Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Miokard infark adalah suatu masalah kardiovaskular yang utama karena

menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi.

Berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan elekrokardiogram (EKG),

dan pemeriksaan marka jantung, maka infark miokard termasuk dalam klasifikasi

sindrom koroner akut yang juga merupakan suatu masalah kardiovaskular. Infark

miokard, dengan elevasi segmen ST maupun non elevasi segmen ST, keduanya dapat

mengancam nyawa karena memiliki prognosis yang buruk dan jika penatalaksanaan

juga yang kurang tepat.

Satu lagi masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan

morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk di

Indonesia selain miokard infark, yakni gagal jantung. Di Indonesia, pasien gagal

jantung relatif lebih muda dibanding eropa dan amerika disertai dengan tampilan

klinis yang lebih berat.

Dengan melihat kedua masalah kesehatan kardiovaskular yang progresif dan

mengancam nyawa tersebut diatas, maka perlu dipelajari tentang miokard infark

melalui laporan kasus ini. Laporan kasus dibawah ini mengenai seorang laki-laki usia

74 tahun yang masuk rumah sakit dengan keluhan lemas.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Tn. JS

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 74 tahun

Alamat : Lata

No. RM : 03-57-01

Agama : Kristen Protestan

Stasus : Sudah menikah

Kebangsaan : WNI

Ruang Rawat : ICCU

Tanggal masuk RS : 23 Agustus 2016

Tanggal Keluar RS : 27 Agustus 2016

B. ANAMNESIS (Alloanamnesis)

Keluhan Utama : Lemas

Keluhan Tambahan : Pusing

Anamnesis Terpimpin :

2
Pasien Masuk RS dengan keluhan lemas 1 hari ini. Keluhan yang

dialami tiba-tiba sejak bangun tidur pagi. Nyeri kepala tidak ada. Pusing

(+),merasakan telinga berdenging (+), Batuk tidak ada, pilek tidak ada. Nyeri

perut ada, BAB/BAK lancar. Makan dan minum baik.

Riwayat Penyakit sebelumnya : Pernah sakit jantung dan berobat ke

dokter.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada

Riwayat Alergi : Tidak ada

Riwayat Pengobatan : Pasien mengkonsumsi obat-obatan dari

dokter, tapi sudah lupa nama obat.

3
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : CM GCS: E4M6V5
Tanda Vital :
Tekanan Darah :120/90 mmHg,
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,50C
Nyeri : Sedang

Status Generalis

Kepala: Normocephal, deformitas (-), rambut putih, panjang, distribusi

rambut merata, dan tidak mudah dicabut.


Mata : Ptosis (-/-), eksoftalmus (-/-), endoftalmus (-/-), xanthelasma (-/-)

pupil bulat isokor, refleks pupil langsung (+/+), refleks pupil tidak

langsung (+), konjuntiva anemis (-), sklera ikterik (-)


Telinga: deformitas (-), pendengaran kesan menurun
Hidung: deformitas (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), pernapasan

cuping hidung (-)


Mulut dan bibir : Lidah tidak hiperemis, stomatitis (-), T 1-T1, Caries dentis

(+)
Leher: Trakea ditengah, JVP 5+2cm H2O, Pembesaran KGB (-)
Paru:
Inspeksi: Gerak nafas simetris, bentuk dada normal, spider nervi (-),

retraksi sela iga (-), massa (-),


Palpasi: Nyeri tekan (-), fremitus raba (+/+)
Perkusi: Sonor:
Auskultasi: Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi: Simetris, sikatrik (-)
Auskultasi: Bising usus normal
Palpasi: Supel, Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba

4
Perkusi: Timpani
Punggung: Kifosis (Sulit dievaluasi), skoliosis (sulit dievaluasi),
Palpasi: Nyeri tekan (-)
Nyeri ketok: Nyeri Ketok Costo Vertebra Angel (-/-)
Auskultasi: Bunyi Pernapasan vesikuler kiri = kanan
Bunyi tambahan: ronki basah halus (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas : Pitting oedema (-/-), deformitas (-/-), atrofi (-/-), akral

hangat (+/+)
Genitalia: Tidak di periksa
Anus dan rectum: Tidak di periksa

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah
2. EKG
3. Foto Thoraks PA
HASIL PEMERIKSAAN DARAH 24 Agustus 2016

PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN


Glukosa Darah
79 mg/dl 80-100mg/dl
Puasa
Ureum 44 10/50 mg/dl

Creatinin R. Habis 0,7-1,2 mg/dl

Asam urat 8,9 <6,0 mg/dl

Kolesterol total 227 <200 mg/dl

Trigliserida R. Habis <150 mg/dl

HDL R. Habis 40 mg/dl

LDL 159 mg/dl <100 mg/dl

SGOT 31 U/L <33 U/L

SGPT 38 U/L <50 U/L

Bilirubin 0,2 <1,5 mg/dl

5
6
HASIL PEMERIKSAAN EKG

Irama : Sinus
Laju kompleks QRS : 80x /menit
Regularitas : Reguler
Interval PR : Memanjang
Aksis : Deviasi aksis ke kiri dengan sudut -300 sampai-900
Morfologi:
Gelombang P : Mengarah keatas, dan bentuk seragam
Kompleks QRS : terdapat Q patologis pada sadapan II, III, aVF dan
VES pada sadapan II, V3, V4, V5 dan V6

Segment ST : Normal

Gelombang T : Terbalik pada sadapan V2, V4, V5


Diagnosis : Iskemia miokard Septo-lateral + OMI inferior +
VES
E. Hasil Foto Thoraks PA

7
Hasil :
- Cor membesar
- Pulmo
Bronchovaskular
kasar
Kesan : Cardiomegali

F. DIAGNOSIS
ISKEMIA MIOCARD SEPTO LATERAL + OMI inferior + VES

G. TERAPI
Tirah baring
IVFD Futrolit 20 tpm
Drip Sohobion 1 ampul / 24 jam
Azitromicin 3 x 1 (ST)
Inj. Pantoprazole 1 vial/12 jam/ iv
Inj Ranitidin 1 ampul / 12 jam
Amlodipin 1 x 1 tablet
Alganax 1x0,5 mg

8
FOLLOW UP

Perawatan Hari Pertama


23-08-16
SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLANNING

Keadaan TD: 120/90 MCI Tirah baring


umum lemah, mmHg Septo- IVFD Futrolit 20 tpm
pusing N: 80x/menit Lateral + Drip Sohobion 1
S:36,50C OMI ampul / 24 jam
P: 20x/menit Inferior + Azitromicin 3 x 1
VES (ST)Inj. Pantoprazole 1
vial/12 jam/ iv
Inj Ranitidin 1 ampul /
12 jam
Amlodipin 1 x 1 tablet
Alganax 1x0,5 mg

Perawatan Hari Kedua


24-08-16
SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLANNING

Keadaan TD: 125/68 MCI Tirah baring


umum lemah, mmHg Septo- IVFD Futrolit 20 tpm
batuk sesekali N: 78x/menit Lateral + Drip Sohobion 1
S:37,40C OMI ampul / 24 jam
P: 22x/menit Inferior + Inj. Pantoprazole 1
VES vial/12 jam/ iv
Inj Ranitidin 1 ampul /
12 jam
Amlodipin 1 x 1 tablet
Alganax 1x0,5 mg
Allupurinol 2 x 1 tablet
Lovenox 0,6 ml/12 jam
Foto rontgen

9
Perawatan Hari Ketiga
25-08-16
SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLANNING

Batuk TD: 145/80 MCI Tirah baring


sesekali mmHg Septo- IVFD Futrolit 20 tpm
N: 80x/menit Lateral + Inj. Pantoprazole 1
S:36,0C OMI vial/12 jam/ iv
P: 20x/menit Inferior + Inj Ranitidin 1 ampul /
VES 12 jam
Amlodipin 1 x 1 tablet
Alganax 1x0,5 mg
Allupurinol 2 x 1 tablet
Lovenox 0,6 ml/12 jam
Hasil foto rontgen
Perawatan Hari Keempat
26-08-16
SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLANNING

Tidak ada TD: 138/80 MCI Tirah baring


keluhan mmHg Septo- IVFD Futrolit 20 tpm
N: 85x/menit Lateral + Inj. Pantoprazole 1
S:36,20C OMI vial/12 jam/ iv
P: 20x/menit Inferior + Inj Ranitidin 1 ampul /
VES 12 jam
Amlodipin 1 x 1 tablet
Alganax 1x0,5 mg
Allupurinol 2 x 1 tablet
Lovenox 0,6 ml/12 jam
Perawatan Hari Kelima
25-08-16
SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLANNING

10
Tidak ada TD: 155/80 MCI Aff Infus
keluhan mmHg Septo- Amlodipin 1 x 1 tablet
N: 80x/menit Lateral + Allupurinol 2 x 1 tablet
S:36,50C OMI
P: 20x/menit Inferior +
VES

11
BAB III

TINJAUAN TEORI

A. ISKEMIA MIOKARD
Berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan elekrokardiogram

(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, maka infark miokard termasuk dalam

klasifikasi sindrom koroner akut. Klasifikasi sindrom koroner akut membagi

infark miokard menjadi dua yakni infark miokard dengan elevasi segmen ST

(STEMI: ST segment elevation myocardial infarction) dan infark miokard dengan

non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation myocardial

infarction). Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan

indikator kejadian oklusi total pembuuh darah arteri koroner. Keadaan ini

memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan

reperfusi miokard secepanya; secara medikamentosa menggunakan agen

fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis

STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pectoris akut disertai elevasi

segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana

revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung.

Diagnosa NSTEMI dan angina pectoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat

keluhan angina pectoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua

sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi

12
segmen ST, inverse gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T

pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan (Gambar 1). Sedangkan

Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark

miokard yang ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang

lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan

biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi

infark miokard akut segmen ST non elevasi (non ST-Elevation Myocardial

infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak

meningkat secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk

peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal

atas (upper limits of normal, ULN). Jika pemeriksaan EKG awal tidak

menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan kelainan yang nondiagnostik

sementara angina masih berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit

kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik

sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-

24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang (Gambar 1). [1-
11]

13
Gambar 1. Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA
(Dikutip dari Anderson JL, et al. J Am Coll Cardiol 2007;50)

DIAGNOSIS

Dengan mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes marka jantung, dan foto polos dada,

diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat dikelompokkan sebagai

berikut: non kardiak, Angina Stabil, Kemungkinan SKA, dan Definitif SKA (Gambar

1). [1-11]

Anamnesis. Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada

yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal

14
berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang,

area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung

intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering

disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak

napas, dan sinkop. Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di

daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas

yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan.

Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau

usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau

demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini

patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama

pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya keluhan

angina setelah terapi nitratsublingual tidak prediktif terhadap diagnosis SKA.

Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada pasien

dengan karakteristik sebagai berikut : [1-11]

1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri

perifer / karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard,

bedah pintas koroner, atau IKP


4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes

mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko

15
tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol

Education Program)
Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor

pencetus iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan

diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi

basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi

komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut,

hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan

terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak

seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri

pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam

memikirkan diagnosis banding SKA. [1-11]


Pemeriksaan elektrokardiogram. Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau

keluhan lain yang mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12

sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan,

sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan

perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu,

sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG

awal nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak

kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang

setiap keluhan angina timbul kembali. Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien

dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left

Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persis ten

16
(20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa

inversi gelombang T. Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada

2 sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis

STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada

sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada usiadan

jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia 40

tahun adalah 0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah 0,25 mV. Sedangkan pada

perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa memandang usia,

adalah 0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan

V3R dan V4R adalah 0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang 0,1 mV

dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah 0,5 mV. Depresi

segmen ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh

segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi di

mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi segmen ST

dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru mengingat

pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG

yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil

pemeriksaan marka jantung tersedia. [1-11]

17
Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien dengan

LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST 1 mm pada

sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST 1 mm di V1-V3.

Perubahan segmen ST seperti ini disebut sebagai perubahan konkordan yang

mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah untuk diagnosis iskemik akut.

Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan dengan kompleks QRS negatif

mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah. Adanya keluhan angina akut

dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan elevasi segmen ST yang persisten,

diagnosisnya adalah infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI) atau

Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi segmen ST yang diagnostik

untuk iskemia adalah sebesar 0,05 mV di sadapan V1-V3 dan 0,1 mV di sadapan

lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen

ST yang tidak persisten (<20menit), dan dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan.

