Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Penelitian


Berikut kami lampirkan data penelitian kami dalam analisa terak pada
dross dalam tanur 5 :
4.4.1 Data Analisa Karakteristik Dross
Berikut adalah data hasil analisa kadar dross dari Flame oven yang belum di
lakukan mixing :
Tabel 4.1 Analisa Kandungan Dross
Tabel 4.1.A No partai : DR.008/FO/Pb.T/02-2017
No Sampel %Fe %Pb %Cu %Sb %H2O %As %Sn
1 A 6,72 0,167 0,207 0,019 8,35 0,331 63,99
2 B 6,69 0,142 0,212 0,015 6,51 0,371 73,99
3 C 6,29 0,158 0,200 0,013 5,62 0,120 70,79

Tabel 4.1.B No partai : DR.007/FO/Pb.T/02-2017


No Sampel %Fe %Pb %Cu %Sb %H2O %As %Sn
1 A 9,62 0,156 0,385 0,021 6,02 0,305 65,24
2 B 10,38 0,151 0,420 0,023 5,39 0,295 66,20
3 C 7,38 0,196 0,436 0,022 6,46 0,902 63,43

Tabel 4.2 Basisitas dan Sifat Keasaman pada Analisa Terak dalam Dross
Periode Februari 2017
No Tanggal No Partai SiO2 wt CaO wt FeO wt Basisitas Sifat Keasaman
(%) (%) (%)
1 03/02/2017 II/S 21,88 21,79 56,31 0,77 Asam
039,040,041/V
2 04/02/2017 II/S 22,15 24,41 53,44 0,87 Asam
039,040,041 /V
3 06/02/2017 II/S 047/V 28,62 20,28 51,09 0,95 Asam
4 07/02/2017 II/S 048/V 17,32 22,55 60,12 0,66 Asam
5 09/02/2017 II/S 049/V 17,78 23,16 59,05 0,69 Asam
6 10/02/2017 II/S 050/V 12,64 24,74 62,61 0,59 Asam
7 12/02/2017 II/S 051,052/V 12,14 24,98 62,87 0,59 Asam
28

8 16/02/2017 II/S 055,056 13,67 24,49 61,82 0,61 Asam


ul /V
9 18.02/2017 II/S 057/V 25,00 21,09 53,91 0,85 Asam
10 20/02/2017 II/S 26,87 20,49 52,63 0,89 Asam
057,058,059/V
11 20/02/2017 II/S 16,07 24,94 58,98 0,69 Asam
057,058,059/V
12 24/02/17 II/S 060,061/V 15,38 24,87 59,74 0,67 Asam

4.1.2 Data Hasil Pengamatan Pembentukan Terak pada Tanur 5


Kami melakukan pengamatan selama kurun waktu 7 hari dan melakukan
pengambilan 3 sampel kampanye terhitung dari tanggal 22 februari 2017 sampai
tanggal 1 maret 2017. Berikut adalah tabel hasil pengamatan terak pada tanur 5 :
Tabel 4.3 Kadar Fe (%) pada Peleburan Terak Peleburan Dross dalam Tanur 5
Jam Ke- 061 062 064
10 7,84 7,18 5,92
11 6,67 6,45 7,75
12 5,71 9,32 6,12
13 6,89 5,82 5,65
14 5,50 4,65
15 7,18
18 5,57

Tabel 4.4 Kadar Sn (%) pada Peleburan Terak Peleburan Dross dalam Tanur 5
Jam Ke- 061 062 064
10 8,79 3,27 7,10
11 7,13 13,99 3,33
12 3,23 4,54 2,44
13 8,82 4,69 5,52
14 7,00 10,04
15 3,15
18 1,94

Tabel 4.5 Kadar SiO2 (%) pada Peleburan Terak Peleburan Dross dalam Tanur 5
Jam Ke- 061 062 064
10 26,06 22,47 23,04
29

