Anda di halaman 1dari 18

TINJAUAN PUSTAKA

Endometriosis merupakan gangguan kompleks yang ditandai dengan adanya


kelenjar endometrium dan stroma yang letaknya berada di luar lokasi normalnya
dari cavum endometrial. Selain itu endometriosis juga diartikan sebagai suatu
keadaan dimana jaringan endometrium yang masih berfungsi terdapat di luar
cavum uteri. Bagian yang paling sering terkena dampaknya adalah organ-organ
pelvis dan peritoneum walaupun bagian-bagian lain dari tubuh seperti paru, juga
kadang-kadang dapat terkena dampaknya.(1,2,3)

EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 5-10 % wanita pada usia produktif terkena endometriasis.
Namun begitu insiden pasti atau prevalensi pasti dari endometriosis belum
diketahui. Diagnosis meningkat dengan penggunakan laparoskopi dan juga
dengan peningkatan kesadaran akan penyakit dan bermacam-macam bentuk
patologi. Prevalensi endometriasis pada pasien dengan menggunakan laparoskopi
untuk nyeri pelvis kronis dan infertilitas, masing-masing meningkat sampai 25
dan 33%.(1,2)
Endometriosis biasanya terdiagnosis pada usia 25 sampai 29 tahun.
Penyakit ini umumnya dipertimbangkan dimulai setelah pubertas (dengan
dapatnya mens), sampai mencapai usia 40 sampai 45 tahun, dan diputuskan
dengan menopause. Akan tetapi, hal tersebut tidak selalu terjadi dan kira-kira 5%
dari kasus, didiagnosis pada wanita postmenopause. Umumya, tapi tidak
semuanya, kasus endometriasis pada postmenopause berhubungan dengan terapi
penggantian estrogen. (1)

FAKTOR RISIKO
Usia termasuk dala faktor risiko, yang mana meningkatkan lemak tubuh
perifer dan awal yang baik menuju menstruasi (contohnya: siklus yang singkat,
durasi menstruasi yang panjang dan penurunan keseimbangan) sementara
merokok, latihan, dan penggunaan kontrasepsi oral (baru-baru ini dan sekarang)
mungkin di awasi. Tidak ada bukti, namun bagaimanapun riwayat yang
sesungguhnya, penyakit ini dapat dipengaruhi oleh pengontrolan faktor-faktor ini.
Faktor presdisposisi genetik mungkin sekali menyebabkan endometriosis yang
terjadi 6-9 kali lebih sering pada generasi pertama dalam keluarga yang
mempengaruhi wanita pada controlnya, data dalam suatu analisa pada >3000
pasangan kembaran orang austaralia, 51% dari variannya cenderungan bersifat
laten pada penyakit ini yang menyebabkan pengaruh genetik ini bertambah.(2)
Penyaki keturunan merupakan juga jelas pada primate yang bukan manusia,
yang secara spontan mengembangkan penyakit ini. Data ini menyatakan bahwa
endometriosis adalah diwarisi seperti suatu karakteristik genetik yang kompleks
seperti diabetes atau asma, yang berarti bahwa sejumlah gen mempunyai
keterkaitan satu dengan yang lain untuk memberikan kemudahan terjadinya
penyakit tetapi fenotipnye mungkin timbul hanya pada timbulnya faktor resiko
lingkungan.(2)

ETIOPATOGENESIS
Walaupun penyebab pasti dari endometriosis sampai sekarang belum
diketahui, ada beberapa teori dengan bukti-bukti pendukung yang dapat
menjelaskan pathogenesis dari endometriosis. Namun, tidak satu satupun teori
yang menjelaskan secara pasti tentang manifestasi yang muncul dari penyakit ini.
(4,5)

