Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan sudah
menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya peralatan
dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya meningkatkan
produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu disisi lain akan terjadi
dampak negatifnya, bila kita kurang waspada menghadapi bahaya potensial yang
mungkin timbul. Hal ini tidak akan terjadi jika berbagai risiko yang
mempengaruhi kehidupan para pekerja dapat diantisipasi. Berbagai risiko tersebut
adalah kemungkinan terjadinya Penyakit Akibat Kerja, Penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan dan Kecelakaan Akibat Kerja yang dapat
menyebabkan kecacatan atau kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua
pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja.
Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi
tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan
agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia.
Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya
penyakit akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi
menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau
bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan
sistem kerja. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada
Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup
atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki
tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber
bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan
sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan
tempat kerja tersebut. Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan
kerusakan dan kerugian kepada : 1) manusia yang bersifat langsung maupun tidak
langsung terhadap pekerjaan, 2) properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin,

1
3) lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan,
4) kualitas produk barang dan jasa, 5) nama baik perusahaan.
Jika tempat kerja aman dan sehat, setiap orang dapat melanjutkan pekerjaan
mereka secara efektif dan efisien. Sebaliknya, jika tempat kerja tidak terorganisir
dan banyak terdapat bahaya, kerusakan dan absen sakit tak terhindarkan,
mengakibatkan hilangnya pendapatan bagi pekerja dan produktivitas berkurang
bagi perusahaan. Meskipun kenyataannya, para pengusaha di seluruh dunia telah
secara hati-hati merencanakan strategi bisnis mereka, banyak yang masih
mengabaikan masalah penting seperti keselamatan, kesehatan dan kondisi kerja.
Hal ini diakibatkan karena biaya untuk manusia dan finansial dianggap besar.
Menurut ILO (2013), setiap tahun ada lebih dari 250 juta kecelakaan di tempat
kerja dan lebih dari 160 juta pekerja menjadi sakit karena bahaya di tempat kerja.
Terlebih lagi, 1,2 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan dan sakit di tempat
kerja. Angka menunjukkan biaya manusia dan sosial dari produksi terlalu tinggi.
Dalam istilah ekonomi, diperkirakan bahwa kerugian tahunan akibat
kecelakaan kerja dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan di beberapa
negara dapat mencapai 4 persen dari produk nasional bruto (PNB).
Biaya langsung dan tidak langsung dari dampak yang ditimbulkannya
meliputi:

Biaya medis;
Kehilangan hari kerja;
Mengurangi produksi;
Hilangnya kompensasi bagi pekerja;
Biaya waktu /uang dari pelatihan dan pelatihan ulang pekerja;
kerusakan dan perbaikan peralatan;
Rendahnya moral staf;
Publisitas buruk;
Kehilangan
Kontrak karena kelalaian.

2
Di masa lalu, Kecelakaan dan gangguan kesehatan di tempat kerja
dipandang sebagai bagian tak terhindarkan dari produksi. Namun, waktu telah
berubah, sekarang ada berbagai standar hukum nasional dan internasional tentang
keselamatan dan kesehatan kerja yang harus dipenuhi di tempat kerja. Standar-
standar tersebut mencerminkan kesepakatan luas antara pengusaha/pengurus,
pekerja dan pemerintah bahwa biaya sosial dan ekonomi dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja harus diturunkan. Sekarang dipahami bahwa semua biaya ini
memperlambat daya saing bisnis, mengurangi kesejahteraan ekonomi negara dan
dapat dihindari melalui tindakan di tempat kerja yang sederhana tetapi konsisten.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana mengantisipasi terjadinya bahaya pekerjaan serta efek yang
ditimbulkan bagi pekerja?
2. Bagaimana pengendalian lingkungan kerja untuk mencegah timbulnya bahaya
pekerjaan yang berdampak pada kecelakaan kerja guna meningkatkan
kesehatan dan keselamatan kerja?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui cara mengantisipasi terjadinya bahaya pekerjaan serta efek


yang ditimbulkan bagi pekerja.

2. Mengetahui cara-cara pengendalian lingkungan kerja untuk mencegah


timbulnya bahaya pekerjaan yang berdampak pada kecelakaan kerja guna
meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

BAB II

3
PEMBAHASAN

2.1 Bahaya Kerja (Work Hazard)


Pengertian bahaya Menurut Suardi (2005:73) adalah sesuatu yang berpotensi
menjadi penyebab kerusakan. Ini dapat mencakup substansi, proses kerja dan atau
aspek lainnya dilingkungan kerja. Sedangkan menurut Santoso (2004:32) dapat
diartikan bahaya adalah sifat dari suatu bahan, cara kerja suatu alat, cara
melakukan suatu pekerjaan atau lingkungan kerja yang dapat menimbulkan
kerusakan harta benda, penyakit akibat kerja atau bahkan hilangnya nyawa
manusia. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahaya merupakan segala
kondisi yang dapat merugikan baik cidera atau kerugian lainnya, atau suatu
sumber, situasi atau tindakan yang berpotensi menciderai manusia atau sakit,
penyakit atau kombinasi dari semuanya.
The International Labour Organizational (2013) mendefinisikan bahaya kerja
(work hazard) adalah suatu sumber potensi kerugian atau suatu situasi yang
berhubungan dengan pekerja, pekerjaan dan lingkungan kerja yang berpotensi
menyebabkan kerugian/gangguan.