11 24,74 27,30 23,81


12 24,87 26,48 21,64
13 24,79 30,06 24,11
14 27,23 21,92
15 29,75
18 26,01

4.1.3 Data Kondisi Fisik Terak pada Tanur 5


Pada proses pembentukan terak yang terjadi pada tanur 5, kami mengamati
juga kondisi fisik terak yang terdapat pada tanur selama 1 kampanye terjadi. Kami
mengamati kondisi fisik dari terak tersebut pada saat dilakukannya rabbling. Pada
pengamatan 3 kampanye yang kami lakukan dilaukan dengan pengamatan tiap 1
jam sekali selama peleburan sebelum dilakukan uji sampel, Berikut adalah
kondisinya :

Tabel 5.6 Kondisi Fisik Terak Peleburan Dross pada Tanur 5


Jam Ke Kondisi Fisik Temperatur tanur (C)
1 Material padat masih menumpuk 1214-1258
2 Rabbling pertama , meratakan gundukan 1240-1281
material dan belum ada reaksi
3 Masih mendorong untuk meratakan 1281-1323
material, belum ada reaksi
4 Masih mendorong material untuk merata 1285-1393
5 Tidak ada rabbling 1290-1410
6 Belum terjadi reaksi 1303-1412
7 Material sudah berbentuk butiran halus dan 1310-1417
mulai merata
8 Rabbling di beberapa pintu untuk meratakan 1317-1402
agar terjadi reaksi
9 Sudah mulai merata hampir semua dan 1317-1418
mulai terlihat perubahan warna (kuning
oranye)
10 Sudah mulai bereaksi dan terbentuk terak 1330-1420
11 Material mulai mencair di bagian 1369-1432
30

permukaan
12 Sudah bereaksi namun belum merata 1342-1440
13 Terjadi reaksi menyeluruh dan terak sudah 1320-1465
mulai mencair hampir di seluruh bagian
permukaan
14 Terak sudah mencair di seluruh permukaan 1338-1474
15 Terak sudah cair 1338-1460
16 Reaksi sudah hampir habis dan ada 1342-1460
beberapa material yang masih mengental
17 Material sudah mulai mencair sempurna, 1365-1472
dan siap tapping
18 Terak dikeluarkan dengan sempurna
berbentuk lelehan yang berwarna kuning
menyala

4.2 Pembahasan
4.2.2 Proses Pembentukan Terak Peleburan Dross dengan Menggunakan
Tanur Reverberatory
Kumpulan dari senyawa-senyawa oksida yang tidak ikut tereduksi pada
saat proses peleburan timah disebut terak. Selain itu terak juga berasal dari
senyawa oksida penyusun refraktori serta senyawa oksida yang ditambahkan
(fluks) yang berfungsi untuk mengatur komposisi agar sifat fisika dan kimia terak
sesuai. Terak membentuk suatu fasa yang terpisah dari lelehan logam karena terak
tidak saling larut dalam lelehan logam dan terak mempunyai densitas yang lebih
rendah dari lelehan logam. Komponen senyawa oksida dalam terak hasil
peleburan timah yang dominan yaitu FeO, CaO, dan SiO 2. Sedangkan Al2O3 dan
TiO2 merupakan senyawa oksida yang tidak terlalu dominan namun dapat
mengubah sifat fisika maupun kimia dari terak. Pembentukan terak yang baik
sangat dipengaruhi oleh kandungan senyawa oksida yang terikat dalam terak itu
sendiri.
Densitas dari dross sendiri adalah yang paling rendah jika dibandingkan
dengan timah cair dan juga terak sehingga kenapa dross pada saat peleburan
cenderung berada di permukaan dan tidak mengendap di dasar reverbatory
31