Inversi gelombang T yang simetris 0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk

18
iskemia akut. Semua perubahan EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG yang

diagnostic dikategorikan sebagai perubahan EKG yang nondiagnostik. [1-11]

Pemeriksaan marka jantung. Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin

I/T merupakan marka nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis

infark miokard. Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas

dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya

menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan

penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga

dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma

kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan

nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar,

gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi,

dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I memberikan

informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan

disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih

tinggi dari troponin T. Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau

troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA,

pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA

tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam

setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada

seseorang dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah)

dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat,

19
CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun

infark periprosedural. (lihat gambar 2). Pemeriksaan marka jantung sebaiknya

dilakukan di laboratorium sentral. Pemeriksaan di ruang darurat atau ruang rawat

intensif jantung (point of care testing) pada umumnya berupa tes kualitatif atau

semikuantitatif, lebih cepat (15-20 menit) tetapi kurang sensitif. Point of care testing

sebagai alat diagnostic rutin SKA hanya dianjurkan jika waktu pemeriksaan di

laboratorium sentralmemerlukan waktu >1 jam. Jika marka jantung secara point of

care testing menunjukkan hasil negatif maka pemeriksaan harus diulang di

laboratorium sentral. [1-11]

Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda: [1-11]

1. Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak seluruhnya

tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat-darurat.


2. EKG normal atau nondiagnostik, dan
3. Marka jantung normal

Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda: [1-11]

1. Angina tipikal.
2. EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi ST

atau inversi T yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau LBBB

baru/persangkaan baru.
3. Peningkatan marka jantung

Kemungkinan SKA dengan gambaran EKG nondiagnostik dan marka jantung normal

perlu menjalani observasi di ruang gawat-darurat. Definitif SKA dan angina tipikal

20
dengan gambaran EKG yang nondiagnostik sebaiknya dirawat di rumah sakit dalam

ruang intensive cardiovascular care (ICVCU/ICCU).

Pemeriksaan laboratorium. Data laboratorium, di samping marka jantung, yang

harus dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu,

status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan

laboratorium tidak boleh menunda terapi SKA. [1-11]

Pemeriksaan foto polos dada. Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan

meninggalkan ruang gawat darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada

harus dilakukan di ruang gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan pemeriksaan

adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan penyakit

penyerta. [1-11]

TINDAKAN UMUM DAN LANGKAH AWAL

Berdasarkan langkah diagnostik tersebut di atas, dokter perlu segera menetapkan

diagnosis kerja yang akan menjadi dasar strategi penanganan selanjutnya. Yang

dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan

diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang

gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi

awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA),

yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan. [1-11]

21
1. Tirah baring (Kelas I-C)
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2

arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi (Kelas I-C)


3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam

pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri (Kelas IIa-C)


4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui

intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih

terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat

(Kelas I-C)
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)

a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan

dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang

direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik (Kelas I-B) atau

b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis

pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk

terapireperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP

yang dianjurkan adalah clopidogrel) (Kelas I-C).

6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada

yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). jika

nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima

menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada

pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I-

C). dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat

dipakai sebagai pengganti

22
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien

yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas IIa-B).

B. Old Miokard Infark

Old Infark Miokard adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena

sumbatan arteri koroner (Hudak & Gallo; 1997). Sumbatan terjadi oleh karena

adanya ateroksklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga menyumbat aliran

darah ke jaringan otot jantung.

Aterosklerotik adalah suatu penyakit pada arteri-arteri besar dan sedang

dimana lesi lemak yang disebut Plak Ateromatosa timbul pada permukaan

dalam dinding arteri. Sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran

darah ke arteri bagiuan distal (Hudak & Gallo; 1997)

Old Infark miokard disebabkan oleh karena atherosclerosis atau

penyumbatan total atau sebagian oleh emboli dan atau thrombus

Faktor resiko yang menjadi pencetus terjadinya Old Infark Miokard old adalah :

1 Faktor resiko yang dapat diubah


a Mayor merokok, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia,

hiperkolesterolimia dan pola makan (tinggi lemak dan tingi kalori).


b Minor stress, kepribadian tipe A (emosional, agresif, dan ambivalen)

daninaktifitas fisik.
2 Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a Hereditas/keturunan
b Usia lebih dari 40 tahun

23
c Ras, insiden lebih tinggi orang berkulit hitam. Sex, pria lebih sering

daripada wanita.