2.1.1 Macam-macam Bahaya Kerja


a. Bahaya Fisik (Physical Hazard)
- kebisingan
- suhu ekstrim
- cahaya yang terlalu suram atau terlalu terang
b. Bahaya Kimia (Chemical Hazard)
- gas yang beracun
- uap panas
- debu yang terlalu banyak di ruangan kerja
c. Bahaya Biologi (Biological Hazard)
- bakteri
- virus

4
- jamur
d. Bahaya Psikososial (Psychosocial Hazard)
- komunikasi yang buruk dengan atasan maupun rekan kerja
- jam kerja yang panjang dan tidak adanya rotasi shift kerja
- aturan perusahaan yang tidak jelas
- beban kerja yang berlebihan
- kurang lengkapnya peralatan kerja serta sarana dan fasilitas kerja
- pengawasan kerja yang kurang memadai
- tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan
- perkembangan karier
Tempat kerja merupakan salah satu tempat yang memiliki bahaya kerja yang
dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan dan keselamatan pekerja. Kesehatan
pekerja berfokus pada dua penyebab: pertama, kesehatan kaitannya dengan
pajanan bahaya fisik, dan kedua kesehatan kerja yang disebabkan bahaya
psikososial. Terpapar stressor bahaya psikososial di tempat kerja terkait dengan
sejumlah masalah kesehatan, termasuk gangguan perilaku dan penyakit lainnya.

2.1.2 Sifat Bahaya Dilingkungan Kerja


a. Bahaya yang Bersifat Fisik
Bahaya ini meilputi ruangan yang terlalu panas, terlalu dingin, bising, kurang
penerangan, getaran yang berlebihan, radiasi dan sebagainya.
- Keadaan tempat kerja yang terlalu panas mengakibatkan karyawan cepat
lelah karena kehilangan cairan dan garam, bila panas dari lingkngan ini
berlebihan suhu tubuh akan meningkat yang menimbulkan gangguan
kesehatan. Pada keadaan berat, suhu tubuh sangat tinggi dapat
mengakibatkan pingsan sampai kematian, keadaaan yang terlalu dingin
juga akan menyebabkan karyawan sering sakit sehingga akan menurunkan
daya tahan tubuhnya.
- Kebisingan mengganggu kosentrasi, komunikasi dan kemampuan berfikir.
Kebisingan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penurunan sifat

5
permanen, nilai ambang batas kebisingan adalah 85 dB untuk karyawan
yang bekerja 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.
- Pencahayaan penting untuk efisiensi kerja. Pencahayaan yang kurang
memadai atau menyilaukan akan melelahkan mata, kelelahan mata akan
menimbulkan rasa kantuk dan hal ini berbahaya bila karyawan
mengoperasikan mesin-mesin berbahaya sehingga dapat menyebabkan
kecelakaan, untuk pengaturan intesitas pencahaan telah diatur dalam
peraturan menteri perburuhan no 7 tahun 1964.
- Getaran yang berlebihan menyebabkan berbagai penyakit pada pembuluh
darah, syaraf, sendi dan tulang punggung. Sedang radiasi panas akan
menyebabkan suhu tubuh meningkat dan akibatnya sama dengan ruang
kerja yang panas, selain itu terdapat berbagai radiasi seperti radiasi dari
bahan radiokatif, radiasi sinar dan radiasi gelombang mikro yang dapat
menimbulkan berbagai penyakit pada karyawan.
Macam-Macam Bahaya Fisik
a. Kebisingan
Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-
hari, termasuk di tempat kerja. Bahkan bunyi yang kita tangkap melalui telinga
kita merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi telepon, bunyi mesin ketik/
komputer, mesin cetak, dan sebagainya. Namun sering bunyi-bunyi tersebut
meskipun merupakan bagian dari kerja kita tetapi tidak kita inginkan, misalnya
teriakan orang, bunyi mesin diesel yang melebihi ambang batas pendengaran, dan
sebagainya. Bunyi yang tidak kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering
disebut bising atau kebisingan.
Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang
dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang
maupun suatu populasi.
Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya.
Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz),
yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya.
Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari

6
berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas
biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel ( DB ).
Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan
apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan
seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak
dikehendaki / bising.
Skala Intensitas Kebisingan Skala Intensitas Desibel Batas Dengar Tertinggi

No Sumber Skala DB batas dengar


tertinggi
1. Halilintar 120 DB

2. Meriam 110 DB

3. Mesin Uap 100 DB

4. Jalan yang ramai 90 DB

5. Pluit 80 DB

6. Kantor Gaduh 70 DB

7. Radio 60 DB

8. Rumah Gaduh 50 DB

9. Kantor pada umumnya 40 DB

10. Rumah Tenang 30 DB

11. Kantor perorangan 20 DB

12. Sangat tenang , Suara daun 10 DB


jatuh, Tetesan air

Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi,
distribusi frekuensi dan lama pajanan. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut
seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya
mengganggu job performance tenaga kerja. Pajanan kebisingan yang tinggi
(biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang

7
bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja
yang paling banyak di klaim. Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan
kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian
diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang
mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB.Oleh sebab itu para
karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB
maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah
gangguan pendengaran. Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu
komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja berteriak didalam
berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan
yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss communication) atau
salah persepsi terhadap orang lain. Oleh karena sudah biasa berbicara keras di
lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-
kadang di tengah-tengah keluarga juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul
salah persepsi di kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah.
Lebih jauh kebisingan yang terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan
konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan
akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat
dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau
memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan
sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB. Tetapi
penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja
karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan
terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan
akhirnya mau memakainya.

b. Getaran

8
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti:
frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau
intermitten. Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam
memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan powered
tool berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai
Raynauds phenomenon atau vibration-induced white fingers(VWF).
Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem
saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan
sakit tulang belakang. Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain
saws.

c. Radiasi Non Mengion


Radiasi non mengion antara lain : radiasi ultraviolet, visible radiation,
inframerah, laser, medan elektromagnetik (microwave dan frekuensi radio) .
1. Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.
2. Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.
3. Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.
Contoh :
Radiasi ultraviolet : pengelasan.
Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran
Laser : komunikasi, pembedahan

d. Pencahayaan atau Penerangan ( Illuminasi )


Tujuan pencahayaan :
1. Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan
2. Memberi lingkungan kerja yang aman
Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala,
berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan
pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas,
mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan
kerja, dan mengurangi kecelakaan kerja.

