Anda di halaman 1dari 82

ryPROPOSAL DISERTASI

KESEJAHTERAAN TENAGAKERJA
PERSPEKTIF UPAH RESERVASI:
KASUS INDUSTRI DI KOTA
MAKASSAR

Disusun oleh
MUHAMMAD JIBRIL TAJIBU
NIM 0930201013

PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI


PASCA SARJANA FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
DAFTAR TABEL....................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................10
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................10
1.4 Manfaat Penelitian...............................................................10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................11
2.1 Upah........................................................................................
11
2.1.1Malthus........................................................................11
2.1.2John Stuart Mills...........................................................12
2.1.3Upah Reservasi dan Teori Pencarian............................13
2.2 Kesejahteraan......................................................................27
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN.................................................33
3.1 Kerangka Konseptual...........................................................33
3.2 Hipotesis..............................................................................34
BAB 4 METODA PENELITIAN..................................................................36
4.1 Rancangan Penelitian...........................................................36
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian...............................................37
4.3 Metoda Pengambilan Sampel...............................................37
4.4 Metoda Pengumpulan Data..................................................38
4.5 Metoda Analisis....................................................................38
4.5.1Analisis Regresi............................................................38
4.5.2Analisis Diskriminan.....................................................39
4.6 Definisi Operasional.............................................................40
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................42
LAMPIRAN............................................................................................. 60

2
DAFTAR TABEL

Tabel 1-1 Persentase Penduduk Kota Makassar yang Berumur di atas 15


Tahun Menurut Kegiatan Selama Seminggu Sebelumnya Tahun
2008 dan 2009..........................................................................8

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1.......Penduduk Kota Makassar Menurut Kelompok Umur dan


Jenis Kelamin Tahun 2010....................................................6
Gambar 1-2 ............Komposisi Tenagakerja di Sulwesi Selatan Menurut
Lapangan Usaha..................................................................7
Gambar 2-1 .......................................................Kondisi Pareto Optimum
........................................................................................... 29
Gambar 3-1 ..................................................................Kerangka Konsep
........................................................................................... 34

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buku karya Smith (1778) dalam ranah ilmu ekonomi yang terkenal

An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations

menggambarkan usaha manusia dalam mencari jalan untuk

mendapatkan kesejahteraan dicapai dengan pemenuhan semua

kebutuhan dan kenyamanan hidup. Dalam proses pencapaian itu,

Smith percaya bahwa tenagakerja memiliki peranan tertinggi, dan

pembagian tenagakerja (division of labour) akan mempengaruhi

menaikkan produksi secara berarti /signifikan.

The greatest improvement in the productive powers of labour,

and the greater part of the skill, dexterity, and judgment with which it

is anywhere directed, or applied, seem to have been the effects of the

division of labour.

Ungkapan ini memberikan makna bahwa pembahasan tentang

ekonomi tenagakerja berperan penting dalam penentuan tingkat

kesejahteraan suatu perekonomian selain unsur-unsur lain dalam

perekonomian. Oleh sebab itu persoalan tenagakerja menjadi isu yang

penting dalam pembahasan pembangunan ekonomi. Dari sudut

pandang ilmu ekonomi, suatu negara dibentuk demi mencapai

kesejahteraan bagi semua penduduknya, sama seperti sebuah

organisasi ekonomi yang dibentuk untuk mencapai keuntungan

bersama.

1
Umumnya kegiatan manusia memiliki tujuan ekonomi untuk

mendapatkan kehidupan yang menyenangkan, memuaskan, atau

mensejahterakan yang dapat dicapai bila seseorang memiliki daya

pengendalian terhadap semua hal yang mempengaruhi

kesejahteraannya. Usaha-usaha yang dilakukan seseorang untuk

2
3

mendapatkan kesenangan, kepuasan, ataupun kesejahteraan

dijelaskan dalam ilmu ekonomi sebagai bentuk kegiatan produksi dan

transaksi yang terjadi di dalam beberapa pasar.

Pasar tenagakerja merupakan salah satu bentuk pasar dinamis di

mana individu manusia mengerahkan usahanya untuk mendapatkan

kesejahteraan. Usaha dimaksud merupakan pengerahan potensi

human capital yang kemudian akan diimbali dengan upah dari

penerima jasa dalam hal ini perusahaan. Imbalan berupa upah yang

diterima tenagakerja sebanding dengan kegiatan-kegiatan atau usaha-

usahanya yang merupakan pendapatan yang dapat dibelanjakan. Nilai

upah yang diterima seorang tenagakerja dapat memberikan

kesempatan baginya untuk meningkatkan taraf hidupnya untuk

mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.

Pada ilmu ekonomi mikro, konsep kesejahteraan digunakan untuk

mengetahui level kepuasan individu dengan menggunakan parameter

konsep utility.Adapun bentuk-bentuk kepuasan yang membangun

kepuasan individu berupa kepuasan bekerja (jobsatisfaction), kepuasan

keuangan (financialsatisfaction), kepuasan kesehatan

(healthsatisfaction), kepuasan perumahan (housingsatisfaction),

kepuasan bersantai (leisuresatisfaction), kepuasan lingkungan

(environmentsatisfaction), kepuasan kehidupan sosial (social-life

satisfaction), kepuasan perkawinan (marriagesatisfaction), kepuasan

umum (generalsatisfaction), (van Praag dan Carbonel, 2008). Luasnya

domain kesejahteraan menyebabkan penelitian ini harus dibatasi agar

lebih terarah, oleh karena itu penelitian ini dibatasi pada pembahasan

kesejahteraan tenagakerja yang diperoleh dari kepuasan keuangan

melalui upah reservasi.


4

Pandangan ekonomi makro new-classicmengasumsikan adanya

pasar tenagakerja yang sempurna, orang mengubah penawaran

tenagakerjanya sesuai perubahan tingkat upah dan tingkat bunga, jika

mereka menganggur itu karena mereka melakukannya secara

sukarela. Menurut aliran ini, kerugian pendapatan akibat menganggur

memang sengaja dipilih dan mereka yang menganggur tidak

menikmati kepuasan (utility). Secara kontras, ekonomi makro

Keynesian mendiagnosis adanya pengangguran secara terpaksa

(involuntary) akibat kekakuan harga dan kekakuan upah. Orang-orang

yang menganggur menginginkan pekerjaan pada tingkat upah yang

berlaku namun mereka tidak berhasil menemukannya dan mengalami

pengurangan kepuasan.

Upah merupakan keseimbangan hasil dari interaksi antara pena-

waran tenagakerja dengan permintaan tenagakerja di pasar

tenagakerja. Realitas tingkat upah yang berlaku merupakan upah yang

telah terdistorsi akibat kegagalan pasar yang membuatnya melenceng

dari tingkat upah pasar tenagakerja yang sempurna. Perbedaan tingkat

upah mencerminkan pula adanya perbedaan aksesibilitas tenagakerja

terhadap pasar tenagakerja. Pada dasarnya tingkat aksesibilitas

tenagakerja merupakan gambaran tingkat kesejahteraan yang dimiliki

tenagakerja. Selisih antara upah pada pasar persaingan sempurna

dengan upah berlaku menunjukkan tingkat aksesibilitas tenagakerja

terhadap pasar. Semakin kecil selisih ini, semakin tinggi pula tingkat

aksesibilitas tenagakerja dan semakin tinggi tingkat kesejahteraan te-

nagakerja, demikian pula sebaliknya.

Penawaran tenagakerja yang ada dapat dibentuk dengan

menggunakan upah reservasi, tingkat upah terendah di mana


5

seseorang tetap ingin bekerja atau tingkat upah tertinggi di mana

seseorang masih tetap menganggur. Penawaran tenagakerja diwakili

oleh karakteristik upah reservasi (reservation wage) merupakan

sebuah konsep penting dalam memodel dinamika pasar tenagakerja.

Upah reservasi adalah tingkat upah tertinggi di mana seseorang tidak

akan bekerja. Tingkat upah di bawah upah reservasi tidak akan

mengubah perilaku, sedangkan bila tingkat upah berada di atas upah

reservasi barulah seseorang memutuskan untuk bekerja. (Killingsworth

1983 dalam Walker 2003).

Selain karena kesejahteraan merupakan kebutuhan utama

manusia, kajian kesejahteraan selalu menarik untuk dibahas karena

kajian teknis pengukuran kesejahteraan pada pasar tenagakerja

khususnya pada penawaran tenagakerja belum banyak dibahas.

Munculnya cabang ilmu ekonomi yang menamakan dirinya economics

of happiness yang membahas kesejahteraan (dalam hal ini

kepuasan/satisfaction) dalam dua dekade terakhir turut pula

memberikan daya tarik untuk membahas topik ini. Dominasi

pengukuran utility dengan menggunakan metoda ordinal selama ini

yang menyisihkan pengukuran kardinal yang pada awalnya lahir lebih

dahulu. Kebangkitan kembali pengukuran dengan menggunakan meto-

de kardinal, memberi kesempatan pengembangan kajian kesejah-

teraan lebih maju.

Penelitian ini membahas mengenai kesejahteraan tenagakerja

yang diukur melalui penyataan willingness to work yang

menggambarkan karakteristik penawaran tenagakerja variabel-variabel

yang mempengaruhinya di kota Makassar. Variabel-variabel ekonomi

makro memiliki peranan dalam menentukan tingkat upah reservasi,


6

permintaan agregat (dalam hal ini derived demand tenagakerja) dapat

mempengaruhi distribusi upah yang ditawarkan (offer wage) dan

kecepatan arrival upah yang ditawarkan. Variabel lain yang juga dapat

berpengaruh adalah durasi pengangguran dan depresiasi modal

manusia (human capital). Penelitian ini akan menambahkan variabel

penggunaan teknologi informasi dalam pencarian pekerjaan di

Indonesia sebagai faktor baru yang juga mempengaruhi tingkat upah

reservasi, hal ini merupakan pelengkap dari penelitian-penelitian sebe-

lumnya yang belum memperhitungkan faktor teknologi. Hal ini menjadi

salah satu keterbaruan penelitian ini.

Upaya untuk lebih mengefisienkan pasar tenagakerja adalah

dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam pencarian

tenagakerja. Pengamatan pada semua negara dalam OECD (ILO, 2001)

menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara penggunaan

teknologi informasi komunikasi (TIK) dengan pertumbuhan

employment dan antara proporsi penggunaan komputer dalam

pekerjaan (sebagai proxy penggunaan TIK) dengan pertumbuhan

employment. Hal ini menunjukkan bahwa pasar tenagakerja

mendapatkan keuntungan dengan meningkatnya efisiensi pencarian di

pasar tenagakerja. Pencarian pekerjaan secara on-line mempercepat

proses pencarian pekerjaan melingkupi batas wilayah yang lebih luas

dan diharapkan menjadi faktor yang dapat menurunkan tingkat

pengangguran.

Upah reservasi memainkan peran penting dalam teori pencarian

pekerjaan, penawaran tenagakerja dan partisipasi dalam pasar

tenagakerja (Brown, Roberts dan Taylor, 2010). Beberapa studi

sebelumnya mengenai pentingnya upah reservasi dilakukan Kiefer, dan


7

Neumann (1979), Blau (1991), Franz (1982), Lancaster dan Chesher

(1983), Feldstein dan Poterba (1984), Jones (1988,1989), Hui (1991),

Prasad (2003), dan Addison (2010). Namun demikian masih jarang

penelitian empirik yang mengeksplorasi upah reservasi pada tingkat

individual karena kurangnya data yang berkaitan dengan upah

reservasi. Umumnya literatur yang ada membahas mengenai upah

reservasi dikaitkan dengan lamanya masa menganggur (Brown,

Roberts, dan Taylor, 2010), dan tidak ditemukan kajian kesejahteraan

yang menggunakan upah reservasi (selisihnya dari upahaktual)

sebagai indikator kesejahteraan tenagakerja. Hal ini menjadi juga

menjadi tambahan keterbaruan penelitian sehingga penting untuk

diteliti.

Berdasarkan hal-hal di atas itulah maka peneliti menetapkan

pandangan upah reservasi dalam mengamati kesejahteraan

tenagakerja di kota Makassarsebagai topik penelitian. Adapun

pemilihan kota Makassar sebagai daerah penelitian adalah dengan

pertimbangan bahwa berdasarkan tingkat hasil pengukuran Indeks

Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) yang telah dilakukan di 33

propinsi seluruh Indonesia, di mana propinsi Sulawesi Selatan yang

beribukota di Makassar menempati urutan ke-31 di antara semua

propinsi di Indonesia. Walaupun IPK juga menggunakan pengangguran

sebagai salah satu parameter di antara 27 parameter lain, namun

posisi IPK tersebut telah menggambarkan keadaan pasar tenagakerja

yang kurang baik. Selain itu karakteristik kota Makassar yang

merupakan kota dengan populasi penduduk ukuran menengah

dianggap mewakili karakter kota-kota di Indonesia.


8

Gambar 1-1
Penduduk Kota Makassar
Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010

Sumber: BPS, Makassar Dalam Angka 2010

Komposisi penduduk kota Makassar menurut kelompok umur

(Gambar 1-1) memperlihatkan bahwa kelompok penduduk produktif

(berumur 20 54 tahun) mencapai 52% (305.289 laki-laki dan 350.374

perempuan).

Keberadaaan industri di kota Makassar memberikan alternatif

dalam membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat di Makassar dan

wilayah sekitarnya. Hal ini sekaligus berarti terbukanya peluang

peningkatan kesejahteraan bagi rumahtangga di Makassar yang

menyediakan tenagakerja yang menjadi input produksi dalam industri.

Secara umum banyaknya tenagakerja yang bekerja di sektor industri di

propinsi Sulawesi Selatan mencapai 5,8% (Gambar 1.2). Dengan

rendahnya aktivitas lapangan usaha Pertanian di kota Makassar maka


9

diperkirakan proporsi tenagakerja yang bekerja di sektor industri akan

jauh lebih besar.

Gambar 1-2
Komposisi Tenagakerja di Sulwesi Selatan Menurut
Lapangan Usaha

Sumber: BPS, Sulawesi Selatan Dalam Angka 2010

Adapun komposisi penduduk berdasarkan status pekerjaannya

diperlihatkan pada Tabel 1-1di mana tingkat pengangguran terbuka

menurun secara berarti dari 18,03 persen menjadi 12,86 persen,

konsekuensinya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja meningkat dari

55,75 persen menjadi 60,79 persen dalam tahun 2009.


10

Tabel 1-1
Persentase Penduduk Kota Makassar yang
Berumur di atas 15 Tahun Menurut Kegiatan
Selama Seminggu Sebelumnya Tahun 2008
dan 2009

Sumber: BPS, MakassarDalam Angka 2010

Bidang industri yang ada di kota Makassar antara lain ialah

industri karbon,industri pengawetan kulit, industri plastik, industri

pengolahan kayu, industri kemasan karton, industri pengolahan beras,

industri makanan instan, industri pengolahan biji coklat, industri

pengolahan biji kopi, industri pengolahan rumput laut, industri cold

storage, industri traktor tangan, industri rotan, industri vulkanisir,

industri mesin, dan industri besi/baja. Industri-industri ini dipusatkan di

kawasan industri Makassar (KIMA).

KIMA berlokasi di sebelah Utara Kota Makassar dengan luas 203

ha dan akan dikembangkan menjadi 703 ha yang berada 5 km dari

pusat kota dan pelabuhan Laut Makassar serta 10 km dari bandar

udara Sultan Hasanuddin, dan dilengkapi dengan kapasitas tenaga

Listrik sebesar 60.000 KVA, jaringan telepon 2.000 SST, pengolahan

limbah dengan kapasitas 3.000 m3/detik.