1. Menstruasi retrograd.
Teori paling luas diterima adalah endometriosis merupakan hasil dari
menstruasi retrograde (menstruasi yang bergerak mundur). Sampson
mengatakan bahwa endometriosis terjadi akibat menstruasi retrograde melalui
tuba fallopi dengan akibat penyebaran dari jaringan endometrium di dalam
rongga peritoneal (Sampson, 1927). Bagian-bagian endometrium yang
bergerak mundur ini menempel dan menyerang mesotelium peritoneum dan
mendapat suplai darah, yang membuat jaringan yang menempel itu dapat
bertahan hidup dan berkembang.(4,5)
Pertama kali diusulkan tahun 1920an, teori ini sudah mendapat banyak
dukungan dengan temuan temuan volume yang lebih banyak dari refluks
darah dan jaringan endometrium pada pelvis wanita dengan endometriosis
(Halme, 1984). Endometriosis biasanya ditemukan pada wanita-wanita dengan
obstruksi aliran keluar dari traktus genitalia. (4)
2. Penyebaran secara limfogen dan hematogen
Teori ini mengatakan bahwa penempelan endometrium yang terjadi
melalui saluran limfa dan system vaskuler, dan dapat menjelaskan
endometriosis dapat terjadi di tempat tempat jauh dan ganjil seperti hidung
dan tulang punggung. Bukti-bukti juga mendukung konsep endometriosis
berasal dari jaringan endometrium yang menyebar secara limfogen atau
hematogen (Ueki, 1991). (4,5)
Penemuan endometriosis di lokasi yang tidak umum, seperti perineum
dan selangkangan, mendukung teori ini (Mitchell, 1991; Pollack, 1990). Regio
retroperitoneal mempunyai aliran limfatik yang banyak. Dengan demikian,
kasus-kasus dengan tidak ditemukannya implant pada peritoneum, tapi hanya
ada lesi retroperitoneal yang terisolasi, menunjukan adanya penyebaran
limfatik (Moore, 1988). Selain itu, kecenderungan dari adenokarsinoma
endometrial untuk menyebar secara limfogen menandakan endometrium juga
bisa menyebar melalui rute ini (McMeekin, 2003). Walaupun teori ini tetap
menarik, beberapa penelitian sudah secara eksperimental mengevaluasi
penyebaran bentuk endometriosis ini. (4,5)
3. Metaplasia koelomik
Teori ini mengusulkan bahwa peritoneum parietal adalah sebuah jaringan
pluripotensial yang bisa menjalani perubahan metaplastik ke jaringan yang
secara histologi tidak dapat dibedakan dari jaringan endometrium normal.
Karena ovarium dan jaringan asal dari endometrium, duktus mullerian, berasal
dari epitelium coelomic, metaplasia mungkin dapat menjelaskan
perkembangan endometriosis ovarium. Selain itu teori ini sudah
dikembangkan untuk mencakup peritoneum karena potensial poliferasi dan
diferensiasi dari mesitolium peritoneal. Teori ini menarik contohnya
endometriosis saat tidak mentruasi, seperti premenarche dan wanita
postmenopausal, dan pada pria yang diterapi dengan estrogen dan orchiectomy
untuk carcinoma prostat (Dictor, 1998; Pinkert 1979). Tapi tidak adanya
endometriosis pada jaringan lain yang berasal dari epitelium coelomic
melawan teori ini.(4)
Metaplasia muncul setelah sebuah fenomena induksi menstimulasi sel-
sel multipotensial. Bahan induksi mungkin berupa campuran dari sisa-sisa
menstruasi dan pengaruh dari estrogen dan progresteron.(5)

4. Teori induksi
Teori induksi ini mengusulkan bahwa beberapa factor hormonal atau
biologic mungkin menstimulasi diferensiasi dari sel-sel yang belum tidak
terdiferensiasi menjadi jaringan endometrium (Vinatier, 2001). Substansi-
substansi ini mungkin dilepaskan secara langsung dari endometrium. (Bontis,
1997). Penelitian in vitro sudah mendemonstrasikan potensial dari permukaan
epitelium ovarium, sebagai respons terhadap estrogen, untuk mengalami
transformasi ke bentuk lesi endimetriosis (Matsuura, 1999). Walaupun banyak
factor diduga sudah diidentifikasi, kecenderungannya untuk menyebabkan
endometriosis pada beberapa wanita tapi tidak pada wanita lainnya
mendemonstrasikan etiologi yang belum diketahui dari penyakit ini.(4)