furnace. Untuk densitas senyawa oksida Fe2O3 yang terdapat dalam dross hanya
sebesar 5,24 g/cm3 sedangkan untuk kandungan oksida pada terak yaitu FeO
sebesar 5,74 g/cm3 dan densitas dari logam timah cair mencapai 7,3 g/cm3.
Dengan begitu timah dapat lebih mudah terpisah dengan slag pada saat tapping di
unit metalurgi PT. Timah khususnya di pabrik peleburan, dross dihasilkan dari
kurasan forehearth dalam tanur, skimming proses pyrorefining, kurasan pada
flame oven, produk samping dari crystallizer dan slime dari electrolitic refining.
Terdapat juga dross ayakan yaitu dross yang berasal dari campuran kanal panjang
dengan forehearth. Pada proses peleburan dross, dross yang dipakai adalah dry
dross dan juga dross ayakan. Dross yang terdapat pada forehearth, pyrorefining,
cristalizer dan juga electrolitic refining masih berupa wet dross. Kandungan Sn
nya masih relatif tinggi namun kandungan H2O nya juga tidak kalah tinggi maka
dilakukan pemanggangan menggunakan flame oven yang nantinya akan
dihasilkan crude tin (timah kasar), dan juga dry dross yang bisa digunakan untuk
peleburan dalam tanur. Kandungan Sn dalam dry dross berkisar 65-70% sehingga
bisa dilakukan peleburan kembali dalam tanur untuk me-recovery kadar Sn yang
lebih tinggi karena yang terdapat pada dross senyawa oksida.
Pada penelitian kali ini kami menganalisa pengaruh Besi (Fe) dan Pasir
Silica (SiO2) pada pembentukan terak peleburan dross yang terjadi pada tanur 5.
Mula-mula kami menganalisa kandungan dry dross yang terdapat pada gudang
material. Kami mengambil 2 hari yang masing-masing kami bagi 3 menjadi 3
sampel. Kami membandingkan kandungan dry dross yang baru keluar dari flame
oven dengan dry dross yang sudah di diamkan selama kurang lebih 2 hari. Untuk
sampel yang baru di keluarkan dari flame oven nomor partainya adalah DR.008,
sedangkan untuk sampel yang sudah didiamkan selama 2 hari nomer partainya
adalah DR.007. Dengan menggunakan teknik pengambilan sampel cornering and
quatering dengan mengambil 8 titik gundukan dry dross untuk dianalisa dan
kemudian kami membawa ke laboratorium untuk diuji kandungan dalam dry
dross. Dari hasil laboratorium didapatkan bahwa, sampel DR.008 memiiki
kandungan Sn yang lebih besar dari DR.007 dengan rata-rata kandungan Sn dalam
dross DR.008 sebesar 69,67 sedangkan pada dross DR.007 sebesar 64,97.
32

Kandungan rata-rata H20 pada sampel partai DR.008 adalah sebesar 6,83%
sedang pada sampel partai DR.007 adalah sebesar 5,96 % lebih rendah dari
sampel partai DR.008, sedangkan untuk kandungan rata-rata Fe yang terkandung
pada sampel partai DR.008 hanya sebesar 6,57% lebih kecil jika dibandingkan
dengan kandungan rata-rata Fe yang terdapat pada sampel partai DR.007 yang
mencapai 9,13 %. Hal-hal tersebut bisa terjadi karena perbedaan komposisi yang
terkandung dalam sampel dross itu sendiri. Dari wet dross yang di dapat juga
mempengaruhi kandungan dari dry dross itu sendiri karena kandungan dari tiap
wet dross yang didapat berbeda-beda, jika kita mendapatkan wet dross yang
mayoritas dari reverberatory furnace maka kandungan Fe bisa lebih besar, namun
H2O yang didapat lebih rendah tetapi jika kita mendapatkan wet dross yang
mayoritas dari crystallizer ataupun jenis refining lainnya maka akan ditemukan
kandungan H20 yang lebih besar. Dari hasil data rata-rata dross ini dapat diketahui
memang kandungan Sn dalam bentuk oksida yang masih terkandung dalam dross
masih relatif cukup besar sehingga harus di lebur kembali untuk bisa dibuat logam
timah cair dengan kadar tinggi. Berikut adalah diagram perbandingan kandungan
Sn, Fe, dan H2O pada DR.007 dan DR.008 :