9
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban
kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan
kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk
menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan
memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan
menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang
didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur
pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang
dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi
dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur
pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin
berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan
memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan
kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan
fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya
kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir.
Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan
matanya ke objek guna memperbesar ukuran benda. Hal ini menyebabkan
akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau
kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup
dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
- Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar
belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus
berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
- Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat
kerja. Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan
dengan lampu-lampu tersendiri.

10
- Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga
kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak
diberikan tugas di malam hari.Disamping akibat-akibat pencahayaan yang
kurang seperti diuraikan diatas, penerangan / pencahayaan baik kurang maupun
cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya
kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka
harus dilakukan pengaturan atau dicegah.
Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :
a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang
menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
b. Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga
tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela
yang langsung memasukkan sinar matahari
d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu
benda.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan
menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
- Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
- Kelemahan mental
- Kerusakan alat penglihatan (mata).
- Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan
tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya
mempertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut :
- Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya
cahaya matahari ke tempat kerja.
- Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup,
seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan. Apabila cahaya

11
matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti dengan
penerangan lampu yang cukup.
- Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak
melebihi 32 derajat celsius).
- Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang
mengganggu kerja.
- Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar
serta tidak berkedip-kedip.

e. Bau-Bauan
Yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja adalah bau-
bauan yang tidak enak di lingkungan kerja dan mengganggu kenyamanan kerja.
Selanjutnya bau-bauan ini dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas kerja.
Bau-bauan sebenarnya merupakan jenis pencemaran udara yang tidak hanya
mengganggu penciuman tetapi juga dari segi hygiene pada umumnya.
Cara pengukuran bau-bauan yang dapat mengklasifikasikan derajat gangguan
kesehatan belum ada sehingga pengukurannya masih bersifat objektif. Hal ini
disebabkan karena seseorang yang mencium bau tertentu dan merasa tidak biasa
dengan bau tersebut, apabila sudah lama atau biasa mencium bau aneh tersebut
maka akhirnya menjadi terbiasa dan tidak mencium bau yang aneh tersebut.
Orang yang bekerja di lingkungan yang berbau bensin atau oli, mula-mula
merasakan bau tersebut tetapi lama-kelamaan tidak akan merasakan bau tersebut
meskipun bau tersebut tetap di lingkungan kerja itu. Hal ini disebut penyesuaian
penciuman. Dalam kaitannya dengan kesehatan kerja atau dalam lingkungan
kerja, perlu dibedakan antara penyesuaian penciuman dan kelelahan penciuman.
Dikatakan penyesuaian penciuman apabila indera penciuman menjadi kurang
peka setelah dirangsang oleh bau-bauan secara terus-menerus, seperti contoh
pekerja tersebut diatas. Sedangkan kelelahan penciuman adalah apabila seseorang
tidak mampu mencium kadar bau yang normal setelah mencium kadar bau yang
lebih besar. Misalnya orang tidak mencium bau bunga setelah mencium bau yang
kuat dari bangkai binatang. Ketajaman penciuman seseorang dipengaruhi oleh

12
faktor psikologis sewaktu-waktu, misalnya emosi, tegangan, ingatan, dan
sebagainya. Orang yang sedang mengalami ketegangan psikologis atau stress, ia
tidak dapat mencium bau-bauan yang aneh, yang dapat dicium oleh orang yang
tidak dalam keadaan tegang.
Disamping itu penciuman juga dapat dipengaruhi oleh kelembaban udara. Pada
kelembaban antara 40-70 % tidak mempengaruhi penciuman tetapi dibawah atau
diatas kelembaban itu dapat mempengaruhi penciuman. Pengendalian bau-bauan
di lingkungan kerja dapat dilakukan antara lain :
1. Pembakaran terhadap sumber bau-bauan misalnya pembakaran butil alkohol
menjadi butarat dan asam butarat.
2. Proses menutupi yang didasarkan atas kerja antagonistis diantara zat-zat yang
berbau. Kadar zat tersebut saling menetralkan bau masing-masing. Misalnya
bau karet dapat ditutupi atau ditiadakan dengan paraffin.
3. Absorbsi (penyerapan), misalnya penggunaan air dapat menyerap bau-bauan
yang tidak enak.
4. Penambahan bau-bauan kepada udara yang berbau untuk mengubah zat yang
berbau menjadi netral (tidak berbau). Misalnya menggunakan pengharum
ruangan.
5. Alat pendingin ruangan (air conditioning) disamping untuk menyejukkan
ruangan juga sebagai cara deodorisasi (menghilangkan bau-bauan yang tidak
enak) di tempat kerja.

2.1.3 Potensi Bahaya Di Tempat Kerja

Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya
penyakit akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi
menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan atau
bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan
sistem kerja.

