Anda di halaman 1dari 17

“PERBANDINGAN HUKUM PIDANA DALAM KASUS TINDAK PIDANA

PEMBUNUHAN DI NEGARA INDONESIA YANG MENGANUT SISTEM HUKUM EROPA


KONTINENTAL (CIVIL LAW) DAN NEGARA AMERIKA YANG MENGANUT SISTEM
HUKUM ANGLO SAXON (COMMON LAW) “

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I :

ANNISA NANDA SANUSI ( 1802010071 )

APRIAWAN PAMBUDI ( 1802010137 )

BUNGA MAGHISYA ( 1802010073 )

ELLITA WAFA PERMATASARI ( 1802010085 )

FADHLATUNNISA KAMILA ( 1802010077 )

FADLIYAH RAMDANISA ( 1802010061 )

IIS SHOLIHAH ( 1802010125 )

NANDA NOERHALIFAH ( 1802010128 )

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM SYEKH YUSUF TANGERANG

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan
rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “PERBANDINGAN
HUKUM PIDANA DALAM KASUS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DI NEGARA
INDONESIA YANG MENGANUT SISTEM HUKUM EROPA KONTINENTAL (CIVIL
LAW) DAN NEGARA AMERIKA YANG MENGANUT SISTEM HUKUM ANGLO SAXON
(COMMON LAW) “ini dengan baik tepat pada waktunya.

Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu Bapak
Dippo Alam , SH., MH. Sebagai dosen mata kuliah Perbandingan Hukum Pidana yang telah
memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan
makalah ini. Rasa terima kasih juga hendak kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang
telah memberikan kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah
ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.

Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan


makalah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah yang telah kami susun ini masih
terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran serta masukan
dari para pembaca demi tersusunnya makalah lain yang lebih lagi. Akhir kata, kami berharap
agar makalah ini bisa memberikan banyak manfaat bagi masyarakat banyak.

Tangerang, 16 November 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................2
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan........................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................4
A. Penjelasan Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law) dan Kasus pembunuhan di Negara
Indonesi yang menganut sistem Eropa Kontinental (Civil Law)...............................................................4
1. Pengertian Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law).............................................................4
2. Kasus Pembunuhan Di Indonesia Dan Putusan Hakim Yang Menganut Sistem Civil Law............5
B. Penjelasan Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law) dan Kasus pembunuhan di Negara
Amerika Serikat yang menganut sistem Anglo Saxon (Common Law).....................................................8
1. Pengertian Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)..............................................................8
BAB III........................................................................................................................................................12
PENUTUP...................................................................................................................................................12
A. KESIMPULAN..................................................................................................................................12
B. SARAN............................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terdapat dua sistem hukum yang paling banyak dipakai, yaitu sistem civil law dan
sistem common law. Sistem civil law dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental yang
didasarkan atas Hukum Romawi. Disebut demikian karena Hukum Romawi pada mulanya
bersumber kepada karya agung Kaisar Iustianus Corpus Iuris Civilis. Sementara sistem
common law dianut oleh suku-suku Anglika dan Saksa yang mendiami sebagian besar
Inggris sehingga disebut juga sistem Anglo-Saxon. Sistem common law sendiri
dikembangkan di Inggris karena didasarkan atas hukum asli Rakyat Inggris.
Kedua sistem hukum di atas, masing-masing mempunyai pengkategorian mengenai
konsepsi negara hukum. Jika sistem civil law menggunakan konsep rechtsstaat maka
sistem common law menggunakan konsep rule of law. Konsepsi-konsepsi negara hukum
tersebut sangat mempengaruhi proses berjalannya kehidupan bernegara dalam suatu
negara hukum. Tentu salah satunya akan sangat berpengaruh terhadap bagaimana negara
dapat menciptakan keadilan kepada seluruh warga negaranya.
Pembunuhan yakni suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara
yang melanggar hukum maupun tidak melawan hukum. Tentu saja dalam menghabisi
nyawa seseorang atau membunuh harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, hal ini
berupa hukuman yang biasadisebut “dipidanakan”. Jadi, seseorang yang dipidanakan
berarti dirinya menjalankan suatu hukuman untuk mempertanggung jawabkan
perbuatannya yang dinilai kurang baik dan membahayakan kepentingan umum.
Tindak kejahatan/kriminalitas atau pelanggaran merupakan perbuatan seseorang yang
dapat diancam hukuman berdasarkan KUHP (KitabUndangUndangHukumPidana) atau
Undang-Undang serta peraturan lainnya yang berlaku di Indonesia (BPS). Salah satu dari
klasifikasi kejahatan adalah kejahatan erhadap nyawa, dimana salah satu jenisnya adalah
pembunuhan. Pembunuhan dalam KUHP adalah perilaku merampas nyawa orang lain
(KUHP).