007A 007B 007C 008A 008B 008C


33

Gambar. 4.1 Grafik Perbandingan Kandungan dalam drydross pada sampel


DR.007 dan DR.008
Peleburan dross menggunakan reverberatory furnace memiliki perlakuan
yang hampir sama dengan peleburan terak. Temperatur pembakaran antara 1200-
1480C, dengan udara bakar 5000 m3. Lama waktu dilakukan peleburan terak
dalam dross berkisar sekitar 16-22 jam dengan komposisi 16-25 komposisi
tergantung material yang akan dilebur dan juga bagimana pembentukan teraknya
terjadi karena proses peleburan dapat terjadi dengan baik dapat dilihat dari proses
terak yang terbentuk.
Dalam pengamatan kami, kami mengamati perubahan terak yang terjadi
dalam peleburan dross dalam tanur 5. Kami melakukan uji sampel dalam 3
kampanye yang berbeda yaitu pada kampanye 061, 062, dan 064 dengan
komposisi masing-masing kampanye yaitu 061 sebesar 14 komposisi, 062 sebesar
22 komposisi, dan 064 sebesar 16 komposisi. Sebelumnya dry dross yang berada
di flame oven dibawa ke gudang material produksi untuk di mixing dengan
antrasit,kapur dan juga silika untuk mengikat mineral-mineral pengotor yang
terdapat dalam dry dross dicampurkan hingga komposisi yang sesuai dengan
kondisi tanur pada tapping terakhir sehingga kondisi dari setiap pencampuran
komposisi tidak selalu sama per kampanye. Setelah dross di mixing dengan
komposisi yang sudah sesuai selanjutnya dibawa menggunakan kubel untuk di
angkat dengan crane untuk di masukan dalam hopper. Pada saat charging, hopper
dibuka ujungnya untuk mengeluarkan material yang sudah disimpan dalam
hopper yang selanjutnya masuk ke dalam tanur untuk dilakukan proses smelting.
Dari hasil pengamatan kami pada tanur 5, kami mengambil 3 kampanye sebagai
bahan uji dimana sampel kita ambil pada saat rabling yaitu mengambil di cakar
rabling. Setiap 1 jam sekali kami juga mengamati perubahan temperatur yang
terjadi atau tidak.
4.2.3 Pengaruh Besi (Fe) dalam pembentukan terak pada peleburan dross di
tanur 5
Besi merupakan salah satu unsur yang dominan terkandung dalam terak
karena kurva reduksi FeO yang berdekatan dengan kurva reduksi SnO 2.
34

Kandungan unsur besi dalam terak menjadi salah satu faktor untuk menentukan
sifat fisika dan kimia terak. Hadirnya unsur timah dalam hasil analisis terak
menunjukkan bahwa di dalam timah kasar masih terdapat kandungan logam besi,
ini dibuktikan dengan reaksi kesetimbangan antara SnO dan Fe.

(SnO) + [Fe] (FeO) + [Sn] .................................................................


(4.1)

Keterangan :

1644
Log K = 2,238 - T

.(4.2)

aFeO . aSn
K = aSnO . aFe

...(4.3)

Pada temperatur tinggi (>1000C), besi cenderung stabil dalam bentuk


oksida (FeO) dan larut dalam terak sehingga jumlah besi yang menjadi logam dan
larut dalam timah kasar menjadi lebih kecil, buktinya terlihat dari diagram
Ellingham (Gambar 4.3) dimana semakin tinggi temperatur, jarak antar kurva
reduksi FeO dan SnO2 menjadi lebih besar. Ketika kurva reduksi FeO berada lebih
negatif atau dibawah kurva SnO 2 maka FeO dapat mereduksi SnO menjadi Sn
sehingga kadar Sn dalam timah kasar bertambah, sedangkan Fe dalam timah kasar
berkurang karena logam Fe membentuk senyawa oksida yang stabil yakni FeO.
Ini yang menyebabkan besi menjadi salah satu unsur yang perlu dianalisis
pengaruhnya terhadap pembentukan terak peleburan konsentrat bijih timah.[2]
Hasil analisis data kadar Sn dan Fe terak peleburan dross selama bulan
Februari 2017 sesuai dengan teori yang sebelumnya dijelaskan bahwa logam
timah akan tereduksi dari senyawa oksida nya (SnO) yang terlarut dalam terak
jika logam Fe dalam timah kasar teroksidasi membentuk senyawa FeO yang larut
dalam terak sehingga mengurangi kadar logam Fe dalam timah kasar seiring
dengan meningkatnya suhu, mengingat temperatur ketika tapping berkisar antara
35