13
a. Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan
kerugian kepada:
1) manusia yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan,
2) properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin.
3) lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan,
4) kualitas produk barang dan jasa.
5) nama baik perusahaan.

b. Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui


pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan
upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yang
mungkin terjadi. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal
atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain :
1. faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan
kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri.
2. faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam
lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku,
baik produk antara maupun hasil akhir.
3. faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila
manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi
kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.

c. Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan


dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut:
1. Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-
gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar
kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas
penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.
2. Potensi bahaya kimia, yaitu potesni bahaya yang berasal dari bahan-bahan
kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat
memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui

14
pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact
(melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja
sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi
bahaya debu, gas, uap.asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam
tubuh.
3. Potensi bahaya biologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan
oleh kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara yang berasal dari atau
bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyakit-penyakit tertentu,
misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids,dll maupun yang berasal dari bahan-bahan
yang digunakan dalam proses produksi.
4. Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang
disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan
norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta
peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan
kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan
pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin.
5. Potensi bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang berasal atau
ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan yang kurang
baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja
yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau
pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai,
kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai
akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu
yang tidak harmonis dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya
tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.
6. Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau
ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi,
yang sangat bergantung dari: bahan dan peralatan yang dipakai serta kegiatan.
2.2 Pengertian Lingkungan Kerja
Menurut sarwono (2005) Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana
pegawai/karyawan melakukan pekerjaannya sehari-hari. Menurut Sedarmayati

15
(dalam Intaghina, 2008), Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan
bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode
kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai
kelompok. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja
adalah segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang
berbentuk fisik maupun berbentuk non fisik, langsung maupun tidak langsung,
yang dapat memperngaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja.
Pertumbuhan dan perkembangan suatu perusahaan tidak terlepas dari kondisi
lingkungan disekitarnya, baik pengaruh negatif maupun pengaruh positif.
Lingkungan kerja adalah tempat dimana karyawan melakukan aktivitas bekerja
hariannya. Setiap pekerja pasti menginginkan lingkungan kerja yang kondusif
karena rasa aman memungkinkan karyawan dapat bekerja optimal. Karena secara
psikologis, lingkungan kerja mempengaruhi tingkat emosional karyawan dalam
menyelesaikan pekerjaan sehari-hari. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja
dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan merasa betah berada dalam
tempat kerjanya dalam waktu yang cukup panjang untuk menyelesaikan
pekerjaannya, sehingga waktu kerja dapat dipergunakan secara efektif dan efisien.
Hal ini mengakibatkan produktivitas karyawan menjadi tinggi dan optimis
terhadap prestasi kerja karyawan yang juga tinggi. Lingkungan kerja yang
dimaksudkan disini mencakup gaji dan tunjangan, fasilitas kerja dan hubungan
kerja yang terbentuk antara sesama karyawan, hubungan antara karyawan dan
bawahan serta lingkungan fisik tempat karyawan bekerja.
Lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab dari keberhasilan dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, tetapi juga dapat menyebabkan suatu kegagalan
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, karena lingkungan kerja dapat mempengaruhi
pekerja, terutama lingkungan kerja yang bersifat psikologis. Sedangkan
pengaruhnya itu sendiri dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif.

2.2.1 Jenis Lingkungan Kerja


1. Lingkungan Kerja Fisik

16
Menurut Sarwono (2005) Lingkungan kerja fisik adalah tempat kerja pegawai
melakukan aktivitasnya.
Lingkungan kerja fisik mempengaruhi semangat dan emosi kerja para
karyawan. Faktor-faktor fisik ini mencakup:
1. Penerangan
2. Suhu udara
3. Sirkulasi udara
4. Ukuran ruang kerja
5. Suara bising
Suhu udara di tempat kerja, luas ruang kerja, kebisingan, kepadatan, dan
kesesakan. Faktor-faktor fisik ini sangat mempengaruhi tingkah laku manusia.
Selanjutnya menurut Sarwono (2005) Peningkatan suhu dapat menghasilkan
kenaikan prestasi kerja tetapi dapat pula malah menurunkan prestasi
kerja.Kenaikan suhu pada batas tertentu menimbulkan semangat yang
merangsang prestasi kerja tetapi setelah melewati ambang batas tertentu kenaikan
suhu ini sudah mulai mengganggu suhu tubuh yang mengakibatkan terganggunya
pula prestasi kerja (Sarwono,2005).

2. Lingkungan Kerja Non Fisik


Lingkungan kerja non fisik ini merupakan lingkungan kerja yang tidak bisa
diabaikan (Sarwono,2005). Perusahan hendaknya dapat mencerminkan kondisi
yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang
memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya
diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik dan pengendalian
diri. Membina hubungan yang baik antara sesama rekan kerja, bawahan maupun
atasan harus selalu dilakukan.

2.2.2 Konsep Pengendalian Bahaya Akibat Kerja

17
Pengendalian bahaya yang menjadi objek dalam Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) mencangkup semua bahaya yang dapat mengganggu keselamatan dan
kesehatan pekerja. Menurut Ramli (2010), pengendalian bahaya tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan sebagai berikut :
1. Pendekatan energi
Kecelakaan bermula karena adanya sumber energi yang mengalir mencapai
penerima. Pendekatan energi untuk mengendalikan kecelakaan dilakukan melalui
3 titik, yaitu:
a. Pengendalian pada sumber bahaya.
Bahaya sebagai sumber terjadinya kecelakaan dapat dikendalikan langsung
pada sumbernya dengan melakukan pengendalian secara teknis atau
administratif.
b. Pendekatan pada jalan energi.
Pendekatan ini dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi pada jalan
energi sehingga intesitas energi yang mengalir ke penerima dapat
dikurangi.
c. Pengendalian pada penerima.
Pendekatan ini dilakukan melalui pengendalian terhadap penerima. Salah
satu upaya yaitu dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
Pendekatan ini dapat dilakukan jika pengendalian pada sumber atau
jalannya energi tidak dapat dilakukan dengan efektif.