5. Ketergantungan hormon

Satu faktor yang sudah dengan pasti ditetapkan sebagai salah satu factor
pada perkembangan endometriosis adalah estrogen (Gurates, 2003).
Walaupun kebanyakan estrogen pada wanita diproduksi secara langsung oleh
ovarium, banyak jaringan perifer juga diketahui menghasilkan estrogen
melalui aromatisasi ovarium dan androgen adrenal.(4)
Implan endometriosis sudah menunjukan untuk menghasilkan aromatase
dan 17-hidroksisteroid dehydrogenase tipe 1, enzim yang bertanggung jawab
untuk mengkonversi androstenedione menjadi estrone dan estrone menjadi
estradiole secara berurutan. Bagaimanapun implant mengalami defisiensi 17-
hidroksisteroid dehydrogenase tipe 2, yang mennonaktifkan estrogen
(Kitawaki, 1997; Zeitoun, 1998). Kombinasi ini memastikan bahwa implant
akan terekspos ke lingkungan estrogenic. Selanjutnya, estrogen yang sudah
diproduksi didalam lesi endometriotik mungkin menggunakan efek biologinya
didalam jaringan yang sama dimana mereka diproduksi, sebuah proses yang
dikenal dengan intracrinalogi.(4)
Endometrium normal tidak menghasilkan aromaterase dan peningkatan
level17-hidroksisteroid dehydrogenase tipe 2 sebagai respon terhadap
progresterone, yang memastikan bahwa effek estrogenic menurun sebagai
respon terhadap progresteron (Satyaswaroop, 1982). Hasilnya, progresterone
melawan efek estrogen dalam endometrium normal pada saat fase luteal dari
siklus menstruasi. Endometriosis, bagaimanapun juga, menunjukan keadaan
progesterone-resisten yang relative, yang mencegah penurunan stimulasi
estrogen di jaringan (Attia, 2000)(4)
Prostaglandin E2 (PGE2) penginduksi yang paling kuat dari aktivitas
aromaterase dalam sel stroma endometrium, bertindak melalui sub tipe
reseptor prostaglandin EP2 (Noble, 1997; Zeitoun 1999) Estradiol diproduksi
sebagai respons terhadap peningkatan aktivitas aromatasesetelah itu
memperbanyak produksi PGE2 dengan menstimulasi enzim cyclooxygenase
tipe 2 (COX-2) pada sel endothelial eterus (Bulun 2002; Gurates, 2003). Hal
ini menghasilkan umpan balik positif dan mengaktifkan efek estrogenic
proliferasi dari endometriosis. Konsep estrogen yang dihasilkan local dan aksi
estrogen intracrine dalam endometriosis menjadi dasara untuk inhibisi
farmakologi aktivitas aromatase dalam kasus endometriosis yang susah
disembuhkan dengan terapi standar.(4)
6. Disseminasi latrogenik
Endometriosis dari dinding anterior abdomen kadang-kadang ditemukan
pada wanita yang melahirkan secara sesar. Hipotesis ini mengatakan bahwa
kelenjar endometrium and stroma tertanam saat prosedur operasi dilakukan.
Jaringan yang tidak normal ditemukan di lapisan subkutaneus pada saat insisi
abdomen. Endometriosis iatrogenic mungkin ditemukan di luka episiotomy
namun jarang.(5)

7. Predisposisi genetik

Beberapa penilitian sudah mendokumentasikan factor predisposisi yang


berhubungan dengan keluarga dengan endometriosis dengan pengelompokan
kasus-kasus endometriosis pada ibu dan anak-anaknya. Sebuah investigasi
yang dilakukan Simpson dan rekan-rekannya mendemonstrasikan peningkatan
tujuh kali lipat dari kasus endometriosis pada saudara dari perempuan dengan
endometriosis dibandingkan kelompok control.Satu dari sepuluh perempuan
dengan endometriosis parah akan mempunyai seorang saudara perempuan
atau ibu dengan manifestasi klinis endometriosis. Perempuan yang memiliki
riwayat keluarga endometriosis kemungkinan besar akan mendapat penyakit
ini pada usia muda dan berkembang lebih cepat dibandingkan wanita tanpa
ada riwayat keluarga. Penelitian terakhir sudah mengidentifikasikan delesi dari
gen, yang paling spesifik peningkatan heterogenisitas dari kromosom 17 dan
aneuplodi, pada wanita dengan endometriosis dibandingkan kelompok control.
Ekspresi dari liabilitas genetik ini kemungkinan besar akan bergantung dengan
interaksi dengan faktor lingkungan.(5)

