Anda di halaman 1dari 14

I.

DEFINISI
Fistula adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara dua organ
dalam atau berjalan dari suatu organ dalam ke permukaan tubuh.Fistula
enterokutaneous adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara
organ gastrointestinal dan kulit. Fistel berarti adanya hubungan abnormal antara
ruang yang satu dengan ruang yang lainnya. Jadi Fistel enterokutaneus adalah
celah atau saluran abnormal antara usus dengan kulit abdomen. Berdasarkan atas
hubungan dengan dunia luar, maka fistel dibagi menjadi 2 bagian yaitu fistel
external dan fistel internal. Fistel eksternal dimaksudkan pada fistel yang
salurannya menghubungkan antara organ dalam tubuh dengan dunia luar,
contohnya fistel enterokutaneus, fistel umbilikalis. Sedangkan fistel internal
adalah fistel yng menghubungkan dua bagian tubuh yang kedua-duanya masih
berada dalam tubuh, contohnya fistel vesicorectal, fistel rektovaginal, fistel
vesikokolik (Brunner & Suddarth, 2010).

Gambar 1. Fistula enterokutaneous


II. KLASIFIKASI
Penyebab dari terbentuknya fistula pasca pembedahan sangat bervariasi tergantung
pada lokasi organ, faktor predisposisi, faktor resiko pasien dan tehnik atau
prosedur pembedahan. Kompleksitas dari fistula enterokutaneus tergantung dari
jumlah pengeluaran.
a. Rendah: 200 ml/24 jam
b. Moderat: 200-500 ml/24 jam
c. Tinggi: 500 ml/24 jam
Jumlah output juga dapat digunakan untuk memprediksi kematian seperti
tercantum dalam seri klasik oleh Edmunds dkk. pasien yang tinggi dengan output
fistulas memiliki mortality 54%, pasien dengan moderat output meninggal dalam
30% kasus sedanglan rendah output fistulas meninggal dalam 16% kasus. Dalam
seri yang lebih baru, Levy dkk. melaporkan kematian dari 50%, 24% dan 26% di
tinggi, moderat dan rendah output fistulas, masing-masing. Kira-kira 30% semua
tipe fistula akan menutup secara spontan dalam waktu 6-7 minggu
(Thompson, 2008).

III. ETIOLOGI
Berdasarkan kriteria etiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu
fistula yang terjadi secara spontan dan akibat komplikasi postoperasi. Fistula yang
terjadi secara spontan, terjadi sekitar 15-25% dari seluruh fistula
enterokutaneous.Fistula ini dapat disebabkan oleh berbagai hal terutama pada
kanker dan penyakit radang pada usus.Selain itu dapat juga disebabkan oleh
radiasi, penyakit divertikular, appendicitis, dan ulkus perforasi atau iskhemi pada
usus.
Penyebab utama fistula enterokutaneous adalah akibat komplikasi
postoperasi (sekitar 75-85%).Faktor penyebab timbulnya fistula enterokutaneous
akibat postoperasi dapat disebabkan oleh faktor pasien dan faktor tehnik.Faktor
pasien yaitu malnutrisi, infeksi atau sepsis, anemia, dan hypothermia.Sedangkan
faktor tehnik yaitu pada tindakan-tindakan preoperasi. Sebelum dilakukan operasi,
harus dievaluasi terlebih dahulu keadaan nutrisi pasien karena kehilangan 10-15%
berat badan, kadar albumin kurang dari 3,0 gr/dL, rendahnya kadar transferin dan
total limposit dapat meningkatkan resiko terjadinya fistula enterokutaneous. Selain
itu, fistula enterokutaneous dapat disebabkan oleh kurangnya vaskularisasi pada
daerah operasi, hipotensi sistemik, tekanan berlebih pada anastomosis, dan
membuat anastomosis dari usus yang tidak sehat.Untuk mengurangi resiko
timbulnya fistula, keadaan pasien harus normovolemia / tidak anemis agar aliran
oksigen menjadi lebih optimal.Selain itu pada saat operasi harus diberikan
antibiotik profilaksis untuk mencegah timbulnya infeksi dan abses yang dapat
menimbulkan fistula ( Syaifudin, 2009).