1
Kejahatan TerhadapNyawa (Pembunuhan/Homicide) merupakan salah satu kejahatan
yang paling tinggi hierarkinya dalam klasifikasi kejahatan internasional, selain itu dari
sisi hukuman juga yang paling berat hukumannya dalam KUHP Indonesia . Kasus-kasus
pembunuhan di Indonesia dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir sangat banyak
terjadi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka kami mengambil pokok
permasalahan sebagai berikut :
a. Penjelasan System Hukum Eropa Continental (Civil Law) Dan Kasus Pembunuhan di
Negara Indonesia Yang Menganut System Hukum Eropa Continental (Civil Law).
b. Penjelasan System Hukum di Amerika Serikat Dan Putusan Hakim Yang Menganut
System Hukum Anglo Saxon (Common Law).

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dan manfaat
penulisan ini adalah :
Tujuan :
a. Untuk mengetahui dan memahami perbandingan hukum pidana dari kedua Negara
yang menganut system hukum civil law dan common law.
b. Untuk memahami kasus-kasus hukum pidana dari Negara yang menganut system civil
law dan common law.

Manfaat Penulisan :

a. Manfaat Teoritis

2
Berguna sebagai sarana bagi penulis untuk memperluas wawasan dan pengetahuan
terutama di bidang perbandingan system hukum pidana dan dapat memberikan
sumbangan pemikiran mengenai hal tersebut.

b. Manfaat Praktis
Diharapkan berguna bagi pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan permasalahan
hukum dalam penelitian ini. Dengan berharap dapat memberikan pengetahuan tambahan
khususnya bagi Mahasiwa Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang.

BAB II

PEMBAHASAN

3
A. Penjelasan Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law) dan Kasus pembunuhan di
Negara Indonesi yang menganut sistem Eropa Kontinental (Civil Law)

1. Pengertian Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law)

Sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law) berkembang di negara-negara Eropa


daratan. Sistem Eropa Kontinental (Civil Law) mempunyai tiga karateristik, yaitu adanya
kodifikasi, hakim tidak terikat kepada presiden sehingga undang-undang menjadi sumber hukum
yang terutama dan sistem peradilan bersifat inkuisitorial.

Karateristik utama yang menjadi dasar sistem hukum civil law adalah hukum yang
memperoleh kekuatan mengikat karena di wujudkan dalam peraturan-perturan yang berbentuk
undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi. Nilai utama pada sistem
hukum civil law adalah tujuan hukum dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan jika tindak-
tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum
tertulis.

Dalam sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law) hakim tidak dapat leluasa
menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum, hakim hanya berfungsi
menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya.

Bentuk-bentuk sumber hukum dari sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law) berupa
peraturan perundang-undang, kebiasaan-kebiasaan dan yurisprudensi, dan dari sumber-sumber
itu yang menjadi rujukan pertama dalam tradisi sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law)
adalah peraturan perundang-undangan. Dan dalam sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law)
juga mengenal pembagian hukum publik dan hukum privat.