Dalam menentukan adanya OMI (Old Miokard Infark) pada seseorang dari

hasil rekam jantung (EKG), umumnya bisa dilihat pada gelombang Q. Dimana

pada gelombang Q akan muncul Q patologis. Apa itu Q patologis? Q patologis

adalah apabila hasil rekam jantung Q lebih dalam 1/3 dari tinggi R. Apabila Q

patologis hadir di lead II, III, dan AVF maka OMI terjadi di bagian inferior

(bawah), jika terjadi di V5 dan V6 berarti serangan jantung yang lama terjadi di

area jantung lateral (samping)

Tanda dan Gejala Old Infark Miokard

Tanda dan gejala yang timbul pada Old Infark Miokard adalah sebagai berikut :

1 Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas
kiri, kebanyakan lamanya 30 menit sampai beberapa jam, sifatnya seperti
ditusuk-tusuk, ditekan, tertindik.

2 Takhikardi

3 Keringat banyak sekali

4 Kadang mual bahkan muntah diakibatkan karena nyeri hebat dan reflek
vasosegal yang disalurkan dari area kerusakan miokard ke trakus gastro
intestinal

5 Dispnea

6 Abnormal Pada pemeriksaan EKG

24
Pengobatan Infark Miokard Old

A Vasodilatator

Vasodilatator pilihan untuk mengurangi rasa nyeri jantung adalah

nitroglycerin, baik secara intra vena maupun sublingual, efek sampingnya yaitu

dapat mengurangi preload, beban kerja jantung dan after load.

B Antikoagulan

Heparin adalah anti koagulan pilihan utama, heparin bekerja memperpanjang

waktu pembekuan darah, sehingga mencegah thrombus Trombolitik

Untuk melarutkan thrombus yang telah terbentuk di arteri koroner,

memperkecil penyumbatan dan meluasnya infark, teombolitik yang biasa

digunakan adalah streptokinase, aktifasi plasminogen jaringan dan amistropletase

D Analgetik

Pemberian dibatasi hanya untukk pasien yang tidak efektif dengan

pemberian nitrat dan antiloagulan, analgetik pilihan adalah morvin sulfat

secara IV

C VENTRIKULAR EKSTRASISTOL

Kontraksi ventrikular prematur atau ventrikel ekstrasistol merupakan suatu

denyut ventrikular dini yang berasal dari bagian bawah bifucartio berkas his

25
(bagian distal hingga ke sistem his-purkinje).5,6 Ventrikel ekstrasistol

dikarakteristikkan dengan pelebaran kompleks QRS prematur yang secara

morfologi berbeda dibandingkan dengan kompleks QRS baseline.6 Beberapa

klasifikasi VES antara lain:17

1. Klasifikasi menurut frekuensi


a. Sering
jika didapatkan sepuluh atau lebih denyut VES per jam (menurut

monitoring Holter), atau enam atau lebih denyut per menit.


b. Kadang-kadang
jika didapatkan kurang dari sepuluh denyut prematur per jam atau

kurang dari enam denyut prematur per menit.


2. Kalsifikasi menurut hubungannya dengan denyut jantung normal
a. Bigemini
kompleks pasangan, VES berubah dengan suatu denyut normal.
b. Trigemini
VES terjadi setiap denyut ke tiga (2 denyut sinus diikuti oleh VES).
c. Quadrigemini
VES terjadi setiap denyut ke empat (3 denyut sinus diikuti oleh VES).
Telah diketahui sejumlah penyebab terjadinya VES terutama segala

