Anda di halaman 1dari 3

Suap, hibah dan hadiah adalah sesuatu yang berbeda hanya saja terkadang malah dibolak

balikkan pengertianya sehingga banyak yang menjalankan praktek suap ini dikarenakan
menganggap hal itu bukan suap melainkan hadiah/hibah atau pemberian yang yang
diperbolehkan dalam agama. Atau mungkin sebab kefasikanya atau ketamakanya. Wallohu
A'lam

Sebagai muslim yang lemah keilmuanya seyogyanya kita mengutip sebagian pendapat para
ulama yang sudah terbukti keluasan ilmunya, untuk mengetahui penjelasan seputar suap,
hadiah dan hibah. Dan untuk hal ini saya mengutip pendapat dari kalangan Syafi'iyah

Pertama, kutipan dari pembahasan sebagian ulama dalam kitab Hasyiah Al Bajuri karya Asy
Syeh Ibrohim Al Bajuri juz 2 halaman 333

Seperti pembahasan sebagian ulama bahwa haram menerima suap yaitu sesuatu yang
diberikan kepada qodhi/hakim supaya menghukumi dengan tanpa haq atau supaya
membebaskan dari hukum yang haq, karena sebuah hadist "Alloh melaknati orang yang
."menyuap dan orang yang menerima suap di dalam menghukumi

Adapun memberi sesuatu supaya menghukumi dengan haq maka bukan suap yang
diharamkan, tetapi bolehnya ini dalam segi memberi (boleh menyuap) bukan orang yang
menerimanya (menerima suap tetap dilarang) disebabkan tidak diperbolehkanya mengambil
sesuatu atas menghukumi, begitu juga memberikan sesuatu dari baitul mal atau tidak,
kemudian seseorang yang mengambil sesuatu itu dari yang dihasilkan adalah haram
hukumnya.

Kedua, kutipan dalam kitab karya Imam An Nawawi yakni Roudhotut Tholibin juz 11
halaman 144

Cabang masalah: Sudah kami jelaskan bahwa suap haram secara mutlak sedangkan hadiah
boleh dalam sebagian masalah. Maka perlu dikemukakan perbedaan secara haqiqi antara
keduanya ketika pihak pemberi rela baik dalam menyuap ataupun memberi hadiah.
.Perbedaannya ditinjau dari dua sisi

Pertama, dikatakan oleh Ibnu Kajj, bahwa suap adalah pemberian yang disyaratkan dalam
penerimaannya untuk menetapkan hukum yang tidak benar atau pemberi terbebas dari
tuntutan hukum yang benar. Sedangkan hadiah adalah pemberian secara mutlak.

Kedua, Imam Ghozali mengatakan dalam kitab Ihya Ulumudin, suatu harta benda adakalanya
diberikan untuk tujuan jangka panjang yakni tujuan ibadah dan shadaqah, dan adakalanya
diberikan untuk tujuan jangka pendek, yakni

Adakalanya berupa harta, maka dinamakan hibah yang disertai persyaratan/pengharapan


timbal-balik, serta bisa juga berupa amal/jasa. Bila jasa itu berupa amaliyah haram atau wajib
'ain maka disebut suap, bila amal mubah maka disebut ijarah atau ju'alah.

Adakalanya juga harta benda diberikan untuk mendekati atau meraih simpati dari orang yang
diberi. Bila hal itu sebatas kedekatan pribadi maka disebut hadiah. Bila dimanfaatkan untuk
tujuan tertentu lewat kedudukan orang yang diberi maka disebut hadiah pada orang punya
kedudukan lantaran ilmu atau nasabnya, serta disebut suap pada orang yang menyandang
kedudukan hakim atau pejabat.

Ketiga, perkataan dari Imam Taqiyuddin As Subki di dalam kitab Al Ittihaf syarah Ihya
Ulumuddin juz 6 halaman 160

Imam Taqiyyudin As Subki berkata: hadiah tidak memiliki tujuan utama selain untuk
mendapatkan simpati, sedang suap bertujuan mencapai ketetapan hukum tertentu dan
.tidak peduli akan mendapat simpati atau tidak

Kemudian orang yang berakal berkata (membantah): Yang namanya mencari simpati itu
dikarenakan ada kepentingan (pamrih) tertentu, sedangkan murni mencari simpati tanpa ada
kepentingan itu tidak logis/berakal.

Benar sekali, tetapi simpati dicari disebabkan beberapa faktor. Di antaranya, bila faktor itu
karena ada keperluan tertentu, misalnya kasus hukum, kemudian kita tahu bahwa yang
menjadi motif utama adalah keperluan itu dan simpati hanya menjadi perantara saja bukan
tujuan, sekira tujuan itu diketahui yang tidak tetap pada tujuan semula maka ini termasuk
dalam bagian suap. Karena tujuan yang sekiranya orang mengetahui kepentingan tujuan itu
yang tidak tetap atas sebab tujuanya maka ini adalah termasuk kategori riswah/suap

Dan Terakhir kutipan dalam kitab tasawuf yakni Is'adur Rofiq syarah matan Sulam Taufiq
halaman 100


,

Bagi orang yang memberikan suap atau hadiah pada qadhi atau hakim, jika ternyata diberikan
untuk menghukumi secara bathil, atau sebagai sarana meraih sesuatu yang bukan haknya,
atau mengakibatkan menyakiti seorang muslim, maka penyuap dan pemberi hadiah menjadi
fasiq sebab pemberiannya itu, Orang yang disuap dan orang yang diberi suap menjadi fasiq
.sebab mengambilnya, serta kurir penyuap menjadi fasiq sebab perbuatannya

Bila hukum di atas tidak terjadi, atau agar pemberi mendapatkan hukum yang benar, atau
untuk menolak kezhaliman, atau untuk mendapatkan haknya maka hukum fasiq hanya
berlaku pada orang mengambil pemberian itu.Pemberi tidak berdosa karena dia terpaksa
melakukan hal itu karena jalan memperoleh hal yang benar dengan segala cara.

Untuk mengetahui lebih jelas tentang dalil dalam Al-Quran dan Hadist Nabi bisa anda lihat
disini

Daftar Pustaka:

1. Hasyiah Al Bajuri_maktabah imarotulloh surabaya

2. Roudhotut Tholibin_syamela

3. Al Ittihaf_beirut lebanon, pdf

4. Is'adur Rofiq_al hidayah surabaya

Anda mungkin juga menyukai