IV. PATOFISIOLOGI

Semua bentuk fistula berhubungan dengan eksposur jaringan nonintestinal. Flora


bakteri usus menyebabkan kontaminasi dan perkembangan akhir sepsis.
Pembentukan fistula,fisura dan abses terjadi terjadi sesuai luasnya inflamasi ke
dalam peritoneum. Jika proses inflamasi terus berlanjut maka saluran abnormal
yang terbentuk bisa mencapai kutan (kulit) abdomen sehingga terbentuklah fistel
enterokutaneus. Lesi (ulkus) kontak terus-menerus satu sama lain dan dipisahkan
oleh jaringan normal. Pada kasus lanjut, mukosa usus mengalami penebalan dan
menjadi fibrotic dan akhirnya lumen usus menyempit. Efek lokal cairan usus dapat
merusak atau korosif terhadap jaringan nonintestinal, menyebabkan kerusakan,
erosi, dan hilangnya organ normal atau fungsi sistem organ. Fistula dapat
diklasifikasikan sesuai dengan struktur anatomi yang terlibat, etiologi proses
penyakit yang mengarah ke pembentukannya, dan output fisiologinya ( terutama
untuk fistula enterocutaneous ). Klasifikasi anatomi menentukan situs fistula asal,
titik drainase, dan apakah fistula itu internal atau eksternal. Klasifikasi fisiologis
bergantung pada output fistula dalam jangka waktu 24 jam. Klasifikasi etiologi
(misalnya, keganasan, penyakit usus inflamasi, radiasi) mendefinisikan penyakit
terkait yang mengarah ke pengembangan fistula (Intestinal Fistula Surgery, 2013).

V. MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal dari fistula enterokutaneous adalah demam, leukositosis,
prolonged ileus, rasa tidak nyaman pada abdomen, dan infeksi pada luka.
Diagnosis menjadi jelas bila didapatkan drainase material usus pada luka di
abdomen. Penyempitan lumen usus tadi mempengaruhi kemampuan usus untuk
mentranspor produk dari pencernaan usus atas melalui lumen terkonstriksi dan
akhirnya mengakibatkan nyeri abdomen berupa kram. Karena peristaltic usus
dirangsang oleh makana, maka nyeri biasanya timbul setelah makan. Untuk
menghindari nyeri ini, maka sebagian pasien cenderung untuk membatasi masukan
makanan, mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan nutrisi
normal tidak terpenuhi. Akibatnya penurunan berat badan, malnutrisi, dan anemia
sekunder (Brunner & Suddarth, 2010).
Selain itu, pembentukan ulkus di lapisan membrane usus dan ditempat
terjadinya inflamasi, akan menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan
ke kolon dari usus yang tipis, bengkak, yang menyebabkan diare kronis.
Kekurangan nutria juga bisa terjadi karena gangguan pada absorbs. Akibanya
adalah individu menjadi kurus karena masukan makanan tidak adekuat dan cairan
hilang secara terusmenerus. Pada beberapa pasien, usus yang terinflamasi dapat
mengalami demam dan leukositosis (Brunner & Suddarth, 2010).