sesuatu yang merangsang sistem saraf simpatis, 4 namun untuk mempermudah

pemahaman maka penyebab VES secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:5
1. Penyebab kardiak (berasal dari jantung)
a. Infark miokard akut
b. Kardiomiopati (iskemik, dilatasi, hipertrofi, infitratif)
c. Peregangan miokard
d. Bradikardia
e. Takikardia (status katekolamin tinggi)
2. Penyebab non-kardiak (tidak berasal dari jantung)
a. Gangguan elektrolit (hipokalemia, hipomagnesemia, atau hiperkalsemia)
b. Medikasi (digoksin, antidepresan trisiklik, aminofilin, fluoxetin,

pseudoefedrin)
c. Obat lain (kokain, amfetamin, kafein, alkohol)
d. Anastesi

26
e. Pembedahan
f. Infeksi
g. Stres

Anamnesis

Pada umumnya pasien dengan VES tampak asimptomatis. 17 Jika bergejala,

pasien VES akan mengeluhkan denyut jantung tidak beraturan, palpitasi,

pusing, mudah lelah, nyeri dada, sesak napas, dan kadang disertai sinkop. 17,18

Selain gejala penting untuk ditanyakan riwayat penyakit jantung untuk

mengetahui apakah penyebab berasal dari jantung. Perlu juga ditanyakan

mengenai riwayat konsumsi obat-obatan, kafein, riwayat infeksi, tanda-tanda

gangguan keseimbangan elektrolit untuk mencari tahu penyebab diluar

jantung.19
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik (auskultasi) dapat ditemukan adanya penurunan

intensitas bunyi jantung, terdengar denyut tambahan yang mengikuti jeda

denyutan. Ventrikular ekstrasistol dapat terjadi karena perfusi yang rendah

akibatnya tidak dapat dirasa oleh denyut radial sehingga dianggap sebagai

suatu bradikardia palsu.19


Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan EKG
Untuk diklasifikasikan sebagai VES/PVC maka perlu ditemukan 4

kriteria ini pada pemeriksaan EKG yaitu:20


1) Prematur QRS tanpa suatu gelombang P prematur;
2) Perbedaan pada kompleks QRS antara VES dan kompleks QRS

regular;
3) Pemanjangan durasi QRS, dan;
4) Perbedaan QRS dan vector gelombang T.

27
Panjang dan morfologi VES sangat bervariasi dan bergantung pada

lokasi asal, adanya penyakit jantung struktural dan terapi dengan obat-

obatan anti-aritmia. Pada umumnya, durasi kompleks QRS akan lebih

panjang dari 120 detik, karena aktivasi menyebar terjadi dari suatu

ventrikel ke kontralateralnya. 20

Gambar 5. EKG seorang pasien usia 55 tahun dengan VES


asimptomatik.3

Namun demikian, ketika aktivasi berasal dari salah satu fasikulus

hingga ke sistem konduksi spesifik, kedua ventrikel dapat teraktivasi

secara sinkron dan menghasilkan gambaran kompleks QRS yang kurang

dari 120 detik.3 Ada pula jeda kompensatori setelah VES yaitu interval R-

R normal yang dihasilkan oleh nodus SA setelah VES.7

28
Gambar 6. VES dengan jeda kompensatori.7

Gambar 7. VES multiform.14

Gambar 8. VES uniform (trigemini)14

Gambar 9. Morfologi VES bigemini.15

29
Gambar 10. Morfologi VES quardigemini.15

b. Exercise testing
Pada pasien-pasien tertentu, terutama ketika mengarah pada gejala

yang berkaitan dengan latihan, exercise stress testing perlu

dipertimbangkan untuk membandingkan apakah VES meningkat atau

ditekan oleh latihan, serta menilai panjang durasi VES bila diprovokasi.

Hasil tes negatif dapat mengurangi kemungkinan bahwa takikardi

ventrikular polimorfik katekolamin (catecholaminergic polymorphic

ventricular tachycardia /CPVT) adalah penyakit yang mendasari

munculnya VES.16
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, tanda-tanda

infeksi, enzim-enzim penanda iskemik/infark miokardium.5


d. Pemeriksaan pencitraan (imaging)
Walaupun pasien VES dapat secara akurat dinilai berdasarkan