2. Kasus Pembunuhan Di Indonesia Dan Putusan Hakim Yang Menganut Sistem Civil Law

4
Kasus Gatot Supiartono Sebagai Otak Pembunuhan Istrinya .

Mantan Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Gatot Supiartono dan tim penasihat
hukumnya kukuh menolak dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pihak terdakwa
tetap pada pembelaannya terkait kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian
terhadap Holly Angela Hayu. Pada Perkara pembunuhan ini bermula dari adanya hubungan
asmara antara Terdakwa dengan Holly Angela (korban). Hubungan keduanya sudah terjalin sejak
tahun 2007 serta keduanya telah menikah secara agama pada tanggal 31 Januari 2011.
Selanjutnya sekitar 8 bulan setelah pernikahan, Terdakwa mengalami pertengkaran hebat dengan
korban. Pada bulan April 2013, Terdakwa mengatakan kepada Surya Hakim bahwa Terdakwa
sudah merasa jenuh dan meminta untuk mencarikan orang yang dapat memberi pelajaran
terhadap Holly Angela.

Dalam putusannya Majelis Hakim pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan terhadap
dakwaan Primair dan Subsidair dipandang tidak terbukti. Akan tetapi, Terdakwa dipandang
terbukti atas dakwaan subsidair yakni perbuatan penggerakkan untuk melakukan penganiayaan
dengan rencana yang menyebabkan kematian. Dalam amar putusan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, tertulis sebagai berikut Menyatakan terdakwa Gatot Supiartono, SH,
M.Acc Ak, CFE terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ dengan
memberi janji atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat,
dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, atau
keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan penganiayaan dengan
rencana lebih dahulu mengakibatkan kematian.

Atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Terdakwa beserta penasehat hukumnya
tidak menyatakan keberatan atas putusan Tersebut. Oleh karenanya, dari pihak Terdakwa
menyatakan untuk menerima putusan tersebut. Selanjutnya dilain sisi, Penuntut umum yang
menuntut Terdakwa selama 4 tahun, namun pada kenyataanya Majelis Hakim memberikan vonis
yang lebih berat selama 9 tahun. Oleh karenanya, penuntut umum juga tidak mengajukan
permohonan banding maupun kasasi pada pengadilan yang lebih tinggi. Dengan demikian, dapat

5
dikatakan bahwa putusan perkara pembunuhan Holly Angela atas nama Terdakwa Gatot
Supiartono, SH, M.Acc Ak, CFE telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Setelah di jadikan terdakwa Gatot Supiartono di bawa ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
dan hakim menjatuhkan vonis hingga 9 tahun penjara kepada Gatot Supiartono, terdakwa
pembunuhan Holly Angela.

Tahapan Persidangan Perkara Pidana di Indonesia yang menganut sistem hukum Eropa
Kontinental (Civil Law) :

1) Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali perkara tertentu dinyatakan
tertutup untuk umum).
2) Penuntut Umum diperintahkan untuk menghadapkan terdakwa ke depan persidangan
dalam keadaan bebas.
3) Terdakwa diperiksa identitasnyadan ditanya oleh Majelis Hakim apakah sudah menerima
salinan surat dakwaan.
4) Terdakwa ditanya pula oleh Majelis Hakim apakah dalam keadaan sehat dan siap untuk
diperiksa di depan persidangan (apabila menyatakan bersedia dan siap, maka sidang
dilanjutkan)
5) .Terdakwa kemudian ditanyakan apakah akan didampingi oleh Penasihat Hukum.
6) Kemudian Majelis Hakim memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk membacakan
surat dakwaan
7) Setelah pembacaan surat dakwaan, terdakwa ditanya apakah telah mengerti dan akan
mengajukan eksepsi.
8) Dalam terdakwa atau melalui Penasehat Hukumnya mengajukan eksepsi, maka diberi
kesempatan untuk penyusunan eksepsi/keberatan dan kemudian Majelis Hakim menunda
persidangan.
9) Setelah pembacaan eksepsi terdakwa, dilanjutkan dengan tanggapan Penuntut Umum atas
eksepsi.
10) Selanjutnya Majelis Hakim membacakan putusan sela.