1.1.1
11

1.2 Rumusan Masalah

Dari gambaran pada latar belakang sebelumnya dirumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut,

1 faktor-faktor apa yang mempengaruhi upah reservasi dari

perspektif penawaran tenagakerja?

2 faktor-faktor apa yang membedakan upah reservasi dengan

upah nyata di antara tenagakerja?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1 Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi upah reservasi

dari perspektif penawaran tenagakerja.

2 Mengetahuifaktor-faktor yang membedakan upah reservasi

dengan upah nyata di antara tenagakerja.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat melalui:

1 penambahan literatur ilmu ekonomi yang berkaitan dengan

upah reservasi dalam pasar tenagakerja;

2 pemberian sumbangan empirik terhadap dialektika penawaran

tenagakerja dan pengukuran kesenjangankesejahteraan dari

sudut upah reservasi.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keseimbangan Upah

3 Besarnya upah bagi seorang tenagakerja kadang-kadang sulit

untuk ditentukan, bila hal ini ditanyakan kepada seorang

tenagakerja, jawaban yang diperoleh tentu sangat bervariasi,

malah kadang-kadang diperoleh jawaban asal cukup untuk

hidup. Tingkat upah yang cukup dapat disejajarkan dengan

tingkat upah yang wajar. Ada beberapa konsep ekonomi yang

membahas mengenai tingkat upah yang wajar. Beberapa ahli

di antaranya Thomas Robert Malthus, dan John Stuart Mill serta

ahli-ahli ekonomi Neoklasik memberikan pendapatnya

mengenai keseimbangan tingkat upah.

2.1.1 Malthus

4 Malthus menilai upah yang wajar dengan menghubungkannya

dengan perubahan jumlah penduduk. Tingkat upah sebagai

harga penggunaan tenagakerja ditentukan oleh penawaran

tenagakerja di mana penduduk menjadi sumber utamanya.

Bila penduduk bertambah, penawaran tenagakerja juga

bertambah dan akan menekan tingkat upah, demikian pula

sebaliknya. Oleh karena itu bila dilihat dari perspektif lain

usaha meningkatkan tingkat upah tidak akan ada gunanya

dalam jangka panjang sebab bila upah lebih tinggi dari

sebelumnya, maka diperkirakan orang akan menjadi lebih

sejahtera sehingga ada kecenderungan untuk tidak ragu-ragu

12
untuk memilih mempunyai keluarga yang besar. Karena

kemampuan ekonomi menjadi besar, maka kemampuan

membiayai keluarga yang besar. Orang juga tidak ragu-ragu

untuk segera menikah ketika waktunya tiba. Kedua perubahan

sikap tersebut membawa dam-

13
14

5 pak menaikkan tingkat upah karena dalam jangka panjang upah

akan turun kembali ke tingkat semula.

6 Sebaliknya usaha untuk menurunkan tingkat upahakan

berakibat kesejahteraan akan berkurang. Penurunan ini akan

mendorong orng untuk berhemat dengan memilih berkeluarga

kecil atau dengan menunda masa perkawinan ketika saatnya

sudah tiba. Berkurangnya jumlah penduduk yang

bermaknaberkurangnya penawaran tenagakerja akan

meningkatkan tingkat upah ketingkatsemual. Jadi dalam

jangka panjang tingkat upah akan mengalami peningkatan

maupun penurunan sesuai perubahan jumlah penduduk yang

membawa tingkat upah pada keadaan semula.

2.1.2 John Stuart Mills

7 John Stuart Mills juga menyatakan tingkat upah tidakakan

berubah dari tingkat semula, namun dengan menggunakan

argumen yang berbeda. Menurut Mills, di dalam masyarakat

tersedia dana upah (wagefunds) untuk pembayaran upah.

Pada saat investasi sudah dilaksanakan, jumlah dana upah

sudah tertentu. Jadi tingkat upah tidak dapat berubah jauh dari

alokasi tersebut. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa tingkat

upah hanya akan berkisar pada tingkat yang rendah. Pendapat

ini berkembang di masa revolusi industri ketika terjadi

peningkatan permintaan pekerjaan secara massal dengan

upah yang rendah.

8 Doktrin dana upah ini digunakan oleh beberapa ekonom dalam

memberikan argumen melawan pembentukan serikat


15

tenagakerja. Menurut teori ini, tingkat upah ditentukan oleh

besarnya angkatan kerja dan besarnya dana upah, dan usaha

untuk meningkatkan tingkat upah tidak akan berhasil. Hal ini

merupakan contoh cara teori ekonomi ortodoks digunakan

untuk membuktikan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan

tenagakerja dengan mengupayakan distribusi pendapatan

yang lebih merata tidakakan berhasil.

2.1.3 Upah Reservasi dan Teori Pencarian

9 Upah reservasi adalah upah tertinggi bagi seseorang yang

sedang berada dalam keadaan menganggur untuk tetap

menganggur/minimum acceptable wage (Killingsworth 1983

dalam Walker 2003:p.4). Jika upah yang ditawarkan berada di

bawah upah reservasi, perubahan upah tidak akan mengubah

perilaku, sedangkan jika upah yang ditawarkan berada di atas

upah reservasi, maka tenagakerja dimaksud akan

memutuskan untuk masuk ke dalam pasar tenagakerja. Pada

tingkat upah reservasi seseorang berada dalam keadaan

indifferent antara bekerja atau leisure.

10 Semakin tinggi tingkat upah reservasi seseorang (tergantung

pada produktivitasnya dalam pasar tenagakerja), semakin

rendah kemungkinan untuk menemukan pekerjaan. Oleh

karenanya, kadang-kadang dikatakan bahwa penganggur dan

pencari pekerjaan yang belum bekerja memiliki ekspektasi

yang terlalu tinggi yang tidak realistis. Upah reservasi

dipengaruhi antara lain oleh pendapatan seseorang ketika

menganggur, tabungan, biaya bekerja (misalnya biaya

transpor), dan keuntungan/kerugian non-material lainnya.


16

11 Upah reservasi merupakan suatu bentuk penawaran

tenagakerja yang menyatakan kesediaan seseorang untuk

menerima beban pekerjaan yang diimbali dengan pembayaran

dari pemilik pekerjaan. Seperti bentuk penawaran di pasar

barang yang bersedia menjual barang dengan menerima

sejumlah pembayaran tertentu. Tenagakerja yang sedang

mencari pekerjaan akan menghentikan pencariannya jika

menerima tawaran pekerjaan yang nilai upahnya sama atau di

atas tingkat upah reservasinya. Upah reservasi juga

merupakan fungsi dari distribusi tawaran upah (offer wage

distribution), kecepatan tiba tawaran pekerjaan (arrival rate of

job offers), dan biaya pencarian (Prasad: 2003,h.2). Penawaran

agregat agaknya dapat mempengaruhi offer wage distribution

dan arrival rate of job offer dan kemudian mempengaruhi upah

reservasi.

12 Selain faktor-faktor di atas masa menganggur (unemployment

duration) juga berpengaruh terhadap upah reservasi

(Prasad:2003). Seseorang memiliki ekspektasi menurunnya

upah reservasi sejalan dengan berjalannya waktu akibat

depresiasi kekayaannya serta depresiasi modal manusia.

Namun masalah yang membuat estimasi menjadi makin

kompleks dengan adanya masa menganggur adalah bahwa

upah reservasi dan masa menganggur dapat ditentukan

secara endogen. Teori pencarian optimal dengan asumsi upah

reservasi stasioner memprediksi adanya korelasi positif di

antara keduanya, yakni tenagakerja yang memiliki upah

reservasi yang tinggi cenderung memiliki masa pengangguran


17

yang panjang dan demikian pula sebaliknya. Upah reservasi

digunakan dalam menjelaskan perilaku pencarian pekerjaan

melalui teori pencarian (search theory).

13 Teori pencarian dalam ekonomi mikro mempelajari tentang

pembeli dan penjual yang tidak dapat secara seketika

menemukan mitra dagang, dan kemudian harus mencari mitra

sebelum dapat melakukan suatu transaksi. Teori pencarian

dalam pasar tenagakerja dapat digunakan untuk menjelaskan

pengangguran friksional yang diakibatkan oleh pencarian

pekerjaan oleh tenagakerja. Sedangkan teori pencarian dalam

teori konsumsi digunakan untuk menganalisis keputusan

pembelian.

14 Dari perspektif tenagakerja, suatu tawaran pekerjaan dapat

diterima jika memiliki upah yang tinggi, menawarkan

keuntungan tertentu, dan/atau menawarkan kesenangan dan

keamanan bekerja. Sedangkan dari perspektif konsumen,

suatu produk harusnya berkualitas tinggi dan berharga rendah.

Kedua kasus ini, pembelian produk dan penerimaan pekerjaan

ditentukan sepenuhnya oleh kepercayaan si pencari terhadap

adanya alternatif lain di dalam pasar.

15 Lebih lengkapnya, teori pencarian mempelajari strategi

individual yang optimal ketika memilih suatu deretan

kesempatan yang berpotensial yang kualitasnya bersifat acak

dengan asumsi bahwa penundaan pilihan akan menimbulkan

biaya. Model-model pencarian menggambarkan keseimbangan

antara biaya penundaan dengan nilai dari pilihan untuk

mencari yang lainnya. Secara matematika model pencarian


18

dinamakan persoalan berhenti yang optimal (optimal stopping

problem).

16 Paparan teori pencarian pekerjaan mengikuti Morstensen

(1986) yang mengasumsikan pencari pekerjaan bersikap risk

neutral dan tidak memiliki kendala keuangan, dan diasumsikan

juga bahwa penerimaan pekerjaan berada di tangan pencari

kerja secara eksogen pada tingkat . Selain itu juga

diasumsikan bahwa tawaran upah (job offer) tiba menurut

distribusi Poisson dengan parameter , hal ini berimplikasi

bahwa secara rata-rata tawaran pekerjaan yang tiba adalah


h pada periode sepanjang h . Pekerjaan memiliki upah

w yang merupakan hasil acak dari distribusi upah F yang

tetap dan diketahui oleh pencari kerja. Misalkan adalah

tingkat bunga, b adalah pendapatan selama periode

mencari pekerjaan (misalnya tunjangan pengangguran), dan


c adalah biaya pencarian pekerjaan per unit. Strategi yang

paling optimal bagi pencari pekerjaan adalah menerima

tawaran pekerjaan yang upahnya lebih besar daripada nilai

tertentu (yang disebut upah reservasi), jika tidak, maka dia

akan melanjutkan pencariannya. Upah reservasi r

merupakan solusi yang unik dari



18
17 r=bc+ ( wr ) dF ( w )
+ r 19 (
2
.
1
)

21 (
20 rb+c= ( wr ) dF ( w )
+ r 2
.
2
)
19

48
22 di mana 49
r : 25 upah reservasi; 50
23
26 b : 28 pendapatan dalam masa pencarian
pekerjaan.
29 c : 31 biaya pencarian pekerjaan;
32 : 34 parameter job offer yang terdistribusi
secara Poisson;
35 : 37 tingkat bunga;
38 : 40 tingkat penerimaan pekerjaan oleh
tenagakerja;
41 w : 43 upah yang diterima tenagakerja;
44 : 46 distribusi upah kumulatif;
F( w)

47

51 Pada persamaan (2.2), marginal benefit sama dengan marginal

cost, biaya terdiri dari fixed cost c , dan opportunity cost(


rb yang hilang akibat menolak tawaran pekerjaan.

Sedangkan penerimaan (benefit) terdiri dari present value dari

harapan pendapatan yang diperoleh dari penerimaan

pekerjaan pada periode berikutnya dengan memperhitungkan

kecepatan tibanya tawaran pekerjaan dan kecepatan keluar

dari pekerjaan.

52 Asumsi-asumsi sebelumnya berimplikasi bahwa upah reservasi

tidak berubah sepanjang waktu. Besarnya probabilitas

menemukan pekerjaan adalah perkalian antara probabilitas

tibanya tawaran pekerjaan dengan probabilitas penerimaan

tawaran pekerjaan.

53 = [ 1F(r) ] 54 (2.3)

55 Ini berarti bahwa kecepatan hazard adalah konstan

sepanjang waktu dan masa pencarian t memiliki distribusi


20

eksponensial dengan parameter , ekspektasi durasi adalah


1
.

56 Dengan menurunkan (2.1) terhadap b,c dan , maka

dapat dilihat bahwa upah reservasi menurun sejalan dengan

bertambahnya b , dan meningkat sejalan dengan

bertambahnya c dan . Hal ini dapat dimengerti karena

pencarian adalah suatu investasi untuk mendapatkan upah

yang lebih besar di masa datang.

57 Ahli ekonomi makro memperluas teori pencarian ini dengan

mempelajari model keseimbangan umum (general equilibrium

model) di mana terdapat satu atau lebih jenis pencari

berinteraksi dan dinamakan teori pencocokan (matching

theory).

58 Sant (1977) meneliti time path dari permintaan upah/upah

reservasi penganggur untuk pengujian model-model pencarian

pekerjaan. Penganggur akan mencari pekerjaan sampai

diterimanya tawaran pekerjaan dan nilai upahnya berada di

atas upah reservasi yang ditentukan melalui maksimisasi

harapan gajinya (expected return). Disimpulkan bahwa perbe-

daan antara upah reservasi dengan upah aktual signifikan, dan

menegaskan kritik bahwa ketidakmampuan memasukkan

persistent unemployment ke dalam model pencarian

pekerjaan, namun model pencarian pekerjaan dapat digunakan

untuk mendapatkan kurva Phillips yang vertikal. Persistent

unemployment terjadi karena upah reservasi tetap berada di

atas upah yang ditawarkan. Kurva Phillips vertikal

menggunakan mekanisme learning (bisa jadi rational


21

expectation) untuk menghilangkan trade-off antara

unemployment dengan inflasi. Ada indikasi terjadi perubahan

ekspektasi selama masa pengangguran yang merupakan

bagian dalam pembentukan kurva Phillips yang vertikal.

59 Kiefer dan Neumann (1979) dalam penelitiannya menemukan

bahwa upah reservasi menurun secara berarti sejalan dengan

berjalannya waktu. Fishe (1982) meneliti efek perubahan

variasi tawaran upah terhadap unemployment.

60 Feldstein dan Poterba (1984) menggunakan data survei

penduduk Amerika Serikat tahun 1976 untuk menganalisis

pengaruh asuransi pengangguran terhadap upah reservasi dan

lamanya masa menganggur. Mereka menemukan dampak

positif tunjangan pengangguran terhadap upah reservasi dan

menyimpulkan bahwa pengurangan asuransi pengangguran

dapat menurunkan masa pengangguran secara signifikan.

61 Seninger (1984) menggunakan model probabilistik logistik

untuk mengetahui upah reservasi tenagakerja muda Amerika

Serikat keturunan Meksiko (Chicano) dikaitkan dengan waktu

yang diperlukan untuk mencapai tempat bekerja di pusat kota.

Hasil analisisnya menunjukkan bahwa tingkat pendidikan

merupakan penentu dalam probabilitas penerimaan pekerjaan.

Pembatasan jarak geografis terhadap penerimaan pekerjaan

harus diperluas sampai pada tawaran upah minimum yang

jaraknya jauh dari pusat kota.

62 Holzer (1986) meneliti mengenai pengaruh ras terhadap upah

reservasi. Dari penelitiannya ditemukan bahwa pemuda


22

berkulit hitam memiliki upah reservasi yang lebih tinggi dari

pada pemuda berkulit putih, hal ini berkaitan dengan lamanya

masa menganggur pemuda berkulit hitam.