pemeriksaan EKG 12 lead dan ekokardiografi, pemeriksaan MRI mungkin

menyediakan diagnostik tambahan dan data prognosis ketika ada tidaknya

penyakit jantung struktural masih menyisakan keraguan. Sekalipun belum

ada data investigasi skala besar mengenai pasien VES yang harus

dilakukan pemeriksaan MRI, manajemen beberapa jenis penyakit jantung

struktural yang berkaitan dengan VES mungkin memerlukan bantuan MRI

30
seperti kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati hipertrofik, sarcoidosis,

amyloidosis, dan arrhythmogenic right ventricular cardiomyopathy

(ARVC).16
TATALAKSANA
Manajemen terapi VES bergantung pada dua faktor yaitu riwayat penyakit

jantung struktural atau riwayat penyakit jantung kongenital yang dikoreksi

dengan pembedahan, dan gejala yang dialami oleh pasien.7 Terapi VES dibagi

menjadi dua kelompok, yaitu:5,16


1. Terapi VES tanpa penyakit jantung struktural
Pada pasien-pasien VES asimptomatik maka tidak memerlukan terapi

medis. Terapi medis baik pada pasien asimptomatik maupun simptomatik

dimulai dengan melakukan edukasi mengenai asal mula aritmia itu terjadi dan

menenangkan hati pasien, menjauhi faktor-faktor yang dapat mengagregasi,

dan obat-obatan ansiolitik jika dibutuhkan.


Pada pasien-pasien yang tidak dapat ditangani dengan hanya edukasi,

maka dapat dipertimbangkan untuk diberikan obat golongan penghambat beta

( blockers) atau obat penghambat kanal kalsium non-dihidropiridin (non-

dihydropyridine calcium antagonists). Pemberian obat anti-aritmia

(amiodarone, flecainide, mexiletine, propafenone, sotalol) terbukti efektif

dalam menekan dan memperbaiki gejala VES. Namun demikian, karena obat-

obat ini dapat meningkatkan risiko kematian pada pasien VES dengan

penyakit jantung struktural, maka mungkin dengan pengecualian pada

amiodaron, maka edukasi mengenai obat dan berhati-hati dalam

menggunakannya.
2. Terapi VES dengan penyakit jantung struktural

31
Pasien dikatakan masuk dalam kategori ini jika ditemukan adanya dua

atau lebih variable dibawah ini:


a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) < 0,40
b. Ventricular late potentials
c. VES repetitif

Pasien-pasien yang berada di kelompok ini harus melakukan pengobatan

terhadap penyakit jantung yang mendasarinya termasuk mengontrol

keseimbangan elektrolit dan tekanan darah.

Selain edukasi dan terapi medikamentosa, sejumlah penelitian menunjukkan

bahwa ablasi kateter memiliki manfaat yang cukup besar dan dapat

mengeliminasi VES pada 74 100% pasien. Ablasi kateter hanya

direkomendasikan pada pasien-pasien dengan gejala VES yang jelas dan

frekuensi VES yang sering..

32
BAB IV

PEMBAHASAN

Iskemia miokard adalah kurangnya oksigen pada sel otot jantung. Secara

klinis, yang dialami oleh orang dengan iskemia miokard adalah sering

mengeluhkan nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina

ekuivalen, berupa rasa tertekan/berta daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri,

leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat

berlangsung intermitten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Selain itu juga

ditandai dengan depresi segmen ST, inversi gelombang T, atau keduanya pada saat

dilakukan pemeriksaan EKG. Pada pasien ini tidak ditemukan gejala-gejala diatas,

namun pada saat dilakukan pemeriksaan EKG ditemukan inversi gelombang T.

Lokasi iskemia miokard ditemukan Inversi gelombang T pada sadapan V2, V4,

dan V5, yang berarti iskemik pada septolateral. Pada EKG juga ditemukan Q

patologis pada sadapan II, III dan aVF yang berarti bahwa pasien ini mengalami

Old Miokard Infark (OMI), dan juga terdapat VES pada sadapan II, V3, V4, V5,

V6.

Menurut teori terapi penyakit iskemia pada jantung, yaitu dengan

memberikan terapi awal sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka

jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin

(disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan. Pada

pasien ini tidak diberikan semua sesuai dengan teori.

33
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Iskemia miokard dan Gagal jantung dapat terjadi bersaman dalam

satu individu, dengan penatalaksanaan yang berbeda sesuai dengan aturan

dan pedomannya masing-masing.