6
11) Apabila eksepsi ditolak, maka persidangan dilanjutkan dengan acara pemeriksaan pokok
perkara.
12) Pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum (dimulai dari saksi korban)
di lanjutkan dengan saksi lainnya.
13) Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap terdakwa.
14) Setelah acara pembuktian dinyatakan selesai, kemudian dilanjutkan dengan acara
pembacaan Tuntutan (requisitoir) oleh Penuntut Umum..
15) Kemudian dilanjutkan dengan Pembelaan (pledoi) oleh terdakwa atau melalui Penasehat
Hukumnya.
16) Replik dari Penuntut Umum.
17) Duplik.
18) Putusan oleh Majelis Hakim.

Bahwa di dalam sistem Civil Law ini terdapat tiga ciri khas sistem hukum yaitu hukum itu
adalah yang dikodifikasikan, hakim tidak terikat sistem preseden (doktrin stare decicis) dan
hakim berpengaruh besar mengarahkan dan memutuskan perkara (inkuisitorial). Dalam sistem
inilah, hakim terikat undang-undang dalam memutuskan perkara yang ditanganinya. Hal ini
berarti kepastian hukum hanya ada itu bentuk dan sifatnya tertulis.Kedudukan hakim sangatlah
sentral, karena hakim memeriksa langsung materi kasus yang ditangani, menentukan bersalah
dan tidaknya terdakwa atau pihak yang sedang berperkara, sekaligus menerapakan hukumannya.
Untuk itu, maka tidak dikenal juri di dalam sistem ini. Hal ini menjadikan tanggung jawab hakim
lebih berat, karena hakim harus memeriksa fakta-fakta hukum, menentukan kesalahan serta
menerapakan hukuman dan sekaligus menjatuhkan putusannya yang di duga bersalah dan harus
dihukum.

Dan pada kasus ini terlihat bahwa Putusan hakim merupakan sumber hukum dalam sistem
Hukum Civil Law. Dalam sistem ini, peran hakim sangat luas. Fungsi hakim tidak hanya
menetapkan dan menafsirkan peraturan hukum, tetapi juga membentuk seluruh tata kehidupan
masyarakat. Hakim juga bisa menciptakan hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-
hakim lain untuk menyelesaikan perkara sejenis. Sistem hukum ini menganut doktrin Stare
Decisis. Intinya dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan

7
putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis
sebelumnya.

B. Penjelasan Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law) dan Kasus pembunuhan di
Negara Amerika Serikat yang menganut sistem Anglo Saxon (Common Law)

1. Pengertian Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)

Awalnya sistem Anglo Saxon diterapkan dan mulai berkembang pada abad ke 16 di Inggris,
kemudian menyebar di negara jajahannya. Dalam sistem ini tidak ada sumber hukum, sumber
hukum hanya kebiasaan masyarakat yang berkembang di pengadilan atau keputusan pengadilan.

Hukum Inggris karena keadaan geografis dan perkembangan politik serta sosial yang terus
menerus dengan pesat berkembang menurut garisnya sendiri dan pada waktunya menjadi dasar
perkembangan hukum Amerika.

Sistem hukum Anglo Saxon (Common Law) adalah suatu sistem hukum yang didasarkan
pada Yurisprudensi yaitu keputusan keputusan-keputusan hakim yang terdahulu yang kemudian
menjadi dasar putusan hakim -hakim selanjutnya dan sistem hukum ini di terapkan di beberapa
negara lain selain Amerika yaitu, Australia, Afrika Selatan dan lain-lain.

Di negara-negara yang menganut sistem Anglo Saxon (Common Law) hukum kebiasaan
yang di kembangkan melalui keputusan pengadilan yang telah berlangsung sejak lama dan tidak
di pengaruhi dengan adanya perbedaan antara hukum publik dan hukum privat.

