorongan sensor mulai.
Beberapa axon di dalam sistem saraf sentral dan perifer ditutup dengan
myelin yaitu bahan selubung berupa lemak. Pembungkus ini dihasilkan oleh sel
khusus yang membungkus sekitar axon dengan membentuk semacam sarung.
Ruang kecil yang tersisa di antara sel disebut dengan nodus berperan penting
dalam konduksi dorongan saraf.
Axon yang dibungkus dengan myelin dinamakan serat putih dan
diketemukan di dalam bahan putih (substansia a!ba) otak dan sumsum tulang
belakang maupun pada saraf di seluruh bagian tubuh. Serat dan badan sel yang
membentuk bahan abu-abu (substansia grisea) tidak dibungkus dengan
myelin.Axon sistem saraf perifer yang terbungkus myelin dibungkus lagi oleh
suatu pembungkus bagian luar yang tipis yang disebut dengan neurilemma.
Neurilemma membantu memperbaiki serat saraf yang rusak.

5
2.3. Cairan Serebro Spinal

Cairan Serebro Spinal (CSS) ditemukan di ventrikel otak dan


sisterna dan ruang subarachnoid yang mengelilingi otak dan medula spinalis.
Seluruh ruangan berhubungan satu sama lain, dan tekanan cairan diatur pada
suatu tingkat yang konstan.

Gambar 3 Anatomi ventrikel otak dan ruang subarachnoid

1.Fungsi Bantalan Cairan Serebrospinal


Fungsi utamanya adalah untuk melindungi sistem saraf pusat (SSP)
terhadap trauma.Otak dan cairan serebrospinal memiliki gaya berat spesifik
yang kurang lebih sama (hanya berbeda sekitar 4%), sehingga otak terapung
dalam cairan ini. Oleh karena itu, benturan pada kepala akan menggerakkan seluruh
otak dan tengkorak secara serentak, menyebabkan tidak satu bagian pun dari otak
yang berubah bentuk akibat adanya benturan tadi.
2. Pembentukan, Aliran dan Absorpsi Cairan Serebrospinal
Sebagian besar CSS (dua pertiga atau lebih) diproduksi di pleksus
choroideus ventrikel serebri (utamanya ventrikel lateralis). Sejumlah kecil dibentuk

6
oleh sel ependim yang membatasi ventrikel dan membran arakhnoid dan
sejumlah kecil terbentuk dari cairan yang bocor ke ruangan perivaskuler
disekitar pembuluh darah otak (kebocoran sawar darah otak). Pada orang dewasa,
produksi total CSS yang normal adalah sekitar 21 mL/jam (500 mL/ hari), volume
CSS total hanya sekitar 150 mL. CSS mengalir dari ventrikel lateralis melalui
foramen intraventrikular (foramen Monroe) ke venrikel ketiga, lalu
melewati cerebral aquaductus (aquaductus sylvii) ke venrikel keempat, dan
melalui apertura medialis (foramen Magendi) dan apertura lateral (foramen
Luschka) menuju ke sisterna cerebelomedular (sisterna magna). Dari sisterna
cerebelomedular, CSS memasuki ruang subarakhnoid, bersirkulasi disekitar
otak dan medula spinalis sebelum diabsorpsi pada granulasi arachnoid yang
terdapat pada hemisfer serebral.

3. Sekresi Pleksus Koroideus


Pleksus koroideus adalah pertumbuhan pembuluh darah seperti
kembang kol yang dilapisi oleh selapis tipis sel. Pleksus ini menjorok ke dalam
kornu temporal dari setiap ventrikel lateral, bagian posteror ventrikel ketiga dan
atap ventrikel keempat.Sekresi cairan oleh pleksus koroideus terutama bergantung
pada transpor aktif dari ion natrium melewati sel epitel yang membatasi bagian luar
pleksus. Ion- ion natrium pada waktu kembali akan menarik sejumlah besar ion-ion
klorida, karena ion natrium yang bermuatan positif akan menarik ion klorida yang
bermuatan negatif. Keduanya bersama sama meningkatkan kuantitas osmotis
substansi aktif dalam cairan serebrospinal, yang kemudian segera
menyebabkan osmosis air melalui membran, jadi menyertai sekresi cairan tersebut.
Transpor yang kurang begitu penting memindahkan sejumlah kecil glukosa ke
dalam cairan serebrospinal dan ion kalium dan bikarbonat keluar dari cairan
serebrospinal ke dalam kapiler. Oleh karena itu, sifat khas dari cairan
serebrospinal adalah sebagai berikut: tekanan osmotik kira-kira sama
dengan plasma; konsentrasi ion natrium kira-kira sama dengan plasma; klorida

7
kurang lebih 15%
lebih besar dari plasma; kalium kira-kira 40% lebih kecil; dan glukosa kira-
kira 30% lebih sedikit. Inhibitor carbonic anhidrase (acetazolamide),
kortikosteroid, spironolactone, furosemide, isoflurane dan agen vasokonstriksi
untuk mengurangi produksi CSS.

4. Absorpsi Cairan Serebrospinal Melalui Vili Arakhnoidalis


Absorpsi CSS melibatkan translokasi cairan dari granulasi
arachnoid kedalam sinus venosus otak. Vili arakhnoidalis, secara mikroskopis
adalah penonjolan seperti jari dari membran arakhnoid ke dalam dinding sinus
venosus. Kumpulan besar vili-vili ini biasanya ditemukan bersama-sama, dan
membentuk suatu struktur makroskopis yang disebut granulasi arakhnoid yang
terlihat menonjol ke dalam sinus. Dengan menggunakan mikroskop elektron,
terlihat bahwa vili ditutupi oleh sel endotel yang memiliki lubang-lubang
vesikular besar yang langsung menembus badan sel. Telah dikemukakan bahwa
lubang ini cukup besar untuk menyebabkan aliran yang relatif bebas dari cairan
serebrospinal, molekul protein, dan bahkan partikelpartikel sebesar eritrosit dan
leukosit ke dalam darah vena. Sebagian kecil diabsorpsi di nerve root
sleeves dan limfatik meningen. Walaupun mekanismenya belum jelas diketahui,
absorpsi CSS ini tampaknya berbanding lurus terhadap tekanan intra kranial (TIK)
dan berbanding terbalik dengan tekanan vena serebral (Cerebral Venous
Pressure = CVP). Karena otak dan medula spinalis sedikit disuplai oleh sistem
limfatik, absorpsi melalui CSS merupakan mekanisme utama untuk
mengembalikan protein perivaskuler dan interstitiil ke dalam aliran darah.

5. Ruang Perivaskuler dan Cairan Serebrospinal


Pembuluh darah yang mensuplai otak pertama-tama berjalan
melalui sepanjang permukaan otak dan kemudian menembus ke dalam, membewa

8
selapis pia mater, yaitu membran yang menutupi otak. Pia mater hanya melekat
longgar pada pembuluh darah, sehingga terdapat sebuah ruangan, yaitu ruang
perivaskuler, yang ada di antara pia mater dan setiap pembuluh darah. Oleh karena
itu, ruang perivaskuler mengikuti arteri dan vena ke dalam otak sampai arteriol dan
venula, tapi tidak sampa ke kapiler.

