Daftar Isi................................................................................................................i
Daftar Tabel...........................................................................................................ii
Daftar Gambar.......................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan...............................................................................................1
1 Latar Belakang.................................................................................................1
2 Rumusan Masalah...........................................................................................1
3 Tujuan..............................................................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka.......................................................................................2
BAB III Metode Percobaan...................................................................................5
3.1. Alat dan Bahan...............................................................................................5
3.2. Prosedur Percobaan........................................................................................6
BAB IV Analisa Data dan Pembahasan................................................................8
4.1. Data Hasil Pengamatan...................................................................................8
4.2. Analisa Data....................................................................................................9
4.3. Pembahasan....................................................................................................10
BAB V Penutup.....................................................................................................12
5.1. Kesimpulan.....................................................................................................12
Daftar Pustaka.......................................................................................................13
1
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1................................................................................................................5
Tabel 4.1................................................................................................................8
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1............................................................................................................7
Gambar 4.1............................................................................................................9
3
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari semua yang kita lihat adalah pantulan dari
suatu cahaya. Dari pantulan tersebut kita dapat menikmati segala keindahan
ciptaanNYA. Bisa dibayangkan bagaimana dunia ini tanpa cahaya, mungkin
seperti malam hari tanpa sinar lampu pijar. Mungkin itulah kenapa Allah SWT
menciptakan matahari sebagai sumber cahaya alami.
Pertanyaan yang muncul adalah apa yang dimaksud dengan cahaya?
Bagaimana dan kenapa cahaya dapat dipantulkan? Ternyata cahaya adalah suatu
gelombang tranversal, dan mungkin jawaban pertanyaan terakhir adalah
menyangkut sifat dari cahaya itu sendiri, yaitu mengalami pemantulan (refleksi),
pembiasan (refraksi), intervensi, pelenturan (difraksi), dan polarisasi.
Muncul pertanyaan lagi, apa bukti dari semua sifat cahaya tersebut? Bukti
dari sifat polarisasi misalnya, jika kita keluar pada siang hari kita akan merasa
silau oleh terik matahari. Itu tidak akan terjadi jika kita memakai kacamata hitam
karena gelombang dari sinar matahari tersebut akan terserap oleh kacamata hitam.
Karena itu percobaan ini dilakukan.
1.3. Tujuan
1. Mengetahui apa itu polarisasi.
2. Mengetahui penyebab terbentuknya polarisasi.
3. Mengetahui pengaruh perubahan sudut polarisator, pelat dan analisator
dengan tegangan yang diukur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
Polarisasi merupakan proses pembatasan getaran vektor yang membentuk
suatu gelombang transversal sehingga menjadi satu arah. Polarisasi hanya terjadi
pada gelombang transversal saja dan tidak dapat terjadi pada gelombang
longitudinal. Suatu gelombang transversal mempunyai arah rambat yang tegak
lurus dengan bidang rambatnya. Apabila suatu gelombang memiliki sifat bahwa
gerak medium dalam bidang tegak lurus arah rambat pada suatu garis lurus,
dikatakan bahwa gelombang ini terpolarisasi linear. Sebuah gelombang tali
mengalami polarisasi setelah dilewatkan pada celah yang sempit. Arah bidang
getar gelombang tali terpolarisasi adalah searah dengan
celah. (Krane, 1992)
Polarisasi cahaya yang dipantulkan oleh permukaan transparan akan
maksimum bila sinar pantul tegak lurus terhadap sinar bias. Sudut datang dan
sudut pantul pada saat polarisasi maksimum disebut sudut Brewster atau sudut
polarisasi (iP). Berdasarkan hukum Malus, intensitas polarisasi dapat
digambarkan sebagai berikut:
sin i p sin i p sin i p
n= '
= =
sin r sin ( 90 i p ) cos i p
n=tan i p (2.1)
2
medan listriknya bergerak pada suatu lingkaran, maka cahayanya dikatakan
terpolarisasi lingkaran. (Sutrisno, 1984)
Polaroid adalah device (peralatan) yang mempunyai sifat mirip dengan
kawat sejajar untuk gelombang mikro. Device ini memiliki semacam lubang garis
memanjang yang memiliki kelebaran cukup kecil. Komponen medan listrik
disepanjang lubang diserap, dan komponen arah tegak lurus lubang diteruskan
dengan redaman sangat kecil. Jadi polaroid memiliki sumbu dalam bidangnya,
jika medan listrik gelombang cahaya sejajar dengan sumbu ini, maka cahaya
diteruskan dengan redaman sangat kecil. Dengan menggunakan dua buah
polaroid, cahaya keluaran akan lebih smooth. Polaroid pertama berfungsi untuk
menciptakan cahaya menjadi terpolarisasi linier, sehingga sering disebut dengan
polarisator. Polaroid kedua digunakan untuk menganalisa arah atau macam
polarisasi yang dihasilkan oleh polaroid pertama, sehingga disebut analisator.
