Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARITMIA

A. Definisi
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi
yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia
adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan
oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999).
Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium.
Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan
bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price,
1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas
denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan
konduksi (Hanafi, 1996).

Aritmia jantung (heart arrhythmia)menyebabkan detak jantung


menjadi terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur. Aritmia jantung
umumnya tidak berbahaya. Kebanyakan orang sesekali mengalami
detak jantung yang tidak beraturan kadang menjadi cepat, kadang
melambat. Namun beberapa jenis aritmia jantung dapat menyebabkan
gangguan kesehatan atau bahkan sampai mengancam nyawa. .
Aritmia dan HR abnormal tidak harus terjadi bersamaan. Aritmia dpt
terjadi dg HR yang normal, atau dengan HR yang lambat (disebut
bradiaritmia - kurang dari 60 per menit). Aritmia bisa juga terjadi
dengan HR yang cepat (disebut tachiaritmia - lebih dari 100 per
menit).
Pengobatan aritmia jantung seringkali dapat mengendalikan atau
menghilangkan denyut jantung tidak teratur. Selain itu, aritmia juga
dapat diatasi dengan menjalankan gaya hidup sehat. Tanda dan gejala
aritmia jantung tidak selalu mudah dikenali. Pemeriksaan kesehatan
rutin bisa membantu untuk mendeteksi aritmia lebih dini. Irama
jantung yang tidak teratur dapat juga terjadi pada jantung yang
normal dan sehat.

Gangguan irama jantung dapat di bagi dua:


1. Gangguan irama fibrilasi(tidak kuncup)pada serambi beresiko
stroke
2. Gangguan irama fibrilasi (tidak kuncup) pada bilik jantung
berakibat langsung fatal.
Gangguan irama jantung yang paling sering terjadi adalah "serambi
jantung tidak menguncup" atau fibrilasi-bergetar kecil saja dan hanya
sekali-sekali saja kuncup secara normal dimana yang seharusnya
pacu jantung SA di serambi kiri memberikan pacu untuk serambi
jantung agar menguncup secara teratur tetapi tidak berhasil dan
seluruh dinding serambi hanya bergetar saja tanpa memompa jantung
alias ngadat, hal akan sangat berbahaya dan beresiko untuk terjadinya
stroke. Walaupun serambi tidak menguncup sempurna karena adanya
gangguan irama tetapi darah masih dapat mengalir lambat ke bilik
jantung dan selanjutnya dipompakan keseluruh tubuh.

Kasus-kasus fibrilasi serambi tidak kuncup banyak terjadi Uni Eropah


dan Amerika Serikat, terutama pada mereka yang telah berusia di atas
60 tahun, apalagi bagi yang memiliki usia di atas 80 tahun resiko
terjadinya fibrilasi serambi jantung semakin tinggi dapat terjadi.

Kejadian fibrilasi tidak kuncup yang terjadi pada bilik jantung maka
akan mengakibatkan kefatalan karena tidak adanya darah yang
dipompakan keluar jantung, dan dengan sekejap saja orang dapat
meninggal. Akibatnya Gangguan Irama pada serambi jantung ini
membahayakan karena sebagai akibat aliran darah yang tidak lancar
dalam serambi jantung dapat terbentuk bekuan darah yang semakin
besar dimana kemudian bekuan ini dapat lepas dan menyangkut di
otak serta menimbulkan stroke. Bekuan darah ini dapat juga lepas dan
meyangkut di ginjal serta menimbulkan gagal ginjal.

Pengalaman kami seorang pasien diabetes dengan hipertensi


melakukan olahraga berat tiba-tiba saat olah raga ia merasakan se-
akan-akan jantungnya ngadat kebetulan rumah sakit dekat dan ia
langsung masuk ruang emergensi dan ditolong. Pemeriksaan segera
dilakukan dengan memasang 10 detektor ECG(6 di dada an 4 masing-
masing di pergelangan tangan dan kaki) dan ditemukan adanya
gangguan serambi jantung yang tidak menguncup(fibrilasi) jelas
dengan adanya resiko terbentuknya bekuan dalam serambi jantung
yang kelak dapat lepas dan menimbulkan stroke.Kepada pasien
diberikan obat-obatan untuk mencegah timbulnya bekuan dan juga
obat untuk menormalkan irama jantung. Keadaan pasien membaik
beberapa hari kemudian. Pemeriksaan ECG sangat membantu untuk
menentukan penyebab gangguan jantung dan pengobatannya.
B. Bradiaritmia dan Takiaritmia
Berbagai keadaan dapat menimbulkan kelainan pada sistem listrik
jantung. Pada umumnya gangguan sistem listrik jantung akan
menimbulkan perubahan irama jantung menjadi terlalu lambat
(Bradiaritmia, jantung berdenyut kurang dari 60 kali permenit) atau
terlalu cepat (Takiaritmia, jantung berdenyut lebih dari 100 kali
permenit) Kedua keadaan tersebut akan berpengaruh terhadap kerja
jantung memompa darah ke seluruh tubuh.

