Anda di halaman 1dari 4

Pertanyaan :

Perbedaan Antara Suap dengan Gratifikasi


Bagaimanakah batasan dan perbedaan yang jelas antara suap dengan gratifikasi serta faktor
apa yang mendasari adanya perumusan mengenai delik gratifikasi tersebut? Terima kasih.
Jawaban :

Pengaturan dan batasan/definisi suap dan gratifikasi beserta ancaman sanksi bagi masing-masing tindak pidana
tersebut kami sajikan dalam tabel di bawah ini:

Perbedaan Suap Gratifikasi


1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 1. UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pengaturan (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 Perubahan UU No. 31 Tahun 1999
No 73) tentang Pemberantasan Tindak Pidana
2. UU No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Korupsi serta diatur pula dalam UU No.
Pidana Suap (UU 11/1980) 30 Tahun 2002 tentang Komisi
3. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Pemberantasan Korupsi (UU
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor)
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan
2002 tentang Komisi Pemberantasan Barang Milik Negara yang Berasal Dari
Korupsi (UU Pemberantasan Tipikor) Barang Rampasan Negara dan Barang
Gratifikasi.

Definisi Barangsiapa menerima sesuatu atau janji,


Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi
sedangkan ia mengetahui atau patut dapat
pemberian uang, barang, rabat (discount),
menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau
fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
berlawanan dengan kewenangan atau
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam
kewajibannya yang menyangkut kepentingan
negeri maupun di luar negeri dan yang
umum, dipidana karena menerima suap dengan
dilakukan dengan menggunakan sarana
pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun
elektronik atau tanpa sarana elektronik
atau denda sebanyak-banyaknya
(Penjelasan Pasal 12B UU Pemberantasan
Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah) (Pasal
Tipikor)
3 UU 3/1980).

Sanksi UU 11/1980: Pidana penjara seumur hidup atau pidana


penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
Pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana
atau denda sebanyak-banyaknya denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua
Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah) (Pasal ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
3 UU 3/1980). 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (Pasal
12B ayat [2] UU Pemberantasan TipikoR)

KUHP:
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah (Pasal 149)

UU Pemberantasan Tipikor:

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat


1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
dan atau pidana denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah
atau janji padahal diketahui atau patut diduga,
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya, atau yang
menurut pikiran orang yang memberikan hadiah
atau janji tersebut ada hubungan dengan
jabatannya (Pasal 11 UU Pemberantasan
Tipikor).

Jadi, selain pengaturan suap dan gratifikasi berbeda, definisi dan sanksinya juga berbeda. Dari definisi tersebut
di atas, tampak bahwa suap dapat berupa janji, sedangkan gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas dan
bukan janji. Jika melihat pada ketentuan-ketentuan tersebut, dalam suap ada unsur mengetahui atau patut dapat
menduga sehingga ada intensi atau maksud untuk mempengaruhi pejabat publik dalam kebijakan maupun
keputusannya. Sedangkan untuk gratifikasi, diartikan sebagai pemberian dalam arti luas, namun dapat
dianggap sebagai suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban
atau tugasnya.

Jadi, dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia memang masih belum terlalu jelas pemisahan antara
perbuatan pidana suap dan perbuatan pidana gratifikasi karena perbuatan gratifikasi dapat dianggap sebagai suap
jika diberikan terkait dengan jabatan dari pejabat negara yang menerima hadiah tersebut.

Hal tersebut berbeda dengan pengaturan di Amerika yang mana antara suap dan gratifikasi yang dilarang
dibedakan. Perbedaannya adalah jika dalam gratifikasi yang dilarang, pemberi gratifikasi memiliki maksud
bahwa pemberian itu sebagai penghargaan atas dilakukannya suatu tindakan resmi, sedangkan dalam suap
pemberi memiliki maksud (sedikit banyak) untuk mempengaruhi suatu tindakan resmi (sumber: Defining
Corruption: A Comparison of the Substantive Criminal Law of Public Corruption in the United States and the
United Kingdom, Greg Scally: 2009). Sehingga jelas pembedaan antara suap dan gratifikasi adalah pada
tempus (waktu) dan intensinya (maksudnya).

Mengenai faktor apa yang mendasari adanya perumusan mengenai delik gratifikasi, kami merujuk pada salah
satu penjelasan yang diamuat dalam Buku Saku Memahami Gratifikasi yang diterbitkan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Di dalam buku tersebut (hal. 1) dijelaskan sebagai berikut:

Terbentuknya peraturan tentang gratifikasi ini merupakan bentuk kesadaran bahwa gratifikasi dapat
mempunyai dampak yang negatif dan dapat disalahgunakan, khususnya dalam rangka penyelenggaraan
pelayanan publik, sehingga unsur ini diatur dalam perundang-undangan mengenai tindak pidana
korupsi. Diharapkan jika budaya pemberian dan penerimaan gratifikasi kepada/oleh Penyelenggara
Negara dan Pegawai Negeri dapat dihentikan, maka tindak pidana pemerasan dan suap dapat
diminimalkan atau bahkan dihilangkan.

Di dalam buku tersebut juga dijelaskan contoh-contoh pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi
yang sering terjadi, yaitu (hal. 19):
1. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya
2. Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut
3. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma
4. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan
5. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat
6. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan
7. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja
8. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73);
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap;
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
4. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang
Berasal Dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.

Anda mungkin juga menyukai