KLASIFIKASI
Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan selama bertahun-tahun untuk
mengelompokkan endometriosis berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Tujuan
utama dari sebuah sistem klasifikasi adalah untuk mendeskripsikan dengan pasti
ciri dari suatu penyakit yang akan memberikan respon terhadap pengobatan secara
konsisten. (1,6)
Tinjauan ulang sebuah sistem klasifikasi oleh American Society for
Reproductive Medicine (ASRM) mengemukakan temuan pada 469 pasien bedah.
Meskipun sudah jelas bahwa metode ini belum dapat dibuktikan menjadi prediksi
yang akurat terhadap kehamilan setelah pengobatan. Tidak ada metode
pengelompokan endometriosis yang dapat menjelaskan dengan akurat hubungan
antara nyeri dengan lokasi dan tingkat keparahan endometriosis. Nilai total skor
digunakan untuk mendeskripsikan penyakit yaitu tahap minimal (stadium 1),
tahap ringan (stadium 2), tahap sedang (stadium 3), dan tahap parah (stadium 4).(2)
Sistem pengelompokan yang lain adalah The American Fertility Society. The
American Fertility Society meninjau kembali upaya untuk memprediksi
kemungkinan kehamilan setelah dilakukannya pengobatan terhadap
endometriosis, berdasarkan beratnya penyakit. Sistem klasifikasi oleh American
Fertility Society didasarkan pada temuan bedah dengan poin yang diterapkan
secara subjektif pada setiap lesi berdasarkan ukuran dan kedalamannya.
Keberadaan dan luas perlekatan juga dinyatakan dalam skor.(1,7)
GAMBARAN KLINIK
Walaupun wanita dengan endometriosis mungkin tidak bergejala, tetapi
gejala yang paling sering ditemukan umumnya adalah nyeri panggul dan
infertilitas.(4,7)
Nyeri dengan pola siklik merupakan tanda utama endometriosis, termasuk
dismenorea sekunder (dimulai pada saat menstruasi dan memuncak pada saat
aliran menstruasi maksimal), dyspareunia dalam (nyeri pada saat berhubungan
seksual), dan nyeri panggung di bagian sacrum pada saat menstruasi. Gejala
juga dapat terjadi akibat keterlibatan rectum, uretra, atau kandung kemih, dan
biasanya bersifat kronik.(4,7)
- Dismenorea: nyeri siklik dengan menstruasi didahului oleh dismenore
Nyeri endometrisos kurang berespon dengan obat anti-inflamasi non
steroid, dan kombinasi kontrasepsi oral. Nyeri sebelumnya dapat lebih
parah dibanding dismenorea primer , cramer dan asosiasinya menunjukan
bahwa ada korelasi yang postif antara keparahan dismenore dengan resiko
endometriosis.(4)
- Dispareunia: dispareunia yang berhubungan dengan endometriosis
kebanyakan berhubungan dengan septum rectovaginal, atau penyakit
ligament uterosakral, dan jarang berhubungan dengan keterlibatan
ovarium. Selama melakukan hubungan seksual, tekanan pada penyakit
ligament uterosakral mungkin menjadi pemicu dari nyeri ini. walaupun
beberapa wanita dengan endometriosis smungkin memiliki riwayat
dispareunia sejak koitus, dispareunia yang berhubungan dengan
endometriosis dicurigai jika nyerinya mucul setelah bertahun-tahun koitus
yang tidak nyeri. Tingkat ketidaknyamanannya bagaimanapun juga akan
timbul tergantung dari keparahan penyakit.(4)
- Disuria: Walaupun gejalanya kurang pada endometriosis, keluhan nyeri
pada kandung kemih dirasakan saat berkemih. Endometriosis mungkin
dicurigai bila gejala ini simultan dengan hasil kultur urin negatif.(4)
- Nyeri defekasi: munculnya nyeri saat defek mungkin kronik dan bersifat
siklik, dan mungkin berhubungan dengan konstipasi, diare, hematokezia.
Gejala ini jarang terjadi daripada gejala lain, seperti nyeri panggul dan
keterlibatan tipikal rektosigmoid dengan implant endometriotic.(4)
Keparahan gejala tidak harus berkorelasi dengan derajat penyakit panggul.
Bahkan, banyak wanita dengan endometriosis minimal mengeluhkan nyeri
panggul yang parah.(7)
Infertilitas mungkin akibat distorsi anatomis arsitektur panggul akibat
endometriosis yang luas dan perlengketan tetapi juga terjadi pada wanita
dengan penyakit minimal untuk alasan-alasan yang belum diketahui.(7)
Temuan fisik yang sering ditemukan adalah uterus dengan posisi retroversi
cekat, nodularitas ligamentum uterosakrum, dan adneksa yang membesar serta
lunak dan nyeri.(7)
DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Menegakan diagnosis hanya berdasarkan gejala sangatlah sulit, karna hal
ini dapat juga terjadi pada kondisi-kondisi lain seperti irritable bowel
syndrome dan penyakit inflamasi pelvik. Wanita dengan endometriosis sering
mengalami dysmenorea, dyspareunia, dan dyschezia.(2,8)
Wanita tersebut sering memiliki riwayat perdarahan fase luteal atau
infertilitas. Nyeri akut yang diakibatkan oleh endometriosis biasanya terjadi
pada masa premenstruasi dan menstruasi. Meskipun demikian, jika nyeri
umum akut yang timbul pada saat tidak menstruasi, rupture suatu
endometrioma (kista coklat endometriotic dalam ovarium) harus
dipertimbangkan.(2,8)
Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri tekan pada kuadran
bawah abdomen. Sering ditemukan kesulitan pada pemeriksaan pelvis.(2,8)

Gambar 1. Endometrium pada bekas operasi(4)