2. Pendekatan manusia
Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa
85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak
aman. Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3 dilakukan
berbagai pendekatan dan program K3 antara lain:
a. Pembinaan dan Pelatihan
b. Promosi K3 dan kampanye K3
c. Pembinaan Perilaku Aman
d. Pengawasan dan Inspeksi K3

18
e. Audit K3
f. Komunikasi K3
g. Pengembangan prosedur kerja aman

3. Pendekatan teknis
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses
maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang
bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain :
a. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis
dan standar yang berlaku untuk menjamin kelaikan instalasi atau peralatan
kerja.
b. Sistem pengaman
pada peralatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan dalam
pengoperasian alat atau instalasi.
c. Pendekatan administratif
Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara
antara lain:
- Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan
bahaya dapat dikurangi.
- Penyediaan alat keselamatan kerja.
- Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3.
- Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja.
- Pendekatan Manajemen
Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif
sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan antara lain :
a. Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3).
b. Mengembangkan organisasi K3 Yang efektif.
c. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya
untuk manajemen tingkat atas.

19
2.2.3 Program Pengendalian Lingkungan Kerja

Pengendalian lingkungan kerja juga dilaksanakan sebagaimana pelayanan


kesehatan masyarakat pada umumnya, pelayanan kesehatan dan keselamatan
pekerja yaitu meliputi pelayanan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.

1. Pelayanan Preventif

Pelayanan ini diberikan guna mencegah terjadinya penyakit akibat kerja,


penyakit menular di lingkungan kerja dengan menciptakan kondisi pekerja dan
mesin atau tempat kerja agar ergonomis, menjaga kondisi fisik maupun
lingkungan kerja yang memadai dan tidak menyebabkan sakit atau
membahayakan pekerja serta menjaga pekerja tetap sehat.

Kegiatannya antara lain meliputi:

1. Pemeriksaan kesehatan yang terdiri atas:

a. Pemeriksaan awal/sebelum kerja.

b. Pemeriksaan berkala.

c. Pemeriksaan khusus.

2. Imunisasi
3. Kesehatan lingkungan kerja.

4. Perlindungan diri terhadap bahaya dari pekerjaan.

5. Penyerasian manusia dengan mesin dan alat kerja.

6. Pengendalian bahaya lingkungan kerja agar ada dalam kondisi aman


(pengenalan, pengukuran dan evaluasi).

20
2. Pelayanan Promotif.

Peningkatan kesehatan (promotif) pada pekerja dimaksudkan agar keadaan


fisik dan mental pekerja senantiasa dalam kondisi baik. Pelayanan ini diberikan
kepada tenaga kerja yang sehat dengan tujuan untuk meningkatkan kegairahan
kerja, mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga kerja. Kegiatannya
antara lain meliputi:

1. Pendidikan dan penerangan tentang kesehatan kerja.


2. Pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja yang sehat.

3. Peningkatan status kesehatan (bebas penyakit) pada umumnya.

4. Perbaikan status gizi.

5. Konsultasi psikologi.

6. Olah raga dan rekreasi.

3. Pelayanan Kuratif.

Pelayanan pengobatan terhadap tenaga kerja yang menderita sakit akibat kerja
dengan pengobatan spesifik berkaitan dengan pekerjaannya maupun pengobatan
umumnya serta upaya pengobatan untuk mencegah meluas penyakit menular di
lingkungan pekerjaan. Pelayanan ini diberikan kepada tenaga kerja yang sudah
memperlihatkan gangguan kesehatan/gejala dini dengan mengobati penyakitnya
supaya cepat sembuh dan mencegah komplikasi atau penularan terhadap
keluarganya ataupun teman kerjanya. Kegiatannya antara lain meliputi:

1. Pengobatan terhadap penyakit umum.


2. Pengobatan terhadap penyakit dan kecelakaan akibat kerja.

4. Pelayanan Rehabilitatif.

21
Pelayanan ini diberikan kepada pekerja karena penyakit parah atau kecelakaan
parah yang telah mengakibatkan cacat, sehingga menyebabkan ketidakmampuan
permanen, baik sebagian atau seluruh kemampuan bekerja yang biasanya mampu
dilakukan sehari-hari. Kegiatannya antara lain meliputi:

1. Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuannya


yang masih ada secara maksimal.
2. Penempatan kembali tenaga kerja yang cacat secara selektif sesuai
kemampuannya.

3. Penyuluhan pada masyarakat dan pengusulan agar mau menerima tenaga


kerja yang cacat akibat kerja.

Cara Pengendalian agent di lingkungan kerja

1. Physical agent.

- Debu.
Debu dan uap/asap (fume) merupakan salah satu sumber gangguan yang
tidak dapat diabaikan. Dalam kondisi tertentu debu merupakan bahaya yang
dapat menimbulkan kerugian besar. Tempat kerja yang prosesnya
mengeluarkan debu atau uap, dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan
kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru-paru, bahkan dapat
menimbulkan keracunan umum.

Pengontrolan debu dalam ruang kerja:

1. Metode pencegahan terhadap debu dan uap ialah:

Memakai metode basah: Lantai disiram air supaya debu tak beterbangan di
udara. Pengeboran basah (wet drilling) untuk mengurangi debu yang ada
di udara. Debu jika di semprot dengan uap air akan berflocculasi lalu
mengendap.
Dengan alat: Scrubber, Elektropresipitator, Ventilasi umum.

22
2. Pencegahan terhadap sumber: diusahakan debu tidak keluar dari sumber yaitu
dengan pemasangan local exhauster.

3. Perlindungan diri terhadap pekerja antara lain berupa tutup hidung atau masker.

- Kebisingan.