6. Fungsi Limfatik Ruang Perivaskuler


Sama halnya dengan di tempat lain dalam tubuh, sejumlah kecil
protein keluar dari parenkim kapiler ke dalam ruang interstitiil otak,
karena tidak ada pembuluh limfe dalam jaringan otak, protein ini
meninggalkan jaringan terutama dengan mengalir bersama cairan yang melalui
ruang perivaskuler ke dalam ruang subarakhnoid. Untuk mencapai ruang
subarakhnoid, protein akan mengalir bersama cairan serebrospinal untuk diabsorpsi
melalui vili arakhnoidalis ke dlam vena-vena serebral. Ruang perivaskuler,
sebenarnya, merupakan sistem limfatik yang
khusus untuk otak.
Selain menyalurkan cairan dan protein, ruang perivaskuler juga
menyalurkan partikel asing dari otak ke dalam ruang subarakhnoid. Misalnya,
ketika terjadi infeksi di otak, sel darah putih dan jaringan mati infeksius lainnya
dibawa keluar melalui ruang perivaskuler.

Gambar 4 Diagram aliran cairan serebrospinal

9
7. Tekanan Cairan Serebrospinal
Tekanan normal dari sistem cairan serebrospinal ketika seseorang berbaring
pada posisi horizontal, rata-rata 130 mm air (10 mmHg), meskipun dapat juga
serendah 65 mm air atau setinggai 195 mm air pada orang normal.

- Pengaturan Tekanan Cairan Serebsrospinal oleh Vili Arakhnoidalis


Normalnya, tekanan cairan serebrospinal hampir seluruhnya diatur oleh
absorpsi cairan melalui vili arakhnoidalis. Alasannya adalah bahwa
kecepatan normal pembentukan cairan serebrospinal bersifat konstan,
sehingga dalam pengaturan tekanan jarang terjadi faktor perubahan dalam
pembentukan cairan. Sebaliknya, vili berfungsi seperti katup yang
memungkinkan cairan dan isinya mengalir ke dalam darah dalam sinus
venosus dan tidak memungkinkan aliran sebaliknya. Secara normal, kerja katup
vili tersebut memungkinkan cairan serebrospinal mulai mengalir ke dalam darah
ketika tekanan sekitar 1,5 mmHg lebih besar dari tekanan darah dalam sinus
venosus. Kemudian, jika tekanan cairan serebrospinal masih meningkat
terus, katup akan terbuka lebar, sehingga dalam keadaan normal, tekanan tersebut
tidak pernah meningkat lebih dari beberapa mmHg dibanding dengan tekanan
dalam sinus.Sebaliknya, dalam keadaan sakit vili tersebut kadang-kadang
menjadi tersumbat oleh partikel-partikel besar, oleh fibrosis, atau bahkan oleh
molekul protein plasma yang berlebihan yang bocor ke dalam cairan serebrospinal
pada penyakit otak. Penghambatan seperti ini dapat menyebabkan tekanan cairan
serebrospinal menjadi sangat tinggi.

2.4. Anatomi meningea


Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan
fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan
cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak juga bertanggung jawab atas fungsi seperti
pengenalan, emosi. ingatan, pembelajaran motorik dan segala bentuk

10
pembelajaran lainnya. Otak dilindungi oleh kranium, meningea/selaput otak
dan LCS (Liquor CerebroSpinal). Meningea terdiri atas 3 lapisan, yaitu:

Gambar 5 Anatomi lapisan meningea cranium

Gambar 6 Anatomi lapisan meningea kranium

1. Lapisan Luar (Durameter)


Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus
otak, sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah.
Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang

11
tengkorak (periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi
permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum
dan diafragma sella.

2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)


Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan
durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi
cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara
durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan
jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah
arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta
dipenuhi oleh cairan serebrospinal.

3. Lapisan Dalam (Piameter)


Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh
darah
kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini
melekat
erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara
arakhnoid
dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel
radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang
belakang.

12
Gambar 7 Anatomi lapisan meningea cranium

LCS (Liquor Cerebro Spinal) berada pada rongga-rongga otak


(ventrikel) di dalam ruang subarakhnoid, diproduksi oleh plexus khoroid. Pada
sumsum tulang berada di kanalis sentralis & ruang subarakhnoid. Sifat bening,
alkali, tekanan 60 140 mm air. Berfungsi sebagai buffer, bantalan fisik, nutrisi
jaringan syaraf. Pemeriksaan LCS dilakukan dengan punksi Lumbal (VL 1-2) dan
punksi fontanel. Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang
menyebabkan terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku
kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal
(LCS). Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut
dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam
hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi
berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala
klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi.

13
2.5. Definisi Infeksi Sistem Saraf Pusat

Infeksi ialah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam


jaringan tubuh. Jadi infeksi susunan saraf pusat ialah invasi dan multiplikasi kuman
(mikro-organisme) di dalam susunan saraf.

2.6. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi susunan saraf menurut organ yang terkena peradangan,
tidak memberikan pegangan klinis yang berarti. Sebaliknya pembagian menurut
jenis kuman mencakup sekaligus diagnosis kausal. Maka dari itu, pembahasan
mekanisme infeksi susunan saraf akan dilakukan menurut klasifikasi:
1.Meningitis
2.Ensefalitis
3.Abses cerebri

2.7. Penyakit Sistem Saraf Pusat

2.7.1. Meningitis

1. Distribusi Frekuensi Meningitis


a. Orang/ Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya
meningitis.Penyakit
ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi
terlihat lebih nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi
dan anak-anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna. Puncak
insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di negara berkembang
adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi
pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanya vaksin untuk

14
Haemophilus influenzae tipe b di Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus
meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun. Insidens Rate pada usia < 5
tahun sebesar 40-100 per 100.000.7 Setelah 10 tahun penggunaan vaksin, Insidens
Rate menjadi 2,2 per 100.000.9 Di Uganda (2001-2002) Insidens Rate meningitis
Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per 100.000.28.

b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi
rendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah
haji), dan penyakit ISPA.16 Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang
sedang berkembang dibandingkan pada negara maju. 27 Insidensi tertinggi terjadi
di daerah yang disebut dengan the African Meningitis belt, yang luas wilayahnya
membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara. Kejadian
penyakit ini terjadi secara sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per 100.000
penduduk dan diselingi dengan KLB besar secara periodik . Di daerah Malawi,
Afrika pada tahun 2002 Insidens Rate meningitis yang disebabkan oleh
Haemophilus influenzae 20-40 per 100.000 penduduk.

c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana
kasuskasus infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara
insidensi infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi
sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering. Meningitis
karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi selama musim
panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus.21 Di
Amerika Serikat pada tahun 1981 Insidens Rate meningitis virus sebesar 10,9 per
100.000 Penduduk dan sebagian besar kasus terjadi pada musim panas.

15
2. Determinan Meningitis
a. Host/ Pejamu
Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering menyerang
bayi di bawah usia dua tahun. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri
Pneumokokus 3,4 kali lebih besar pada anak kulit hitam dibandingkan yang
berkulit putih. Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi pada setiap kelompok umur
tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan jarang
pada usia di bawah 6 bulan kecuali bila angka kejadian Tuberkulosa paru sangat
tinggi. Diagnosa pada anak-anak ditandai dengan test Mantoux positif dan
terjadinya gejala meningitis setelah beberapa hari mendapat suntikan BCG.31

b. Agent
Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus. Meningitis
purulenta paling sering disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus dan
Haemophilus influenzae sedangkan meningitis serosa disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosa dan virus. 3 Bakteri Pneumococcus adalah salah satu
penyebab meningitis terparah. Sebanyak 20-30 % pasien meninggal akibat
meningitis hanya dalam waktu 24 jam. Angka kematian terbanyak pada bayi dan
orang lanjut usia.

c. Lingkungan
Faktor Lingkungan (Environment) yang mempengaruhi terjadinya
meningitis bakteri yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe b adalah
lingkungan dengan kebersihan yang buruk dan padat dimana terjadi kontak atau
hidup serumah dengan penderita infeksi saluran pernafasan.