Diagnosisnya jika terdapat infiltrate nodul yang dalam yang terdapat
pada ligament uterosacral atau dalam kavum Douglas, dan dikonfirmasi jika
terdapatnya lesi pada vagina atau serviks. Temuan seperti nodul biasanya
diyakini dapat dideteksi dan dapat ditemukan ketika pemeriksaan selama
menstruasi berlangsung.(2,8)
2. Tes Non-invasiv
Bandingkan dengan laparoskopi ultrasound trans-vaginal merupakan
suatu peralatn yang sangat berguna untuk diagnosis dan untuk mengeluarkan
endometrioma ovarian. Tetapi tidak berguna untuk penyakit-penyakit
peritoneal. Walaupun sudah dikatakan bahwa MRI mempunyai sensitivitas
dan spesifisitas terhadap endometrioma >90%, sebuah sistem review yang
baru gagal untuk menemukan factor-faktor pendukung (data yang belum
dipublikasikan).(1,2)
Pemeriksaan pencitraan lainnya yaitu CT-Scan, bariumenema, dan Foto
Thoraks mungkin dibutuhkan pada kasus komplikasi dan kasus-kasus yang
terjadi pada ekstraabdominal atau usus.(1,2)
3. Laparoskopi
Laparoskopi adalah glod-standar dalam mendiagnosis penyakit ini,
kecuali penyakit ini tampak pada vagina atau pada tempat lain. Konfirmasi
histologik pada satu lesi peritoneal yang sedikit itu adalah ideal dan
diperintahkan jika DIE atau diameter endometriumnya terlihat lebih dari 3cm.
Keseluruhan pelvis harus diinspeksi secara sistematik, dan tindakan yang baik
untuk mendapatkan detail tipe, lokasi, dan luas dari semua lesi dan adesi.(2)

DIAGNOSIS BANDING
Gejala endometriosis tidak spesifik dan dan hampir sama dengan proses
banyak penyakit. Sebab endometriosis adalah suatu hasil diagnosis yang
berhububungan dengan pembedahan. Dan untuk mendiagnosisnya perlu banyak
pertimbangan.(4)
Salah satu penyakit yang hampir sama yaitu Adenomiosis uteri, radang
pelvik dengan tumor adneks dapat menimbulkan kesukaran dalam diagnosis. Pada
kelainan di luar endometriosis jarang terdapat perubahan-perubahan berupa
benjolan kecil di kavum Douglasi dan ligamentum sakrouterinum. Kombinasi
adenomiosis uteri atau mioma uteri dengan endometriosis dapat pula ditemukan.
Endometriosis ovarii dapat menimbulkan kesukaran diagnosis diferensial dengan
kista ovarium, sedang endometriosis dari rektosigmoid perlu dibedakan dari
karsinoma.(3)
Beberapa penyakit lainnya yang gejalanya mendekati endometriosis ada
pada tabel berikut:(4)
NO. DIAGNOSIS DIFERENSIAL DARI ENDOMETRIOSIS
1. Gynecologic:
Salpingitis
Abses tubo-ovarian
Endometritis
Hemoragik kista ovarium
Nongynecologic:
Irritable bowel syndrome
Inflammatory bowel disease
2.
Divertikulitis
Infeksi saluran kemih
Gangguan pada musculoskeletal