63 Burdett dan Vishwanath (1988) menganggap pengaruh lama

menganggur, umur, keterbatasan dana, tunjangan

pengangguran yang terbatas, tidak cukup untuk menjelaskan

perubahan upah reservasi. Mereka mencari jawaban baru, dan

menemukan bahwa proses seleksi (learning during searching)

yang mempengaruhi perubahan upah reservasi selama masa

pengangguran.

64 Jones (1988) ingin membuktikan ada hubungan antara upah

reservasi dengan masa menganggur. Heywood dan White

(1990) dengan menggunakan data tenagakerja di sektor

manufaktur meneliti mengenai hubungan antara upah

reservasi dengan lamanya masa menganggur, dan disim-

pulkan bahwa tidak terbukti bahwa tingginya upah reservasi

menyebabkan masa menganggur semakin panjang. Sattinger

(1991) dengan menggunakan asumsi adanya distribusi

tawaran pekerjaan dan distribusi upah reservasi meneliti

pengaruh teknologi/fungsi produksi terhadap keseimbangan

pasar tenagakerja.

65 Berg (1990) menguji konsekuensi model pencarian pekerjaan

keadaan non-stasioner dalam waktu yang kontinu. Tunjangan

pengangguran merupakan fungsi decreasing terhadap lama

menganggur, artinya tambahan kenaikan tunjangan akan

memiliki kenaikan lama menganggur yang semakin menurun.


23

66 Cox dan Oaxaca (1992) dengan menggunakan desain

eksperimental menguji perlakuan pre-komitmen terhadap upah

reservasi, dan menguji prediksi upah reservasi, serta menguji

apakah penganggur berperilaku risk averse atau risk neutral.

Gitter dan Reagan (1997) menguji pengaruh upah reservasi

pada tingkat pengangguran pada suku Indian di Amerika

Serikat.

67 Blau (1992) menganalisis kegiatan para pencari pekerjaan

(baik yang sedang memiliki pekerjaan maupun yang sedang

menganggur) dengan menggunakan data survei tahun 1980.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa umumnya para

pencari pekerjaan menolak sedikitnya satu kali tawaran

pekerjaan sebelum menerima tawaran pekerjaan berikutnya,

dan umumnya mereka menerima upah yang ditawarkan di

bawah tingkat upah reservasi mereka.

68 Berg (1998) meneliti kemampuan model pencarian pekerjaan

di mana distribusi tawaran pekerjaan bersifat endogen dalam

menjelaskan perilaku di pasar tenagakerja. Ketika menetapkan

upah, perusahaan yang memaksimumkan laba harus

mempertimbangkan upah reservasi para pencari pekerjaan,

sehingga distribusi tawaran upah bersifat endogen. Data yang

digunakan adalah data panel dari tenagakerja yang memiliki

pekerjaan dan tenagakerja yang sedang menganggur di

Belanda. Hasil penelitiannya menunjukkan distribusi pekerjaan

dan lama menganggur konsisten dengan data, dan model

prediksi kualitiatif upah yang ditetapkan oleh pemilik

pekerjaan terkonfirmasi oleh model regresi upah. Hasil regresi


24

kemudian digunakan untuk mengestimasi derajat kekuatan

monopsoni perusahaan.

69 Christensen (2001) meneliti upah reservasi tenagakerja yang

menganggur dengan menggunakan model pencarian

pekerjaan upah reservasi non-statik dengan menggunakan

data panel Jerman dari tahun 1987 sampai tahun 1998. Hasil

penelitiannya memperlihatkan upah reservasi di Jerman lebih

tinggi daripada negara-negara lain. Faktor-faktor upah terakhir

dan karakter personal individu tenagakerja menganggur juga

mempengaruhi upah reservasi. Sebaliknya lama masa

menganggur dan berbagai jenis tunjangan pengangguran

tidak mempengaruhi upah reservasi. Sebab itulah temuan ini

memperkuat hipotesis bahwa tenagakerja yang menganggur

tidak mengalami tekanan keuangan yang kuat sehingga tidak

memiliki motivasi yang cukup berarti untuk mencari pekerjaan.

70 Bloemen dan Stancanelli (2001) menggunakan informasi dari

upah reservasi untuk menyelidiki efek asset yang dimiliki

pencari pekerjaan terhadap upah reservasi dan probabilitas

terjadinya employment dengan menggunakan data panel

populasi di Belanda yang diambil dari bulan April dan Oktober

1984. Hasil analisis mereka menunjukkan bahwa

kesejahteraan individu memiliki dampak positif yang berarti

terhadap upah reservasi kepala rumahtangga dan

pasangannya. Efek yang lebih besar dialami pasangannya

dibanding kepala rumahtangga. Bagi kepala rumahtangga

kenaikan 100 persen dalam aset keuangan akan meningkatkan

upah reservasi hanya sebesar 1,2 persen, sedang bagi


25

pasangannya sebesar 7,7 persen. Kepala rumahtangga

perempuan memiliki upah reservasi yang lebih rendah

daripada kepala rumahtangga laki-laki. Tunjangan

pengangguran yang makin besar mempengaruhi upah

reservasi secara positif dan berarti. Semakin tinggi tingkat

pendidikan semakin tinggi pula upah reservasi. Umur memiliki

efek positif non-linear terhadap upah reservasi sampai umur

38 tahun dan negatif setelahnya.

71 Barsky et al (2002) melakukan dekomposisi penyebab adanya

perbedaan kesejahteraan antara rumahtangga berkulit putih

dengan berkulit hitam, di mana kekayaan rumahtangga

berkulit putih lima sampai sepuluh kali dari kekayaan

rumahtangga berkulit hitam padahal pendapatan

rumahtangga kulit putih hanya dua kali pendapatan

rumahtangga berkulit hitam. Biro Sensus Amerika Serikat

menjelaskan bahwa kesenjangan kesejahteraan terlalu besar

untuk dijelaskan hanya oleh faktor pendapatan saja. Barsky

dkk memberikan pendekatan berbeda untuk menemukenali

faktor-faktor penyebab besarnya kesenjangan kesejahteraan

ini dengan menggunakan metoda non-parametrik yaitu

dekomposisi Blinder-Oaxaca (B-O decomposition). Metoda ini

memberikan pembobotan ulang terhadap rumahtangga kulit

putih sedemikian rupa sehingga distribusi pendapatan

rumahtangga kulit putih mendekati distribusi pendapatan

aktual rumahtangga berkulit hitam.

72 Christensen (2002) meneliti mengenai upah reservasi

tenagakerja yang menganggur dan upah yang ditawarkan


26

kepada mereka dalam periode tahun 1987 sampai tahun 1998

di Jerman, terutama pada lamanya masa menganggur. Hasil

penelitiannya mengindikasikan bahwa berbeda dengan upah

reservasi, upah yang ditawarkan menurun sejalan dengan

bertambahnya masa menganggur, hal ini menyebabkan rasio

antara upah reservasi terhadap upah yang ditawarkan

meningkat dengan cepat sejalan dengan bertambahnya masa

menganggur. Secara rata-rata upah reservasi mulai melebihi

upah yang ditawarkan ketika masa menganggur setelah bulan

kesembilan. Jadi kesempatan bagi tenagakerja menganggur

untuk mendapatkan tawaran pekerjaan yang nilainya lebih

tinggi daripada upah reservasinya sangat kecil.

73 Walker (2003) menggunakan data tenagakerja di Afrika selatan

dan menyimpulkan bahwa faktor pendidikan, status di pasar

kerja, pendapatan rumahtangga, dan lamanya menganggur

mempengaruhi upah reservasi, dan posisi dalam pekerjaan

bukan akibat dari upah reservasi, namun sebaliknya, upah

reservasi merupakan fungsi dari status di pasar tenagakerja.

74 Moller dan Aldashev (2005) menganalisis variasi tingkat

partisipasi dalam pasar tenagakerja menurut gender pada

beberapa wilayah di Jerman. Menggunakan dua cara

pengukuran penyebaran, di atas dan di bawah median. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa penyebaran upah pada

lower tail distribusi upah menurunkan nilai pencarian dan

menurunkan tingkat partisipasi tenagakerja dan sebaliknya

pada upper tail.


27

75 Bloemen (2005) meneliti model pencarian pekerjaan yang

menggunakan intensitas pencarian pekerjaan yang bersifat

endogen. Model yang digunakan menjelaskan perilaku

tenagakerja yang sedang memiliki pekerjaan dan juga perilaku

tenagakerja yang sedang menganggur. Data yang digunakan

untuk mendapatkan indikator untuk menjelaskan pengaruh

intensitas pencarian pekerjaan terhadap proses transisi dalam

pasar tenagakerja. Hasil estimasi yang diperoleh menyatakan

bahwa tingkat tawaran pekerjaan (job arrival) menurun

dengan bertambahnya usia. Umur rata-rata tenagakerja yang

tidak mencari pekerjaan lebih tinggi daripada tenagakerja

yang menganggur yang melakukan pencarian. Tenagakerja

yang tidak memiliki keahlian/spesialisasi juga memiliki tawaran

pekerjaan yang lebih rendah. Jumlah lamaran pekerjaan

mempengaruhi tawaran pekerjaan secara berarti. Tenagakerja

yang menganggur biaya pencarian menurun sejalan dengan

besarnya keluarga dan usia (untuk umur lebih dari 28 tahun).

Terdapat pula efek regional terhadap tawaran pekerjaan,

tenagakerja yang berdiam di sebelah barat Belanda memiliki

jumlah tawaran pekerjaan lebih banyak. Tingkat pemutusan

hubungan kerja (phk) menurun sejalan dengan bertambahnya

usia, namun meningkat pada tenagakerja individu yang

usianya di atas 30 tahun. Individu yang berpendidikan rendah

memiliki tingkat phk yang tinggi. Status perkawinan memiliki

efek positif terhadap biaya pencarian pekerjaan. Biaya

pencarian pekerjaan menurun sampai usia tenagakerja

mencapai 29 tahun, setelah itu biaya pencarian meningkat.


28

76 Falk, Fehr, dan Zehnder (2006) menguji pengaruh upah

minimum terhadap upah reservasi. Gray dan Renda (2006)

meneliti sejauh mana kemampuan seorang ibu orangtua

tunggal di Australia menyatakan tingkat upah reservasinya,

dan apakah mereka memiliki ekspektasi terlalu tinggi sehingga

mereka gagal mendapatkan pekerjaan.

77 Pannenberg (2007) menguji hubungan antara risk averse

individual dengan upah reservasi dengan menggunakan data

panel sosial ekonomi Jerman. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa elastisitas upah reservasi terhadap tunjangan

pengangguran adalah rendah bagi pencari pekerjaan yang

risk-averse dari pada pencari pekerjaan yang risk-lover.

78 Sophie (2007) meneliti kaitan antara upah reservasi dengan

upah terakhir yang diterima dan jumlah tunjangan

pengangguran yang diterima, serta faktor-faktor penentu upah

reservasi dengan menggunakan analisis regresi menggunakan

data New Beneficiary Data System (NBDS). Data menunjukkan

bahwa 13% dari penerima tunjangan yang tidak bekerja sejak

1981-1982 dilaporkan pada tahun 1991 bersedia bekerja jika

ditawari pekerjaan yang memenuhi upah reservasinya.

Tunjangan pengangguran tidak membuat mereka keluar dari

pasar tenagakerja, setengah dari sampel menginginkan upah

80 persen atau sedikit di bawah upah terakhir mereka sebelum

menerima tunjangan pengangguran. Diperkirakan hanya 7

persen dari penerima tunjangan yang sudah lama menganggur

berpotensi untuk kembali bekerja jika mereka mencari

pekerjaan dan mereka memiliki distribusi tawaran pekerjaan


29

dengan upah rata-rata 80 persen dari upah terakhir mereka.

Pendapatan non-labor mereka berpengaruh positif dan berarti

terhadap upah reservasi mereka, sedangkan tunjangan

pengangguran tidak berpengaruh. Keterbaruan penelitiannya

adalah pada sampel yang berfokus pada pengangguran yang

memiliki kemungkinan yang kecil untuk kembali masuk pada

pasar tenagakerja.

79 Shimer dan Werning (2007) menguji tingkat optimal asuransi

pengangguran dengan menggunakan teori dan data yang

minimal. Pendekatannya menggunakan studi pada tenagakerja

yang risk-averse pada berbagai setting pencarian pekerjaan.

Hasil yang diperoleh adalah bahwa upah reservasi (setelah

pajak) menggambarkan /memberikan informasi tentang

kesejahteraannya. Karena upah yang dibawa pulang langsung

menjadi kekuatan konsumsi (daya beli) maka dapat dikatakan

bahwa upah tersebut valid menjadi ukuran utility.

80 Watson dan Webb (2008) menggunakan data pengangguran

tenagakerja terampil di sektor manufaktur dan

membandingkan antara faktor-faktor yang mempengaruhi

upah reservasi tenaga kerja di Jerman dengan Inggris. Hasil

penelitiannya menyimpulkan bahwa modal manusia (variabel

tingkat pendidikan dan jenis kelamin laki-laki) merupakan

proxy yang baik dalam penentuan tingkat upah reservasi pada

kedua negara. Sedangkan umur berpengaruh secara kuadratik

terhadap upah reservasi di Inggris, sedangkan di Jerman

semakin tua usia seseorang semakin rendah ekspektasi

upahnya. Kesimpulan lainnya adalah tidak ada hubungan


30

antara tingginya upah reservasi yang menyebabkan semakin

lamanya masa menganggur di kedua negara, dan inefisiensi

lebih tinggi di Inggris daripada di Jerman.

81 Addison dan Centeno (2009) yang menggunakan data lintas

negara untuk meneliti determinan upah reservasi, menemukan

bahwa semakin tinggi tunjangan pengangguran semakin

meningkat pula upah reservasi, mereka membuktikan bahwa

terjadi penurunan upah reservasi dengan melakukan

pengamatan berulang pada individu yang sama.

82 Grogger (2009) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi

lamanya masa menganggur dengan menggunakan data

pencari kerja di Australia utamanya karakteristik individu

khususnya upah reservasi. Addison, Centeno, dan Portugal

(2010) meneliti upah reservasi dan upah ril dari data panel

rumahtangga di Eropa dengan menambahkan beberapa para-

meter tambahan pada model Lancaster dan Chesher yakni

variabel upah reservasi dan elastisitas transisi. Diperlukan

kebijakan segera untuk mengatasi dampak tunjangan

pengangguran dan untuk meningkatkan frekuensi tawaran

pekerjaan.

83 Brown (2009) menganalisis peranan ekspektasi upah dengan

menggunakan model empirik pengangguran dan upah

reservasi, yakni dengan menggunakan variabel lama

menganggur, upah reservasi, dan ekspektasi upah secara

simultan. Data yang digunakan adalah tenagakerja yang

sedang menganggur (berusia 16-65 tahun), ekspektasi upah

diperoleh dengan mengidentifikasinya melalui kebijakan shock


31

eksogen berupa pengenalan Working Family Tax Credits

(WFTC) di Inggris. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa

kebijakan WFTC meningkatkan ekspektasi upah, dan

ekspektasi upah berhubungan positif dengan upah reservasi.

Selain itu juga mempengaruhi besarnya elastisitas masa

menganggur akibat upah reservasi dan elastisitas upah

reservasi akibat masa menganggur.