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang pada kasus Fistula yaitu sebagai berikut:
a. Test methylen blue
Test ini digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan fistula enterokutaneous
dan kebocoran segmen usus. Tehnik ini kurang mampu untuk mengetahui
fungsi anatomi dan jarang digunakan pada praktek.
b. USG
USG dapat digunakan untuk mengetahui ada-tidaknya abses dan penimbunan
cairan pada saluran fistula
c. Fistulogram
Tehnik ini menggunakan water soluble kontras.Kontras disuntikkan melalui
pembukaan eksternal, kemudian melakukan foto x-ray. Dengan menggunakan
tehnik pemeriksaan ini, dapat diketahui berbagai hal yaitu : Sumber fistula,
jalur fistula, ada-tidaknya kontinuitas usus, ada-tidaknya obstruksi di bagian
distal, keadaan usus yang berdekatan dengan fistula (striktur, inflamasi) dan
ada-tidaknya abses yang berhubungan dengan fistula.
d. Barium enema
Pemeriksaan ini menggunakan kontras, untuk mengevaluasi lambung, usus
halus, dan kolon. Tujuannya untuk mengetahui penyebab timbulnya fistula
seperti penyakit divertikula, penyakit Crohn's, dan neoplasma (Syaifudin,
2009).
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan fistula enterokutaneous dapat dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu
stabilization, investigation, decision making, definitive therapy, dan healing
(Mansjoer, 2007).
1. Stabilization
Tahap ini dibagi menjadi 5 yaitu: identification, resuscitation, control of sepsis,
nutritional support, control of fistula drainage
a. Identification
Pada tahap ini, yang dilakukan adalah mengidentifikasi pasien
dengan fistula enterokutaneous. Pada minggu pertama postoperasi, pasien
menunjukkan tanda-tanda demam dan prolonged ileus serta terbentuk
erythema pada luka. Luka akan terbuka dan terdapat drainase cairan
purulen yang terdiri dari cairan usus. Pasien dapat mengalami malnutrisi
yang disebabkan karena sedikit atau tidak diberikan nutrisi dalam waktu
lama. Pasien dapat menjadi dehidrasi, anemis, dan kadar albumin yang
rendah.
b. Resuscitation
Tujuan utama pada tahap ini yaitu pemulihan volume
sirkulasi.Pada tahap ini, pemberian kristaloid dibutuhkan untuk
memperbaiki volume sirkulasi. Transfusi sel darah merah dapat
meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen dan pemberian infuse
albumin dapat mengembalikan tekanan onkotik plasma.
c. Control of sepsis
Pada tahap ini, melakukan pencegahan terhadap timbulnya sepsis
dengan pemberian obat antibiotik.
d. Nutritional support
Pemberian nutrisi pada pasien dengan fistula enterokutaneous
merupakan komponen kunci penatalaksanaan pada fase
stabilization.Fistula enterokutaneous dapat menimbulkan malnutrisi pada
pasien karena intake nutrisi kurang, hiperkatabolisme akibat sepsis dan
banyaknya komponen usus kaya protein yang keluar melalui fistula. Pasien
dengan fistula enterokutaneous membutuhkan kalori total sebanyak 25-
32kcal/kg perhari dengan rasio kalori-nitrogen 150:1 sampai 200:1, protein
minimal 1,5g/kg perhari. Jalur pemberian nutrisi ini dilakukan melalui
parenteral.Selain itu, perlu diberikan elektrolit dan vitamin seperti vitamin
C, vitamin B12, zinc, asam folat.
e. Control of fistula drainage
Terdapat berbagai tehnik yang digunakan untuk managemen
drainase fistula yaitu simple gauze dressing, skin barriers, pauches, dan
suction catheter.Selain itu, untuk mencegah terjadinya maserasi pada kulit
akibat cairan fistula, dapat diberikan karaya powder, stomahesive atau
glyserin.Beberapa penulis melaporkan keberhasilan menggunakan Vacuum
Assisted Closure (VAC) system untuk penatalaksanaan fistula
enterokutaneous.Obat-obatan (Somatostatin, Octreotide dan H2 Antagonis)
dapat juga diberikan untuk menghambat sekresi asam lambung, sekresi
kelenjar pankreas, usus, dan traktus biliaris.

2. Investigation
Pada tahap ini, dilakukan investigasi terhadap sumber dan jalur fistula.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu:
a. Test methylen blue
b. USG
c. Fistulogram
d. Barium enema
e. CT scan