PENATALAKSANAAN
Penanganan endometriosis terdiri atas pencegahan, pengawasan saja, terapi
hormonal, pembedahan, dan radiasi.(3)
1) Pencegahan
Meigs berpendapat bahwa kehamilan adalah cara pencegahan yang
paling baik untuk endometriosis. Gejala-gejala endometriosis memang
berkurang atau hilang pada waktu dan sesudah kehamilan karena regresi
endometrium dalam sarang-sarang endometriosis. Oleh sebab itu hendaknya
perkawinan jangan ditunda terlalu lama, dan sesudah perkawinan hendaknya
diusahakan supaya mendapat anak-anak yang diinginkan dalam waktu yang
tidak terlalu lama. Sikap demikian itu tidak hanya merupakan profilaksis yang
baik terhadap endometriosis, melainkan menghindari terjadinya infertilitas
sesudah endometriosis timbul. Selain itu jangan melakukan pemeriksaan yang
kasar atau melakukan kerokan pada waktu haid, oleh karena hal itu, dapat
menyebabkan mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dank ke rongga
panggul.(3)
Observasi dan pemberian analgetika
Pengobatan ekspektatif ini akan berguna bagi wanita-wanita dengan
gejala dan kelainan fisik yang ringan. Pada wanita yang sudah agak
berumur, pengawasan itu bisa dilanjutkan sampai menopause, karena
sesudah itu gejala-gejala endometriosis hilang sendiri. Sikap yang sama
dapat diambil pada wanita yang lebih muda, yang tidak mempunyai
persoalan tentang infertilitas, akan tetapi pada wanita yang ingin
mempunyai anak, jika setelah ditunggu 1 tahun tidak terjjadi kehamikan,
perlu dilakukan pemeriksaan terhadap infertilitas dan diambil sikap yang
lebih aktif. Harus dilakukan pemeriksaan secara periodic dan teratur untuk
meneliti perkembangan penyakitnya dan jika perlu mengubah sikap
ekspektatif. Dalam masa observasi ini dapat diberi pengobatan paliatif
berupa analgetika untuk mengurangi rasa nyeri.(3)
2) Pengobatan hormonal
Dasar dan prinsip terapi
Sebagai dasar pengobatan hormonal endometriosis ialah bahwa
pertumbuhan dan fungsi jaringan endometriosis, seperti jaringan
endometrium yang normal, dikontrol oleh hormone-hormon steroid. Hal
ini didukung oleh data klinik maupun laboratorium.(3)
Data klinik tersebut adalah:
a. Endometriosis sangat jarang timbul sebelum menars,
b. Menopause, baik alami maupun karena pembedahan, biasanya
menyebabkan kesembuhan,
c. Sangat jarang terjadi kasus endometriosis baru setelah menopause,
kecuali juka ada pemberian estrogen eksogen.
Data laboratorium menunjukkan bahwa jaringan endometriosis pada
umumnya mengandung reseptor estrogen, progesterone, dan androgen.
Pada percobaan dengan model endometriosis pada tikus dan kelinci,
estrogen merangsang pertumbuhan jaringan endometriosis, androgen
menyebabkan atrofi, sedang pengaruh progesterone kontroversial.
Progesterone sendiri mungkin merangsang pertumbuhan jaringan
endometriosis, namun progesterone sintetik yang umumnya mempunyai
efek androgenik tampaknya menghambat pertumbuhan endometriosis.(3)
Atas dasar tersebut di atas, prinsi pertama pengobatan hormonal
endometriosis adalah menciptakan lingkungan hormon rendah estrogen
dan asiklik. Kadar estrogen yang rendah menyebabkan atrofi jaringan
endometriosis. Keadaan yang asiklik mencegah terjadinya haid, yang
berarti tidak terjadi pelepasan jaringan endometrium yang normal maupun
jaringan endometriosis. Dengan demikian dapat dihindari timbulnya
sarang endometriosis yang baru karena transport retrograde jaringan
endometrium yang lepas serta mencegah pelepasan dan perdarahan
jaringan endometriosis yang menimbulkan rasa nyeri karena rangsangan
peritoneum. Dalam decade terakhir ini dipakai dekapeptid sintetik LHRH
agonis yang mempunyai kekuatan 100-200x dari yang alami. Pemberian
hormone tersebut secara berulang kali dapat menimbulkan suatu keadaan
hypogonadotropic hypogonadism atau pseudaomenopause yang
diperkirakan akan mempengaruhi penyakit yang tergantung pada estrogen
seperti endometriosis.(3)
Prinsip kedua adalah menciptakan lingkungan hormone tinggi
androgen atau tinggi progesterone (progesterone sintetik) yang secara
langsung menyebabkan atrofi jaringan endometriosis. Di samping itu,
prinsip tinggi androgen atau tinggi progesterone juga menyebabkan
keadaan rendah estrogen yang asiklik karena gangguan pada pertumbuhan
folikel. Prinsip beberapa cara pengobatan dapat dilihat pada bagian
berikut.(3)

Cara terapi Efek Efek samping

1. GnRH agonis Asiklik Keluhan vasomotor


Ooforektomi Estrogen rendah Atrofi ciri seks sekunder
asteoporosis
2. Danazol Metiltestoosteron Asiklik Peningkatan berat
Estrogen rendah badan, breakthrough
bleeding, akne,
hirsutisme, kulit
berminyak, perubahan
suara
3. Medroksiprogesteron Asiklik Peningkatan berat
asetat Estrogen rendah badan, breakthrough
Gestrinon Norestisteron bleeding bleeding, depresi,
bloating
4. Kontrasepsi oral Asiklik estrogen sedang Mual, breakthrough
nonsiklik progesterone tinggi bleeding