A. Meningitis Viral
Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan
terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, demam,

16
fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS).
Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan
kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam hingga
beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-
minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik
meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi.
Meningitis viral merupakan inflamasi dari leptomeningen sebagai
manifestasi dari infeksi SSP. Istilah viral digunakan karena merupakan agen
penyebab, dan penggunaan meningitis saja mengimplikasikan tidak terlibatnya
parenkim otak dan medula spinalis. Namun, patogen virus dapat menyebabkan
kombinasi dari infeksi yaitu meningoencephalitis atau meningomielitis.
Pada meningitis viral, perjalanan klinis biasanya terbatas, dengan pemulihan
komplit pada 7-10 hari. Lebih dari 85% kasus disebabkan oleh enterovirus non
polio; maka, karakteristik penyakit, manifestasi klinis, dan epidemiologi
menunjukkan infeksi enteroviral.

2. Etiologi
Enteroviruses menyebabkan lebih dari 85% semua kasus meningitis virus.
Mereka merupakan keluarga dari Picornaviridae (pico untuk kecil,
rna untuk asam ribonukleat), dan termasuk echovirus, coxsackie
virus A dan B, poliovirus, dan sejumlah enterovirus. Nonpolio
enterovirus merupakan virus yang sering, Arboviruses menyebabkan hanya
5% kasus di Amerika Utara
Cacar sejumlah keluarga dari Paramyxovirus, virus cacar merupakan
agen pertama dari meningitis dan meningoensefalitis.
Virus keluarga herpes: HSV-1, HSV-2, VZV, EBV, CMV, dan
herpes virus manusia 6 secara kolektif menyebabkan sekitar 4% kasus
meningitis viral, dengan HSV-2 menjadi penyerang terbanyak
Lymphocytic choriomeningitis virus: LCMV masuk k edalam

17
keluarga arenaviruses. Saat ini adalah jarang penyebab meningitis,
virus ditransmisikan ke manusia melalui kontak dengan tikus atau
ekskeresi mereka. Mereka berada pada resiko tinggi pada pekerja
laboratorium, pemilik binatang peliharaan, atau orang yang hidup dia area
non higienis.
Adenovirus: Adenovirus merupakan penyebab jarang dari meningitis
pada individu immunocompeten tetapi merupakan penyebab utama
pada pasien AIDS, Infeksi dapat timbul secara simultan dengan infeksi
saluran nafas atas
Campak: Morbili virus ini merupakan penyebab yang paling
jarang saat ini. Karakteristik ruam makulopapular membantu dalam
diagnosis. Kebanyakan kasus timbul pada orang usia muda di sekolah
dan perkuliahan. Campak tetap merupakan ancaman kesehatan dunia
dengan angka penyerangan tertinggi dari infeksi yang ada eradikasi dari
campak merupakan tujuan kesehatan masyarakat yang penting dari
WHO.

3. Patofisiologi Meningitis Viral


Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen
atau neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari viral patogen yang
diketahuiPenetrasi neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan
biasanya terbatas pada herpes viruses (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus
[VZV] B virus), dan kemungkinan beberapa enterovirus.
Pertahanan tubuh multiple mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi
signifikan secara klinis. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan local, barier
mukosa dan kulit, dan blood-brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada
system organ awal (ie, respiratory atau gastrointestinal mucosa) dan
mencapai akses ke pembuluh darah. Viremia primer memperkenalkan virus
ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan nodus lymph) jika

18
replikasinya timbul disamping pertahanan imunologis, viremia sekunder dapat
timbul, dimana dipikirkan untuk bertanggung jawab dalam CNS. Replikasi viral
cepat tampaknya memainkan
peranan dalam melawan pertahanan host.
Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam CNS tidak sepenuhnya
di mengerti. Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler
atau melalui defek natural (area posttrauma dan tempat lainyang kurang BBB).
Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleocytosis; polymorphonuclear leukocytes
(PMNs) menyebabkan perbedaan jumlah sel pada 24-48 jam pertama, diikuti
kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit CSF telag
dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga merupakan pertahanan dalam
melawan beberapa virus. Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat
mencapai akses ke CNS dengan transport retrograde sepanjang akar saraf.

4. Gejala Klinis
Demam lebih sering (80-100% cases) dan biasanya bervariasi antara 38C
and 40C.
Rigiditas nuchal atau tanda lain dari iritasi mening (tanda Brudzinski atau
Kernig) dapat terlihat lebih pada setengah pasien tetapi secara umum lebih
kurang berat dibandingkan dengan meningitis bacterial.
Iritabilitas, disorientasi, dan perubahan status mental dapat terlihat.
Nyeri kepala lebih sering dan berat.
Photophobia secara ralatif adalah sering namun dapat ringan, Fonofobia juga
dapat timbul.
Kejang timbul pada keadaaan biasanya dari demam, meskipun keterlibatan
dari parenkim otak (encephalitis) juga dipertimbangkan, Tanda lain dari
infeksi viral spesifik dapat membantu dalam diagnosis. Hal ini meliput
faringitis dan pleurodynia pada infeksi enteroviral, manifestasi kulit seperti

19
erupsi zoster pada VZV, ruam maculopapular dari campak dan enterovirus,
erupsi vesicular oleh herpes simpleks, dan herpangina pada infeksi coxsackie
virus. Infeksi Epstein Bar virus didukung oleh faringitis, limfadenopatu,
cytomegalovirus, atau HLV sebagai agent penyebab. Parotitis dan orchitis
dapat timbul dengan campak, sementara kebanyakan infeksi enteroviral
dikaitkan dengan gastroenteritis dan ruam.

B. Meningitis Bakteri
1. Definisi
Meningitis bakterial adalah suatu peradangan pada selaput otak, ditandai
dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan
terbukti adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal.

2. Epidemiologi
Berdasarkan grafik dari Centers for Diseases Control and Prevention
2003, kasus meningitis terbanyak pada usia 15-24 tahun (20,4%). Pada anak usia
1-4 tahun sebanyak 13,8%, usia kurang dari 1 tahun sebanyak 11,9% . sebelum
penggunaan Vaksin HIB secara luas, insidensi sekitar 20.000-30.000 kasus/tahun.
Sedangkan Neisseria meningitidis meningitis kurang lebih 4 kasus/100.000 anak
usia 1-23 bulan. Rata-rata kasus Streptococcus pneumoniae meningitis adalah
6,5/100.000 anak usia 1-23 bulan. Insidensi meningitis pada neonatus adalah 0,25-
1 kasus/1000 kelahiran hidup. Pada kelahiran aterm, insidensinya adalah 0,15
kasus/1000 kelahiran aterm sedangkan pada kelahiran preterm adalah 2,5
kasus/1000 kelahiran preterm. Kurang lebih 30% kasus sepsis neonatorum
berhubungan dengan meningitis bakteri. Sebelum ditemukannya antimikroba,
mortalitas akibat meningitis bakterial cukup tinggi. Dengan adanya terapi
antimikroba, mortalitas menurun tapi masih tetap dikhawatirkan tinggi. 19-26%
mortalitas diakibatkan karena meningitis oleh Sterptococcus pneumoniae, 3-6%
oleh Haemophilus influenzae, 3-13% oleh Neisseria meningitidis. Rata-rata

20
mortalitas paling tinggi pada tahun pertama kehidupan, menurun pada usia muda,
dan kembali meninggi pada usia tua. RAS Insidensi rata-rata lebih tinggi pada
populasi Afro-Amerika dan Indian dibandingkan pada populasi Kaukasia dan
Hispanik.