3. Decision
Fistula enterokutaneous dapat menutup secara spontan dalam 4-6
minggu pada pasien dengan pemberian nutrisi adekuat dan terbebas dari
sepsis.Penutupan spontan dapat terjadi pada sekitar 30% kasus.Fistula yang
terdapat pada lambung, ileum, dan ligamentum of Treiz memiliki kemampuan
yang rendah untuk menutup secara spontan.Hal ini berlaku juga pada fistula
dengan keadaan terdapat abses besar, traktus fistula yang pendek, striktur usus,
diskontinuitas usus, dan obstruksi distal. Pada kasus-kasus tersebut, apabila
fistula tidak menutup (output tidak berkurang) setelah 4 minggu, maka dapat
direncanakan untuk melakukan operasi reseksi. Pada rencana melakukan
tidakan operasi, ahli bedah harus mempertimbangkan untuk menjaga
keseimbangan nutrisi dengan memberikan nutrisi secara adekuat, kemungkinan
terjadinya penutupan spontan dan tehnik-tehnik operasi yang akan digunakan.
4. Definitive therapy
Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien dengan fistula
enterokutaneous yang tidak dapat menutup secara spontan adalah tindakan
yang tepat.Sebelumnya, pasien harus dalam kondisi nutrisi yang optimal dan
terbebas dari sepsis.
Pada saat operasi, abdomen dibuka menggunakan insisi baru.Insisi
secara transversal pada abdomen di daerah yang terbebas dari
perlekatan.Tujuan tindakan operasi selanjutnya adalah membebaskan usus
sampai rektumdariligamentum Treiz.Kemudian melakukan eksplorasi pada
usus untuk menemukan seluruh abses dan sumber obstruksi untuk mencegah
kegagalan dalam melakukan anastomosis.
Pada saat isolasi segmen usus yang mengandung fistula, reseksi pada
segmen tersebut merupakan tindakan yang tepat.Pada kasus-kasus yang berat,
dapat digunakan tehnik exteriorization, bypass, Roux-en-Y drainase, dan
serosal patches.Namun tindakan- tindakan tersebut tidak menjamin hasil yang
optimal.Berbagai kreasi seperti two-layer, interrupted, end-to-end anastomosis
menggunakan segmen usus yang sehat dapat meningkatkan kemungikan
anastomosis yang aman.

5. Healing
Penutupan fistula secara spontan ataupun operasi, pemberian nutrisi
harus terus dilakukan untuk menjamin pemeliharaan kontinuitas usus dan
penutupan dinding abdomen. Tahap penyembuhan (terutama pada kasus
postoperasi) ini membutuhkan keseimbangan nitrogen, pemberian kalori dan
protein yang adekuat untuk meningkatkan proses penyembuhan dan penutupan
luka.

VIII. KOMPLIKASI
Edmund et al mengidentifikasi trias klasik untuk komplikasi yang dapat
ditimbulkan oleh fistula enterokutaneous, yaitu sepsis, malnutrisi, serta
berkurangnya elektrolit dan cairan tubuh. Fistula dapat menimbulkan abses local,
infeksi jaringan, peritonitis hingga sepsis. Selain itu, fistula enterokutaneous dapat
meningkatkan pengeluaran isi usus yang kaya akan protein dan cairan tubuh serta
elektrolit sehingga dapat menimbulkan malnutrisi dan berkurangnya kadar
elektrolit dan cairan tubuh. Pemberian nutrisi parenteral (TPN) sangat diperlukan,
karena TPN dapat meningkatkan penutupan fistula secara spontan. Pada pasien
yang membutuhkan penutupan fistula dengan operasi, TPN dapat meningkatkan
status nutrisi sehingga dapat mempertahankan kontinuitas usus dengan cara
meningkatkan proses penyembuhan luka dan meningkatkan system imun
(Thompson, 2008).