84 Caliendo et al (2009) mengkaji faktor-faktor yang

mempengaruhi upah reservasi dengan menganalisis dampak

pajak pendapatan progresif terhadap rasio antara upah

reservasi dengan upah pasar netto dengan menggunakan data

mikro dasar Jerman. Hasil analisisnya memperlihatkan pajak

pendapatan yang membedakan status perkawinan memiliki

pengaruh sangat kuat terhadap rasio upah reservasi/upah

pasar.

85 Brown dan Taylor (2010) meneliti hubungan antara status

kesehatan dengan tingkat upah reservasi.Caliendo, Schmidl,

dan Ulhendorff (2010) menganalisis hubungan antara jaringan

sosial dengan perilaku pencarian pekerjaan seorang

pengangguran. Dengan menggunakan asumsi bahwa jaringan

memberikan informasi yang berguna dalam melakukan

pencarian pekerjaan, sehingga seseorang yang memiliki

jaringan yang luas seharusnya memiliki produktivitas

pencarian yang lebih tinggi. Teori pencarian menyatakan

bahwa seseorang yang memiliki jaringan yang luas akan lebih

sering menggunakan jalur pencarian informal dan akan

memiliki upah reservasi yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini


32

menyimpulkan bahwa membenarkan dugaan ini dan

menyatakan ada hubungan antara luas jaringan dengan upah

reservasi.

86 Hasil penelitian Brown et al (2011) menyatakan bahwa

terdapat kesenjangan upah reservasi antar gender, utamanya

dengan adanya anak balita, memainkan peranan penting

terhadap kesenjangan ini. Tenagakerja tanpa anak, komponen

yang tidak dapat dijelaskan mencapai 99 persen sedangkan

untuk tenagakerja dengan anak hanya mencapai 22 persen.

Hal ini mengindikasikan diskriminasi dalam pasar tenagakerja

mempengaruhi upah reservasi.

87 Addison dan Machado (2010) mengidentifikasi determinan

upah reservasi dengan menerapkan pendekatan berdasarkan

fungsi kontrol alami pada permasalahan dengan pengkondisian

pada durasi pengangguran dengan persamaan upah reservasi.

Analisis mereka menegaskan bahwa semakin tinggi upah

reservasi semakin rendah pula probabilitas terlepasnya dari

pengangguran.

88 Ophem, Hartog dan Berkhout (2011) menggunakan data

tenagakerja di Belanda menganalisis kaitan antara upah

reservasi dengan upah pertama, dan menyimpulkan bahwa

upah pertama secara rata-rata berada 8% di atas upah

reservasi dan perbedaan ini bersifat acak seperti yang

dinyatakan dalam teori pencarian. Disimpulkan juga bahwa

semua informasi yang ada pada upah pertama termasuk pula

di dalam informasi pada upah reservasi.


33

89 Arent dan Nagl (2011) meneliti dampak tunjangan

pengangguran terhadap upah reservasi di Jerman. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa reformasi ketenagakerjaan

pada tahun 2005 yang menurunkan tunjangan pengangguran

menyebabkan turunnya tingkat upah yang kemudian

menurunkan upah reservasi.

90 Penelitian-penelitian terdahulu di atas memberikan gambaran

bahwa ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi atau

berkaitan dengan upah reservasi. Faktor-faktor tersebut antara

lain, lamanya menganggur (waktu), sukubangsa, learning,

likuiditas/dana, umur, skil dan pengetahuan, keberadaan

tunjangan pengangguran, teknologi produksi, resiko, karak-

teristik pribadi, pendidikan, status tenagakerja, jenis

kelamin/gender, upah minimum, upah sebelumnya, lapangan

pekerjaan, pendapatan istri/suami/rumahtangga, status

kesehatan, jaringan sosial, keanggotaan dalam organisasi

tenagakerja, ketidaksabaran, dan perubahan peraturan.


91
2.2 Kesejahteraan

92 Gagasan penggunaan pendapatan dalam hal inireal national

income/GDPsebagai alat ukur kesejahteraan sosial dimulai oleh

Pigou (1939)danHicks (1940). Pigou menjabarkan bahwa

kesejahteraan lebih dari sekedar penjumlahan kegiatan-

kegiatan ekonomi sehingga bukan merupakan barometer atau

indeks dari kesejahteraan keseluruhan perekonomian. Sejak

saat itu penggunaan GDP sebagai pengukur kesejahteraan

menjadi konvensi. Seperti yang digunakan Nordhausdan Tobin,


34

1973; Sen, 1976; Beckerman, 1974, 1992, 1994; Dodds, 1997;

Drake danNieuwenhuysen, 1990; Eltis, 1966; Hoselitz, 1960;

Manning dan de Jonge, 1996; Moss, 1968 (Islam dan Clarke,

2002).

93 Upah yang diterima tenagakerja adalah pendapatan sebagai

imbalan atas usaha yang dilakukan dalam bentuk penawaran

tenaga di pasar tenagakerja.


35

94 Dari sifat upah sebagai pendapatan maka logis bila dikatakan

bahwa upah yang diterima seseorang akan menambah

kesejahteraan, dan akumulasi asetnya.

95 Kesejahteraan yang dihasilkan dari kegiatan perdagangan

antar individu merupakan pengendalian invisible hand yang

mengendalikan pengalokasian sumberdaya dalam suatu pasar.

Tiadanya eksternalitas dan distorsi harga akan membuat

kesejahteraan ini bernilai maksimum dalam pasar persaingan.

Hal ini digambarkan dalam teorema ekonomi kesejahteraan I

yang menyatakan bahwa alokasi yang dihasilkan dari

perdagangan pada suatu distribusi sumberdaya pada awalnya

merupakan suatu keadaan optimal Pareto dalam suatu

keseimbangan pasar persaingan.

96 Pada keadaan optimal Pareto tidak mungkin lagi untuk

membuat seorang konsumen betteroff tanpa sedikitnya

seorang mengalami worse-off. Terjadi perbaikan Pareto pada

suatu realokasi sumberdaya jika terjadi sedikitnya seorang

konsumen better-off dan yang lainnya tidak mengalami worse-

off. Contoh kejadian ini digambarkan dalam Gambar 2-1, di

mana pasar dengan konsumen awal berada pada titik E.

97 Ketika perdagangan berlangsung pada harga pasar clearing q 1

keseimbangan berada pada titik I yang terletak pada kurva

contract OAOB, dimana perpindahan dari E merupakan

perbaikan Pareto yang membuat kedua konsumen mengalami

better-off.
36

98 Gambar 2-3
Kondisi Pareto Optimum
99

100 Alokasi yang baru juga merupakan optimal Pareto karena

tidak ada lagi kemungkinan terjadinya perbaikan Pareto. Jadi

keadaan ini merupakan keadaan Pareto efisien. namun banyak

cara pengalokasian sumberdaya yang membuat

keseimbangan alokasi menjadi perbaikan Pareto. Semua

bundel yang berada di dalam lensa yang dibentuk oleh kurva

indiferens awal yang melalui titik E memiliki sifat ini, di mana

bundel-bundel sepanjang kurva contract yang berada di dalam

lensa merupakan perbaikan Pareto sekaligus efisien Pareto.

Dengan struktur pasar yang berbeda keseimbangan umum

bisa saja tidak berada pada kurva contract. Misalnya, seorang

konsumen dapat menjadi monopolis yang menyetel harga

pada keseimbangan berada di dalam lensa namun tidak pada

kurva contract. Keadaan ini juga merupakan perbaikan Pareto,


37

namun bukan efisien Pareto. Jika diskriminasi harga sempurna

dimungkinkan, maka keseimbangan akhir dapat berada pada

kurva contract di mana monopolis mengambil semua surplus

dari perdagangan.

101 Tidak semua realokasi sumberdaya di antara konsumen

dikendalikan oleh perbaikan Pareto, pemerintah sering

menggunakan kebijakan perubahan yang membuat sebagian

konsumen better-off dan yang lainnya worse-off, hal ini

menimbulkan pertanyaan cara bagaimana membandingkan

dua keadaan keseimbangan di mana terdapat pihak better-off

dan lainnya worse-off? Ada banyak cara perbaikan Pareto yang

dapat terjadi dalam pemilihan redistribusi pendapatan melalui

lump-sum, di mana Teorema Ekonomi Kesejahteraan II

menyatakan bahwa setiap alokasi optimal Pareto dapat

diakui/disadari sebagai suatu keseimbangan umum persaingan

dengan redistribusi lump-sum terhadap endowment sumber-

daya awal.

102 Karena bundel-bundel konsumsi sepanjang kurva contact

melingkupi pula trade-off, maka diperlukan perbandingan

interpersonal untuk mengurutkannya dan hal itu akan

melibatkan penilaian subyektif mengenai perubahan utility.

Dalam beberapa aspek teori ini membuat beberapa orang

berkesimpulan salah, bahwa distribusi pendapatan merupakan

variabel kebijakan yang independen. Realitasnya, pendapatan

agregat secara endogen ditentukan oleh market outcome dan

akan dipengaruhi oleh redistribusi pendapatan. Contohnya,

cara seseorang dalam mengalokasikan waktunya yang


38

terbatas antara bekerja atau bersantai, di mana pendapatan

yang berasal dari penawaran tenagakerja membiayai konsumsi

barang dan jasa. Sebagian pendapatan ditabung untuk

konsumsi masa depan, yakni ketika kekayaan ekstra

menghasilkan pendapatan tambahan. Jika penerimaan

ditransfer dalam bentuk lump-sum dari konsumen

berpendapatan tinggi kepada konsumen berpendapatan

rendah, maka hal itu akan mengakibatkan berkurangnya

insentif untuk bekerja dan menabung akibatnya akan mengu-

rangi permintaan agregat. Kerugian ini akan menjadi lebih

besar ketika distribusi dilakukan dengan mengubah pajak.

103 Sulit untuk mengukur perubahan kesejahteraan tanpa

ukuran utilitas kardinal. Cara standar untuk mengatasi

masalah ini adalah dengan mengukur perubahan surplus di

bawah kurva permintaan sebagai langkah pendekatan (proxy).

Namun ada dua masalah dalam penggunaan cara ini, pertama,

nilai uang nominal umumnya tidak mampu dikonversi ke

dalam bentuk utilitas secara konstan pada kurva permintaan

konsumen, dan kedua, setiap konsumen memiliki utilitas

marjinal pendapatan yang berbeda. Ketika utilitas marjinal

pendapatan berubah sejalan dengan perubahan kurva

permintaan, maka perubahan surplus bergantung pada cara

pengurutannya. Jadi, dimungkinkan untuk mempengaruhi

kebijakan hanya dengan cara pengurutan ulang. Walaupun

demikian, biarpun utilitas marjinal pendapatan konstan,

biasanya tidak akan sama untuk semua konsumen. Jadi,


39

tidaklah bijaksana untuk membandingkan perubahan surplus

apalagi agregat mereka atas konsumen.

104 Upah reservasi menyatakan tingkat upah terendah yang

bersedia diterima seorang tenagakerja untuk bekerja, upah ini

merupakan tingkat upah yang dianggap cukup olehnya untuk

memenuhi kebutuhan hidup yang layak baginya. Makna kata

cukup di sini diartikan sebagai terpenuhinya kebutuhan

primernya, yang meliputi sandang, pangan dan papan dengan

sederhana (all necessaries and conviniencies).

105 Di Indonesia tingkat upah terendah diatur oleh UU No.13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Peraturan Menteri

(Permen) Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) No.17

Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan

Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Kedua aturan ini menjadi

acuan pemerintah dan pengusaha dalam menetapkan upah

bagi tenagakerja.

106 Maksud upah dalam UU No.13/2003 adalah hak

tenagakerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang

sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenagakerja yang

ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,

kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk

tunjangan bagi tenagakerja dan keluarganya atas suatu

pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukannya.

Namun, pengertian upah tidak hanya dipahami sebagai

imbalan saja, namun upah harus dipahami sebagai satu hak

yang didapat dan harus sesuai dengan apa yang dihasilkan

dari usahatenagakerja, sehingga memiliki nilai keadilan, Upah


40

minimum juga dapat dipandang sebagai jaring pengaman

agar nilai upah tidak melorot dibawah kebutuhan hidup

minimum.

107 Pasal 88 UU No.13/2003 menyatakan bahwa setiap

tenagakerja berhak mendapatkan penghasilan yang memenuhi

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu,

maka Pemerintah membuat suatu aturan untuk melindungi

tenagakerja, yaitu dengan menetapkan upah minimum

sebagai batasan terendah bagi pengusaha dalam

membayarkan upah bagi tenagakerja. Penetapan upah

minimum harus disesuaikan dengan Kebutuhan Hidup Layak

(KHL) sebagaimana amanat UU No.13/2003. Pasal 1 ayat (1)

Permen Nakertrans No.17/2005 menyebutkan bahwa KHL

adalah standar kehidupan yang harus dipenuhi oleh seorang

tenagakerja untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non-

fisik, dan sosial untuk kebutuhan selama satu bulan.

108 Dari uraian ini jelaslah bahwa nilai upah minimum berada

di bawah nilai pendapatan yang diterima selama menganggur

(welfare benefit/tunjangan pengangguran, b ) sebagaimana

definisi upah reservasi yang dimaksud dalam persamaan (2.1).

109 Upah yang diterima tenagakerja disebut sebagai upah


a
aktual ( w , perbedaan antara upah aktual ini dengan upah

reservasi ( w rwa ) disebut sebagai kesenjangan upah atau

kesenjangan kesejahteraan.

110
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

111 Kerangka konseptual penelitian ini merupakan susunan

alur berpikir yang unsurnya ialah perbandingan upah reservasi

dengan upah aktual dan penilaian kesenjangan kesejahteraan

antar lapangan pekerjaan serta studi tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi upah reservasi di kota Makassar.

112 Penawaran tenagakerja dibentuk oleh kesediaan bekerja

oleh seseorang dengan mendapatkan sejumlah upah sebagai

imbalannya. Besarnya upah ini menjadi pertimbangan dalam

memilih apakah seseorang ingin menganggur atau memilih

untuk bekerja. Level upah di mana seseorang berada dalam

keadaan indifferent antara kedua pilihan (menganggur atau

bekerja) dinamakan upah reservasi. Distribusi upah reservasi

kemudian membentuk penawaran di pasar tenagakerja yang

kemudian bertemu di pasar tenagakerja dengan permintaan

tenagakerja.

113 Berdasarkan kajian literatur yang sudah dilakukan

sebelumnya disusun kerangka konseptual yang disajikan pada

Gambar 3-1. Upah reservasidibentuk oleh karakteristik

personal, dan faktor lainnya seperti pengeluaran untuk

bekerja, undang-undang upah minimum, dana, status tenaga-

kerja, upah sebelumnya, lapangan pekerjaan, tunjangan

41
pengangguran, resiko, dan teknologi pencarian pekerjaan yang

kemudian membentuk penawaran tenagakerja yang

berinteraksi di pasar tenagakerja. Hasil interaksi di pasar

tenagakerja menghasilkan keseimbangan pasar tenagakerja

yang memberikan surplus bagi produsen maupun konsumen

yang dalam hal ini tenagakerja sebagai produsen dan peru-

sahaan

42
43

114 Gambar 3-4


Kerangka Konsep

115

116 sebagai konsumen tenagakerja. Keseimbangan ini memberikan

surplus bagi keduanya, surplus bagi perusahaan sebagai konsumen

dan surplus produsen bagi tenagakerja. Penelitian ini bermaksud

mengukur kesejahteraan yang timbul akibat dari adanya surplus

produsen bagi tenagakerja.