Bila jantung berdenyut terlalu lambat, maka jumlah darah yang


mengalir di dalam sirkulasi menjadi berkurang, sehingga kebutuhan
tubuh tidak terpenuhi. Hal ini akan menimbulkan gejala seperti mudah
capek, kelelahan yang kronis, sesak, keleyengan bahkan sampai
pingsan. Yang berbahaya, bila jumlah darah yang menuju otak
menjadi berkurang bahkan minimal sehingga terjadi pingsan atau
perasaan melayang. Pada keadaan yang lebih parah dapat
menyebabkan stroke.

Sebaliknya, bila jantung berdenyut terlalu cepat maka jantung akan


mengalami kelelahan dan akan menimbulkan gejala-gejala berdebar
yang biasanya disertai perasaan takut karena debaran jantung yang
begitu cepat (sampai lebih dari 200 kali permenit). Pada keadaan
yang ekstrim dimana bilik jantung berdenyut sangat cepat dan tidak
terkendali, maka terjadi kegagalan sirkulasi darah yang bila dilakukan
pertolongan cepat dengan kejut listrik (DC shock) dapat
mengakibatkan kematian.

Syukurlah, kebanyakan takiaritmia tidak menimbulkan kematian


mendadak. Akan tetapi tentu harus dipastikan jenis aritmia apa yang
terdapat pada seorang pasien.
Bradiaritmia yang terjadi akibat hambatan transmisi listrik jantung,
umumnya menetap sehingga diperlukan alat bantu yang dapat
menjamin kecukupan frekuensi denyut jantung. Alat tersebut adalah
alat pacu jantung tetap (Permanent Pace Maker, PPM). PPM ditanam
dibawah kulit dada lalu dihubungkan ke jantung melalui sejenis kabel.
Hanya diperlukan operasi kecil dengan bius lokal saja untuk
pemasangan PPM.

Takiaritmia, pada umumnya dapat disembuhkan total melalui


tindakan ablasi. Setelah dilakukan tindakan ablasi, pasien terbebas
dari penyakit takiaritmia dan tidak memerlukan obat-obatan lagi.
Ablasi adalah tindakan invasif yang merupakan kelanjutan dari EPS.
Pada ablasi dilakukan pemutusan/eliminasi sumber takiaritmia dengan
menggunakan panas yang dihasilkan oleh gelombang frekuensi radio.
Tingkat keberhasilan ablasi pada takiartmia yang umum terjadi, sangat
tinggi yaitu sekitar 95%. Dengan resiko yang sangat kecil.

C. Deteksi Aritmia

Pada dasarnya deteksi aritmia cukup sederhana, yaitu dengan


menggunakan alat perekam irama jantung yang disebut
elektrokardiografi (EKG). Bila pasien datang pada saat ada keluhan-
keluhan diatas lalu dilakukan perekaman EKG, maka dapat diketahui
ada tidaknya gangguan gangguan irama/aritmia jantung. Kadangkala,
gejala timbul di rumah dan ketika sampai di RS gejalanya sudah
hilang sehingga pada perekaman EKG-pun tidak tertangkap aritmia-
nya. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan lain yang lebih
komprehensif seperti Holter Monitoring atau pemeriksaan yang
canggih yang disebut Electrophysiology Study (EPS). Holter
monitoring adalah perekaman EKG secara kontinue selama 24-48 jam
sehingga memperbesar peluang deteksi aritmia. Bila aritmianya hanya
terjadi sangat jarang maka diperlukan rekaman yang lebih lama.
Kadang dilakukan pemasangan alat kecil dibawah kulit yang disebut
Insertable Loop Recorder (ILR). EPS adalah suatu pemeriksaan
invasive dimana dilakukan perekaman listrik jantung secara langsung
pada sistem listrik jantungnya

D. Ada beberapa tipe-tipe aritmia

1. Premature atrial contractions. Ada denyut tambahan di awal yg


berasal dari atrium (ruang jantung bagian atas). Ini tidak
berbahaya dan tidak memerlukan terapi.