1400-14800C maka hasil analisis data terak dross ini bisa dibuktikan
kebenarannya. Terdapat teori yang menjelaskan bahwa apabila suhu peleburan
semakin tinggi akibat penambahan karbon maka diprediksi reduksi akan semakin
mudah terjadi sehingga kadar Sn dan Fe yang masuk ke dalam timah kasar akan
semakin banyak sedangkan Sn dan Fe yang menjadi oksida dalam terak akan
semakin sedikit.[3]
Selain berpengaruh pada besarnya kadar Sn dalam terak dan timah kasar,
kadar Fe juga akan berpengaruh terhadap sifat basisitas, densitas, dan viskositas
terak. Gambar menunjukkan bahwa kadar FeO yang semakin tinggi akan
meningkatkan basisitas pada terak peleburan dross tanur 5 pada bulan februari
2017.
Selain mempengaruhi sifat keasaman terak, kandungan FeO dalam terak
juga berpengaruh terhadap densitas terak.. Ketika terak mengandung banyak FeO
maka densitas terak akan semakin tinggi. Oleh karena itu, agar densitas terak
menurun maka terak harus ditambah dengan senyawa oksida lain yang lebih
ringan seperti CaO, Al2O3, dan SiO2.
35

30
f(x) = 43.55x - 13.14
25
R = 0.96

20
FeO (%) 15

10

0
0.55 0.6 0.65 0.7 0.75 0.8 0.85 0.9 0.95 1

Basisitas (wt% CaO + FeO/ wt% SiO2

Gambar 4.2 Pengaruh %FeO terhadap Basisitas Terak Peleburan Dross Tanur 5
Bulan Februari 2017
36

Berdasarkan percobaan Pokrovskii, kandungan FeO dalam terak yang


meningkat, pertama akan menurunkan viskositas namun kandungan yang lebih
tinggi dari 25% akan meningkatkan viskositas. Ferrite merupakan salah satu
material yang kurang terlarut dalam terak sehingga dapat meningkatkan viskositas
terak. Selama peleburan dross, terak yang dihasilkan mengandung ferrite karena
unsur tersebut mudah tereduksi oleh karbon dan karbon monoksida seperti halnya
logam besi. Dalam peleburan timah, ferrite dapat muncul saat awal peleburan
dalam lapisan permukaan terak akibat oksidasi ferrous silicate oleh oksigen dari
gas bakar. Reaksinya:
3(FeO.SiO2) + O2 Fe3O4 + 3SiO2; H = +56,8 kcal......................(2)
Nilai positif menunjukkan bahwa jumlah ferrite yang terbentuk akan
bertambah seiring meningkatnya temperatur. Magnetite (Fe3O4) kelarutannya
rendah dalam terak karena temperatur leburnya 15000C, kristal magnetite akan
mengendap di dasar hearth. Kandungan SiO2 dalam terak yang berkisar antara
22,4-27,7 % hanya sedikit mempengaruhi viskositas terak namun kandungan yang
lebih besar dari itu akan meningkatkan viskositas terak secara drastis. Kandungan
CaO yang tinggi dalam terak akan mengurangi viskositas. Al 2O3 dalam terak tidak
terlalu signifikan pengaruhnya terhadap viskositas terak namun bisa membantu
menurunkan densitas terak. Kandungan MgO yang sebesar 10% dalam sistem
terak FeO-SiO2-CaO akan mengurangi viskositas terak secara drastis. Studi lain
dari Freiberg Mining Academy di Jerman menemukan bahwa bahwa besi yang
terkandung dalam terak memiliki pengaruh terhadap sifat kimia (basisitas,
temperatur lebur) dan fisik (densitas, viskositas) terak hasil peleburan timah.
Pengamatan pembentukan terak secara langsung saat proses peleburan timah
harus dilakukan untuk mengetahui lebih rinci mengenai pengaruh besi dalam
proses pembentukan terak senyawa CaF2 dan Na 2O juga dapat mengurangi
viskositas terak sehingga menurunkan kandungan timah yang ikut terbawa dalam
terak.[2]
37