117 Faktor-faktor yang mempengaruhi upah reservasi ini yang

dibahas dalam penelitian ini, di mana faktor-faktor yang

diamati adalah teknologi pencarian, umur, tingkat pendidikan,

jenis kelamin, status perkawinan, daerah asal, lapangan

pekerjaan, dan pengalaman bekerja.


118
3.2 Hipotesis

119 Gambaran konsep penelitian di atas bermuara pada

pernyataan hipotesis sebagai berikut:

Diduga bahwa penawaran tenagakerja (upah reservasi)

dipengaruhi olehumur, tingkat pendidikan, pengalaman bekerja,

jenis kelamin, status perkawinan, lamanya menganggur, daerah

asal, struktur keluarga, jenis lapangan pekerjaan,upah


44

sebelumnya, status tenagakerja,dan teknologi pencarian

pekerjaan.

Diduga bahwa faktor-faktor umur, tingkat pendidikan,

pengalaman bekerja, jenis kelamin, status perkawinan, lamanya

menganggur, daerah asal, struktur keluarga, jenis lapangan

pekerjaan, upah sebelumnya, status tenagakerja, dan teknologi

pencarian pekerjaan yang membedakan antara upah reservasi

dengan upah nyata antar tenagakerja.


45

BAB 4
METODA PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan untuk menemukenali faktor-faktor

yang mempengaruhi upah reservasi dari perspektif

penawaran dan permintaan tenagakerja, dan untuk

mengetahui posisi relatif upah reservasi terhadap upah

aktual, serta untuk mengetahui tingkat kesenjangan

kesejahteraan tenagakerja berdasarkan tingkat

kompetensinya. Tujuan penelitian ini dicapai dengan

mengamati perilaku tenagakerja dalam pasar tenagakerja

melalui variabel upah reservasi dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Hal yang sama dilakukan untuk

mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi upah

reservasi ditinjau dari sudut penawaran dan permintaan

tenagakerja.

2. Analisis penawaran tenagakerja dilakukan dengan

menggunakan analisis regresi dengan menjadikan variabel

upah reservasi sebagai variabel endogen dan variabel-

variabel kompetensi, pendidikan, suku, pengalaman bekerja,

jenis kelamin, status perkawinan, lamanya menganggur, asal

daerah, dan struktur keluarga sebagai variabel eksogen. Se-

dangkan permintaan tenagakerja dianalisis dengan

mengamati hubungan antara jumlah permintaan tenagakerja

sebagai variabel endogen denganvariabel-variabel yang


46

mempengaruhinya yaitu variabel nilai modal, harga produk,

nilai produksi, pangsa ekspor, investasi dalam teknologi

informasi.

3. Dari hasil estimasi ini dapat diperoleh informasi mengenai

level upah reservasi untuk setiap tingkat kompetensi

tenagakerja dan membandingkannya dengan tingkat upah

aktual untuk memperoleh informasi tingkat kesejahteraan

4.

5. tenagakerja. Hasil perbandingan ini kemudian menjelaskan

posisi kesejahteraan masing-masing kelompok kompetensi

tenagakerja ini.

6. Tahap analisis berikutnya adalah melakukan pengamatan

terhadap tingkat kesenjangan kesejahteraan tenagakerja

berdasarkan tingkat kompetensinya. Informasi yang diperoleh

pada analisis penawaran yakniupah reservasi dan upah

aktual dibandingkan pada 3 jenis tingkat kompetensi

tenagakerja yaitu tenagakerja tidak terampil, tenagakerja

terampil, dan tenagakerja sangat terampil. Hasilnya

kemudian akan dibandingkan untuk mendapatkan

kesimpulan mengenai keberadaan kesenjangan di antara

tenagakerja.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

7. Penelitian ini dilakukan di kota Makassar Sulawesi Selatan

pada periode Februari 2012 sampai dengan Juli 2012.


47

4.3 Metoda Pengambilan Sampel

8. Metode penentuan sampel menggunakan metoda penarikan

sampel sederhana (simple random sampling) dari populasi

seluruh tenagakerja di kota Makassar dengan memastikan

bahwa responden yang diwawancarai memiliki kemampuan

yang memadai untuk memberikan jawaban yang akurat atas

pertanyaan yang diberikan.

9. Pada tahun 2005 jumlah angkatan kerja di kota Makassar

mencapai 490.050 orang dan yang bekerja adalah sebanyak

421.259 orang (BPS Makassar, 2006). Dengan jumlah

penduduk sebesar 1.272.349 orang pada tahun 2009 (BPS

Makassar, 2011) maka diperkirakan angkatan kerja kota

Makassar mencapai 500.000 orang pada tahun 2011 ini.

10.Dengan menggunakan rumus jumlah sampel yang

dikemukakan oleh Isaac dan Michael dalam Sugiyono (2009),


2 NPQ
11.
s= .
d 2 ( N 1 ) + 2 PQ

12.Dengan menggunakan tabel yang dihasilkan dari rumus di

atas dengan jumlah populasi sebesar 500.000 orang dan

tingkat kesalahan 1% diperoleh jumlah sampel sebanyak 658

orang, sedangkan untuk tingkat kesalahan 5% jumlah

sampelnya adalah 348 orang, penelitian ini menggunakan

tingkat kesalahan 5%, dengan demikian jumlah sampel yang

digunakan adalah 348 orang.

4.4 Metoda Pengumpulan Data

13.Jenis data yang akan digunakan merupakan data yang

langsung diambil dari jawaban pertanyaan-pertanyaan yang


48

disampaikan oleh responden melalui kuesioner. Inti

pertanyaan mencakup pertanyaan yang jawabannya

diharapkan memberikan pemahaman mengenai upah reser-

vasi tenagakerja.

4.5 Metoda Analisis

14.Dari rangkaian permasalahan, tujuan penelitian, hipotesis,

teori, dan kerangka konseptual yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan analisis

regresidengan menggunakan beberapa model linear berikut.

4.5.1 Analisis Regresi

15.Untuk menjawab hipotesis I, digunakan persamaan estimasi

16. 17. (
4
ln ( wri ) =a 1 x 1+ a2 x 2 +a3 x 3+ a4 x 4 + a5 x 5 +a6 x 6 +a7 x 7+ a8 x 8+ a9 x 9 + a10 x 10+ a11 x 11 +a12 x 12 +ui
.
1
)

18.di mana:
19. wr 20. : 21. upah reservasi;
22. 23. : 24. koefisien estimasi;
a1 , a2 , , a14
25. x1 26. : 27. umur;

28. x2 29. : 30. tingkat pendidikan dan pelatihan;

31. x3 32. : 33. pengalaman bekerja;

34. x4 35. : 36. jenis kelamin;

37. x5 38. 39. status perkawinan;

40. x6 41. : 42. daerah asal;

43. x7 44. : 45. struktur keluarga;

46. x8 47. : 48. jenis lapangan pekerjaan;

49. x9 50. : 51. status tenagakerja;

52. x 10 53. : 54. teknologi pencarian pekerjaan;


49

55. ui 56. : 57. error term.

4.5.2 Analisis Diskriminan

58.Analisis diskriminan digunakan untuk mengetahui variabel-

variabel mana saja yang memberikan kontribusi terhadap

perbedaan tingkat kesejahteraan antara tenagakerja.Teknik

deskriptif secara suksesif mengidentifikasi kombinasi linear

atribut-atribut dalam fungsi kanonikal yang berkontribusi

secara maksimal terhadap pemisahan kelompok. Analisis ini

juga bertujuan untuk mengklasifikasikan sampel ke dalam

kelompok-kelompok dengan menggunakan chi-square untuk

melihat apakah fungsi diskriminan dapat memisahkan

kelompok-kelompok.

59.Adapun model diskriminan yang digunakan sebagai berikut.


60. 102. (
4
wr
w( )
ln a v 1 x 1 + v 2 x 2+ v 3 x 3 + v 4 x 4+ v 5 x5 + v 6 x 6 + v 7 x 7 +v 8 x 8+ v 9 x 9+ v 10 x 10.+a
2
)
61.di mana:
63. : 104.
64. kesenjangan kesejahteraan;
wr
62. ln a
w ( )
65. vi 66. : 67. koefisien diskriminan;

68. x1 69. : 70. umur;

71. x2 72. : 73. tingkat pendidikan dan


pelatihan;
74. x3 75. : 76. pengalaman bekerja;

77. x4 78. : 79. jenis kelamin;

80. x5 81. 82. status perkawinan;

83. x6 84. : 85. daerah asal;

86. x7 87. : 88. struktur keluarga;

89. x8 90. : 91. jenis lapangan pekerjaan;


50

92. x9 93. : 94. status tenagakerja;

95. x 10 96. : 97. teknologi pencarian peker


jaan;
98. a 99. : 100. konstanta.
101.

4.6 Defi nisi Operasional

105. Definisi operasional digunakan untuk menjelaskan

masing-masing variabel agar tercapai kesatuan

pemahaman/pengertian dalam penelitian ini.

1 Upah reservasi ialah tingkat upah tertinggi dimana seorang

tenagakerja memilih untuk tetap menganggur atau upah

yang terendah di mana seorang tenagakerja yang sedang

memiliki pekerjaan memilih untuk tetap bekerja.

2 Upah aktual ialah upah yang diterima tunai yang diterima

seorang tenagakerja sebagai imbalan atas usahanya dalam

bekerja dalam kurun waktu tertentu (bulan/minggu/hari).

106. Umur ialah usia (satuan tahun) seorang tenagakerja saat

mengisi kuesioner.

107. Jenis kelamin ialah jenis kelamin responden tenagakerja.

108. Status Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang

pria danseorang wanita sebagai suami istri.

109. Lama menganggur lamanya waktu tenagakerja tidak

memiliki pekerjaan sebelum saat penelitian.

110. Struktur keluarga,


51

apakah tenagakerjamerupakan kepala rumah

tangga

jumlah orang yang menjadi tanggungan tenaga-

kerja.

111. Tingkat pendidikan ialah lamanya seorang tenagakerja

menjalani pendidikan formal (satuan tahun).

112. Daerah asal ialah lokasi geografis kediaman tenagakerja

dalam sepuluh tahun terakhir, kriterianya dibedakan menurut

daerah urban dan rural).

113. Pengalaman bekerja ialah akumulasi lamanya seorang

tenagakerja bekerja sampai saat penelitian ini.

114. Jenis lapangan pekerjaan adalah macam pekerjaan yang

dilakukan oleh seseorang atau ditugaskan kepada seseorang

yang sedang bekerja, apakah di sektor pertanian, manufaktur

atau di sektor jasa.

115. Teknologi pencarian pekerjaan ialah cara tenagakerja

mendapatkan informasi tentang pekerjaan yang sekarang

dimilikinya, kriterianya adalah :

Melalui internet;

Melalui media cetak, radio, atau televisi;

Melalui kawan atau kerabat;

Melalui cara lainnya.


BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian


5.1.1.1Gambaran Umum Industri Kota Makassar

5.1.1.2Tenagakerja di Kota Makassar

5.1.1.3Upah Minimum Kota Makassar

5.1.2 Analisis Statistik Deskriptif Responden

5.1.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Upah Reservasi Tenagakerja di Kota Makassar

5.1.4 Analisis Diskriminan


116.
117.
118.
119.
120.
121.
5.2 Pembahasan Hasil

5.2.1 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Upah


Reservasi

122. Tabel 5.1 memperlihatkan bahwa beberapa variabel

mempengaruhi upah reservasi yaitu variabel, upah yang

diterima tenagakerja saat ini (UpahSekarang) dengan tingkat

signifikansi 0,00 persen), upah yang diterima pekerja saat

mulai bekerja (UpahPertama) dengan tingkat signifikansi 0,1

persen, cara pencarian pekerjaan (CaraMencari), status

pekerjaan dengan tingkat signifikansi 0,6 persen, variabel

daerah asal tenagakerja (DaerahAsal) dengan tingkat

52
Source SS df MS Number of obs = 342
F( 17, 324) = 23.51
Model 10.7944241 17 .634966124 Prob > F = 0.0000
Residual 8.74963578 324 .027005049 R-squared = 0.5523
Adj R-squared = 0.5288
Total 19.5440599 341 .057313959 Root MSE = .16433

lnwr Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]

DaerahAsal -.0211336 .0124973 -1.69 0.092 -.0457198 .0034526


Umur -.0002807 .0012838 -0.22 0.827 -.0028064 .002245
JnsKelamin .0351614 .0252911 1.39 0.165 -.0145942 .0849169
StatusKawin .0079929 .0335802 0.24 0.812 -.0580698 .0740555
JumlahAnak -.0073589 .0095375 -0.77 0.441 -.0261222 .0114044
Pendidikan -.0060006 .0044836 -1.34 0.182 -.0148212 .00282
KepalaRT -.0198817 .0362237 -0.55 0.583 -.091145 .0513815
LamaBekerja .0002413 .0002779 0.87 0.386 -.0003054 .0007879
JnsPekerjaan -.0089718 .0262849 -0.34 0.733 -.0606824 .0427389
StatusTK -.0516257 .0194413 -2.66 0.008 -.0898728 -.0133787
UpahPertama 1.65e-07 5.07e-08 3.25 0.001 6.53e-08 2.65e-07
LamaNganggur -.0001037 .0007175 -0.14 0.885 -.0015153 .0013078
UpahSekarang 4.85e-07 3.02e-08 16.04 0.000 4.25e-07 5.44e-07
LamaPelatihan .0034096 .0087799 0.39 0.698 -.0138631 .0206823
UpahSeblmnya 9.07e-09 1.32e-08 0.69 0.493 -1.69e-08 3.51e-08
MasihMencari .0335924 .0230176 1.46 0.145 -.0116905 .0788752
CaraMencari -.0470028 .0170711 -2.75 0.006 -.0805871 -.0134185
_cons 13.24728 .0946964 139.89 0.000 13.06098 13.43358

signifikansi 9,2 persen, dan variabel keaktifan pencarian

pekerjaan (MasihMencari) dengan tingkat signifikansi 14,5

persen.

123. Sedang variabel

5.2.2 Faktor Pembeda Upah Reservasi


5.3 Temuan Penelitian

5.4 Keterbatasan Penelitian

124.

125. Hasil analisis regresi pada kelompok sampel low wages

memperlihatkan bahwa dari 16 variabel yang dimasukkan

dalam analisis hanya ada empat variabel yang berpengaruh

terhadap kuantitas upah reservasi yang tenagakerja dengan

53
upah rendah, variabel-variabel tersebut adalah pendidikan

(0,105), pengalaman kerja (0,188), upah pertama (0,380), dan

upah terakhir 0,199).


126.
127.
128.