2. Kasus Pembunuhan Di Amerika Serikat dan Putusan Hakim yang menganut sistem
hukum Anglo Saxon (Common Law).

Kasus O.J. Simpson dengan pembunuhan mantan istrinya dan seorang teman laki-lakinya, warga
negara berkulit putih pada 1995.

OJ Simpson adalah nama fenomenal dalam sejarah NFL (National Football League). Dia
adalah salah satu running back terhebat sepanjang masa di olahraga American Football. Nama

8
baik Simpson hancur seketika pada tahun 1994. Gara-garanya, ia divonis menjadi tersangka
utama dalam kasus pembunuhan mantan istrinya dan seorang temannya di luar rumah
Brentwood.

Simpson lalu melarikan diri dengan mobil SUV Ford Bronco 1993 yang dikemudikan
sahabatnya, Al Cowlings. Tertangkap dalam siaran TV langsung, Simpson menghindari kejaran
polisi untuk waktu yang cukup lama di salah satu momen paling gila dalam sejarah pertelevisian,
sejumlah stasiun TV menghentikan siaran live final NBA 1994 demi meliput langsung
pengejaran atas Simpson. Diperkirakan, 95 juta pemirsa menonton secara langsung.

Saat tertangkap, Simpson seketika diajukan ke pengadilan federal, Setelah sembilan


bulan persidangan, Simpson dalam salah satu putusan pengadilan yang paling terkenal dalam
sejarah, dinyatakan tidak bersalah. Ini terjadi setelah banyak sampel DNA membuatnya tampak
jelas bahwa dia tidak salah, serta ada “lubang” dalam ceritanya. Simpson mungkin telah
dibebaskan dari pembunuhan Nicole Brown Simpson dan Ronald Goldman pada tahun 1995.

Menurut hukum Amerika, seseorang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah.
Juri tidak harus benar-benar yakin bahwa orang tersebut tidak bersalah. Mereka hanya perlu
memiliki pertanyaan yang wajar dalam pikiran mereka. Kecuali mereka yakin bahwa orang
tersebut bersalah seperti yang dituduhkan, mereka harus menemukan tersangka tidak
bersalah.Juri bertemu secara pribadi untuk mencapai penghakiman. Kebanyakan negara bagian
mewajibkan semua anggota juri dalam kasus kriminal untuk menyepakati putusan tersebut.

Ada kritik dari sistem juri Amerika. Beberapa melibatkan isu-isu yang memisahkan
warga negara Amerika pada umumnya. Salah satu isu tersebut adalah ras. kasus O.J. Simpson,
aktor dan mantan pemain sepak bola. Simpson adalah warga negara berkulit hitam. Dia didakwa
di Los Angeles dengan pembunuhan mantan istrinya dan seorang teman laki-lakinya, warga
negara berkulit putih.Pada 1995, seorang juri Afrika Amerika memutuskan O.J. Simpson tidak
bersalah atas tuduhan kriminal. Kemudian, juri yang berkulit putih memutuskan melawan dia
dalam perkara perdata agar dapat dibawa ke keluarga korban. Juri memerintahkan dia untuk
membayar jutaan dolar dalam kerusakan. Penelitian dalam opini publik menemukan bahwa
kebanyakan orang Amerika berkulit putih percaya bahwa juri berkulit hitam tersebut

9
membebaskan orang yang bersalah. Sedangkan kebanyakan orang Amerika berkulit hitam
percaya bahwa juri berkulit putih tersebut menghukum orang yang tak bersalah.

Secara umum proses persidangan dalam Sistem Peradilan Pidana di Amerika Serikat ini terdiri
dari beberapa pihak, yakni Hakim, Penuntut Umum, Pengacara, Terdakwa, Korban, Saksi, dan
Juri. Peran masing-masing pihak dalam persidangan, secara singkat :

1) Hakim yang membuka dan menjelaskan jalannya persidangan.

2) Penuntut umum menerangkan pada para juri mengenai kasus yang terjadi dengan maksud
untuk mempengaruhi bahwa terdakwa adalah pihak yang bersalah.