Gambar 4.3 Kurva Reduksi SnO2 dan FeO


Pada data hasil pengamatan, kami mengamati dan mengambil sampel terak
dari 3 kampanye yang kami lakukan. Pengamatan pembentukan terak secara
langsung saat proses peleburan dross harus dilakukan untuk mengetahui lebih
rinci mengenai pengaruh besi dalam proses pembentukan terak. Pengamatan ini
dilakukan dengan melihat kondisi terak dalam tanur 5. Data hasil pengamatan
pembentukan terak pada setiap proses peleburan menunjukkan bahwa terak mulai
terbentuk pada jam ke-10 setelah charging. Dari data laboratorium yang keluar,
kami membentuk grafik pembentukan terak antara jam peleburan dengan kadar
yang dihasilkan. Temperatur pembentukan terak peleburan dross berkisar antara
1300 C 1480 C.
38

16
14
12
10 61
Kadar Sn (%) 8 62
6
64
4
2
0
10 11 12 13 14 15 18
Waktu Peleburan (jam)

Gambar 4.4 Pengaruh Waktu Peleburan (jam) terhadap Kadar Sn (%) Tanur 5
10
9
8
7
6
61
Kadar Sn (%) 5 62
4
64
3
2
1
0
10 11 12 13 14 15 18

Waktu Peleburan (jam)

Gambar 4.5 Pengaruh Waktu Peleburan (jam) terhadap Kadar Fe (%) Tanur 5
Pada peleburan 061 (Gambar ), kadar Sn dalam terak pada saat peleburan
jam ke -10 kadar Sn sebanyak 9,86 % dengan kadar Fe dalam terak 8,15 %, jam
ke-12 kadar Sn meningkat menjadi 9,85 % dan kadar Fe yang menurun menjadi
6,57 %, pada jam ke-14 kadar Sn menurun 2,66 % dan kadar Fe menurun 5,66 %,
pada jam ke-17 kadar Sn menurun menjadi 2,54 %, kadar Fe meningkat menjadi
6,68%. Pada kondisi ini kadar Fe menurun pada jam 1014 dan baru meningkat
padas jam ke 1417, sedangkan kadar Sn meningkat pada jam 10-12 kemudian
menurun pada jam 12-17. Kesimpulan dari semua proses peleburan menunjukkan
reaksi yang tejadi dalam peleburan tidak terjadi secara semestinya, seharusnya
39

kecenderungan kadar Sn yang menurun apabila waktu peleburan semakin lama.


Sebaliknya kadar Fe akan semakin meningkat apabila waktu peleburan semakin
lama. Jika kedua kecenderungan ini digabungkan maka semakin lama waktu
peleburan, kadar Fe akan meningkat sehingga kadar Sn dalam terak akan
menurun.
Proses peleburan tidak berjalan sebagaimana mestinya dimana kadar Sn
yang menurun dalam terak diakibatkan senyawa SnO yang terlarut dalam terak
yang sudah tereduksi menjadi logam Sn. Sedangkan sebaliknya untuk kadar Fe
dalam terak akan semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu peleburan.
Penyebabnya adalah logam Fe yang teroksidasi menjadi FeO akibat kondisinya
yang lebih stabil (G0FeO < G0SnO2) pada temperatur lebih dari 1000 oC dan
jarak antara kurva kurva kesetimbangan Sn dan Fe semakin menjauh sehingga
SnO tereduksi sedangkan FeO menjadi pereduksinyanya. . Faktor penyebab
peleburan tidak berjalan semestinya karena cepat atau lambatnya waktu
pembentukan terak dipengaruhi oleh temperatur dalam tanur pada jam tersebut.
Perilaku rabbling setiap 1 jam sekali diperlukan untuk meningkatkan temperatur.
Tujuan rabbling adalah untuk mencampur dan melarutkan padatan dalam cairan
dan untuk mempercepat perpindahan panas. Pada percobaan tidak selalu
dilakukan rabbling setiap 1 jam sekali, pada saat melakukan pengamatan rabbling
kampanye 061, 062, dan 064. Selain temperatur, tonase umpan juga
mempengaruhi waktu pembentukan terak, apabila umpan yang dimasukan ke
dalam tanur semakin banyak maka dibutuhkan waktu lebih lama didalam tanur
untuk mencapai temperatur 1300oC. Ini berhubungan dengan kinetika reaksi
antara bijih timah dengan gas bakar di dalam tanur, semakin besar tonase umpan
maka semakin kecil kemungkinan gas bakar untuk mendistribusi panas secara
merata sehingga waktu untuk mencapai temperatur tinggi dalam tanur lebih lama.
[4]
40