54
DAFTAR PUSTAKA

Addison, J. T. 1989. Job Displacement, Relative Wage Changes, and


Duration of Unemployment. Journal of Labor Economics 7 (3): 281-
302. Diakses di http://www.jstor.org/stable/2535290.
. 2004. Key Elasticities in Job Search Theory: International
Evidence. Econometrica (1314). Diakses di
http://www.bportugal.pt/en-US/BdP Publications
Research/WP200412.pdf.
Addison, J. T., & Machado, J. A. F. 2010. The Reservation Wage
Unemployment Duration Nexus (5077).
Addison, J. T., & Portugal, P. 1989. Job Displacement, Relative Wage
Changes, and Duration of Unemployment. Journal of Labor
Economics7 (3) (Januari): 281. doi:10.1086/298209. Diakses di
http://www.journals.uchicago.edu/doi/abs/10.1086/298209.
Addison, J. T., Bellmann, L., Schank, T., & Teixeira, P. 2005. The Demand
for Labor: An Analysis Using Matched Employer-Employee Data
from the German LIAB. Will the High Unskilled Worker Own-Wage
Elasticity Please Stand Up? Institute for the Study of Labor (IZA).
Diakses di http://ideas.repec.org/p/iza/izadps/dp1780.html.
Addison, J. T., Centeno, M., & Portugal, P. 2004. Reservation Wages,
Search Duration, and Accepted Wages in Europe.
. 2008. Do Reservation Wages Really Decline? Some International
Evidence on the Determinants of Reservation Wages. Journal of
Labor Research30 (1) (November 11): 1-8. doi:10.1007/s12122-
008-9057-y. Diakses 23 September 2011 di
http://www.springerlink.com/index/10.1007/s12122-008-9057-y.
. 2010. Unemployment Benefits and Reservation Wages: Key
Elasticities from a Stripped-Down Job Search Approach.
Economica. Januari. doi:10.1111/j.1468-0335.2008.00725.x.
Diakses 4 Agustus 2011 di http://doi.wiley.com/10.1111/j.1468-
0335.2008.00725.x.
Aigner, D. J., and a. J. Heins. 1967. A Social Welfare View of the
Measurement of Income Equality. Review of Income and

55
Wealth13(1)(March): 12-25. doi:10.1111/j.1475-
4991.1967.tb00732.x. http://doi.wiley.com/10.1111/j.1475-
4991.1967.tb00732.x.

56
57

Arent, Stefan, danNagl, Wolfgang. 2011. Unemployment Benefit and


Wages: The Impact of the Labor Market Reform in Germany on
(Reservation) Wages. (101).
Badan Pusat Statistik. 2006. Makassar Dalam Angka Tahun 2005,
Makassar.
Badan Pusat Statistik. 2011. Makassar Dalam Angka Tahun 2010,
Makassar.
Barsky, Robert, John Bound, Kerwin Kofi Charles, dan Joseph P. Lupton.
2002. Accounting for the BlackWhite Wealth Gap: A
Nonparametric Approach. Journal of the American Statistical
Association97(459) (September):663-673.
doi:10.1198/016214502388618401.
http://pubs.amstat.org/doi/abs/10.1198/016214502388618401.
Berg, Gerard J. van den, dan Geert Ridder. 1998. An Empirical
Equilibrium Search Model of the Labor Market.
Econometrica66(5):1183-1221.
http://www.jstor.org/stable/2999634.
Berg, Gerard J. van den. 1990. Nonstationarity in Job Search Theory.
Review Economic Studies57:255-277.
Blau, D. M. 1991. Search for Nonwage Job Characteristics: A Test of the
Reservation Wage Hypothesis. Journal of Labor Economics9 (2):
186-205. Diakses di http://www.jstor.org/stable/2535240.
. 1992. An Empirical Analysis of Employed and Unemployed Job
Search Behavior. Industrial and Labor Relations Review45 (4):
738-753. Diakses di http://www.jstor.org/stable/2524590.
Bloemen, H. G. 2005. Job Search, Search Intensity, and Labor Market
Transitions An Empirical Analysis. The Journal of Human
Resources40 (1): 231-269. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/4129572.
Bloemen, H. G., &Stancanelli, E. G. F. 2001. Individual Wealth ,
Reservation Wages , and Transitions into Employment. Journal of
Labor Economics19 (2): 400-439. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/10.1086/319566.
Brown, S., & Taylor, K. 2009. Reservation Wages, Expected wages and
the Duration of Unemployment: Evidence from British Panel Data.
The University of Sheffield, Department of Economics. Diakses di
http://ideas.repec.org/p/shf/wpaper/2009001.html.
58

Brown, S., Roberts, J., & Taylor, K. 2010. Reservation Wages, Labour
Market Participation and Health. Journal of the Royal Statistical
Society173 (3): 501-529.
Brown, S., Taylor, K., & Roberts, J. 2011. The Gender Reservation Wage
Gap: Evidence form British Panel Data.
Brown, S., Taylor, K., & Roberts, J. 2011. The Gender Reservation Wage
Gap: Evidence form British Panel Data.
Bruni dan Porta. 2005. Economics and Happiness Framing the Analysis.
Oxford University Press Inc., New York.
Burdett, Kenneth, dan Vishwanath, Tara. 1988. Declining Reservation
Wages and Learning. Review of Economic StudiesLV:655-666.
Caliendo, Marco, Gambaro, Ludovica, dan Haan, Peter. 2009. The
impact of income taxation on the ratio between reservation and
market wages and the incentives for labour supply. Applied
Economics Letters16:877-883.
Caliendo, Marco, RicardaSchmidl, dan Arne Uhlendorff. 2010. Social
Networks, Job Search Methods and Reservation Wages: Evidence
for Germany. German Research.
Chang, Yongsung, dan Kim, Sun-bin. 2005. On the Aggregate Labor
Supply. Economic Quarterly91(1):21-37.
Christensen, Bjrn. 2002. Reservation Wages, Offered Wages, and
Unemployment Duration - New Empirical Evidence. (1095).
Diakses di http://ideas.repec.org/p/kie/kieliw/1095.html.
Christensen, Bjrn. 2001. The Determinants of Reservation Wages in
Germany Does Motivation Gap Exist? East. http://www.ifw-
members.ifw-kiel.de/publications/the-determinants-of-reservation-
wages-in-germany-does-a-motivation-gap-exist/kap1024.pdf.
Cochran, WG.1977. Sampling Techniques. John Wiley &Sons:New York.
Comanor, William S., dan Robert H. Smiley. 1975. Monopoly and the
Distribution of Wealth. The Quarterly Journal of
Economics89(2):177-194. http://www.jstor.org/stable/1884423.
Connolly, Laura S., dan Christine Enerson Marston. 2005. Welfare
Reform, Earnings, and Incomes: New Evidence From the Survey of
Program Dynamics. Contemporary Economic Policy23(4)
(October): 493-512. doi:10.1093/cep/byi037.
http://doi.wiley.com/10.1093/cep/byi037.
59

Constant, Amelie F, Zimmermann, Klaus F, dan Krause, Annabelle.


2010. Reservation Wages of First and Second Generation
Migrants. (5396).
Cox, James C., dan Oaxaca, Ronald L. 1992. Direct Tests of the
Reservation Wage Property. The Economic Journal102(415):1423-
1432.
Creedy, John. 2000. Measuring Welfare Changes and the Excess Burden
of Taxation. Bulletin of Economic Research: 1-47.
Della Vigna, Stefano, danPaserman, M. Daniele. 2005. Job Search and
Impatience. Journal of Labor Economics23(3):527-588.
Devereux, Paul J. 2003. Change in Male Labor Supply and Wages.
Changes56 (3): 409-428. http://www.jstor.org/stable/3590916.
Devine, T. J., & Kiefer, N. M. 1991. Empirical Labor Economics the
Search Approach. New York. Oxford University Press.
Falk, Armin, Fehr, Ernst, danZehnder, Christian. 2006. Fairness
Perceptions and Reservation Wages The Behavioral Effects of
Minimum Wage Laws. Quarterly Journal of Economics121(4):1347-
1382.
Feinberg, Robert M. 1978. On the Empirical Importance of the Job
Search Theory. Southern Economic Journal45(2):508-521.
Figueroa, Janis Barry, dan Melendez, Edwin. 1993. The Importance of
Family Members in Determining the Labor Supply of Puerto Rican,
Black, and White Single Mohers. Social Science
Quarterly74(4):867-883.
Fishe, Raymond P.H. 1982. Unemployment Insurance and the
Reservation Wage of the Unemployed. The Review of Economics
and Statistics64(1):12-17.
Frankenberg, Elizabeth, James P. Smith, dan Duncan Thomas. 2003.
Economic Shocks, Wealth, and Welfare. The Journal of Human
Resources38 (2): 280-321. http://www.jstor.org/stable/1558746.
Gitter, Robert J., dan Reagan, Patricia B. 1997. Reservation Wages: An
Analysis of the Effects of Reservations on Employment of
American Indian Men. (1989):1160-1169.
Gorter, Dirk, danGorter, Cees. 1993. The Relation Between
Unemployment Benefits, the Reservation Wage and Search
Duration. Oxford Bulletin of Economics and Statistics55(2):199-
214.
60

Gray, Matthew, dan Renda, Jennifer. 2006. Reservation Wages and the
Earnings Capacity of Lone and Couple Mothers Are Wage
Expectation Too High? Family Law (February).
Grogger, Jeffrey. 2009. Welfare Reform, Returns toExperience, and
Wages: Using Reservation Wages to Account for Sample Selection
Bias. Technology91(August):490-502.
Grossbard, Shoshana. 2005. Womens Labor Supply, Marriage, and
Welfare Dependency. Labour19 (Special): 211-241.
Gruber, Jonathan. 2001. The Wealth of the Unemployed. Industrial and
Labor Relations Review 55 (1): 79-94. http://www.jstor.org/stable/-
2696187.
Halima, Bassem Ben, dan Halima, Mohamed Ali Ben. 2009. Time
Preferences and Job Search: Evidence from France.
Labour23(3):535-558.
Hamilton, James D. 1988. A Neoclassical Model of Unemployment and
the Business Cycle. Journal of Political Economy96(31):593-617.
Hampton, Mary B., dan Heywood, John S. 1993. Reservation Wages and
the Union Job Queue: aSample Selection Approach. Bulletin of
Economic Research45(4):315-327.
Hartog, Joop. 1988. Book Review Poverty and the Measurement of
Individual Welfare A Review of A . J . M . Hagenaars . The Journal
of Human Resources23 (2): 243-266.
http://www.jstor.org/stable/145778.
Haurin, Donald R., dan Sridhar, Kala S. 2003. The Impact of Local
Unemployment Rates on Reservation Wages and the Duration of
Search for a Job. Applied Economics35(13):1469-1476. Diakses
tanggal 28 Oktober 2011, di
http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00036840320000813
02.
Hayashi, Takashi, and Sakai, Toyotaka. 2009. Nash implementation of
competitive equilibria in the job-matching market. International
Journal of Game Theory38(4):453-467. Diakses tanggal 17
Oktober 2011, di
http://www.springerlink.com/index/10.1007/s00182-009-0163-8.
Heath, Alexandra, dan Swann, Troy. 1999. Reservation Wages and the
Duration of Unemployment. 5.
61

Hering, Laura, dan Sandra Poncet. 2010. Market Access and Individual
Wages: Evidence from China. Technology92 (February): 145-159.
Heywood, John S., dan White, Sammis B. 1990. Reservation Wages and
Unemployment in Manufacturing: A Case Study. Applied
Economics22:403-414.
Hicks, J.R. 1940. The Valuation of the Social Income. Economica7 (26):
105-124.
Holzer, Harry J. 1986. Reservation Wages and Their Labor Market
Effects for Black and White Male Youth. The Journal of Human
Resources21(2):157. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/145795.
Huggett, Mark. 2004. Precautionary Wealth Accumulation. Review
Economic Studies71 (3) (December 12): 769-781.
doi:10.1016/j.jhep.2011.10.018.
ttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22173165.
Hui, Weng Tat. 1991. Reservation Wage Analysis of Unemployed Youth
in Australia. Applied Economics23:1341-1350.
Husted, W. 1999. Wealth, Culture, and Corruption. Journal of
International Business Studies 30 (2): 339-359.
http://www.jstor.org/stable/155316.
ILO. 2001. The Digital Divide: Employment and Development
Implications. International Labour Review140(2):113-117.
Immervoll, Herwig, Henrik Jacobsen Kleven, Claus ThustrupKreiner, dan
Emmanuel Saez. 2007. Welfare Reform in European Countries: A
Microsimulation Analysis. The Economic Journal117(January): 1-
44.
Ishikawa, Tsuneo. 1991. Income and Wealth.New York: Oxford
University Press.
Islam, Sardar M. N., dan Matthew Clarke. 2002. The Relationship
between Economic Development and Social Welfare: A New
Adjusted GDP Measure of Welfare. Social Indicators
Research57(2): 201-228.
http://www.jstor.org/stable/27526990.pdf.
Jensen, Peter, danWestergard-Nielsen, Niels C. 1987. A Search Model
Applied to the Transition from Education to Work. Review of
Economic StudiesLIV:461-472.
62

Jones, Stephen R. G. 1988. The Relationship between Unemployment


Spells and Reservation Wages as a Test of Search Theory. The
Quarterly Journal of Economics103(4):741-765. Diakses di
http://ideas.repec.org/a/tpr/qjecon/v103y1988i4p741-65.html.
Jorgenson, D. W., &Slesnick, D. T. 1984. Aggregate Consumer Behaviour
and the Measurement of Inequality. The Review of Economic
Studies51 (3) (Juli): 369-392. doi:10.2307/2297429. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/2297429.
Keller, Simon. 2009. Welfare as Success.
Khandker, Rezaul K. 1992. A Model of Layoff, Search and Job Choice
and Its Estimation. The Review of Economics and
Statistics74(2):269-275.
Kiefer, Nicholas M. 1988. Economic Duration Data and Hazard
Functions. Journal of Economic Literature26(2):646-679.
Kiefer, Nicholas M., dan Neumann, George R. 1979. An Empirical Job-
Search Model, with a Test of the Constant Reservation-Wage
Hypothesis. Journal of Political Economy87(1):89-107.
Killingsworth, Mark R. 1970. A Critical Survey of Neoclassical Models
of Labour. Oxford Bulletin of Economics and Statistics32(2):133-
165. Diakses di
http://ideas.repec.org/a/bla/obuest/v32y1970i2p133-65.html.
Killingsworth, Mark R. 2002. Comparable Worth and Pay Equity: Recent
Developments in the United States. Canadian Public
Policy28(s1):171-186. Diakses di
http://ideas.repec.org/a/cpp/issued/v28y2002is1p171-186.html.
Killingsworth, Mark R. 1975. Must a Negative Income Tax Reduce Labor
Supply: A Study of the Familys Allocation of Time. Princeton
University, Department of Economics, Industrial Relations
Section., Diakses di http://ideas.repec.org/p/pri/indrel/458.html.
Killingsworth, Mark R. 1976. Wage Data and Estimation of the Labor
Supply Function. Diakses di
http://ideas.repec.org/p/pri/indrel/463.html.
Kodras, Janet E. 1986. Labor Market and Policy Constraints on the Work
Disincentive of Welfare Effect. Annals of the Association of
American Geographers76 (2): 228-246.
http://www.jstor.org/stable/2562846.
63

Kotakorpi, Kaisa, danJani-Petri Laamanen. 2008. Welfare State and Life


Satisfaction: Evidence from Public Health Care. Economica 77
(December): 565-583. doi:10.1111/j.1468-0335.2008.00769.x.
http://doi.wiley.com/10.1111/j.1468-0335.2008.00769.x.
Kuklys, Wiebke. 2003. Measurement and Determinants of Welfare
Achievement-Evidence from the UK.
Lampman, Robert J. 1959. Changes in the Share of Wealth Held by Top
Wealth-Holders, 1922-1956. The Review of Economics and
Statistics41 (4): 379-392. http://www.jstor.org/stable/1927265.
Kriechel, Ben, danPfann, Gerard A. 2006. Learning to update your
reservation wage while looking for a new job. Portuguese
Economic Journal5(2):135-148. Diakses tanggal 20 Oktober 2011,
di http://www.springerlink.com/index/10.1007/s10258-006-0008-3.
Lancaster, Tony, danChesher, Andrew. 1983. An Econometric Analysis
of Reservation Wages. Econometrica51(6):1661-1676. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/1912111.
Lind, Jo Thori. 2003. Aggregation of Utility and equivalence scales: A
Solution to the Pangloss Critique. Review of Income and
Wealth49 (4): 555-568.
MacKerron, George. 2011. Happiness Economics From 35000 Feet.
Journal of Economic Surveys1(30):1-39. doi:10.1111/j.1467-
6419.2010.00672.x. http://doi.wiley.com/10.1111/j.1467-
6419.2010.00672.x.
Mavromaras, Kostas GR. 1987. Reservation Wages and Occupational
Security: An Empirical Study. Applied Economics19:155-166.
McManus, I. C. 2005. Professional matters The wealth of distinguished
doctors: retrospective survey. British Medical Journal331(7531):
1520-1523.
Melnik, A, dan Saks, Daniel. 1976. Information and Adaptive Job-Search
Behavior: An Empirical Analysis. (474). Diakses di
http://ideas.repec.org/p/pri/indrel/474.html.
Mishan, E. J. 1959. Mr. Lancasters Welfare Definitions--A Comment.
The Economic Journal69 (274): 395-396.
http://www.jstor.org/stable/2228031.
. 1968. American Economic Association What is Producers
Surplus? The American Economic Review58(5):1269-1282.
http://www/jstor.org/stable/1814027.
64