2. Premature venticular contractions (PVCs). Ini merupakan aritmia


yang paling umum dan terjadi pd orang dengan atau tanpa
penyakit jantung. Ini merupakan denyut jantung lompatan yang
kita semua kadang2 mengalami. Pada beberapa orang, ini bisa
berkaitan dengan stres, terlalu banyak kafein atau nikotin, atau
terlalu banyak latihan. Tetapi kadang-kadang, PVCs dpt
disebabkan oleh penyakit jantung atau ketidakseimbangan
elektrolit. Orang yang sering mengalami PVCs dan/atau gejala2 yg
berkaitan dgnya sebaiknya dievaluasi oleh seorang dokter
jantung. Namun, pada kebanyakan orang, PVC biasanya tidak
berbahaya dan jarang memerlukan terapi.

3. Atrial fibrilasi (AF). Ini merupakan irama jantung tidak teratur yang
sering menyebabkan atrium, ruang atas jantung, berkontraksi
secara abnormal.

4. Atrial flutter. Ini merupakan aritmia yang disebabkan oleh satu


atau lebih sirkuit yang cepat di atrium. Atrial flutter biasanya lebih
terorganisir dan teratur dibandingkan dengan atrial fibrilasi. Aritmia
ini terjadi paling sering pada orang dengan penyakit jantung, dan
selama minggu pertama setelah bedah jantung. Aritmia ini sering
berubah menjadi atrial fibrilasi.
5. Paroxysmal supraventricular tachycardia (PSVT). Suatu HR yang
cepat, biasanya dengan irama yang teratur, berasal dari atas
ventrikel. PSVT mulai dan berakhir dg tiba2. Terdapat dua tipe
utama : accessory path tachycardia dan AV nodal reentrant
tachycardia (lihat bawah).

6. Accessory pathway tachicardia. HR yang cepat disebabkan oleh


jalur atau hubungan extra yang abnormal antara atrium dan
ventrikel. Impuls berjalan melewati jalur ekstra selain juga
melewati rute biasa. Ini membuat impuls berjalan di jantung dg
sangat cepat menyebabkan jantung berdenyut dg cepat.

7. AV nodal reentrant tachycardia. HR yang cepat disebabkan lebih


dari satu jalur melewati AV node. Ini dapat menyebabkan palpitasi
(jantung berdebar), pingsan atau gagal jantung. Pada banyak
kasus, ini dapat disembuhkan dg menggunakan suatu manuver
sederhana yang dilakukan oleh seorang profesional medis yang
terlatih, dg obat2an atau dengan suatu pacemaker.

8. Ventricular tachycardia (V-tach). HR yang cepat yang berasal dari


ruang bawah jantung (ventrikel). Denyut yang cepat mencegah
jantung terisi cukup darah, oleh karena itu, hanya sedikit darah
yang terpompa ke seluruh tubuh. Ini dapat mrp aritmia yang
serius, khususnya pd orang dengan penyakit jantung dan mkn
berhubungan dg lebih banyak gejala. Seorang dokter jantung
sebaiknya mengevaluasi aritmia ini.

9. Ventricular fibrilasi. Letupan impuls yang tidak teratur dan tidak


terorganisir yang berasal dari ventrikel. Ventrikel gemetar dan
tidak mampu berkontraksi atau memompa darah ke tubuh. Ini
merupakan kondisi emergensi yang harus diterapi dg CPR dan
defibrilasi sesegera mungkin.

10. Long QT syndrome. Interval QT adalah area pd ECG yang


merepresentasikan waktu yang diperlukan otot jantung untuk
berkontraksi dan kemudian relaksasi, atau yang diperlukan impuls
listrik utk meletupkan impuls dan kmd recharge. Jika interval QT
memanjang, ini meningkatkan resiko terjadinya torsade de
pointes, suatu bentuk ventricular tachicardia yang mengancam
hidup. Long QT syndrome merupakan suatu kondisi yang
diturunkan yang dapat menyebabkan kematian mendadak pada
orang muda. Ini dapat diterapi dengan obat2 antiaritmia,
pacemaker, electrical cardioversion, defibrilasi,
defibrilator/cardioverter implant atau terapi ablasi.

11. Bradiaritmia. Ini merupakan irama jantung yang pelan yang dapat
muncul dari kelainan pada sistem konduksi listrik jantung.
Contohnya adalah sinus node dysfunction dan blok jantung.

12. Sinus node dysfunction. HR yang lambat yang disebabkan oleh


SA node yang abnormal. Diterapi dengan pacemaker.

13. Blok jantung. Suatu penundaan (delay) atau blok total impuls listrik
ketika berjalan dari sinus node ke ventrikel. Blok atau delay dapat
terjadi pada AV node atau sistem HIS purkinje. Jantung berdenyut
ireguler dan sering lebih lambat. Jika serius blok jantung perlu
diterapi dengan pacemaker.