B. SARAN

Perlu diperhatikan dengan saksama tatalaksana dari penyakit

iskemia miokard dan gagal jantung, agar dapat dipahami dengan baik dan

digunakan dalam menunaikan tugas sebagai dokter dalam mengobati

masyarakat terkhususnya yang mengalami masalah jantung, dalam hal ini

iskemia miokard dan gagal jantung.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Irmalita, Juzar DA, Andrianto, Setianto BY, Tobing DPL, Firman D, dkk.

Buku Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Ketiga.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular. 2015


2. ACC/AHA 2007 guidelines for the management of patients with unstable

angina/non ST-elevation myocardial infarction. A report of the American

College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practive

Guidelines. J Am Coll Cardiol. 2007; DOI:10.1016/j.jacc.2007.02.028.

available at : http://content.onlinejacc.org/cgi/content/full/50/7/e1.

Circulation.2007; DOI :10.1161/CIRCULATIONAHA.107.185752.

available at:

http://cir.ahajournals.org/cgi/reprint/CIRCULATIONAHA.107.185752.
3. The 2007 Focused Update of the ACC/AHA Guidelines for Management

of Patients With ST-Elevation Myocardial Infarction (journal of the

American College of Cardiology published ahead of print on December

10,2007, available at

http://content.onlinejacc.org/cgi/content/full/j.jacc.2007.10.001
4. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation

Myocardial InfactionExecutive Summary: A Report of the American

College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice

Guidelines (Writing Committee to Revise the 1999 Guidelines for the

Management of Patients with Acute Myocardial Infarction). Circulation.

35
2004;110:588-636. Available at:

http://circ.ahajournals.org/content/111/15/2013/1/full.pdf
5. Management of acute coronary syndromes in patients presenting without

persistent ST-segment elevation. European Heart Journal 2002;23:1809-

1840
6. Killip T, Kimball JT (Oct 1967). Treatment of myocardial infarction in a

coronary care unit. A two year experience with 250 patients. Am J

Cardiol. 20 (4): 45764


7. ESC Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in

Patients Presenting with Persistent ST segmen Elevation. Europen Heart

Journal 2008;29:2909-2945
8. Pedoman PERKI 2004 Tatalaksana Sindrom Koroner Akut dengan ST-

elevasi
9. Pedoman PERKI 2004 Tatalaksana Sindrom Koroner Akut tanpa ST-

elevasi
10. ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in

patients presenting without persistent ST-segment elevation. Eur Heart

Journal 2011;32:2999-3054
11. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in

patients presenting with ST-segment elevation. European Heart Journal

2012;33:2569-2619
12. Siswanto BB, Hersunarti N, Erwinanto, Barack R, Pratikto RS, Nauli SE,

dkk. Buku Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Edisi Pertama.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular. 2015


13. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, et al. ESC Guidelines for the

diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008. Eur Heart

J 2008;29:2388442.

36
14. McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, et al. ESC Guidelines for the

diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task

Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure

2012 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration

with the Heart. Eur Heart J [Internet] 2013;32:e1641 e61. Available

from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22611136
15. Rydn L, Grant PJ, Anker SD, et al. ESC guidelines on diabetes,

prediabetes, and cardiovascular diseases developed in collaboration with

the EASD. Eur Heart J 2013;34:303587.


16. Pia I. Acute HF: Guidance on Reducing Readmissions [Internet].2013

[cited 2015 Feb 21];Available

from:http://www.medscape.com/viewarticle/777325
17. Roberts-Thomson KC, Lau DH, Sanders P. The diagnosis and

management of ventricular arrhythmias. Nat. Rev. Cardiol. 2011.


18. McPherson CA, Rosenfeld LE. Heart rhythm disorders. Yale University

School of Medicine Heart Book.


19. Silva AP, LuisMerino J. Frequent ventricular extrasistoles: significance,

prognosis and treatment. European Society of Cardiology. 2011; 9(17).


20. Solomon MD, Froelicher V. The prevalence and prognostic value of rest

premature ventricular contractions. InTech Europe. 2012.


21. Augostini R. Premature Ventricular Contractions. Ohio State Medical

Center. 2011.

37

Anda mungkin juga menyukai