Bising dapat diartikan sebagai suara yang timbul dari getaran-getaran yang
tidak teratur dan periodik, kebisingan merupakan suara yang tidak
dikehendaki. Manusia masih mampu mendengar bunyi dengan frekuensi
antara 16-20.000 Hz, dan intensitas dengan nilai ambang batas (NAB) 85 dB
(A) secara terus menerus. Intensitas lebih dari 85 dB dapat menimbulkan
gangguan dan batas ini disebut critical level of intensity.

Gangguan Kebisingan di tempat Kerja.

Pengaruh utama dari kebisingan terhadap kesehatan adalah kerusakan pada


indera-indera pendengar, yang menyebabkan ketulian progresif.
Gangguan kebisingan di tempat kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Gangguan Fisiologis.

Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat bising.


Dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat terganggu.
Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas
sehingga dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Pembicara terpaksa berteriak-
teriak, selain memerlukan tenaga ekstra juga menimbulkan kebisingan.
Kebisingan juga dapat mengganggu cardiac output dan tekanan darah.

2. Gangguan Psikologis.

Gangguan fisiologis lama-lama bisa menimbulkan gangguan psikologis. Suara


yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan stress, gangguan jiwa, sulit
konsentrasi dan berpikir, dan lain-lain.

23
3. Gangguan Patologis Organis.

Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat


pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat
sementara hingga permanen.

Pengendalian Kebisingan di lingkungan kerja.

1. Menghilangkan transmisi kebisingan terhadap pekerja.

Untuk menghilangkan atau mengurangi transmisi kebisingan terhadap pekerja


dapat dilakukan dengan isolasi tenaga kerja atau mesin yaitu dengan menutup atau
menyekat mesin atau alat yang yang mengeluarkan bising.

Pada dasarnya untuk menutup mesin mesin yang bising adalah sebagai berikut:

Menutup mesin serapat mungkin.


Mengolah pintu-pintu dan semua lobang secara akustik.

Bila perlu mengisolasi mesin dari lantai untuk mengurangi penjalaran


getaran.

2. Menghilangkan kebisingan dari sumber suara.

Menghilangkan kebisingan dari sumber suara dapat dilakukan dengan


menempatkan perendam dalam sumber getaran.

3. Mengadakan perlindungan terhadap karyawan.

Usaha melindungi karyawan dari kebisingan di lingkungan kerja dengan memakai


alat pelindung diri untuk telinga telinga atau personal protective device yaitu
berupa ear plugs dan ear muffs.

24
- Suhu Udara.

Suhu tubuh manusia yang dapat kita raba/rasakan tidak hanya didapat dari
metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan. Makin tinggi
panas lingkungan, semakin besar pula pengaruhnya terhadap suhu tubuh.
Sebaliknya semakin rendah suhu lingkungan, makin banyak pula panas
tubuh akan hilang. Dengan kata lain, terjadi pertukaran panas antara tubuh
manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang
dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran ini serasi
dan seimbang, tidak akan menimbulkan gangguan, baik penampilan kerja
maupun kesehatan kerja.

Tekanan panas yang berlebihan merupakan beban tambahan yang harus


diperhatikan dan diperhitungkan. Beban tambahan berupa panas lingkungan
dapat menyebabkan beban fisiologis misalnya kerja jantung menjadi
bertambah. Nilai ambang batas untuk cuaca (iklim) kerja adalah 21oC 30oC
suhu basah. Suhu efektif bagi pekerja di daerah tropis adalah 22 oC 27oC.
Yang dimaksud dengan suhu efektif adalah suatu beban panas yang dapat
diterima oleh tubuh dalam ruangan. Suhu efektif akan memberikan efek
yang nyaman bagi orang yang berada di luar ruangan. Cuaca kerja yang
diusahakan dapat mendorong produktivitas antara lain dengan pengondisian
udara di tempat kerja.

Kesalahan-kesalahan sering dibuat dengan membuat suhu terlalu rendah


yang berakibat keluhan-keluhan dan kadang diikuti meningkatnya penyakit
pernafasan. Sebaiknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Suhu diset pada 25oC 26oC.


Penggunaan AC di tempat kerja perlu disertai pemikiran tentang keadaan
pengaturansuhu di rumah.

25
Bila perbedaan suhu di dalam dan luar lebih 5 oC, perlu adanya suatu
kamar adaptasi.

Contoh: suhu panas dari kompor, preheating furnace, porcelain furnace,


pengecoran logam, dan lain-lain.

- Kelembaban Udara.

Kelembaban adalah: banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa


dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi
oleh suhu udara, dan secara bersama-sama antara suhu, kelembaban,
kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan
mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan
panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan suhu udara sangat panas dan
kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara
besar-besaran karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin
cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk
mencapai keseimbangan antara panas tubuh dengan suhu di sekitarnya.

- Pencahayaan.

Pada umumnya pekerjaan memerlukan upaya penglihatan. Untuk melihat


manusia membutuhkan pencahayaan. Oleh sebab itu salah satu masalah
lingkungan di tempat kerja yang harus diperhatikan adalah pencahayaan.
Pencahayaan yang kurang memadai merupakan beban tambahan bagi
pekerja, sehingga dapat menimbulkan gangguan performance (penampilan)
kerja yang akhirnya dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja.

- Radiasi

26
Sumber radiasi dapat berasal dari alam dan buatan. Dampak radiasi terhadap
kesehatan tergantung pada: lamanya terpapar, jumlah yang diserap, tipe dan
lebih spesifik lagi adalah panjang gelombang. Pancaran yang paling
berbahaya adalah gelombang pendek, termasuk ionisasi dan radiasi sinar
ultraviolet. Akibat radiasi ultraviolet pada umumnya mengenai mata dan
kulit, bila mengenai mata dapat menyebabkan conjuctivitis.

