PENDAHULUAN
menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi.
dan pemeriksaan marka jantung, maka infark miokard termasuk dalam klasifikasi
sindrom koroner akut yang juga merupakan suatu masalah kardiovaskular. Infark
miokard, dengan elevasi segmen ST maupun non elevasi segmen ST, keduanya dapat
mengancam nyawa karena memiliki prognosis yang buruk dan jika penatalaksanaan
Satu lagi masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan
Indonesia selain miokard infark, yakni gagal jantung. Di Indonesia, pasien gagal
jantung relatif lebih muda dibanding eropa dan amerika disertai dengan tampilan
mengancam nyawa tersebut diatas, maka perlu dipelajari tentang miokard infark
melalui laporan kasus ini. Laporan kasus dibawah ini mengenai seorang laki-laki usia
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Tn. JS
Usia : 74 tahun
Alamat : Lata
No. RM : 03-57-01
Kebangsaan : WNI
B. ANAMNESIS (Alloanamnesis)
Anamnesis Terpimpin :
2
Pasien Masuk RS dengan keluhan lemas 1 hari ini. Keluhan yang
dialami tiba-tiba sejak bangun tidur pagi. Nyeri kepala tidak ada. Pusing
(+),merasakan telinga berdenging (+), Batuk tidak ada, pilek tidak ada. Nyeri
dokter.
3
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : CM GCS: E4M6V5
Tanda Vital :
Tekanan Darah :120/90 mmHg,
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,50C
Nyeri : Sedang
Status Generalis
pupil bulat isokor, refleks pupil langsung (+/+), refleks pupil tidak
(+)
Leher: Trakea ditengah, JVP 5+2cm H2O, Pembesaran KGB (-)
Paru:
Inspeksi: Gerak nafas simetris, bentuk dada normal, spider nervi (-),
4
Perkusi: Timpani
Punggung: Kifosis (Sulit dievaluasi), skoliosis (sulit dievaluasi),
Palpasi: Nyeri tekan (-)
Nyeri ketok: Nyeri Ketok Costo Vertebra Angel (-/-)
Auskultasi: Bunyi Pernapasan vesikuler kiri = kanan
Bunyi tambahan: ronki basah halus (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas : Pitting oedema (-/-), deformitas (-/-), atrofi (-/-), akral
hangat (+/+)
Genitalia: Tidak di periksa
Anus dan rectum: Tidak di periksa
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah
2. EKG
3. Foto Thoraks PA
HASIL PEMERIKSAAN DARAH 24 Agustus 2016
5
6
HASIL PEMERIKSAAN EKG
Irama : Sinus
Laju kompleks QRS : 80x /menit
Regularitas : Reguler
Interval PR : Memanjang
Aksis : Deviasi aksis ke kiri dengan sudut -300 sampai-900
Morfologi:
Gelombang P : Mengarah keatas, dan bentuk seragam
Kompleks QRS : terdapat Q patologis pada sadapan II, III, aVF dan
VES pada sadapan II, V3, V4, V5 dan V6
Segment ST : Normal
7
Hasil :
- Cor membesar
- Pulmo
Bronchovaskular
kasar
Kesan : Cardiomegali
F. DIAGNOSIS
ISKEMIA MIOCARD SEPTO LATERAL + OMI inferior + VES
G. TERAPI
Tirah baring
IVFD Futrolit 20 tpm
Drip Sohobion 1 ampul / 24 jam
Azitromicin 3 x 1 (ST)
Inj. Pantoprazole 1 vial/12 jam/ iv
Inj Ranitidin 1 ampul / 12 jam
Amlodipin 1 x 1 tablet
Alganax 1x0,5 mg
8
FOLLOW UP
9
Perawatan Hari Ketiga
25-08-16
SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLANNING
10
Tidak ada TD: 155/80 MCI Aff Infus
keluhan mmHg Septo- Amlodipin 1 x 1 tablet
N: 80x/menit Lateral + Allupurinol 2 x 1 tablet
S:36,50C OMI
P: 20x/menit Inferior +
VES
11
BAB III
TINJAUAN TEORI
A. ISKEMIA MIOKARD
Berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan elekrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, maka infark miokard termasuk dalam
infark miokard menjadi dua yakni infark miokard dengan elevasi segmen ST
indikator kejadian oklusi total pembuuh darah arteri koroner. Keadaan ini
STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pectoris akut disertai elevasi
Diagnosa NSTEMI dan angina pectoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pectoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua
sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi
12
segmen ST, inverse gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T
Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark
miokard yang ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang
lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan
infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak
meningkat secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk
peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal
atas (upper limits of normal, ULN). Jika pemeriksaan EKG awal tidak
sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-
24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang (Gambar 1). [1-
11]
13
Gambar 1. Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA
(Dikutip dari Anderson JL, et al. J Am Coll Cardiol 2007;50)
DIAGNOSIS
pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes marka jantung, dan foto polos dada,
diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat dikelompokkan sebagai
berikut: non kardiak, Angina Stabil, Kemungkinan SKA, dan Definitif SKA (Gambar
1). [1-11]
Anamnesis. Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada
yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal
14
berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang,
intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering
napas, dan sinkop. Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di
daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas
yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan.
Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau
usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau
demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini
patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama
pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya keluhan
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada pasien
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri
perifer / karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard,
mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko
15
tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol
Education Program)
Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor
diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi
hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan
terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak
seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri
pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam
keluhan lain yang mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12
sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan
perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu,
sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG
awal nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak
setiap keluhan angina timbul kembali. Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien
dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left
Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persis ten
16
(20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa
inversi gelombang T. Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada
STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada
sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada usiadan
jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia 40
tahun adalah 0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah 0,25 mV. Sedangkan pada
perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa memandang usia,
adalah 0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan
V3R dan V4R adalah 0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang 0,1 mV
dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah 0,5 mV. Depresi
segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi di
pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG
yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil
17
Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien dengan
mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah untuk diagnosis iskemik akut.
Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan dengan kompleks QRS negatif
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah. Adanya keluhan angina akut
diagnosisnya adalah infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI) atau
Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi segmen ST yang diagnostik
untuk iskemia adalah sebesar 0,05 mV di sadapan V1-V3 dan 0,1 mV di sadapan
lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen
ST yang tidak persisten (<20menit), dan dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan.
Inversi gelombang T yang simetris 0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk
18
iskemia akut. Semua perubahan EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG yang
I/T merupakan marka nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis
infark miokard. Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas
dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan
dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma
nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar,
gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi,
informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan
disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih
tinggi dari troponin T. Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau
troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA,
pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA
tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam
setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada
dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat,
19
CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun
intensif jantung (point of care testing) pada umumnya berupa tes kualitatif atau
semikuantitatif, lebih cepat (15-20 menit) tetapi kurang sensitif. Point of care testing
sebagai alat diagnostic rutin SKA hanya dianjurkan jika waktu pemeriksaan di
laboratorium sentralmemerlukan waktu >1 jam. Jika marka jantung secara point of
1. Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak seluruhnya
1. Angina tipikal.
2. EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi ST
atau inversi T yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau LBBB
baru/persangkaan baru.
3. Peningkatan marka jantung
Kemungkinan SKA dengan gambaran EKG nondiagnostik dan marka jantung normal
perlu menjalani observasi di ruang gawat-darurat. Definitif SKA dan angina tipikal
20
dengan gambaran EKG yang nondiagnostik sebaiknya dirawat di rumah sakit dalam
harus dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu,
status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan
meninggalkan ruang gawat darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada
harus dilakukan di ruang gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan pemeriksaan
penyerta. [1-11]
diagnosis kerja yang akan menjadi dasar strategi penanganan selanjutnya. Yang
dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan
diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang
gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi
awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA),
21
1. Tirah baring (Kelas I-C)
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2
terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat
(Kelas I-C)
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). jika
nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I-
C). dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat
22
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas IIa-B).
Old Infark Miokard adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena
sumbatan arteri koroner (Hudak & Gallo; 1997). Sumbatan terjadi oleh karena
dimana lesi lemak yang disebut Plak Ateromatosa timbul pada permukaan
Faktor resiko yang menjadi pencetus terjadinya Old Infark Miokard old adalah :
daninaktifitas fisik.
2 Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a Hereditas/keturunan
b Usia lebih dari 40 tahun
23
c Ras, insiden lebih tinggi orang berkulit hitam. Sex, pria lebih sering
daripada wanita.
Dalam menentukan adanya OMI (Old Miokard Infark) pada seseorang dari
hasil rekam jantung (EKG), umumnya bisa dilihat pada gelombang Q. Dimana
adalah apabila hasil rekam jantung Q lebih dalam 1/3 dari tinggi R. Apabila Q
patologis hadir di lead II, III, dan AVF maka OMI terjadi di bagian inferior
(bawah), jika terjadi di V5 dan V6 berarti serangan jantung yang lama terjadi di
Tanda dan gejala yang timbul pada Old Infark Miokard adalah sebagai berikut :
1 Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas
kiri, kebanyakan lamanya 30 menit sampai beberapa jam, sifatnya seperti
ditusuk-tusuk, ditekan, tertindik.
2 Takhikardi
4 Kadang mual bahkan muntah diakibatkan karena nyeri hebat dan reflek
vasosegal yang disalurkan dari area kerusakan miokard ke trakus gastro
intestinal
5 Dispnea
24
Pengobatan Infark Miokard Old
A Vasodilatator
nitroglycerin, baik secara intra vena maupun sublingual, efek sampingnya yaitu
B Antikoagulan
D Analgetik
secara IV
C VENTRIKULAR EKSTRASISTOL
denyut ventrikular dini yang berasal dari bagian bawah bifucartio berkas his
25
(bagian distal hingga ke sistem his-purkinje).5,6 Ventrikel ekstrasistol
pemahaman maka penyebab VES secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:5
1. Penyebab kardiak (berasal dari jantung)
a. Infark miokard akut
b. Kardiomiopati (iskemik, dilatasi, hipertrofi, infitratif)
c. Peregangan miokard
d. Bradikardia
e. Takikardia (status katekolamin tinggi)
2. Penyebab non-kardiak (tidak berasal dari jantung)
a. Gangguan elektrolit (hipokalemia, hipomagnesemia, atau hiperkalsemia)
b. Medikasi (digoksin, antidepresan trisiklik, aminofilin, fluoxetin,
pseudoefedrin)
c. Obat lain (kokain, amfetamin, kafein, alkohol)
d. Anastesi
26
e. Pembedahan
f. Infeksi
g. Stres
Anamnesis
pusing, mudah lelah, nyeri dada, sesak napas, dan kadang disertai sinkop. 17,18
jantung.19
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik (auskultasi) dapat ditemukan adanya penurunan
akibatnya tidak dapat dirasa oleh denyut radial sehingga dianggap sebagai
regular;
3) Pemanjangan durasi QRS, dan;
4) Perbedaan QRS dan vector gelombang T.