12
9.85
9.36
10 f(x) = - 2.77x + 13.02
8.15
R = 0.78
8 6.68
6.57
f(x) = - 0.53x + 8.15.66
6 R = 0.44 %Fe
Kadar (%)
Linear (%Fe)
4 2.66 %Sn
2.54

2 Linear (%Sn)

0
10 12 14 17
Jam Peleburan (jam)

Gambar 4.6 Pembentukan Terak Kampanye 17.S.05.061 di Tanur 5


Unsur besi yang hadir dalam terak akan meminimalisir hadirnya unsur
timah dalam terak. Apabila unsur besi semakin banyak dalam terak maka kadar Fe
dalam timah kasar akan sedikit karena logam Fe dalam lelehan timah sebagian
besar teroksidasi menjadi FeO. Fungsi terak adalah untuk mengikat pengotor -
pengotor yang ada dalam konsentrat timah terutama unsur besi karena unsur ini
dominan terkandung di dalam timah kasar. Penelitian tentang pengaruh unsur besi
(Fe) terhadap pembentukan terak mendapat hasil dari analisis data pengamatan di
lapangan, data-data yang sudah ada, dan literatur bahwa unsur besi yang hadir
dalam terak cenderung memperbaiki sifat fisik dan kimia terak, keefektifan proses
pemisahan antara logam Sn dari pengotornya akan semakin besar dengan adanya
unsur besi dalam terak.

4.2.3 Pengaruh Basisitas dan SiO2 Terak Peleburan Dross


Tanur terbuat dari bata tahan api baik yang bersifat asam atau basa yang
biasa disebut refraktori, bata tahan api yang digunakan dalam peleburan harus
menyesuaikan dengan salah satu sifat kimia terak yaitu keasaman terak yang bisa
ditentukan dengan basisitas. Basisitas adalah rasio perbandingan antara jumlah
oksida basa dalam terak (wt %) dengan jumlah oksida asam dalam terak (wt %).
Rumus dari basisitas yakni:
41

senyawa oksida basa(wt )


Basisitas = senyawa oksida asam(wt )

..(4.4)
Apabila nilai basisitas terak mencapai > 1 maka terak bersifat basa dan
ketika basisitas < 1 maka terak bersifat asam. Tanur reverberatory tersusun atas
bata tahan api magnesia-kromium oksida dan fireclay. Magnesia-kromium oksida
bersifat basa sedangkan fireclay mengandung Al2O3 sebanyak 25-45% dan
senyawa ini termasuk amfoter yang dapat bersifat asam atau basa sesuai sifat
kimia terak dalam tanur.

Gambar 4.7 Diagram CaO-SiO2-FeO untuk Terak Peleburan Dross Bulan


Februari 2017
Pada komposisi terak peleburan dross bersifat asam dengan tingginya
kandungan SiO2 (wt%) berkisar 51,093 62,674 wt%. Karena tanur peleburan
42

dross bersifat basa maka terak yang bersifat asam akan cepat mengikis bata tahan
api dalam tanur sebab asam dengan basa akan bereaksi satu sama lain membentuk
senyawa bersifat netral. Reaksi ini yang mengakibatkan bergabungnya senyawa
penyusun refraktori dengan terak. Lama-kelamaan refraktori akan mengalami
keausan akibat senyawanya terlarut dalam terak. Untuk menghindari terjadinya
hal ini maka sifat keasaman refraktori harus menyesuaikan sifat keasaman terak.
Untuk itu diperlukan pengurangan komposisi SiO2 agar tidak mengakibatkan
keausan pada tanur.

Anda mungkin juga menyukai