3. Faktor predisposisi
Infeksi saluran pernapasan, otitis media, mastoiditis, trauma kepala,
hemoglobinopathy, infeksi HIV, keadaan defisiensi imun lainnya.

4. Etiologi
Etiologi meningitis neonatal Bakteri sering didapatkan dari flora vaginal
ibu di mana flora usus gram negatif (Escherichia coli) dan Streptococcus grup B
adalah patogen predominan. Staphilococcus epidermidis dan Candida sp sebagai
penyebab meningitis, Listeria monocytogenes merupakan patogen yang jarang
dijumpai tetapi sering menyebabkan mortalitas. Penggunaan alat bantu respirasi
meningkatkan resiko meningitis oleh Serratia marcescens, Pseudomonas
aeruginosa dan Proteus mirabilis. Etiologi meningitis pada bayi dan anak-anak
Pada anak-anak di atas 4 tahun, penyebab tersering adalah Streptococcus
pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae tipe B (HIB). Dari
84 serotipe, serotipe 1, 3, 6, 7, 14, 19, dan 23 adalah jenis yang sering
dihubungkan dengan dengan bakteremia dan meningitis.

5. Patofisiologi Meningitis Bakterialis


Bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada inang.
Kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan, saluran
pencernaan, atau saluran kemih dan genital. Dari tempat ini, bakteri akan
menginvasi submukosa dengan menghindari pertahanan inang (seperti barier fisik,
imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan mempermudah akses menuju sistem syaraf
pusat (SSP) dengan beberapa mekanisme: Invasi ke dalam aliran darah
(bakteremia) dan menyebabkan penyebaran secara hematogen ke SSP, yang

21
merupakan pola umum dari penyebaran bakteri. Penyebaran melalui kontak
langsung, misalnya melalui sinusitis, otitis media, malformasi kongenital, trauma,
inokulasi langsung selama manipulasi intrakranial. Sesampainya di aliran darah,
bakteri akan berusaha menghindar dari pertahanan imun ( misalnya: antibodi,
fagositosis neutrofil, sistem komplemen). Kemudian terjadi penyebaran
hematogen ke perifer dan organ yang letaknya jauh termasuk SSP. Bakteri akan
bereplikasi secara tidak terkendali dan merangsang kaskade inflamasi meningen.
Proses inflamasi ini melibatkan peran dari sitokin yaitu tumor necrosis factor-
alpha (TNF-), interleukin(IL)-1, chemokin (IL-8), dan molekul proinflamasi
lainnya sehingga terjadi pleositosis dan kerusakan neuronal.
Peningkatan konsentrasi TNF-, IL-1, IL-6, dan IL-8 merupakan ciri khas
meningitis bakterial. Paparan sel (endotel, leukosit, mikroglia, astrosit,
makrophag) terhadap produk yang dihasilkan bakteri selama replikasi dan
kematian bakteri merangsang sintesis sitokin dan mediator proinflamasi. Data-data
terbaru memberi petunjuk bahwa proses ini dimulai oleh ligasi komponen bakteri
(seperti peptidoglikan, lipopolisakarida) untuk mengenali reseptor (Toll-like
receptor) TNF- merupakan glikoprotein yang diderivasi dari monosit-makrophag,
limfosit, astrosit, dan sel mikroglia. IL-1 yang dikenal sebagai pirogen endogen
juga berperan dalam induksi demam saat infeksi bakteri. Kedua mediator ini dapat
terdeteksi setelah 30-45 menit inkulasi endotosin intrasisternal. Mediator sekunder
seperti IL-6, IL-8, Nitric Oxide (NO), prostaglandin (PGE2) dan platelet activation
factor (PAF) diduga memperberat proses inflamasi. IL-6 menginduksi reaktan fase
akut sebagai respon dari infeksi bakteri. IL-8 membantu reaksi chemotaktik
neutrofil. NO merupakan molekul radikal bebas yang menyebabkan sitotoksisitas
saat diproduksi dalam jumlah banyak. PGE-2 akan meningkatkan permeabelitas
blood-brain barrier (BBB). PAF dianggap memicu pembentukan trombi dan
aktivasi faktor pembekuan di intravaskular. Pada akhirnya akan terjadi jejas pada
endotel vaskular dan terjadi peningkatan permeabelitas BBB sehingga terjadi
perpindahan berbagai komponen darah ke dalam ruang subarachnoid. Hal ini

22
menyebabkan terjadinya edema vasogenik dan peningkatan protein LCS. Sebagai
respon terhadap molekul sitokin dan kemotaktik, neutrofil akan bermigrasi dari
aliran darah menuju ke BBB yang rusak sehingga terjadi gambaran pleositosis
neutrofil yang khas untuk meningitis bakterial. Peningkatan viskositas LCS
disebabkan karena influk komponen plasma ke dalam ruang subarachnoid dan
melambatnya aliran vena sehingga terjadi edema interstitial, produk-produk
degradasi bakteri, neutrofil, dan aktivitas selular lain yang menyebabkan edema
sitotoksik. Edema serebral tesebut sangat bermakna dalam menyebabkan tekanan
tinggi intra kranial dan pengurangan aliran darah otak/cerebral blood flow (CBF).
Tekanan tinggi intra kranial (TTIK) merupakan salah satu komplikasi penting dari
meningitis di mana keadaan ini merupakan gabungan dari edema interstitial
(sekunder terhadap obstruksi aliran LCS), edema sitotoksik (akibat pelepasan
produk toksik bakteri dan neutrofil) serta edema vasogenik (peningkatan
permeabelitas BBB). Edema serebral dapat menyebabkan terjadinya midline shift
dengan adanya penekanan pada tentorial dan foramen magnum keadaan ini
ditunjukkan oleh adanya penurunan kesadaran dan reflek postural, palsy nervus
kranial III dan VI.

23
Gambar 8 gambaran meningitis

6. Gejala Klinis
Gejala klinis meningitis bakterialis pada neonatus tidak spesifik meliputi
gejala sebagai berikut: sulit makan, lethargi, irritable, apnea, apatis, febris,
hipotermia, konvulsi, ikterik, ubun-ubun menonjol, pucat, shock, hipotoni, shrill
cry, asidosis metabolik. Sedangkan gejala klinis pada bayi dan anak-anak yang
diketahui berhubungan dengan meningitis adalah kaku kuduk, opisthotonus, ubun-
ubun menonjol (bulging fontanelle), konvulsi, fotofobia, cephalgia, penurunan
kesadaran, irritable, lethargi, anoreksia, nausea, vomitus, koma, febris umumnya
selalu muncul tetapi pada anak dengan sakit yang berat dapat hipotermia.
Masa inkubasi sekitar 1-7 hari dan prevalensi terbanyak pada musim
dingin. Gejala yang ditimbulkan di antaranya kehilangan pendengaran
sensorineural, hidrocephalus, dan sekuelae SSP lainnya.

24
Gambar 9 patofisiologi meningitis

C. Meningitis tuberculosis
Peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberkulosis (en.wikipedia.org). Penyakit ini merupakan salah satu
bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi
primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen
ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang,
sendi, dan selaput otak.
Mycobacterium tuberkulosis merupakan bakteri berbentuk batang
pleomorfik gram positif, berukuran 0,4 3 , mempunyai sifat tahan asam, dapat

25
hidup selama berminggu-minggu dalam keadaan kering, serta lambat
bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis
bakteri yang bersifat intracellular pathogen pada hewan dan manusia. Selain
Mycobacterium tuberkulosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan
tuberkulosis adalah Mycobacterium. bovis, Mycobacterium africanum, dan
Mycobacterium microti.