. 1975. The Concept and Measure of Consumers Surplus:


Comment. The American Economic Review65 (4): 708-709.
http://www.jstor.org/stable/1806548.
. 1980. The New Welfare Economics: An Alternative View.
International Economic Review21 (3): 691-705.
http://www.jstor.org/stable/2526362.
Mitra, Sophie. 2007. The reservation wages of Social Security Disability
Insurance beneficiaries. Social Security Bulletin67(4):89-111.
Diakses di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18777671.
Moller, Joachim, danAldashev, Alisher. 2005. Wage Inequality,
Reservation Wages and Labor Market Participation.
Moore, John. 1985. Optimal Labour Contracts when Workers have a
Variety of Privately Observed Reservation Wages. Review of
Economic StudiesLII:37-67.
Morgan, Robert L. 2008. Job matching: Development and evaluation of
a web-based instrument to assess degree of match among
employment preferences. Journal of Vocational
Rehabilitation29:29-38.
Mortensen, Dale T. 1986. Job s Search and Labor Market Analysis. Pp.
849-919 dalam Handbook of Labor Economics Volume 2, vol. 1.
Nardi, Mariacristina De. 2004. Wealth Inequality and Intergenerational
Links. The Review of Economic Studies71 (3) (December 6): 743-
768. http://www.jstor.org/stable/3700742.
Narveson, Jan. 2004. Welfare and Wealth, Poverty and Justice in Todays
World. The Journal of Ethics8(4):305-348.
http://www.jstor.org/stable/25115802.
Nivorozhkin, Anton, Gordo, Laura Romeu, dan Schneider, Julia. 2010.
Job Search Monitoring, Inactivity and Reservation Wages. (50).
van Ophem, Hans, Hartog, Joop, danBerkhout, Peter. 2011. Reservation
Wages and Starting Wages. Institute for the Study of Labor (IZA),
Diakses di http://ideas.repec.org/p/iza/izadps/dp5435.html.
Pal, Rupayan, danSaha, Bibhas. 2008. Union-oligopoly bargaining and
entry deterrence: A reassessment of limit pricing. Journal of
Economics95(2):121-147. Diakses tanggal 28 Oktober 2011, di
http://www.springerlink.com/index/10.1007/s00712-008-0030-2.
65

Pannenberg, Markus. 2007. Risk Aversion and Reservation Wages.


Institute for the Study of Labor (IZA), Diakses di
http://ideas.repec.org/p/iza/izadps/dp2806.html.
Paul, SourabhBikas. 2003. Job Reservation: A Theoretical Model.
University of British Columbia.
Perry, Motty, dan Solon, Gary. 1985. Wage Bargaining, Labor Turnover,
and the Business Cycle: A Model with Asymmetric Information.
Journal of Labor Economics3(4):421-433.
Pestieau, Pierre, dan Uri M. Possen. 1979. A Model of Wealth
Distribution. Econometrica47(3):761-772.
http://www.jstor.org/stable/1910421.
Petterson, Stephen M. 1998. Black-White Differences in Reservation
Wages and Joblessness A Replication. Journal of Human
Resources31(3):758-770.
Pigou, Arthur C. 1932. The Economics of Welfare. Library of Economics
and Liberty. Retrieved February 25, 2012 from the World Wide
Web: http://www.econlib.org/library/NPDBooks/Pigou/pgEW.htm
Ploeg, Anton. 2004. Wealth Items in the Western Highlands of West Pa-
pua.Ethnology43(4):291-313.
http://www.jstor.org/stable/3774029.
Plug, Erik J. S., dan Bernard M. S. van Praag. Household equivalence
scales and household taxation.http://www.economists.nl
/files/20050824-p05.pdf.
Praag, Bernard M S Van. 2007. Perspectives from the Happiness
Literature and the Role of New Instruments for Policy Analysis
(2568).
Praag, Bernard M S van, dan Barbara E Baarsma. 2004. Using
Happiness Surveys to Value Intangibles: The Case of Airport Noise.
CESifo Group Munich.
http://ideas.repec.org/p/ces/ceswps/_1163.html.
Praag, Bernard M S van, dan Paul Frijters. 1999. The measurement of
welfare and well-being; the Leyden approach. School of
Economics and Finance, Queensland University of Technology.
http://ideas.repec.org/p/qut/dpaper/071a.html.
Praag, Bernard M. S. Van, Dmitri Romanov, dan Ada Ferrer-i-Carbonell.
2010. Happiness and Financial Satisfaction in Israel. Effects of
66

Religiosity, Ethnicity, and War. Rotterdam: CESifo Group Munich.


http://ideas.repec.org/p/ces/ceswps/_3181.html.
Praag, Bernard M. S. Van, dan Ada Ferrer-i-Carbonell. 2004. Happiness
Quantified. New York: Oxford University Press.
Praag, Bernard M. S. van, dan A. J. Kapteyn. 1994. How sensible is the
leyden individual welfare function of income? A reply. Tilburg
University. http://ideas.repec.org/p/ner/tilbur/urnnbnnlui12-
364387.html.
Prasad, Eswar S. 2003. What Determines the Reservation Wages New
Evidence from German Micro Data What Determines the
Reservation Wages of Unemployed Workers? New Evidence from
German Micro Data. (694).
Riis, Christian. 1989. Strategic wage contracts. Journal of Economics
Zeitschrift fur Nationalokonomie50(2):129-137. Diakses di
http://www.springerlink.com/index/10.1007/BF01239122.
Sant, Donald T. 1977. Reservation Wage Rules and Learning Behavior.
The Review of Economics and Statistics59(1):43-49.
Sattinger, Michael. 1991. Consistent Wage Offer and Reservation Wage
Distributions. The Quarterly Journal of Economics1106 (1): 277-
288. http://www.jstor.org/stable/2937916.
Schneider, Julia. 2008. The Effect of Unemployment Benefit II Sanctions
on Reservation Wages.
Sen, Amartya K. 1965. Mishan, Little and Welfare--A Reply. The
Economic Journal75 (298): 442.
Seninger, Stephen F. 1984. Worker Mobility and Reservation Wages for
Minority Youth Job Seekers. The Annals of Regional
Sciences18(2):62-68.
Shimer, Robert, danWerning, Ivan. 2007. Reservation Wages and
Unemployment Insurance. Quarterly Journal of
Economics122(3):1145-1186.
Slesnick, D. T. 1986. Welfare Distributional Change and the
Measurement of Social Mobility. The Review of Economics and
Statistics68 (4) (November): 586-593. doi:10.2307/1924517.
Diakses di http://www.jstor.org/stable/1924517.
. 1989. The Measurement of Horizontal Inequality. The Review of
Economics and Statistics71 (3): 481-490. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/1926905.
67

. 1998. Empirical Approaches to the Measurement of Welfare.


Journal of Economic Literature36 (4): 2108-2165. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/2565048.
Smith, Adam. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of
Nations. Edwin Cannan, ed. 1904. Library of Economics and
Liberty. Retrieved February 24, 2012 from the World Wide Web:
http://www.econlib.org/library/Smith/smWN.html.
Smith, Stephen. 2003. Labour Economics. Abingdon, UK: Taylor &
Francis, Diakses di http://www.ebookstore.tandf.co.uk.
Stainback, K. 2008. Social Contacts and Race/Ethnic Job Matching.
Social Forces87(2):857-886. Diakses di
http://sf.oxfordjournals.org/cgi/doi/10.1353/sof.0.0123.
Stier, Haya. 1991. Immigrant Women Go to Work:Analysis of Immigrant
Wives Labor Supply for Six Groups. Social Science
Quarterly72(1):67-82.
Stiglitz, Joseph E. 1969. Distribution of Income and Wealth Among
Individuals. Econometrica37 (3): 382-397.
http://www.jstor.org/stable/1912788.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. CV. Alfabeta, Bandung.
van Praag,danCarbonel. 2008. A Satisfaction Calculus Approach
Revised Edition. Oxford University Press.
Walker, Richard. 2003. Reservation Wages-Measurement and
Determinants: Evidence from the KMP Survey. Southern Africa
Labour and Development Research Unit, University of Cape Town,
Diakses di http://ideas.repec.org/p/ldr/cssrwp/038.html.
Watson, Duncan, dan Webb, Robert. 2008. Reservation wage levels in
UK and German financial services sectors. The Service Industries
Journal28(8):1167-1182. Diakses tanggal 20 Oktober 2011, di
http://tandfprod.literatumonline.com/doi/abs/10.1080/026420608
02187959.
Weil, Philippe. 1991. Is Money Net Wealth? International Economic
Review32 (1): 37-53. http://www.jstor.org/pss/2526930.
Wierenga, Berend. 1978. The Individual Welfare Function of Income.
European Economic Review11 (1978): 387-393.
Williamson, Oliver E. 1991. Comparative Economic Organization: The
Analysis of Discrete Structural Alternatives. Administrative
68

Science Quarterly36(2):269. Diakses di


http://www.jstor.org/stable/2393356.
Wolpin, Kenneth I. 1987. Estimating a Structural Search Model: The
Transition from School to Work. Econometrica55(4):801-817.
http://www.jstor.org/stable/1911030.
Wright, Randall D. 1987. Search, Layoffs, and Reservation Wages.
Journal of Labor Economics5(3):354-365.
Wynne, Jos. 2005. Wealth as a Determinant of Comparative
Advantage. The American Economic Review95 (1): 226-254.
http://www.jstor.org/stable/4132678.
Zenou, Y. 2009. Urban Labor Economics. Cambridge University Press.
New York.
Ziliak, James P., danKniesner, Thomas J. 1998. The Importance of
Sample Attrition in Life Cycle Labor Supply Estimation. The Journal
of Human Resources33(2):507-530. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/146439.
Welfare Measurements
Aigner, D. J., &Heins, a. J. 1967. A Social Welfare View of the
Measurement of Income Equality. Review of Income and Wealth13
(1) (Maret): 12-25. doi:10.1111/j.1475-4991.1967.tb00732.x.
Diakses di http://doi.wiley.com/10.1111/j.1475-
4991.1967.tb00732.x.
Anderson, J. E. 1979. On the Measurement of Welfare Cost under
Uncertainty. Southern Economic Journal. April.
doi:10.2307/1056961. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/1056961.
Arkhipoff, O. 1977. Problems in Welfare Measurement. Review of
Income and Wealth23 (2) (Juni): 173-190. doi:10.1111/j.1475-
4991.1977.tb00010.x. Diakses di
http://doi.wiley.com/10.1111/j.1475-4991.1977.tb00010.x.
Armantier, O., & Richard, O. 2008. Domestic airline alliances and
consumer welfare. The RAND Journal of Economics39 (3)
(September): 875-904. doi:10.1111/j.1756-2171.2008.00042.x.
Diakses di http://doi.wiley.com/10.1111/j.1756-
2171.2008.00042.x.
Aronsson, T. 2010. Welfare Measurement, Involuntary Unemployment,
and Heterogeneity. Review of Income and Wealth (3): 559-572.
69

Aronsson, T., &Lfgren, K.-G. 1996. Social Accounting and Welfare


Measurement in a Growth Model with Human Capital. The
Scandinavian Journal of Economics98 (2) (Juni): 185-201.
doi:10.2307/3440853. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/3440853.
Atkinson, A. B. 2000. The Welfare State, Budgetary Pressure and
Labour Market Shifts. Security102 (3): 445-462. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/3440629.
Blohm, M., &Ohlsson, I. 1973. Experience in Measurement of Welfare
Components and Their Regional Implications. Review of Income
and Wealth19 (2) (Juni): 167-188. doi:10.1111/j.1475-
4991.1973.tb00880.x. Diakses di
http://doi.wiley.com/10.1111/j.1475-4991.1973.tb00880.x.
Bockstael, N. E. 1984. The Welfare Implications of Minimum Quality
Standards. American Journal of Agricultural Economics66 (4): 466-
471. Diakses di http://www.jstor.org/stable/1240925.
Bockstael, N. E., & McConnell, K. E. 1983. Welfare measurement in the
Household Production Framework. The American Economic
Review73 (4): 806-814. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/1816580.
Boxall, P., Adamowicz, W. L. (Vic), & Moon, A. 2009. Complexity in
choice experiments: choice of the status quo alternative and
implications for welfare measurement. Australian Journal of
Agricultural and Resource Economics53 (4) (Oktober): 503-519.
doi:10.1111/j.1467-8489.2009.00469.x. Diakses 10 Oktober 2011
di http://doi.wiley.com/10.1111/j.1467-8489.2009.00469.x.
Boyle, K. J., & Bishop, R. C. 1988. Welfare Measurement Using
Contigency Valuation. American Journal of Agricultural
Economics70 (1): 20-28. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/1241972.
Brada, J. G. 1975. On the Meaning and Measurement of Allocative
Efficiency. Kyklos. November. doi:10.1111/j.1467-
6435.1975.tb02184.x. Diakses di
http://doi.wiley.com/10.1111/j.1467-6435.1975.tb02184.x.
Brnnlund, R., &Kristrm, B. 1996. Welfare Measurement in Single and
Multimarket ModelS: Theory and Application. Journal of
70

Agricultural Economics78 (1): 157-165. Diakses di


http://www.jstor.org/stable/1243787.
Chateauneuf, A., &Moyes, P. 2004. Lorenz Non-consistent Welfare and
Inequality Measurement. The Journal of Economic Inequality2 (2)
(Agustus): 61-87. doi:10.1007/s10888-004-4383-7. Diakses di
http://www.springerlink.com/index/10.1007/s10888-004-4383-7.
Chesher, A., &Schluter, C. 2002. Welfare Measurement and
Measurement Error. Review of Economic Studies69 (2) (April):
357-378. doi:10.1111/1467-937X.00209. Diakses di
http://restud.oxfordjournals.org/lookup/doi/10.1111/1467-
937X.00209.
Cogneau, D., & Grimm, M. 2007. the Measurement of Income
Distribution Dynamics When Demographics Are Correlated With
Income. Review of Income and Wealth53 (2) (Juni): 246-274.
doi:10.1111/j.1475-4991.2007.00229.x. Diakses 6 Desember 2011
di http://doi.wiley.com/10.1111/j.1475-4991.2007.00229.x.
Cory, D. C., Gum, R. L., Martin, W. E., &Brokken, R. F. 1981. Simplified
Measurement of Consumer Welfare Change. American Journal of
Agricultural Economics63 (4): 715-717. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/1241216.
Crew, M. A., &K.Rowley, C. 1971. On Allocative Efficiency , X-Efficiency
and the Measurement of Welfare Loss. EconomicaXXXVI (1969):
199-204.
Danziger, S., Gaag, J. van der, Taussig, M. K., &Smolensky, E. 1984. The
Direct Measuremnt of Welfare Levels: How Much Does It Cost to
Make Ends Meet? The Review of Economics and Statistics66 (3):
500-505. Diakses di http://www.jstor.org/stable/1925010.
Drewnowski, J. 1972. Social Indicators and Welfare and Welfare
Measurement: Remarks on Methodology. Journal of Development
Studies8 (3): 77-90. doi:10.1080/00220387208421413. Diakses di
http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00220387208421413
.
Ebert, U. 2010. On the Measurement of Welfare for Market and
Nonmarket Goods: A Numerical Approach. American Journal of
Agricultural Economics92 (1) (Januari 14): 102-109.
doi:10.1093/ajae/aap020. Diakses 6 Desember 2011 di
http://ajae.oxfordjournals.org/cgi/doi/10.1093/ajae/aap020.
71