27
Contoh kasus kecelakaan kerja

Karyawan Tewas Masuk Mesin Giling (Jawa Pos Sabtu, 01 Oktober 2016
11:17)

Syaifudin, 24, warga Kelurahan Betet, Kecamatan Pesantren tewas setelah masuk
dalam mesin penggilas tebu. Insiden nahas yang terjadi kemarin sore (30/9/2016)
sekitar pukul 16.00 itu terjadi di pabrik gula Surya Mauni Tekhnik Betet. Karena
luka parah di bagian punggung, Syaifudin tewas saat dirawat di rumah sakit.

Informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Kediri menerangkan kecelakaan kerja
ini bermula ketika Syaifudin dan kawan-kawannya bekerja seperti biasanya
menggiling tebu untuk pabrik gula itu.

Saat itu Syaifudin hendak mengambil besi kanal yang berada di atas atap.
Kemudian dia melemparkan tali dari bawah agar besi kanal itu bisa turun. Namun
saat melemparkan tali tersebut bukannya mengenai besi kanal, tali itu justru
mengarah ke mesin giling dan tersangkut di mesin itu. Tahu talinya nyangkut,
korban naik ke atas mesin untuk melepaskan jeratan tali, terang Kapolsek
Pesantren Kompol Sucipto.

Saat Syaifudin berada di atas, dia sempat berteriak ke teman-temannya yang ada
di bawah untuk mematikan mesin itu. Sambil dia terus berusaha melepas tali yang
menyangkut ke mesin itu.

Namun nahas, saat temn-temannya hendak mematikan mesin itu, Syaifudin tiba-
tiba terjatuh ke mesin itu. Akibatnya tubuh tubuhnya sempat tergilas mesin.
Mengetahui hal itu teman-teman korban langsung berusaha mengevakuasinya
dan langsung dibawa ke RS Baptis, ungkap polisi berpangkat melati satu ini.

28
Namun nahas akibat luka parah, Syaifudin meninggal dunia di rumah sakit setelah
menjalani perawatan selama satu jam. Syaifudin tak bisa bertahan hidup akibat
luka robek di bagian punggung atas dan bawah. Tah hanya itu dada maupun perut
juga mengalami luka memar.

Sampai kemarin malam polisi masih terus melakukan penyelidikan atas


kecelakaan kerja yang menewaskan satu karyawan pabrik gula ini. Selain telah
melakukan olah TKP pihaknya juga telah menanyai beberapa saksi untuk
mengetahui secara pasti kronologi kecelakaan itu. Karena hal itu akan digunakan
polisi sebagai petunjuk penyelidikan. Kasus ini masih terus kami selidiki, tegas
Sucipto.

Analisis Kasus
Jika ditinjau dari faktor penyebab kecelakaan kerja, penyebab dasar kecelakaan
kerja adalah human error. Dalam hal ini, kesalahan terletak pada karyawan.
Menanggapi kecelakaan yang telah menewaskan satu orang pekerja tersebut,
seharusnya karyawan bersikap lebih hati-hati serta teliti yaitu dengan benar-benar
memastikan bahwa peralatan mesin penggiling telah siap untuk digunakan,
karyawan tidak ceroboh dalam mengambil tindakan seperti yang dilakukan
Syaifudin yang hendak mengambil besi kanal yang berada di atas atap maka
mungkin kecelakaan kerja tersebut tidak akan terjadi. Karyawan saat mulai
menghidupkan mesin penggiling seharusnya juga mengenakan alat-alat pelindung
diri agar terhindar dari bahaya kecelakaan kerja.
Kemudian penyebab kecelakaan yang lain adalah kurangnya pengawasan
manajemen dalam bidang kesehatan, keselamatan, dan keamanan pada pabrik gula
tersebut. Sistem manajemen yang baik seharusnya lebih ketat pengawasannya
terhadap alat ini menyadari alat ini memiliki risiko yang besar untuk
menghasilkan loss atau kerugian. Beberapa tindakan manajemen yang bisa
dilakukan adalah dengan meletakkan kamera-kamera di sekitar alat tersebut
sehingga operator mesin pabrik dapat memastikan bahwa mesin penggiling benar-
benar aman. Kemudian, apabila teknologi yang lebih canggih dapat diterapkan di
sana, maka pada mesin tersebut dapat dipasang sebuah alat pendeteksi di mana