27
Panjang dan morfologi VES sangat bervariasi dan bergantung pada
lokasi asal, adanya penyakit jantung struktural dan terapi dengan obat-
panjang dari 120 detik, karena aktivasi menyebar terjadi dari suatu
ventrikel ke kontralateralnya. 20
dari 120 detik.3 Ada pula jeda kompensatori setelah VES yaitu interval R-
28
Gambar 6. VES dengan jeda kompensatori.7
29
Gambar 10. Morfologi VES quardigemini.15
b. Exercise testing
Pada pasien-pasien tertentu, terutama ketika mengarah pada gejala
ditekan oleh latihan, serta menilai panjang durasi VES bila diprovokasi.
munculnya VES.16
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, tanda-tanda
ada data investigasi skala besar mengenai pasien VES yang harus
30
seperti kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati hipertrofik, sarcoidosis,
(ARVC).16
TATALAKSANA
Manajemen terapi VES bergantung pada dua faktor yaitu riwayat penyakit
dengan pembedahan, dan gejala yang dialami oleh pasien.7 Terapi VES dibagi
dimulai dengan melakukan edukasi mengenai asal mula aritmia itu terjadi dan
dalam menekan dan memperbaiki gejala VES. Namun demikian, karena obat-
obat ini dapat meningkatkan risiko kematian pada pasien VES dengan
menggunakannya.
2. Terapi VES dengan penyakit jantung struktural
31
Pasien dikatakan masuk dalam kategori ini jika ditemukan adanya dua
bahwa ablasi kateter memiliki manfaat yang cukup besar dan dapat
32
BAB IV
PEMBAHASAN
Iskemia miokard adalah kurangnya oksigen pada sel otot jantung. Secara
klinis, yang dialami oleh orang dengan iskemia miokard adalah sering
mengeluhkan nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina
leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat
berlangsung intermitten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Selain itu juga
ditandai dengan depresi segmen ST, inversi gelombang T, atau keduanya pada saat
dilakukan pemeriksaan EKG. Pada pasien ini tidak ditemukan gejala-gejala diatas,
Lokasi iskemia miokard ditemukan Inversi gelombang T pada sadapan V2, V4,
dan V5, yang berarti iskemik pada septolateral. Pada EKG juga ditemukan Q
patologis pada sadapan II, III dan aVF yang berarti bahwa pasien ini mengalami
Old Miokard Infark (OMI), dan juga terdapat VES pada sadapan II, V3, V4, V5,
V6.
memberikan terapi awal sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka
jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin
(disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan. Pada
33
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Iskemia miokard dan Gagal jantung dapat terjadi bersaman dalam
iskemia miokard dan gagal jantung, agar dapat dipahami dengan baik dan
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Irmalita, Juzar DA, Andrianto, Setianto BY, Tobing DPL, Firman D, dkk.
available at : http://content.onlinejacc.org/cgi/content/full/50/7/e1.
available at:
http://cir.ahajournals.org/cgi/reprint/CIRCULATIONAHA.107.185752.
3. The 2007 Focused Update of the ACC/AHA Guidelines for Management
10,2007, available at
http://content.onlinejacc.org/cgi/content/full/j.jacc.2007.10.001
4. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation
35
2004;110:588-636. Available at:
http://circ.ahajournals.org/content/111/15/2013/1/full.pdf
5. Management of acute coronary syndromes in patients presenting without
1840
6. Killip T, Kimball JT (Oct 1967). Treatment of myocardial infarction in a
Journal 2008;29:2909-2945
8. Pedoman PERKI 2004 Tatalaksana Sindrom Koroner Akut dengan ST-
elevasi
9. Pedoman PERKI 2004 Tatalaksana Sindrom Koroner Akut tanpa ST-
elevasi
10. ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in
Journal 2011;32:2999-3054
11. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in
2012;33:2569-2619
12. Siswanto BB, Hersunarti N, Erwinanto, Barack R, Pratikto RS, Nauli SE,
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008. Eur Heart
J 2008;29:2388442.
36
14. McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, et al. ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task
Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22611136
15. Rydn L, Grant PJ, Anker SD, et al. ESC guidelines on diabetes,
from:http://www.medscape.com/viewarticle/777325
17. Roberts-Thomson KC, Lau DH, Sanders P. The diagnosis and
Center. 2011.
37