A. Macam-Macam Aritmia

a. Sinus Takikardi
Meningkatnya aktifitas nodus sinus, gambaran yang penting pada
ECG adalah : laju gelombang lebih dari 100 X per menit, irama
teratur dan ada gelombang P tegak disandapan I,II dan aVF.
b. Sinus bradikardi
Penurunan laju depolarisasi atrim. Gambaran yang terpenting pada
ECG adalah laju kurang dari 60 permenit, irama teratur, gelombang
p tgak disandapan I,II dan aVF.
c. Komplek atrium prematur
Impul listrik yang berasal di atrium tetapi di luar nodus sinus
menyebabkan kompleks atrium prematur, timbulnya sebelu denyut
sinus berikutnya. Gambaran ECG menunjukan irama tidak teratur,
terlihat gelombang P yang berbeda bentuknya dengan gelombang P
berikutnya.
d. Takikardi Atrium
Suatu episode takikardi atrium biasanya diawali oleh suatu
kompleks atrium prematur sehingga terjadi reentri pada tingkat
nodus AV.
e. Fluter atrium.
Kelainan ini karena reentri pada tingkat atrium. Depolarisasi atrium
cept dan teratur, dan gambarannya terlihat terbalik disandapan II,III
dan atau aVF seperti gambaran gigi gergaji
f. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium bisa tibul dari fokus ektopik ganda dan atau daerah
reentri multipel. Aktifitas atrium sangat cepat.sindrom sinus sakit
g. Takikardi ventrikuler
Pada jenis aritmia ini, sinyal listrik yang salah muncul dari bilik
jantung yang menyebabkan bilik berdenyut lebih cepat. Takikardia
ventrikular hampir selalu terkait dengan dengan penyakit jantung
atau serangan jantung yang baru terjadi, serta dapat berubah
menjadi aritmia yang serius.
E. Etiologi
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik,
peradangan miokard (miokarditis karena infeksi)
2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau
spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin
dan obat-obat anti aritmia lainnya
4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia,
hipokalemia)
5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang
mempengaruhi kerja dan irama jantung
6. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor
jantung
10. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi
(fibrosis sistem konduksi jantung)

Takikardi aritmia
Etiologi : suatu sirkuit re-entri terjadi karena adanya jalur tambahan:
a. Diantara atrium dan ventrikel.
b. Diantara antrium dan AV Node.

Fibrilasi atrium
Etiologi : atrium mengalami depolarisasi secara spontan dengan
cepat dan tidak beraturan (300 x /menit)

Flutter atrium
Etiologi : depolarisasi atrium dgn kecepatan 300 x /menit

Takikardia ventrikel
Etiologi : aktivitas miokardium ventrikel yang di picu secara
abnormal, disebabkan gangguan metabolik