Fuhr, J. P. 1985. A Measurement of the Welfare Loss in the Terminal


Equipment Market. Review of Industrial Organization2 (1): 80-93.
doi:10.1007/BF02354368. Diakses di
http://www.springerlink.com/content/m58754t802574p25/.
Hallam, A. 1988. Measuring Economic Welfare: Is Theory a Cookbook
for Empirical Analysis? American Journal of Agricultural
Economics. Mei. doi:10.2307/1242092. Diakses di
http://ajae.oxfordjournals.org/cgi/doi/10.2307/1242092.
Hause, J. C. 1975. The Theory of Welfare Cost Measurement. Journal of
Political Economy83 (6): 1154-1182.
Helpman, E. 1978. The Exact Measurement of Welfare Losses Which
Result from Trade Taxes. International Economic Review. Februari.
doi:10.2307/2526401. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/2526401.
Hentschel, J., &Lanjouw, P. 2000. Household welfare measurement and
the pricing of basic services. Journal of International
Development12 (1) (Januari): 13-27. doi:10.1002/(SICI)1099-
1328(200001)12:1<13::AID-JID568>3.0.CO;2-3.
Hicks, J. R. 1940. The Valuation of the Social Income. Economica7 (26):
105-124.
Hillinger, C. 2003. Output, Income and Welfare of Nations: Concepts
and Measurment. Journal of Economic and Social Measurement28:
219-237. doi:10.2139/ssrn.412840. Diakses di
http://www.ssrn.com/abstract=412840.
Hjerm, M. 2005. Integration into the Social Democratic Welfare State.
Social Indicators Research70 (2): 117-138. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/27522158.
III, A. M. F. 1991. Welfare Measurement and the Benefit-Cost Analysis of
Projects Affecting Risks. Southern Economic Journal58 (1) (Juli):
65. doi:10.2307/1060033. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/1060033.
Islam, S. M. N., & Clarke, M. 2002. The Relationship between Economic
Development and Social Welfare: A New Adjusted GDP Measure of
Welfare. Social Indicators Research57 (2): 201-228. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/27526990.pdf.
Islam, S. M. N., & Clarke, M. F. 2005. The welfare economics of
measuring sustainability: a new approach based on social choice
72

theory and systems analysis. Sustainable Development13 (5)


(Desember): 282-296. doi:10.1002/sd.254. Diakses 8 September
2011 di http://doi.wiley.com/10.1002/sd.254.
Jorgenson, D. W., &Slesnick, D. T. 1984. Aggregate Consumer Behaviour
and the Measurement of Inequality. The Review of Economic
Studies51 (3) (Juli): 369-392. doi:10.2307/2297429. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/2297429.
Kahneman, D., & Krueger, A. B. 2006. Subjective well-being and
adaptation to life events: A meta-analysis. Journal of Economic
Perspectives20 (1) (November 7): 3-24. doi:10.1037/a0025948.
Diakses di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22109678.
KcKenzie, G. W., & Pearce, I. F. 1982. Welfare Measurement-A Synthesis.
The American Economic Review72 (4): 669-682.
Kim, H. Y. 1997. Inverse demand system and welfare Measurement in
Quantity Space. Southern Economic Journal63 (3): 663-679.
Diakses di http://www.jstor.org/stable/1061101.
Larson, D. M. 1988. Exact Welfare Measurement for Producers Under
Uncertainty. American Journal of Agricultural Economics7 (3): 597-
603. Diakses di www.jstor.org/stable/1241498.
Lavergne, P., Rquillart, V., &Simioni, M. 2001. Welfare Losses Due to
Market Power: Hicksian versus Marshallian Measurement.
American Journal of Agricultural Economics83 (1) (Februari): 157-
165. doi:10.1111/0002-9092.00144. Diakses di
http://ajae.oxfordjournals.org/cgi/doi/10.1111/0002-9092.00144.
Leipert, C. 1987. Critical Appraisal of GNP The Measurement of Net
National Welfare and Environmental Accounting. Journal of
Economic Issues21 (1): 357-373. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/4225834.
Lin, G. T. R. 2007. from the Perspective of Extended Genuine Savings.
Sustainable Development203 (February): 188-203.
doi:10.1002/sd.
Mamalakis, M. J. 1996. Misuse and Use of National Accounts As a
Welfare Indicator: Selected Analytical and Measurement Issues.
Review of Income and Wealth42 (3) (September): 293-320.
doi:10.1111/j.1475-4991.1996.tb00184.x. Diakses di
http://doi.wiley.com/10.1111/j.1475-4991.1996.tb00184.x.
73

Markandya, A. 1984. The Welfare Measurement of Changes in


Economic Mobility. Economica51 (204) (November): 457-471.
doi:10.2307/2554230. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/2554230.
Mendelsohn, R., & Peterson, G. 1989. Welfare Measurement with
Expenditure-Consrained Demand Models. The Review of
Economics and Statistics71 (1): 164-167. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/1928064.
Muller, C. 2008. the Measurement of Poverty With Geographical and
Intertemporal Price Dispersion: Evidence From Rwanda. Review of
Income and Wealth54 (1) (Maret): 27-49. doi:10.1111/j.1475-
4991.2007.00258.x. Diakses di
http://doi.wiley.com/10.1111/j.1475-4991.2007.00258.x.
Palmquist, R. B. 1989. Land as a Differentiated Factor of Production: A
Hedonic Model and Its Implications for Welfare Measurement.
Land Economics. Februari. doi:10.2307/3146260. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/3146260.
Parish, R., & Ng, Y.-K. 1972. Monopoly, X-Efficiency and the
Measurement of Welfare Loss. Economica39 (155) (Agustus): 301-
308. doi:10.2307/2551844. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/2551844.
Preston, I., & Walker, I. 1999. Welfare Measurement In Labour Supply
Models With Nonlinear Budget Constraints. Journal of Population
Economics12 (3) (Agustus 17): 343-361.
doi:10.1007/s001480050103. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/20007635.
Ravallion, M. 1994. Measuring Social Welfare With and Without Poverty
Lines. The American Economic Review84 (2): 359-364. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/2117859.
Ringen, S. 1995. Well-being, Measurement, and Preferences.
ActaSociologica 38 (1): 3-15. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/4200936.
Romans, J. T. 1977. Welfare Economics and the Measurement of NNP.
Review of Income and Wealth23 (3) (September): 279-290.
doi:10.1111/j.1475-4991.1977.tb00018.x. Diakses di
http://doi.wiley.com/10.1111/j.1475-4991.1977.tb00018.x.
74

Rose, A. 1941. Note on National Income Measurement; a Supplement


to Professor Whittaker on Wealth and Welfare . American
Economic Review (March): 107-109.
Savage, E. 2001. Policy Forum: The Economics of Health and Health
Policy Health and Welfare Measurement. Social Research34 (3):
332-335.
Scott, E. M., Nolan, A. M., & Fitzpatrick, J. L. 2001. Conceptual and
Methodological Issues Related to Welfare Assessment: A
Framework for Measurement. ActaAgriculturaeScandinavica,
Section A - Animal Science51 (sup030) (Januari): 5-10.
doi:10.1080/090647001316922983. Diakses di
http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09064700131692298
3.
Sengupta, M. 2008. Unemployment duration and the measurement of
unemployment. The Journal of Economic Inequality7 (3) (April 26):
273-294. doi:10.1007/s10888-008-9082-3. Diakses 28 November
2011 di http://www.springerlink.com/index/10.1007/s10888-008-
9082-3.
Slesnick, D. T. 1986. Welfare Distributional Change and the
Measurement of Social Mobility. The Review of Economics and
Statistics 68 (4) (November): 586-593. doi:10.2307/1924517.
Diakses di http://www.jstor.org/stable/1924517.
. 1989. The Measurement of Horizontal Inequality. The Review of
Economics and Statistics 71 (3): 481-490. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/1926905.
. 1998. Empirical Approaches to the Measurement of Welfare.
Journal of Economic Literature36 (4): 2108-2165. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/2565048.
Stewart, A. F., & Brown, G. 2005. Why Horizontal Inequalities Matter:
Some Implications for Measurement. Europe.
Stoeckl, N. 2003. Measurement error and functional form: implications
for welfare estimates. Applied Economics Letters. April.
doi:10.1080/1350485031000112673. Diakses di
http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13504850310001126
73.
Wagle, U. R. 2006. Poverty in Kathmandu: What do subjective and
objective economic welfare concepts suggest? The Journal of
75

Economic Inequality5 (1) (Juni 1): 73-95. doi:10.1007/s10888-006-


9026-8. Diakses 20 September 2011 di
http://www.springerlink.com/index/10.1007/s10888-006-9026-8.
Weymark, J. A. 2005. Measurement theory and the foundations of
utilitarianism. Social Choice and Welfare25 (2-3) (November 4):
527-555. doi:10.1007/s00355-005-0017-7. Diakses 6 Desember
2011 di http://www.springerlink.com/index/10.1007/s00355-005-
0017-7.

Labor Supply
Anon. Killingsworth - 1975 - Must a Negative Income Tax Reduce Labor
Supply A Study of the Familys Allocation of Time - Unknown.pdf.
Ash, C., Udis, B., &McNown, R. F. 1983. Enlistments in the All-Volunteer
Force: A Military Personnel Supply Model and Its Forecast. The
Americal Economic Review73 (1): 145-155. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/1803932.
Blundell, R., Duncan, A., &Meghir, C. 1998. Estimating Labor Supply
Responses Using Tax Reforms. Econometrica66 (4): 827-861.
Diakses di http://www.jstor.org/stable/2999575.
Burdett, K., & Mortensen, D. T. 1977. Labor Supply Under Uncertainty.
Northwestern University, Center for Mathematical Studies in
Economics and Management Science. Diakses di
http://ideas.repec.org/p/nwu/cmsems/297.html.
Caliendo, M., Gambaro, L., &Haan, P. 2009. The impact of income
taxation on the ratio between reservation and market wages and
the incentives for labour supply. Applied Economics Letters16:
877-883. doi:10.1080/13504850701222103. Diakses di .
Chang, Y., & Kim, S.-bin. 2005. On the Aggregate Labor Supply.
Economic Quarterly91 (1): 21-37.
Chiappori, P.-A. 1988. Rational Household Labor Supply.
Econometrica56 (1): 63-90. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/1911842.
Cogan, J. F. 1981. Fixed Costs and Labor Supply. Econometrica49 (4):
945-963. Diakses di http://www.jstor.org/stable/1912512.
Devereux, P. J. 2003. Change in Male Labor Supply and Wages.
Changes56 (3): 409-428. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/3590916.
76

. 2004. Changes in Relative Wages and Family Labor Supply


Changes in Relative Wages and Family Labor Supply. The Journal
of Human Resources39 (3): 696-722. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/3558993.
Dickens, W. T., & Lundberg, S. J. 1993. Hours Restrictions and Labor
Supply. International Economic Review34 (1): 169-192. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/2526955.
Dickinson, D. L. 1999. An Experimental Examination of Labor Supply
and Work Intensities. Journal of Labor Economics17 (4) (Oktober):
638-670. doi:10.1086/209934. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/10.1086/209934.
. 2006. Work effort effects in the classical labor supply model.
Department of Economics, Appalachian State University. Diakses
di http://ideas.repec.org/p/apl/wpaper/06-13.html.
Figueroa, J. B., & Melendez, E. 1993. The Importance of Family
Members in Determining the Labor Supply of Puerto Rican, Black,
and White Single Mohers. Social Science Quarterly74 (4): 867-
883.
Flood, L., Hansen, J., & Wahlberg, R. 2004. Household Labor Supply and
Welfare Participation in Sweden. Journal of Human Resources39
(4): 1008-1032. Diakses di http://www.jstor.org/stable/3559036.
French, E. 2000. The effects of health, wealth, and wages on labor
supply and retirement behavior. Federal Reserve Bank of Chicago.
Diakses di http://ideas.repec.org/p/fip/fedhwp/wp-00-2.html.
Grossbard, S. 2005. Womens Labor Supply, Marriage, and Welfare
Dependency. Labour19 (Special): 211-241.
Haan, P. 2004. Discrete Choice Labor Supply: Conditional Logitvs .
Random Coefficient Models. Berlin.
Hotz, V. . J., Kydland, F. E., &Sedlacek, G. L. 1988. Intertemporal
Preferences and Labor Supply. The Econometric Society56 (2):
335-360. Diakses di http://www.jstor.org/stable/1911075.
Joulfaian, D., & Wilhelm, M. O. 1994. Inheritance and Labor Supply. The
Journal of Human Resources29 (4): 1205-1234. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/146138.
Kennan, J. 1988. An Econometric Analysis of Fluctuations in Aggregate
Labor Supply and Demand. Econometrica56 (2): 317-333. Diakses
di http://www.jstor.org/stable/1911074.
77

Killingsworth, M. R. 1976. Wage Data and Estimation of the Labor


Supply Function. Princeton University, Department of Economics,
Industrial Relations Section. Diakses di
http://dataspace.princeton.edu/jspui/bitstream/88435/dsp01mp48
sc77w/1/83.pdf.
Lundberg, S., & Rose, E. 2002. The Effects of Sons and Daughters on
Mens Labor Supply and Wages. Review of Economics and
Statistics84 (2) (Mei): 251-268.
doi:10.1162/003465302317411514. Diakses di
http://www.mitpressjournals.org/doi/abs/10.1162/0034653023174
11514.
Mortensen, D. T. 1977. Unemployment Insurance and Labor Supply
Decisions. Northwestern University, Center for Mathematical
Studies in Economics and Management Science. Diakses di
http://ideas.repec.org/p/nwu/cmsems/271.html.
Neill, J. E. O., & Neill, D. M. O. 2005. What Do Wage Differentials Tell Us
About Labor Market Discrimination? Current. Diakses di
http://www.nber.org/papers/w11240.
Preston, I., & Walker, I. 1999. Welfare Measurement In Labour Supply
Models With Nonlinear Budget Constraints. Journal of Population
Economics12 (3) (Agustus 17): 343-361.
doi:10.1007/s001480050103. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/20007635.
Smith, K., &Kniesner, T. J. 1992. How fragile are male labor supply
function estimates? Empirical Economics17 (1) (Maret): 169-182.
doi:10.1007/BF01192482. Diakses di
http://www.springerlink.com/index/10.1007/BF01192482.
Ziliak, J. P., &Kniesner, T. J. 1998. The Importance of Sample Attrition in
Life Cycle Labor Supply Estimation. Journal of Human
Resources33 (2): 507-530. Diakses di
http://www.jstor.org/stable/146439.
78

Anda mungkin juga menyukai