1.Epidemiologi
Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan
dalam tiga bentuk, yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis.
Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus terbanyak
berupa meningitis tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara
endemis tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1% dari semua kasus
tuberkulosis (Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007) Di Indonesia, meningitis tuberkulosis
masih banyak ditemukan karena morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi.
Penyakit ini dapat saja menyerang semua usia, termasuk bayi dan anak kecil
dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi dijumpai
pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada
umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada umur dibawah 3
bulan. Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis
yang tidak diobati (Kliegman, et al. 2004). Angka kematian pada meningitis
tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa,
hanya 18% pasien yang akan kembali normal secara neurologis dan intelektual
(Hardiono D. Poesponegoro dkk, 2005).

2. Patofisiologi
Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran
tuberkulosis primer. Dari focus primer, kuman masuk ke sirkulasi darah melalui
duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat

26
berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa fokus metastase
yang biasanya tenang. Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen
pembentukan tuberkel di otak, selaput otak atau medula spinalis, akibat
penyebaran kuman secara hematogen selama masa inkubasi infeksi primer atau
selama perjalanan tuberkulosis kronik walaupun jarang. Bila penyebaran
hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan
penyakit tuberkulosis primer seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis.
Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi dari fokus tuberkulosis
(TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi tersebut adalah trauma
kepala
Tumpahan protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan
merangsang reaksi hipersensitivitas yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan
reaksi radang yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis
yang menyeluruh akan berkembang.
Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis
tuberkulosis:
a. Araknoiditis proliferatif Proses ini terutama terjadi di basal otak,
berupa pembentukan massa fibrotik yang melibatkan saraf kranialis
dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi radang akut di
leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna
kuning kehijauan di basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri
dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium
lebih lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan mungkin
mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang
terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling sering terkena
adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul
gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka
kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur
bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai

27
saraf kranial VIII akan menyebabkan gangguan pendengaran yang
sifatnya permanen

b. Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah


kortikomeningeal yang melintasi membran basalis atau berada di
dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya radang
obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang
meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark
terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis interna,
maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan
terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang terkena,
ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika
adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa
pembentukan tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika media tidak
tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang
perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi
subendotel, proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang
sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta cabang-
cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat
mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan
trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya
flebitis tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan
infiltrasi sel mononuklear dan perubahan fibrin
c. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis
yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis.
Adapun perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medulla
spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia Gambaran
patologi yang terjadi pada meningitis tuberkulosis ada

d. tipe, yaitu:

28
Disseminated milliary tubercles, seperti pada tuberkulosis
milier;
Focal caseous plaques, contohnya tuberkuloma yang sering
menyebabkan meningitis yang difus;
Acute inflammatory caseous meningitis Terlokalisasi, disertai
perkijuan dari tuberkel, biasanya di korteks Difus, dengan
eksudat gelatinosa di ruang subarakhnoid
Meningitis proliferatif Terlokalisasi, pada selaput otak Difus
dengan gambaran tidak jelas Gambaran patologi ini tidak
terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan pada setiap
pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu umur, berat dan lamanya sakit, respon imun
pasien, lama dan respon pengobatan yang diberikan, virulensi
dan jumlah kuman juga merupakan faktor yang
mempengaruhi.
3. Manifestasi Klinis
Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa
dikelompokkan dalam tiga stadium:
1. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)
Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu Biasanya gejalanya tidak khas,
timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan neurologis
Gejala:
demam (tidak terlalu tinggi)
rasa lemah
nafsu makan menurun (anorexia)
nyeri perut
sakit kepala
tidur terganggu
mual, muntah
konstipasi
apatis
irritable Pada bayi, irritable dan ubun- ubun menonjol
merupakan manifestasi yang sering ditemukan

29
2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik) Pada fase ini terjadi
rangsangan pada selaput otak / meningen. Ditandai oleh adanya
kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung
serebri. Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+)
kecuali pada bayi. Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa
jelly berwarna abu) di dasar otak " menyebabkan gangguan otak / batang
otak.
Gejala:
Akibat rangsang meningen " sakit kepala berat dan muntah
(keluhan utama)
Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak:
- disorientasi
- bingung
- kejang
- tremor
- hemibalismus / hemikorea
- hemiparesis / quadriparesis
- penurunan kesadaran
Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial: Saraf
kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII
Tanda: - strabismus - diplopia - ptosis - reaksi pupil lambat -
gangguan penglihatan kabur
3. Stadium III (koma / fase paralitik) Terjadi percepatan penyakit,
berlandsung selama 2-3 minggu Gangguan fungsi otak semakin jelas.
Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau
strangulasi oleh eksudat yang mengalami organisasi.
Gejala:
pernapasan irregular
demam tinggi
edema papil
hiperglikemia
kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk, stupor,
koma, otot ekstensor menjadi kaku dan spasme, opistotonus, pupil
melebar dan tidak bereaksi sama sekali.

30
nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur
hiperpireksia

Gambar 10 Gejala Klinis

Pemeriksaan Fisik

1. Kaku Kuduk
- Caranya: Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang
baring. Kepala ditekuk (fleksi), usahakan agar dagu menyentuh dada.
- Interpretasi: kaku kuduk (+) bila terasa ada tahanan dan dagu tidak dapat
mencapai dada.
- Kaku Kuduk (+) dijumpai pada meningitis, miositis otot kuduk, abses
retrofaringeal, arthritis di servikal.
2. Tes Lasegue
- Caranya: Pasien yang sedang baring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.
Kemudian satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam
keadaan lurus (tidak bergerak)

31
Tes Lasegue

- Interpretasi: Tanda lasegue (+) bila sakit / tahanan timbul pada sudut < 70
(dewasa) dan < 60 (lansia)
- Tanda Lasegue (+) dijumpai pada meningitis, isialgia, iritasi pleksus lumbosakral
(ex.HNP lumbosakralis)

3. Tanda Kernig/Kernig Sign


- Caranya:
Penderita baring, salah satu pahanya difleksikan sampai membuat sudut
90. Lalu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya
ekstensi dilakukan sampai membentuk sudut 135

Tes Kernig

32
- Interpretasi: Tanda Kernig Sign (KS) (+) bila terdapat tahanan dan rasa nyeri
sebelum mencaai sudut 135
- Kernig Sign (+) dijumpai pada penyakit penyakit seperti yang terdapat pada
tanda lasegue (+)

4. Brudzinski (I, II, III, IV)


Brudzinski I (Brudzinskis Neck Sign)
- Caranya:
Tangan ditempatkan di bawah kepala yang sedang baring. Kita tekuk
kepala (fleksi) sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi
sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya
badan.

Tes Brudzinski I

- Interpretasi: Tanda brudzinski I (+) bila terdapat fleksi pada kedua tungkai

Brudzinski II (Brudzinskis Contra-Lateral Leg Sign)


- Caranya:
Pada pasien yang sedang baring, satu tungkai di fleksikan pada
persendian panggul, sedang tungkai yang satunya lagi berada dalam
keadaan ekstensi (lurus).

33
Tes Brudzinski II

- Interpretasi: Tanda Brudzinski II (+) bila tungkai yang satunya ikut pula
terfleksi.