3) Pengacara menerangkan pada juri bahwa terdakwa tidak bersalah.

4) Proses pembuktian, dengan mendatangkan beberapa orang saksi termasuk dapat


mendengarkan keterangan terdakwa. Namun, dalam sistem peradilan pidana di Amerika
Serikat, dimungkinkan untuk terdakwa tidak memberikan keterangan dalam persidangan.

5) Juri memberikan keputusan bersalah atau tidaknya terdakwa dalam suatu kesimpulan
singkat. Dalam Sistem Juri tersebut, juri tidak diperkenankan memberikan pertanyaan
pada terdakwa, saksi ataupun korban. Juri hanya diberikan kesempatan untuk
memutuskan apakah terdakwa bersalah atau tidak. Apabila Juri tidak dapat memutuskan
terdakwa bersalah atau tidak, maka Juri akan dikumpulkan dalam suatu ruangan untuk
memutuskan hal tersebut dengan suara bulat.

6) Hakim memutuskan beratnya hukuman bagi terdakwa.

Bahwa Sistem Anglo Saxon mempunyai kelebihan dibanding dengan sistem peradilan pidana
yang dilaksanakan di Indonesia, di mana sistem ini lebih mengutamakan pada masyarakat
sebagai unsur sosial yang berdaulat, serta membatasi kekuasaan pemerintahan yang dijalankan
oleh Hakim dan Penuntut Umum. Adagium yang sudah dianut Amerika Serikat selama bertahun-
tahun adalah "lebih baik membebaskan 10 orang yang bersalah daripada menahan 1 orang yang
tidak bersalah." Kedua dasar inilah yang menjadi landasan Amerika Serikat menganut Sistem
Anglo Saxon.

10
Indonesia tidak menggunakan Sistem Juri karena berdasarkan sistem hukumnya, walaupun
sudah terjadi asosiasi dengan Sistem Hukum Common Law, Sistem Hukum Indonesia masih
bernuansa Civil Law, di mana kepastian hukum yang diutamakan, yakni apa yang tertulis di
dalam suatu peraturan perundang-undangan. Berbeda dengan Sistem Hukum di Amerika Serikat
yang lebih mengutamakan keadilan, yakni rasa keadilan yang hidup di masyarakat dalam suatu
waktu tertentu, Hakim sendiri hanya menjalankan apa yang telah diputuskan oleh Juri, yakni
dalam lamanya masa tahanan. Di sisi lain, kondisi masyarakat Indonesia yang terdiri dari
berbagai macam suku bangsa akan sangat mempengaruhi susunan Juri dalam proses persidangan.
Di sisi lain ada anggapan bahwa sekalipun Amerika Serikat menerapkan Sistem Anglo saxon
dengan berbagai kelebihannya, tetap saja dalam kenyataannya angka kejahatan di Amerika
Serikat adalah yang tertinggi.

Dan pada kasus ini terlihat bahwa Putusan hakim merupakan sumber hukum dalam sistem
Hukum Anglo Saxon. Dalam sistem ini, peran hakim sangat luas. Fungsi hakim tidak hanya
menetapkan dan menafsirkan peraturan hukum, tetapi juga membentuk seluruh tata kehidupan
masyarakat.Hakim juga bisa menciptakan hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-
hakim lain untuk menyelesaikan perkara sejenis. Sistem hukum ini menganut doktrin Stare
Decisis. Intinya dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan
putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis
sebelumnya.

Mengacu kepada kedua kasus dari negara yang menganut sistem hukum Eropa kontinental
(Civil Law) yaitu negara Indonesia dan negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon
(Common Law) yaitu negara Amerika yang di mana sama-sama mengacu pada kasus
pembunuhan dapat di lihat Perbedaan utama dari kedua sistem hukum tersebut terletak pada
sumber hukum, Sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law) menempatkan peraturan
perundang-undangan sebagai sumber utama, sedangkan sistem Anglo Saxon (Common Law)
menempatkan putusan hakim sebagai sumber hukum utamanya.