29
apabila pada mesin tersebut terdapat masalah atau ada benda asing yang ikut
masuk ke dalamnya, maka ada sebuah lampu yang menyala yang
mengindikasikan di dalam mesin tersebut terdapat orang atau benda asing.
Kemudian apabila telah terjadi kecelakaan, seharusnya dilakukan investigasi
kecelakaan, inspeksi, pencatatan serta pelaporan kecelakaan kerja. Tujuan dari
kegiatan ini tentu untuk meningkatkan manajemen dari kesehatan, keamanan serta
keselamatan pada pabrik tersebut, menentukan tindakan pencegahan yang tepat
serta menurunkan faktor risiko pada kecelakaan tersebut. Namun, sayangnya sikap
dari pihak pabrik yang menutup-nutupi kejadian kecelakaan kerja tersebut dapat
menghambat berjalannya investigasi tersebut. Pabrik tidak akan dapat mengambil
pelajaran melalui kecelakaan ini. Ini berarti kecelakaan semacam ini masih
memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk kembali terjadi, baik pada pabrik
yang sama maupun pada pabrik lain sejenisnya.
Untuk kasus seperti yang terjadi pada pabrik gula di atas, ada beberapa
alternatif pencegahan selain yang tadi telah disebutkan. Tindakan tersebut dapat
berupa:
a. Dibuatnya peraturan yang mewajibkan bagi setiap perusahaan untuk memilki
standarisasi yang berkaitan dengan keselamatan karyawan, perencanaan,
konstruksi, alat-alat pelindung diri, monitoring perlatan dan sebagainya.
b. Adanya pengawas yang dapat melakukan pengawasan agar peraturan
perusahaan yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja dapat
dipatuhi.
c. Dilakukan penelitian yang bersifat teknis meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang
berbahaya, pencegahan peledakan gas atau bahan beracun lainnya. Berilah
tanda-tanda peringatan beracun atau berbahaya pada alat-alat tersebut dan
letakkan di tempat yang aman.
d. Dilakukan penelitian psikologis tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan
terjadinya kecelakaan serta pemberian diklat tentang kesehatan dan
keselamatan kerja pada karyawan.
b. Mengikutsertakan semua pihak yang berada dalam perusahaaan ke dalam
asuransi. (Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007: 14).

30
Kecelakaan Kerja Pada Karyawan di Mesin Dinamo Pabrik (25 April
2016)
Bagian Pakaian Korban yang Tersangkut Puli Dinamo Yang Sedang Berputar
Musibah bermula sebelumnya sekitar pukul 07.40 saat akan dilakukan
penggantian jam kerja, korban mengambil sampel lateks dibagian produksi.
Namun sebelum mengambil sampel korban memutar arah jalan dari tempat yang
dituju sehingga melintas dari bagian mesin yang bukan area lintasan. Saat
melewati salah satu mesin, tiba-tiba ujung jilbab korban yang terjuntai kebawah
tersangkut puli dinamo sehingga tergulung akibat jilbab tergulung akhirnya leher
korban tercekik ditempat kejadian perkara dalam keadaan sepi karena seluruh
karyawan bersiap-siap untuk pulang kerja untuk penggantian jam kerja sekitar
pukul 08.00. Akibatnya tidak ada yang melihat korban sehingga tidak ada yang
menolong dan mengakibatkan korban meninggal dunia.

Analisa Kasus
a. Penyebab Umum Jilbab korban yang terjuntai ke bawah tersangkut pada puli
dinamo yang sedang berputar.
b. Penyebab Terperinci Kelalaian korban dalam mengambil arah jalan yang bukan
areal lintasan dan dalam memilih penggunaan pakaian kerja.
c. Penyebab Pokok Kebijakan pabrik Perusahaan Kurang memberikan pelatihan
dan perhatian kepada pegawai mengenai keselamatan kerja agar tidak lalai
dalam mengambil suatu tindakan yang beresiko tinggi. Kurangnya komunikasi
yang baik antar pegawai, kurangnya kepekaan pegawai terhadap
lingkungannya tempat bekerja.
Dari contoh kasus kecelakaan kerja dan analisa yang telah disampaikan
dapat kita ketahui bahwa hal-hal kecil dapat mengakibatkan kerugian yang besar,
bahkan hingga hilangnya nyawa. Selain itu kita harus benar-benar memperhatikan
kelengkapan dalam berpakaian demi meningkatkan keamanan bagi diri sendiri
serta bagi keselamatan pekerjaan. Mematuhi setiap aturan yang telah ditetapkan

31
pihak perusahaan juga dapat meningkatkan keselamatan dalam pekerjaan,
Sehingga kita dapat mencapai kesejahteraan dan kemakmuran dalam dunia kerja
khususnya dalam bidang perindustrian.

32
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN

Berdasarkan hasil kajian dan kesimpulan diatas maka saran-saran sebagai


berikut:

1. Bagi tempat kerja

Bagi pihak pengelola tempat kerja disarankan untuk menekankan seminimal


mungkin terjadinya kecelakaan kerja, dengan jalan antara lain meningkatkan dan
menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (k3) dengan baik dan tepat. Hal ini
dapat dilakukan dengan sering diadakan sosialisasi tentang manfaat dan arti
pentingnya program keselamatan dan kesehatan kerja (k3) bagikaryawan, seperti
misalnya dengan pemberitahuan bagaimana cara penggunaan peralatan,
pemakaian alat pelindung diri, cara mengoprasikan mesin secara baik dan benar.
Selain itu perusahaan harus meningkatkan program keselamatan dan kesehatan
kerja (k3) serta menerangkan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (k3)
dalam kegiatan operasional.
1. Bagi pekerja

Bagi pekerja agar lebih memperhatikan tingkat keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) dengan bekerja secara disiplin dan berhati-hati serta mengikuti prosedur
standar bekerja sesuai bidangnya.

DAFTAR PUSTAKA

33
Silalahi, B. N. B. 1995. Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta:
PT Pustaka Binaman Presindo.

Sumamur. 2009. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV. Haji
Masagung.

Sarwono, S.W & Meinarno, E.A. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba
Humanika.

Sedarmayanti. 2011. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja: Suatu Tinjauan Dari
Aspek Ergonomi Atau Kaitan Antara Manusia Dengan Lingkungan
Kerjanya. Cetakan Ketiga. Bandung: Mandar Ma.

International Labour Organization (ILO). 2013. Keselamatan dan Kesehatan


Kerja di Indonesia. Manila.

Suardi, Rudi. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.


Jakarta : Penerbit PPM.

Saksono, Slamet. 1998. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta: Kanisius.

Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007. Prosedur Keamanan, Keselamatan, &


Kesehatan Kerja. Sukabumi: Yudhistira.

34

Anda mungkin juga menyukai