Brudzinski III
- Caranya: Tekan os zigomaticum
- Interpretasi: Tanda Brudzinski III (+) bila terjadi fleksi involunter
ekstremitas superior (lengan tangan fleksi)
Brudzinski IV
- Caranya: Tekan simfisis ossis pubis (SOP)
- Interpretasi: Tanda Brudzinski IV (+) bila terjadi fleksi involunter
ekstremitas inferior (kaki)

34
Diagnosa

35
Meningitis Virus dapat ditegakkan berdasarkan gejala gejala klinis sakit
kepala, kaku kuduk, febris.

Gambar 11 Perbandingan Meningitis

Pemeriksaan Penunjang Meningitis

Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi bakteri dari LCS dengan metode
lumbal punksi. Adanya inflamasi pada meningen ditandai oleh pleositosis,
peningkatan kadar protein, dan penurunan kadar glukosa LCS. Tekanan LCS
(opening pressure) juga warna LCS (keruh, jernih, berdarah) perlu untuk dinilai. Jika
LCS tidak jernih maka pemberian terapi dilakukan secepatnya tanpa menunggu hasil
pemeriksaan LCS. Jika penderita menunjukkan tanda herniasi otak maka perlu
dipertimbangkan pemberian terapi tanpa melakukan lumbal punksi. Lumbal punksi
dapat dilakukan di lain waktu saat tekanan intrakranial terkendali dan penderita

36
tampak stabil secara klinis. CT scan atau MRI sangat membantu penanganan
penderita yang memerlukan pemantauan terhadap tekanan intrakranial dan herniasi.

Pada beberapa kasus, test rapid bacterial antigen perlu dilakukan. Kadar
glukosa LCS umumnya kurang dari 40 mg/dL dengan kadar protein LCS lebih dari
100 mg/dL. Tetapi penilaian ini sangat bervariasi pada penderita terutama pada
meningitis dengan onset yang sangat dini. Pemeriksaan lumbal punksi pada penderita
dengan perjalanan penyakit yang fulminan dan memiliki respon imun yang lemah
kadang-kadang tidak menunjukkan perubahan kimiawi dan sitologis LCS. Pada kasus
penderita yang tidak diterapi terjadi peningkatan jumlah leukosit yang didominasi
oleh sel Polimorfonuklear (PMN) pada saat dilakukan pemeriksaan lumbal punksi.
Pewarnaan gram dari cytocentrifuged LCS dapat memperlihatkan morfologi bakteri.
Spesimen LCS harus langsung dikultur pada media agar darah atau agar cokelat.
Kultur darah juga perlu dilakukan. Apusan dari lesi petekiae juga dapat menunjukkan
patogen penyebab dengan pewarnaan gram. Beberapa test didasari oleh prinsip
aglutinasi untuk mendeteksi antigen bakteri pada cairan tubuh juga telah tersedia.
Deteksi antigen bakteri dapat diperoleh dari spesimen LCS, darah atau urin. Test jenis
ini bermanfaat pada penderita meningitis dengan riwayat pengobatan belum lengkap
(Partially treated meningitis/PTM) di mana bakteri tidak dapat berkembang biak pada
LCS tetapi antigennya tetap tinggal pada cairan tubuh penderita. Deteksi antigen
dalam urin berguna pada beberapa kasus karena urin dapat dikonsentrasikan beberapa
kali lipat di laboratorium. Beberapa bakteri gram negatif dan S. pneumoniae serotipe
tertentu yang memiliki antigen kapsuler dapat memberikan reaksi silang dengan
poliribofosfat HIB sehingga pewarnaan gram spesimen LCS lebih spesifik
dibandingkan rapid diagnostic test.

37
Pemeriksaan radiologi

Pada foto toraks mungkin dijumpai sumber infeksi misalnya radang paru
atau abses paru. Sutura yang melebar pada anak mencurigakan akan adanya efusi
subdural atau abses otak.
Scan tomografik pada meningitis mungkin akan menunjukkan adanya
sembab otak dan hidrosefalus. Sken tomografik ini akan berguna untuk mengetahui
adanya komplikasi seperti abses otak atau efusi subdural.

Gambar 12 Gambaran Radiologi Meningitis

38
39
40
41
42
43
2.7.2 Ensefalitis

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme


(Hassan, 1997). Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat
mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis.
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering
dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang
disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bisa juga terjadi
pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi pertusis.

A.Ensefalitis Supuratif Akut.


1.Etiologi.
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus,
streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa, dan T. Palllidum.Tiga bakteri pertama
merupakan penyebab ensefalitis bakterial akut yang menimbulkan pernanaham pada
korteks cerebri sehingga terbentuk abses serebri.ensefalitis bakteraial akut sering
disebut ensefalitis supuratif akut.

2.Patogenesis
Pada ensefalitis supuratif akut,peradangan dapat berasal dari radang,abses
didala paru,bronkiektasis ,empiema,osteomielitis tengkorak,fraktur terbuka,trauma
tembus otakatau penjalaran langsung kedalam otakdari otitis
media,mastoiditis,sinusitis.
Akibat proses ensefalitis supuratif akut ini akan terbentuk abses serebri yang
biasanya terjadi di substansia alba karena perdarahan disini kurang intensif
dibandingkan dengan substansia grisea.reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang
bersarang adalah edema dan kongesti yang disusul dengan pelunakan dan

44
pembentukan nanah.fibroblas sekitar pembuluh darah bereaksi dengan proliferasi.
Astroglia ikut juga dan membentuk kapsul.bila kapsul pecah,nanah kapsul ke
ventrikel dan menimbulka kematian.

3.Manifestasi Klinis
Secara umum,gejla berupa trias ensefalitis yang terdiri dari demam ,kejang
dan kesadaran menurun.pada ensefalitis supuratif akut yang berkembang menjadi
abses serebri,akan timbul gejala-gejala sesuai dengan proses patologik yang terjadi di
otak.gejala-gejala tersebut ialah gejala-gejala infeksi umum,tanda-tanda meingkatnya
tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala yang kronik progresif ,muntah,penglihatan
kabur,kejang,kesadaran menurun.pada pemeriksaan mungkin terdapat edema
papil.tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan lues abses.

4.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ensefalitis supuratif akut
adalah pemeriksaan yang biasa dilakukan pada kasus-kasus infeksi lainnya.disamping
itu juga dilakukan pemeriksaan elektroensefalogram (EEG),foto rontgen kepala,biala
mungkin ct-scan otak atau arteriografi.pungsi lumbal tidak dilakukan bila terdapat
edema papil.bila dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal maka akan
diperolehhasil berupa peningkatan tekanan intrakranial,pleiositosis,jumlah protein
yang lebih besar daripada normal,dan kadar klorida dan glukosa dalam batas-batas
normal.

45
Gambar 13 Gambaran Radiologi Encefalitis

5.diagnosis banding
Pada kasus ensefalitis supuratif akut diagnosis bandingnya adalah
neoplasma,hematoma subdural kronik,tuberkuloma,hematoma intraserebri.

6.Penatalaksanaan

46
Diberikan ampisilin 4 x 3-4 g dan kloramfenikol 4x1 g /24jam iv,selama 10
hari,steroid dapat diberika untuk mengurangi edema otak.bila abses tunggal dan dapat
dicapai dengan cara operasi sebaikknya dibuka dan dibersihkan tetapi bila
multiple,yang di operasi ialah yang terbesar dan mudah dicapai.

B. Ensefalitis Sifilis
1.Etiologi
Disebabkan oleh kuman treponema palidum,infeksi terjadi melalui
permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual.setelah penetrasi melalui
epitelium yang terluka,kuman tiba disistem limfatik. Melalui kelenjar limfe ,kuman
diserab darah sehingga terjadi spiroketemia.hal ini berlangsung beberapa waktu
hingga menginvasi susunan saraf pusat.treponema palidum akan tersebar keseluruh
korteks serebri dan bagian-bagian lain susunan saraf pusat.