(Bahrudin, 2006)
Dalam hukum Malus, suatu polarisasi yang sempurna akan menghasilkan
50% intensitas cahaya tak terpolarisasi yang datang. Dianggap bahwa tidak ada
cahaya yang hilang oleh pantulan pantulan dan rantai- rantai hidrokarbon
didalamnya benar-benar sejajar. Anggaplah bahwa komponen polarisasi yang
tidak diinginkan seluruhnya dapat diserap, sedangkan komponen polarisasi yang
diinginkan seluruhnya diteruskan. Jika suatu cahaya terpolarisasi linier dijatuhkan
tegak lurus terhadap polaroid, sedang arah polarisasi membuat sudut dengan
sumbu mudah polaroid, maka amplitudo yang diteruskan dadalah sebesar proyaksi
medan listrik pada sumbu mudah. Akibatnya intensitas cahaya yang diteruskan
menjadi :
2
I 0 =I m ( cos ) (2.2)
3
di mana cahaya sinar biasa terpolarisasi tegak lurus terhadap cahaya sinar luar
biasa.
Cahaya yang terpolarisasi bidang bisa diperoleh dari cahaya yang tidak
terpolarisasi dengan menggunakan bahan bias ganda yang disebut polaroid.
Polaroid terdiri atas molekul panjang yang rumit yang tersusun paralel satu sama
lain. Jika satu berkas cahaya terpolarisasi bidang jatuh pada polaroid yang
sumbunya membentuk sudut terhadap arah polarisasi datang, amplitudonya akan
diperkecil sebesar cos . Karena intensitas berkas cahaya sebanding dengan
kuadrat amplitudo, maka intensitas terpolarisasi bidang yang ditransmisikan oleh
alat polarisasi adalah:
I =I 0 cos 2
(2.3)
dengan Io adalah intensitas datang.
Alat polarisasi menganalisis untuk menentukan apakah cahaya
terpolarisasi dan untuk menentukan bidang polarisasi adalah polaroid. Cahaya
yang tidak terpolarisasi terdiri atas cahaya dengan arah polarisasi (vektor medan
listrik) yang acak, yang masing-masing arah polarisasinya diuraikan menjadi
komponen yang saling tegak lurus. Ketika cahaya yang tidak terpolarisasi
melewati alat polarisasi, satu dari komponen-komponennya dihilangkan. Jadi,
intensitas cahaya yang lewat akan diperkecil setengahnya karena setengah dari
cahaya tersebut dihilangkan.
1
I= I0 (2.4)
2
4
BAB III
METODE PERCOBAAN
5
16 Laser, Dia-Ne 0,2 / 1,0 mW, 220 08.180,93 1
V AC
Atau
17 Diodelaser 0,2 / 1 mW; 635 nm 08.760,99 1
** Alternatif:
18 Si-photodetektor dengan 08.735,00 1
amplifier
19 Control Unit untuk Si- 08.735,99 1
photodetektor
20 Kabel disaring, BNC, l = 750 07.542,11 1
mm
21 Adapter, BNC-socket / 4mm 07.542,27 1
steker pasangan
6
Gambar 3.2. Susunan pelatan untuk mengukur intensitas cahaya terpolarisasi
7
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
8
Grafik Hubungan Tegangan Polarisator, Tegangan Pelat dan Tegangan Analisator dengan Perubahan Sudut
0.72
0.72
0.71
V (POLARISATOR)
0.71 V (PELAT)
Tegangan (V)
V (ANALISATOR)
0.7
0.7
0.69
Sudut
Gambar 4.1. Grafik Hubungan Tegangan Polarisator, Analisator dan Pelat dengan
Perubahan Sudut
9
4.3. Pembahasan
10
polarisator maka tegangan yang terukur pada multimeter meningkat. Jadi
tegangan berbanding lurus dengan besar sudut polarisator. Setelah itu kami
memutar sudut pelat. Pada saat sudut pelat berada 0 maka tegangan yang terukur
sangat besar (tegangan maksimum). Setelah diputar, semakin besar sudut dari
pelat maka tegangan yang terukur dari multimeter menurun dan tegangannya
mulai meningkat kembali pada saat sudutnya 60 hingga 90. Dan pada waktu
analisator diputar semakin besar maka tegangan yang terukur pada multimeter
juga meningkat. Sama halnya dengan polarisator, tegangan juga berbanding lurus
dengan besarnya sudut analisator. Tegangan pada polarisator saat sudut yang sama
jauh lebih besar dari tegangan analisator dan tegangan pelat. Dari grafik juga
terlihat bahwa saat sudut polarisator dan analisator semakin besar maka tegangan
juga ikut semakin besar pula. Sedangkan pada pelat, saat sudutnya 0 tegangannya
sangat tinggi, saat sudut 10 - 50 terjadi penurunan tegangan. Tegangan naik
kembali saat sudut 60 - 90.
11
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
13