IX. PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi
klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Aktivitas dan istirahat
Gejala :
Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur semalaman
karena diare. Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja
sehubungan dengan efek proses penyakit.
b. Sirkulasi
Tanda :
Takikardia (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri).
Kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K). Tekanan darah :
hipotensi, termasuk postural. Kulit/membran mukosa : turgor buruk, kering,
lidah pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).
c. Integritas ego
Gejala :
Ansietas, ketakutan misalnya : perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Faktor
stress akut/kronis misalnya : hubungan dengan keluarga dan pekerjan,
pengobatan yang mahal.
Tanda :
Menolak, perhatian menyempit, depresi.
d. Eliminasi
Gejala :
Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair. Episode
diare berdarah tak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering tak dapat
dikontrol (sebanyak 20-30 kali defekasi/hari); perasaan dorongan/kram
(tenesmus); defekasi darah/pus/mukosa dengan atau tanpa keluar feses.
Pendarahan per rektal. Riwayat batu ginjal (dehidrasi).
Tanda :
Menurunya bising usus, tak adanya peristaltik atau adanya peristaltik yang
dapat dilihat di hemoroid, fisura anal (25 %), fistula perianal.
e. Makanan dan cairan
Tanda :
Anoreksia, mual dan muntah. Penurunan berat badan, tidak toleran terhadap
diit/sensitif : buah segar/sayur, produk susu, makanan berlemak.
Gejala :
Penurunan lemak, tonus otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa bibir
pucat; luka, inflamasi rongga mulut.
f. Hygiene
Tanda :
Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukan
kekurangan vitamin. Bau badan.
g. Nyeri dan kenyamanan
Gejala ;
Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kiri bawah (mungkin hilang dengan
defekasi), titik nyeri berpindah, nyeri tekan (atritis).
Tanda :
Nyeri tekan abdomen/distensi.
h. Keamanan
Gejala ;
Riwayat lupus eritematosus, anemia hemolitik, vaskulitis. Arthritis
(memperburuk gejala dengan eksaserbasi penyakit usus). Peningkatan suhu
39-40Celcius (eksaserbasi akut). Penglihatan kabur, alergi terhadap
makanan/produk susu (mengeluarkan histamine kedalam usus dan
mempunyai efek inflamasi).
Tanda :
Lesi kulit mungkin ada misalnya : eritema nodusum (meningkat, nyeri tekan,
kemerahan dan membengkak) pada tangan, muka; pioderma ganggrenosa
(lesi tekan purulen/lepuh dengan batas keunguan) pada paha, kaki dan mata
kaki.
i. Seksualitas
Gejala :
Frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual.
j. Interaksi sosial
Gejala :
Masalah hubungan/peran sehubungan dengan kondisi. Ketidak mampuan
aktif dalam sosial.
k. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala :
Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.
X. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan utama mencakup (Doengoes Marylynn, 2008):
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, proses
pembedahan
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d pengeluaran sari-sari makanan dari fistula,
absorbsi tidak adekuat
4. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan trauma tumpul/tajam, insisi
operasi, penekanan yang lama, injury, immobilisasi.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri, imobilisasi, kelemahan fisik

XI. INTERVENSI KEPERAWATAN


a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang atau hilang
dengan kriteria hasil :
Klien akan bebas dari nyeri selama perawatan
Klien mengatakan nyeri berangsur-angsur berkurang sampai dengan hilang
Klien tampak rileks
Kilen dapat beraktifitas tanpa nyeri
Intervensi :
1) Kaji keluhan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas.
2) Pantau tanda-tanda vital.
3) Ajarkan teknik nafas dalam
4) Berikan tindakan kenyamanan misalnya masase
5) Penatalaksanaan pemberian obat analgetik
Rasional :
1) Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan.meningkatnya nyeri
2) Peningkatan TTV menandakan adanya peningkatan skala nyeri
3) Meningkatkan relaksasi,mening kenyamanan dan menurunkan nyeri.
4) Menurunkan ketegangan otot sehingga nyeri berkurang
5) Memblok lmpuls nyeri ke otak sehingga nyeri tidak dipersepsikan

b. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, proses


pembedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien bebas dari tanda-tanda
infeksi dengan kriteria hasil :
Kilen tidak menunjukan adanya tanda-tanda infeksi selama masa perawatan
Luka tampak kering dan bersih
Tidak ada cairan atau darah yang kelar atau merembes
Penyembuhan luka rapat dan baik
Intervensi
1) Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
2) Obeservasi penyatuan luka, adanya inflamasi
3) Pantau pernapasan, bunyi napas. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi 35-
45 derajat, bantu pasien untuk membalik, batuk, dan napas dalam.
4) Observasi terhadap tanda/ gejala peritonitis, mis, demam, peningkatan nyeri,
distensi abdomen.
5) Pertahankan perawatan luka aspetik. Pertahankan balutan kering.
6) Berikan obat antibiotik sesuai indikasi.
Rasional
1) Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah
karakteristik infeksi.
2) Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan.
3) Infeksi pulmonal dapat terjadi karena depresi pernapasan, ketidakefektifan
batuk, dan distensi abdomen.
4) Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan, peritonitis dapat
terjadi bila usus terganggu, mis, ruptur praoperasi, kebocoran anastomosis.
5) Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan.
Balutan basah bertindak sebagai retrograd, menyerap kontaminan eksternal.
6) Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.

c. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d pengeluaran sari-sari makanan dari


fistula, absorbsi tidak adekuat.
Tujun : Setelah dilakukan tindkan keperawatan nutrisi klien terpenuhi dengan
kriteria hasil :
menunjukkan berat badan stabil atau penigkatakan berat badan sesuai sasaran
dengan nilai normal
Intervensi :
1) Timbang berat badan tiap hari
2) Dorong tirah baring atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut
3) Anjurkan istirahat sebelum makan
4) Berikan kebersihan oral
5) Catat masukan dan sintomatologi
6) Dorong pasien untuk mengatakan perasaan masalah mulai makan diet
7) Kolaborasi obat anti kolinergik sesuai indikasi
8) Kolaborasi vitamin B12 dan asam folat
Rasional :
1) Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/ keefektifan terapi.
2) Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan
simpanan energi
3) Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan
4) Mulut yang bersih dapat menambah nafsu makan
5) Memberikan rasa kontrol pada pasien dan kesempatan unutk memilih
makanan yang diingikan, dapat meningkatkan masukan.
6) Keragu-raguan untuk makan mungkin dikibatkan oleh takut makan akan
menyebabkan eksaserasi gejala.
7) Anti kolinergik diberikan 15 sampai 30 menit sebelum makan memberikan
penghilangan keram dan deare.
8) Malabsorbsi B12 akibat kehilangan fungsi ileum penggantiannya mengatasi
depresi sum-sum tulang karena proses inflamasi lama, kekurangan asam folat
umumnya terjadi sehubungan dengan penurunan masukan atau absorbsi

d. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan trauma tumpul/tajam,


insisi operasi, penekanan yang lama, injury, immobilisasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kerusakan


integritas kulit dengn kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan keutuhan kulit selama perawatanJ
Jaringan tampak menyatu
Kulit tidak lecet
Integritas kult bebas dari luka tekan

Intervensi :

1) Kaji / catat keadaan luka ( ukuran, warna, kedalaman luka) perhatikan


jaringan nekrotik
2) Anjurkan pasien untuk merubah posisis miki / mika setiap 4 jam

3) Lakukan perawatan luka secara aseptik dan steril 2 kali sehari

4) Pertahankan tempat tidur dalam keadaan bersih dan kering

5) Tempatkan bantalan air / bantalan lain di bawah siku/ tumit sesuai dengan
indikasi

6) Gunakan baby oil / krim kulit 2-3 kali dan setelah mandi

7) Kolaborasi dengan dokter untuk therapi anti inflamasi

Rasional :

1) Memberikan informasi dasar adanya kemungkinan kebutuhan tentang


sirkulasi
2) Meningkatkan sirkulasi dan perfusi jaringan dengan mencegah tekanan yang
lama

3) Mencegah terjadinya kerusakan kulit lebih lanjut

4) Menghindari kulit lecet dan terkontamionasi mikroorganisme

5) Menurunkan tekanan pada area yang peka dan beresiko terjadinya kersakan
kulit

6) Melicinkan kulit dan menghindari gatal

7) Menghindari infeksi

e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri, imobilisasi, kelemahan fisik

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan intoleransi aktifitas dapat teratasi


dengan kriteria hasil :
Klien dapat melakukan aktifitas mandiri selama masa perawatan
Pasien tampak rileks
Intervensi :
1. Kaji respon terhadap aktifitas pasien
2. Kaji Tanda-tanda vital
3. Observasi keluhan pasien selama beraktifitas
4. Jelaskan pada pasien tentang teknik penghematan energi
5. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan napas dalam

Rasional :

1) Sebagai parameter untuk menentukan tingkat kemampuan pasien dalam


beraktifitas
2) Sebagai indikator terhadap perubahan TTV akibat aktifitas

3) Indikator untuk melakukan intervensi selanjutnya

4) mengurangi dan menghemat penggunaan energi, juga membantu keseimbangan


antara suplai dan kebutuhan O2

5) Mengurangi tekanan pada salah satu area dengan meningkatkan sirkulasi

Daftar Pustaka

Brunner and Sudarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition
China. LWW.

Doenges. Marilyn E. 2008. Nursing Diagnosis Manual. F. A. David Company.


Philadelphia

Intestinal Fistula Surgery. 2013 [15 Desember 2013]. Available from:


http://www.emedicine.medscape.com/article/197486.overview.

Mansjoer, Arif, et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2, Medika Aesculapius
FKUI : Jakarta

Syaifuddin. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika;2009.

Anda mungkin juga menyukai