Persoalan pertambangan sebagai bagian dari sumber daya alam sesuai
amanat konstitusi dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya. Pengelolaan pertambangan ini pada era otonomi daerah menjadi urusan pemerintahan Pusat dan Daerah secara tersendiri. Baik Pemerintah Pusat maupun Daerah memiliki kewenangan untuk persoalan pengelolaan pertambangan itu melalui upaya perizinan usaha pertambangan, kasus-kasus terbengkalainya persoalan masyarakat terdampak pertambangan menjadi rumit ketika aturan perundang-undangan dianggap tidak memuat kewenangan pemerintah atau bahkan saling adanya tumpang tindih kewenangan. Dengan fokus kajian pada ada dan tidaknya nilai-nilai kemaslahatan yang ada pada Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang : 1. Bagaimana mekanisme perizinan usaha pertambangan yang diatur dalam Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara? 2. Bagaimana kewenangan perizinan usaha pertambangan dalam Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam perspektif maslahah ammah? Pada penelitian normatif yang berdasarkan pada penelitian kepustakaan (library research) ini diketahui bahwa kewenangan perizinan usaha pertambangan dalam Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan kewenangan atributif yang diamanatkan langsung oleh undang-undang pertambangan mineral dan batubara. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa Izin Usaha Pertambangan diberikan oleh Bupati/Walikota apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan berada di dalam suatu wilayah Kabupaten/Kota, Gubernur apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) berada pada lintas wilayah Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari Bupati/Walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan oleh Menteri apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan berada pada lintas wilayah Provinsi setelah mendapaatkan rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun bentuk perizinan usaha pertambangan ini berdasarkan hukum administrasi Negara lebih dekat dengan bentuk konsesi daripada izin itu sendiri. Dalam perspektif teori maslahah ammah, persoalan perizinan yang berhubungan dengan penetapan wilayah usaha pertambangan, kurang menyeluruh dan belum bisa memberikan kemaslahatan secara luas kepada masyarakat, terlebih ketika terjadi persoalan antara masyarakat terdampak dan pelaku usaha. Padahal, usaha eksplorasi dan eksploitasi pertambangan merupakan suatu kewajiban Negara yang harus dilaksanakan sebagai bentuk pelaksanaan amanat konstitusi yaitu dalam Pasal 33 UUD NRI 1945 yang selaras dengan prinsip hukum Islam, yaitu untuk mendapatkan kemaslahatan. Suatu aturan perundang-undangan suatu Negara haruslah mengandung nilai kemaslahatan, jika tidak maka bisa dibatalkan. ABSTRAK
PT. Sinomast Mining merupakan perusahaan pertambangan batubara yang
terletak di Desa Bengahon, Kecamatan Lahai, Kabupaten Barito Utara Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai area penambangan yang akan ditambang seluas 200 Ha dengan besar cadangan adalah 501.262 ton batubara. Target produksi yang diinginkan oleh perusahaan adalah sebesar 50.000 ton per bulan dan pada bulan terakhir penambangan akan ditingkatkan menjadi 51.262 ton. Kualitas batubara yang akan dijual mempunyai nilai kalor 4700 kkal/kg (adb) dengan nilai jual Rp. 491.494,00 per ton batubara. Perusahaan melakukan kegiatan penambangan dengan penambangan sendiri yakni dengan menyewa alat penambangan.. Untuk mengetahui apakah pekerjaan penambangan layak atau tidak secara ekonomi maka perlu dilakukan analisis ekonomi. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kelayakan ekonomi (NPV, DCFROR, PBP) dan analisis kepekaan (meliputi : kepekaan terhadap investasi total, kepekaan terhadap biaya operasi dan kepekaanterhadap harga jual batubara). Struktur permodalan yang digunakan adalah 40% modal pinjaman dan 60% modal sendiri dengan nilai i* sebesar 1,5% per bulan. Investasi total yang dikeluarkan perusahaan adalah sebesar Rp. 35.324.123.474,00 dan keseluruhan biaya operasi yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp. 84.523.061.148,00. Adapun hasil analisis kelayakan yang diperoleh adalah sebagai berikut: NPV = Rp. 76.410.691.264,00 DCFROR = 42 % PBP = 2,63 bulan Dari hasil analisis kelayakan tersebut maka dapat dikatakan bahwa rencana penambangan ini layak untuk dipertimbangkan. Setelah dilakukan analisis kepekaan pun didapat bahwa rencana penambangan tidak terlalu peka terhadap perubahanperubahan (investasi total,biaya operasi dan harga jual batubara) yang diperkirakan akan terjadi. Hanya perubahan harga jual batubara yang cukup mempengaruhi perubahan nilai NPV namun tetap belum membuat nilai NPV menjadi negatif. Sehingga baik adanya bagi perusahaan untuk menindaklanjuti rencana penambangan ini.