a) Androgen
Pemakain androgen untuk terapu endometriosis pertama kali
dilaporkan oleh Hirst pada tahun 1947. Preparat yang dipakai adalah
metiltestosteron sublingual dengan dosis 5-10 mg/ hari. Biasanya
diberikan 10 mg/ hari pada bulan pertama dilanjutkan dengan 5 mg/ hari
selama 2-3 bulan berikutnya.(3)
b) Estrogen-progesteron
Pil kontrasepsi yang dipilih sebaiknya yang mengandung rendah
estrogen dan mengandung progesterone yang kuat atau yang mempunyai
efek androgenic yang kuat. Norgestrel dianggap sebagai senyawa
progesterone yang poten dan mempunyai efek androgenic yang paling
kuat. Terapi standarnya 0,03 mg etinel estradiol dan 0,3 mg norgestrel/
hari. Bila terjadi breakthrough bleeding, dosis ditingkatkan menjadi 0,05
mg estradiol dan 0,5 mg norgestrel per-hari atau maksimal 0,08 mg
estradiol dan 0,8 mg norgestrel per-hari. Pemberian tersebut terus-menerus
setiap hari selama 6-9 bulan, bahkan ada yang menganjurkan minimal 1
tahun dan bila perlu dilanjutkan sampai 2-3 tahun.(3)

NO NAMA DAGANG ESTROGEN PROGESTERON


1. Noriday, kimia Farma 0,05 mg mestranol 1 mg noretisteron
2. Microgynon 30 Nordette 0,03 mg etinil estradiol 0,015 norgestrel
3. Marvelon 0,03 mg etinil estradiol 0,015 desogestrel
4. Eugynon 0,05 mg etinil estradiol 0,05 norgestrel

c) Progestogen
Progestogen atau progestin adalah nama umum semua senyawa
progesterone. Terdapat 3 golongan progesterone, yakni: Pregnan, Estran
dan Gonan.(3)

NO PROGESTOGEN ESTROGENIK PROGESTOGENIK ANDROGENIK


Pregnan:
MPA (Provera)
1. Didrogesteron - ++ -
- ++ -
(Duphaston)
Estran:
Linestrenol
2. (Endometril) + ++ +
Norelisteron - ++ +
(Primolut N)
Gonan:
3. Norgestrel - +++ ++
Desogestrel - +++ -(?)

Berbagai jenis progesterone tersebut pernah digunakan sebagai obat


tunggal untuk terapi endometriosis. Dosis yang diberikan adalah MPA 30-
50mg/hari atau Noretisteron asetat 30mg/hari. Pemberian parenteral dapat
menggunakan MPA 150mg setiap 3 bulan sampai 150mg setiap bulan.
Penghentian terapi parenteral dapat diikuti dengan anovulasi selama 6-12
bulan, sehingga cara pengobatan ini tidak memunguntungkan bagi mereka
yang ingin segera mempunyai anak. Lama pengobatan dengan
progesterone yang dianjurkan sama dengan lama pengobatan pil
kontrasepsi non-siklik yaitu 6-9 bulan. Keberhasilan terapi sulit untuk
dinyatakan, sebab tidak semua laporan para peneliti menyebutkan ciri-ciri
subyek yang diteliti, misalnya: berat-ringan endometriosisnya, dan adanya
faktor penyebab infertilitas lainnya. Menurut hasil ringkasan laporan
beberapa peneliti, kehamilan setelah terapi dengan progestogen rata-rata
sebesar 26% atau berkisar dari 5-73%(3)
d) Danazol
Danazol adalah turunan isokzasol dari 17 alfa etiniltestosteron.
Danazol menimbulkan keadaan asiklik, androgen tinggi dan estrogen
rendah. Dosis yang dianjurkan untuk endometriosis ringan (Stadium II)
atau sedang (Stadium III) adalah 400mg/hari sedangkan untuk
endometriosis berat (Stadium IV) dapat diberikan sampai dengan
800mg/hari. Lama pemberian minimal 6 bulan, dapat pula diberikan
selama 12 minggu sebelum terapi pembedahan konservatif. Sebanyak 85%
pemakai danazol mengalami efeksamping yang berupa: akne, hirsutisme,
kulit berminyak, perubahan suara, pertambahan berat badan dan edema.(3)
3) Pengobatan Dengan Pembedahan
Pembedahan Konservatif(7)
o Perlegketan panggul dan endometrioma berukuran besar (> 2cm)
paling baik ditangani melalui pembedahan dibandingkan secara
medikamentosa.
o Tujuan: untuk mengangkat atau menghancurkan endometriosis
sebanyak mungkin dan pada saat bersamaan mengembalikan anatomi
normal serta menyisakan sebanyak mungkin jaringan ovarium normal.
o Dapat memperbaiki rata-rata kehamilan pada wanita dengan
endometriosis sedang sampai berat.
Pembedahan Definitif(7)
o Histerektomi dengan salpingo-ooforektomi bilateral merupakan terapi
paling definitif.
o Salah satu atau kedua ovarium dapat dipertahankan dengan 20% resiko
akan mengalami operasi lain untuk meredakan nyeri yang
berkepanjangan.
o Terapi penggantian hormon harus dipertimbangkan setelah operasi jika
kedua ovarium diangkat.
o Nyeri panggul bisa terus berlanjut meskipun pembedahan definitif
telah dilakukan.