2.Manifestasi Klinis
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu gejala-gejala neurologis
diantaranya adalah kejang-kejang yang datang dalam serangan-
serangan,afasia,apraksia,hemianopsia kesadaran mungkin menurun,sering dijumpai
pupil Argyl-robertson.nervus optikus dapat mengalami atrofi,pada stadium akhir
timbul gangguan- gangguan motorik yang progresif.
Gejala-gejala ental yang dijumpai ialah timbulnya proses demensia yang
progresif,intelegensia yang mundur perlahan-lahanyang pada awalnya tampak pada
kurang efektifnya kerja,daya konsentrasi mundur,daya ingat berkurang,daya
pengkajian terganggu,pasien kemudian tak acuh terhadap pakaian dan
penampilannya,tak acuh terhadap uang .pada sebagian timbul waham-waham
kebesaran,sebagian menjadi depresif,lainnya maniakal.

3.Pemeriksaan Penunjang

47
Pada kasus-kasu ensefalitis sifilis ,perlu dilakukan pemeriksaan tes serologik
darah (VDRL,TPHA) dan cairan otak.cairan otak menunjukkan limfositosis,kadar
protein meningkat.igG,igM meningkat,tes serologik positif,scan otak dapat dilakukan
bila dicurigai adakomplikasi hidrosefalus.

4.Penatalaksanaan.
Terapi dengan medika mentosa yaitu:
a. Penisilin parenteral dosis tinggi
Penisilin G dalam air : 12-24 juta unit/hari iv dibagi 6 dosis selama 14 hari
Penisilin prokain G ; 2,4 juta unit /hari im + probenesid 4 x 500 mg oral
selama 14 hari.
Dapat ditambahkan benzatin penisilin G : 2,4 juta unit ,intramuskular
selama 3 minggu
b. Bila alergi penisilin
Tetrasiklin :4x 500mg /oral selama 30 hari
Eritromisin :4x500mg/oral selama 30 hari
Kloramfenikol: 4x1g iv selama 6 minggu
Seftriakson : 2g iv / imselama 14 hari

C Ensefalitis Virus
1.Etiologi
Virus yang menimbulkan ensefalitis virus adalah virus RNA (virus
parotitis,virus morbili,virus rabies,virus rubela,virus ensefalitis jepang B,virus
dengue,virus polio.Cocksakie A,Cocksakie B,echovirus,dan virus koriomeningitis
limfositaria) dan virus DNA ( virus Herpes zoster-varisela,herpes
simplek,cytomegalovirus,varilola,vaksinia dan AIDS)

2.Manifestasi Klinis
Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi di jaringan otak saja,juga
sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat
bila disebut sebagai meningo-ensefalitis.manifestasi utama meningo-ensefalitis

48
adalah konvulsi.gangguan kesadaran (acute organic brain
sindrom),hemiparesis,paralisis bulbaris (meningo-encephalomyelitis),gejala-gejala
cerebelar,nyeri dan kaku kuduk.

3.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin ,titer antibodi
virus .pemeriksaan cairan otak :limfosit,monosit meningkat,kadar protein meninggi
ringan.kadar glukosa normal kultur virus bila mungkin,EEG dan CT-scan bila
mungkin.pada ensefalitis yang disebabkan oleh herpers simplek tipe 1,gambaran
EEG khas berupa aktivitas gelombang tajam periodik di temporal dan latar belakang
fokal/difus.

4.Penatalaksanaan
Pengobatan simptomatik diberikan unyuk menurunkan demam dan
mencagah kejang.kortison diberikan untuk mengurangi edema otak.pengobatan
antivirus diberikan pada ensefalitis virus yang disebabkan oleh herpes simplek atau
varisela zoster yaitu dengan memberikan asiklovir 10mg/kgBB iv 3 kali perhari
selama 10 hari atau 200mg tiap 4 jam per oral.bila kadar Hb turun hingga 9
g/dl,turunkan dosis hingga 200mg tiap 8jam.bila Hb kurang dari 7 g/dl,hentikan
pengobatan dan baru diberikan lagi setelah Hb normal kembali dengan dosis 200mg
per 8jam

2.7.3 Abses otak


1.Definisi
suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan
oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan melaui sistem vascular.
Abses Serebral merupakan infeksi intrakranial yang dapat melibatkan
jaringan otak, atau lapisan otak dan medulla spinalis (meningitis), atau adanya

49
akumulasi bebas / terbentuknya pus berkapsul didalam otak yang dapat
menyebabkan penurunan neurologis hingga kematian.
Dari dua definisi diatas dapat disimpulkam bahwa, Abses Otak merupakan
kumpulan dari unsur-unsur infeksius di dalam atau melibatkan jaringan otak, berupa
penumpukan substansi eksudat hasil proses infeksi atau peradangan berupa pus atau
nanah didalam otak, yang dapat mengakibatkan penurunan hingga kerusakan fungsi
neurologis.

2.Etiologi
Menurut Long (1996), berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada
Abses otak, yaitu :
a. Bakteri
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus
anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha
hemolyticus, E. coli dan Baeteroides.
b. Jamur
Antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies
Candida dan Aspergillus.
c. Parasit
Walaupun jarang, namun Amuba usus Entamuba Histolitica dapat
menimbulkan abses otak secara hematogen. Kira-kira 60% abses
otak disebabkan oleh flora campuran, dan kurang lebih 25% abses
otak adalah kriptogenik (tidak diketahui sebabnya).
Adapun beberapa proses infeksi yang dapat menyebabkan abses menurut
Muttaqin Arif (2008) :
a. Invasi otak langsung dari trauma intrakranial atau pembedahan
b. Penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi
(infeksi sinus paranasal, otitis media, sepsis gigi).

50
c. Penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru, endokarditis infektif),
dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberapa
bentuk abses otak.

3.Patofisiologi
Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara :
a. Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal,
penyebaran infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana bakteri dapat
masuk ke otak melalui tulang atau pembuluh darah.
b. Penyebaran bakteri dari fokus primer pada paru-paru seperti abses paru,
bronchiectasis, empyema, pada endocarditis dan pericarditis.
c. Komplikasi dari meningitis purulenta.
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi
leukosit atau melunaknya parenkim.Trombisis sepsis dan edema. Beberapa
hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista
berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan
meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara
langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh
penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada
pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya
berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya
ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan
menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi
polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli.Umumnya
lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis;
tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya
shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru

51
sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah
infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun.
Dua pertiga abses otak adalah soliter, hanya sepertiga abses otak adalah
multipel.Pada tahap awal abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan
otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak,
kadang-kadang disertai bintik perdarahan.Setelah beberapa hari sampai beberapa
minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu
rongga abses.Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik.
Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan
fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris.Tebal
kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.

Beberapa ahli membagi perubahan patologi abses otak dalam 4 stadium yaitu :
1. stadium serebritis dini
2. stadium serebritis lanjut
3. stadium pembentukan kapsul dini
4. stadium pembentukan kapsul lanjut.

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas
ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi
meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses otak
yang berlokasi pada lobus frontalis.Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan
abses otak lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya
terjadi secara hematogen.

4.Manifestasi Klinis
Menurut Dodge.PR (2001), tanda dan gejala yang mungkin muncul pada
abses otak yaitu :

52
Pada stadium awal gambaran klinik abses otak tidak khas, terdapat gejala-

gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksia dan gejala-gejala peninggian


tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang.
Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa Trias abses

otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala
neurologik fokal.
Abses yang berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan

koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus.