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan materi yang telah dijelaskan, dapat di simpulkan bahwa terdapat


perbandingan antara putusan hakim yange menganut Sistem Eropa Kontinental (Cicil
Law) dengan Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law).
Sistem Eropa Kontinental (Civil Law) mempunyai tiga karateristik, yaitu adanya
kodifikasi, hakim tidak terikat kepada presiden sehingga undang-undang menjadi sumber
hukum utama dan sistem peradilan bersifat "Inkuisitorial" (hakim mempunyai peranan
besar dalam mengarahkan dan memutuskan perkara). Sedangkan Sistem Hukum Anglo
Saxon (Common Law) mempunyai karakteristik, sistem hukum didasarkan pada
Yurisprudensi yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu, kemudian menjadi dasar
putusan hakim-hakim selanjutnya.
Secara umum, proses persidangan dalam sistem peradilan pidana terdiri dari
beberapa pihak, yakni Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Penasihat Hukum,
Terdakwa, Saksi Korban, Saksi Ahli, dan Juri (Khusus Sistem Hukum Anglo Saxon).
Sedangkan negara yang menganut Sistem Hukum Eropa Kontinental tidak menggunakan
Sistem Juri karena berdasarkan sistem hukumnya.
Walaupun sudah terjadi asosiasi dengan Sistem Hukum Common Law, Sistem
Hukum di Indonesia masih bernuansa Civil Law, kepastian hukum yang diutamakan.
Yakni tertulis di dalam suatu peraturan perundang-undangan. Berbeda dengan Sistem
Hukum di Amerika Serikat (Anglo Saxon) lebih mengutamakan keadilan, yakni rasa

12
keadilan yang hidup di masyarakat dalam suatu waktu tertentu, Hakim sendiri hanya
menjalankan apa yang telah diputuskan oleh Juri.

B. SARAN

Di dalam era globalisasi yang telah melanda dunia, telah mengkondisikan


berbagai warga negara untuk saling berhubungan dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya. Hal demikian ini mengakibatkan terjadinya pertemuan antara berbagai sistem
hukum yang ada dan bisa memenuhi kebutuhan hukum para pihak yang menjalankan
kepentingannya. Pemenuhan kebutuhan hukum para pihak banyak dilakukan melalui
perjanjian baku yang berlaku umum di masyarakat, baik yang menganut sistem Common
Law maupun Civil Law in casu di Indonesia.
Kedua sistem hukum ini mempunyai relevansi dalam pengembangan hukum
perjanjian baku (perjanjian yang telah ditetapkan di dalam undang-undang), diantaranya,
perihal persyaratan tertulis (statue of frauds), perihal keabsahan perjanjian baku, perihal
ingkar janji (break of contract) dan perihal klausula eksonerasi yang tercantum dalam
perjanjian baku. Pengaturan tersebut perlu dibakukan demi kepastian hukum dan
memenuhi keadilan bagi para pihak sekaligus memberikan kemanfaatan bagi pemenuhan
kebutuhan hukum masyarakat yang berada di Indonesia.

13
DAFTAR PUSTAKA

Riyanto, Agus. (2017). “CIVIL LAW DAN COMMON LAW, HARUSKAH


DIDIKOTOMIKAN?”. Binus University.

Feery, Oscar. (2014). Kasus Pembunuhan Holly, Gatot Tetap Bersikeras pada Pembelaannya.
Liputan 6.

Pusat Studi Kebijakan Negara. Fakultas Hukum Universitas Padjajaran.

(2013). Eksistensi Sistem Juri dalam Sistem Peradilan Pidana Amerika Serikat. Kantor Wilayah
Jawa Barat Kementrian Hukum Dan Ham Republik Indonesia.

(2021). Kisah OJ Simpson, Legenda NFL yang Jadi Tersangka Pembunuhan Eks Istrinya.
Kumparan.com.

14

Anda mungkin juga menyukai