KOMPLIKASI
Komplikasi dari endometriosis hanya sedikit. implant dibawah perut atau
uterus mungkin menyebabkan obstruksi dan kerusakan fungsi ginjal yang tidak
terlihat secara langsung. sifat erosis dari lesi pada penyakit yang menyebar secara
agresif dapat menimbulkan banyak gejalah, tergantunga pada jaringan yang
dirusaki. endometriosis dapat menyebabakn ovarium terpelintir, atau dapat ruptur
dan menjatuhkan isinya kedalam cavum peritoneal, terlihat pada peritonitis
kimiawi. Tindakan eksisi pada endometriosis dapat menyebabkan pneumothorax.
(9)

PROGNOSIS
Konseling yang tepat dari pasien dengan endometriosis memerlukan
perhatian terhadap beberapa aspek penyakit ini. Gejala yang diala pasien dan
keinginannya untuk mempunyai anak menentukan terapi yang tepat. Kebanyakan
pasien bias diberitahukan bahwa sakit atau nyeri pada pelvis akan berkurang atau
menghilang dan pengobatan akan membantu mereka mencapai kehamilan.(9)
Perhatian jangka panjang harus lebih diperhatikan karena semua terapi saat
ini menawarkan keringanan atau kelegaan tapi tidak menyembuhkan. Bahkan
setela operasi endometriosis mungkn muncul kembali, tapi resikonya sangat kecil
(sekitar 3%). Terapi penggantian estrogen tidak secara signifikan meningkatkan
resiko timbul kembali. Setelah operasi konservatif, dilaporkan angka kekambuhan
biasanya bervariasi tapi biasanya melewati 10% dalam 3 tahun dan 3% dalam 5
tahun. Kehamilan tertunda tetapi tidak menghalangi kekabuhan. Angka
kekambuhan setelah perawatan medis bervariasi dan sama dengan atau lebih
tinggi dari yang menjalani operasi.(9)
Meskipun banyak pasien yang khawatir kalau endometriasis akan
berkembang dan tidak dapat dielakkan, pengalaman menunjukan bahwa operasi
konservatif mencegah keprluan untuk dilakukannya histerektomi dalam mayoritas
kasus. Jalur dari endometriosis di setiap orang tidak bias diprediksi sekarang, dan
penanganan di masa yang akan dating hars ditingkatkan dari apa yang ada
sekarang.(9)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ling Frank W, Duff Patrick. Obstetrics and Gynecology Principles for


Practice. USA: McGraw-Hill Companies; 2001
2. Edmonds D. Keith. Obstetrics and Gynaecology. Edisi 7. London:
Blackwell Publishing; 2007
3. Wiknjosastro H, Saifudin AB, Rachimhadhi T. IlmuKandungan. Edisi 2.
Jakarta: PT BinaPustakaSarwonoPrawirohardjo; 2009
4. Schorge, John O. Williams Gynecology. USA: McGraw-Hill Companies;
2008
5. Katz Vern L. Comprehensive Gynecology. Edisi 5. USA: Elsevier Inc.;
2007
6. Curtis MG, Overholt S, Hopkins MP. Glass Office Gynecology. Edisi 6.
USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2006
7. Norwitz E, Schorge J. At a GlaneObstetridanGinekologi. Edisi 2. Jakarta:
Erlangga; 2008
8. Berek JS. Berek and Novak Gynecology. USA: Lippincott Williams &
Wilkins; 2007
9. Decherney, Alan H.Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology, Edisi 10.USA: The McGraw-Hill Companies. 2007
SISTEM REPRODUKSI & UROGENITAL II REFERAT
SEMESTER VII SEPTEMBER 2013

ENDOMETRIOSIS

Oleh :

KELOMPOK IV

Pembimbing:
dr. Farah Noya

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2013
KELOMPOK IV

Ketua : Mejers Watumlawar 2010-83-030


Sekretaris : Ida Amsiyati 2010-83-026
Anggota : Merlin C. Rumthe 2010-83-025
Garry R. Rumasoreng 2010-83-026
Wahyuni Renfaan 2010-83-027
Caroline Tupan 2010-83-028
Riostamenia Salaka 2010-83-029

Anda mungkin juga menyukai