Penderita abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-

logik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran


yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi
herniasi dan perforasi kedalam kavum ventrikel.
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan
mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hem
ianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat
terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi
terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik

4.Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik, pemeriksaan penunjang
yang terkait dengan abses otak. Adapun jenis pemeriksaan penunjang yang bisa
dilakukan pada penderita abses otak :
a. Radiologi

53
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intra-
kranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral ;
tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses.
Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses
dalam Hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelom-
bang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus / detik pada lokasi abses.
Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum.
Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini,
pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan
pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT Scan adan MRI.
CT scan dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat
diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang
hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi
oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga
dapat membedakan suatu serebritis dengan abses.
MRI (Magnetic Resonance Imaging) saat ini banyak digunakan, selain
memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.

54
Gambar 14 gambaran radiologi abses otak

b. Laboratorium Haematologi
1) Pemeriksaan darah perifer
a) Leukosit
Pemeriksaan Leukosit merupakan point utama dalam pendiagnosisan
abses otak melalui metode laboratorium darah. Mengingat abses otak merupakan
kondisi infeksi pada jaringan otak, maka peningkatan kadar leukosit didalam darah
biasanya sudah dalam keadaan diatas kadar normal. Pemantauan leukosit penting
dilakukan untuk menilai tingkat resiko terjadinya Sepsis dan memantau
perkembangan keberhasilan terapi ZeficitZZc yang diberikan kepada penderita.

b) Haemoglobin (Hb)
Haemoglobin (Hb) merupakan salah satu dari komponen pertahanan
sekunder tubuh manusia. Keadaan haemoglobin yang rendah didalam darah dapat
mengakibatkan semakin menurunnya kemampuan pertahan tubuh untuk melawan
infeksi yang sedang terjadi didalam otak.

55
2) Pemeriksaan cairan Serebrospinal
Pada pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan
gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan
sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali bila
terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel. Total volume cairan serebrospinal adalah
125 ml.

5.Penatalaksanaan
Pengobatan antibiotika diberikan untuk menghilangkan ZeficitZ sebagai
penyebab atau menurunkan perkembangan virus. Dosis besar melalui intravena
biasanya ditentukan praoperatif untuk menembus jaringan otak dan abses otak.
Terapi diteruskan pasca operasi.
Kortikosteroid dapat diberikan untuk menolong menurunkan imflamasi
edema serebral jika pasien menunjukkan adanya peningkatan Zeficit neurologis
Obat-obatan antikonvulsan (ferotinin, fenobarbital) dapat diberikan
sebagai profilaksis mencegah terjadinya kejang. Abses yang luas dapat diobati
dengan terapi antimikroba yang tepat, dengan pemantauan ketat melalui
pengamatan dengan CT Scan

7. Komplikasi
Orang dengan Abses Otak sangat beresiko untuk mengalami komplikasi
jika tidak ditangani secara efektif. Adapun komplikasi yang mungkin muncul
menurut Poerwadi (2000), yaitu :
Herniasi unkal atau tonsiler karena kenaikan TIK
Ventrikulitis karena pecahnya abses di ventrikel
Perdarahan abses
Retardasi Mental
Epilepsi
Penurunan Kesadaran

56
Kelainan nerologik fokal yang lebih berat
Kelumpuhan Fisik
Sepsis

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

57
Infeksi susunan saraf pusat merupakan invasi dan multiplikasi kuman
(mikro-organisme) di dalam susunan saraf. Faktor- faktor yang menyebabkan
perkembangan infeksi tergantung dari agen yang menginfeksi, respon dan toleransi
tubuh, faktor lingkungan, resistensi antibiotika. Agen Infeksi yang kemungkinan
terjadinya infeksi tergantung pada: karakteristik mikroorganisme, resistensi
terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius.
Diantaranya meningitis, encefalitis, abses otak, dan lain-lain. Umumnya gejala-
gejala yang ditimbulkan berupa demam, sakit kepala. Diagnosa ditegakkan dengan
pemeriksaan fisik, rrontgen, CT-Scan dan pemriksaan laboratorium. Pengobatan
umumnya dilakukan dengan penatalaksanaan farmakologis yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Chusid,J.G. NEUROANATOMI KORELATIF dan NEUROLOGI


FUNGSIONAL.Gajah Mada University Press.Bagian Dua. 1990. Hal. 579-583

58
Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006. Lumbar
Puncture.The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL :

Mardjono,Mahar dan Sidarta,Priguna. NEUROLOGI KLINIS DASAR. Dian


Rakyat.2003. Hal. 313-314, 421, 327-333.

Mardjono,Mahar. Sidarta ,Priguna. NEUROLOGI KLINIS DALAM PRAKTEK


UMUM. Dian Rakyat. 1999. Hal. 36-40

Markam,Soemarmo. KAPITA SELEKTA NEUROLOGI. Gajah Madah University


Press. Edisi Ke Dua.2003. Hal.155-162

Mansjoer,Arif. Suprohaita. Wardhani,Wahyu Ika. Setiowulan,Wiwiek. KAPITA


SELEKTA KEDOKTERAN. Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jilid 2. Edisi Ketiga. 2000. Hal.14-16

http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf

Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2


URL :http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm Japardi, Iskandar. 2002.
Meningitis Meningococcus. USU digital library URL :
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf.

59

Anda mungkin juga menyukai

  • Blefaritis
    Blefaritis
    Dokumen33 halaman
    Blefaritis
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • Blefaritis
    Blefaritis
    Dokumen33 halaman
    Blefaritis
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • Blefaritis
    Blefaritis
    Dokumen33 halaman
    Blefaritis
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • Retinopati Hipertensi Bab 1
    Retinopati Hipertensi Bab 1
    Dokumen29 halaman
    Retinopati Hipertensi Bab 1
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • PPT
    PPT
    Dokumen38 halaman
    PPT
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • Cover Ppok
    Cover Ppok
    Dokumen1 halaman
    Cover Ppok
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • BAB I Efusi Pleura Lina
    BAB I Efusi Pleura Lina
    Dokumen21 halaman
    BAB I Efusi Pleura Lina
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • Retinopati Hipertensi
    Retinopati Hipertensi
    Dokumen28 halaman
    Retinopati Hipertensi
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • PPOK Case
    PPOK Case
    Dokumen37 halaman
    PPOK Case
    Putri aliya
    Belum ada peringkat
  • Case Neurologi
    Case Neurologi
    Dokumen2 halaman
    Case Neurologi
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • BAB I Pneomothoraks
    BAB I Pneomothoraks
    Dokumen11 halaman
    BAB I Pneomothoraks
    Putri aliya
    Belum ada peringkat
  • Case Efusi Pleura
    Case Efusi Pleura
    Dokumen9 halaman
    Case Efusi Pleura
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • Referat Anestesi
    Referat Anestesi
    Dokumen60 halaman
    Referat Anestesi
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen4 halaman
    Kata Pengantar
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • Referat
    Referat
    Dokumen29 halaman
    Referat
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • BAB I Referat
    BAB I Referat
    Dokumen40 halaman
    BAB I Referat
    Wita Afrianti
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen30 halaman
    Bab I
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • Efusi Pleura Ira Mayasari
    Efusi Pleura Ira Mayasari
    Dokumen46 halaman
    Efusi Pleura Ira Mayasari
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • Uveitis Fix
    Uveitis Fix
    Dokumen32 halaman
    Uveitis Fix
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • In Vaginas I
    In Vaginas I
    Dokumen45 halaman
    In Vaginas I
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • Referat Invaginasi
    Referat Invaginasi
    Dokumen23 halaman
    Referat Invaginasi
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • Referat Anestesi
    Referat Anestesi
    Dokumen60 halaman
    Referat Anestesi
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • Case Interne
    Case Interne
    Dokumen60 halaman
    Case Interne
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat
  • Referat Invaginasi
    Referat Invaginasi
    Dokumen23 halaman
    Referat Invaginasi
    Dinata Aya Azany
    Belum ada peringkat