Bradikardia
Etiologi : karena kegagalan SA Node untuk menyebabkan
depolarisasi regular, atau kegagalan sistem konduksi dalam
meneruskan depolarisasi ventrikel
F. Pathofisiologi
Di dalam jantung terdapat sel-sel yang mempunyai sifat automatisasi
artinya dapat dengan sendirinya secara teratur melepaskan rangsang.
Impuls yang di hasilkan dari sel-sel ini akan digunakan untuk
menstimulus otot jantung untuk melakukan kontraksi.
Sel-sel tersebut adalah SA node, AV node, Bundle His, dan serabut
Purkinjee. Secara normal, impuls akan di hasilkan oleh SA node, yang
kemudian diteruskan ke AV node, bundle his, dan terakhir ke serabut
purkinje. Terjadinya aritmia dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Faktor yang pertama ialah menurunnya fungsi SA node, sehingga AV
node menghasilkan impuls sendiri, impuls ini akan diteruskan seperti
biasanya sampai ke serabut purkinje. Pada serabut purkinje akan
diterima 2 impuls yang berasal dari SA node dan AV node sehingga
menyebabkan mekanisme reentry. Kedua, impuls yang dihasilkan oleh
SA node, akan terhambat pada percabangan SA node (Sinus arrest)
sehingga impuls tidak sampai ke AV node, maka AV node secara
otomatis akan menghasilkan impuls sendiri sehingga timbul juga irama
jantung tambahan. Penghambatan impuls tidak hanya dapat terjadi
pada percabangan SA node, tetapi dapat terjadi pada bundle his juga.
Gangguan irama jantung secara elektrofisiologik dapat disebabkan oleh:
1. Gangguan pembentukan rangsang
Gangguan ini dapat terjadi secara aktif atau pasif. Bila gangguan
rangsang terbentuk secara aktif di luar urutan jaras hantaran
normal, seringkali menimbulkan gangguan irama ektopik; dan bila
terbentuk secara pasif sering menimbulkan escape rythm (irama
pengganti).
a. Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsang ektopik
secara aktif dan fenomena reentry.
b. Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang
normal tidak atau belum sampai pada waktu tertentu dari irama
normal, sehingga bagian jantung yang belum atau tidak
mendapat rangsang itu bekerja secara automatis untuk
mengeluarkan rangsangan intrinsik yang memacu jantung
berkontraksi. Kontraksi inilah yang dikenal sebagai denyut
pengganti (escape beat).
c. Active ectopic firing terjadi pada keadaan di mana terdapat
kenaikan kecepatan automasi pembentukan rangsang pada
sebagian otot jantung yang melebihi keadaan normal, atau
mengatasi irama normal.
d. Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade
unidirectional (blokade terhadap rangsang dalam arah
antegrad), di mana rangsang dari arah lain dapat masuk
kembali secara retrograd melalui bagian yang mengalami
blokade tadi, setelah masa refrakternya dilampaui (gambar 1).
Keadaan ini menimbulkan rangsang baru secara ektopik
(ectopic beat).
Bila reentry terjadi secara cepat dan berulang-ulang atau tidak
teratur (pada beberapa tempat), maka dapat menimbulkan
keadaan takikardia ektopik atau fibrilasi.
2. Gangguan penghantaran (konduksi) rangsang
Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan
pada hambatan (konduksi) aliran rangsang yang disebut blokade.
Hambatan tersebut mengakibatkan tidak adanya aliran rangsang
yang sampai ke bagian miokard yang seharusnya menerima
rangsang untuk dimulai kontraksi. Blokade ini dapat terjadi pada
tiap bagian sistem hantaran rangsang (conduction system), mulai
dari nodus SA atrium, nodus AV, jaras His dan cabang-cabang jaras
kanan dan kiri sampai pada percabangan Purkinje dalam miokard.
3. Gangguan pembentukan dan penghantaran rangsang
Gangguan irama jantung dapat terjadi sebagai akibat gangguan
pembentukan rangsang bersama gangguan hantaran rangsang.

D. Manifestasi klinis
a) Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak
teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra,
denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran
urin menurun bila curah jantung menurun berat.
b) Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung,
letargi, perubahan pupil.
c) Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat
antiangina, gelisah
d) Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan;
bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada
menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri
(edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
e) demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema
(trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

E. Pemeriksaan Penunjang
2. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan
konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek
ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
3. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin
diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh
gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat
digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat
antidisritmia.
4. Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan
jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
5. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea
iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi
normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan
pompa.
6. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk
mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
7. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium
dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
8. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat
jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh
digitalis, quinidin.
9. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar
tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
10. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan
proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus
disritmia.
11. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat
menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

F. Penatalaksanaan Medis
12. Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a. Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
a) Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi
pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau
flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan
aritmi yang menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
b) Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard,
ventrikel takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT

c) Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
b. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina
pektoris dan hipertensi
c. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
d. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia
13. Terapi mekanis
a) Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk
menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya
merupakan prosedur elektif.
b) Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada
keadaan gawat darurat.
c) Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk
mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang
mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami
fibrilasi ventrikel.
d) Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan
stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol
frekuensi jantung.
G. Pengkajian
14. Riwayat penyakit
a.) Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
b.) Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit
katup jantung, hipertensi
c.) Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya
kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi
d.) Kondisi psikososial

15. Pengkajian fisik


a) Aktivitas : kelelahan umum
b) Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi
mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak
teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan
kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema;
haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat.
c) Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas,
takut, menolak,marah, gelisah, menangis.
d) Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran
terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan,
perubahan kelembaban kulit
e) Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi,
bingung, letargi, perubahan pupil.
f) Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat
hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
g) Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk,
perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas
tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan
komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema
paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
h) Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi,
eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus
otot/kekuatan
H. Diagnosa keperawatan dan Intervensi
16. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.

Kriteria hasil :
a Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan
oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba
sama, status mental biasa
b Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia
c Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
1) Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi,
keteraturan, amplitudo dan simetris.
2) Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya
denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
3) Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi
jaringan.
4) Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi;
disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung
5) Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi
aktivitas selama fase akut.
6) Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan
stres misal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi
7) Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan
faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal
contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD
8) Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
Kolaborasi :
9) Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
10)Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
11) Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi
12)Siapkan untuk bantu kardioversi elektif
13)Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
14)Masukkan/pertahankan masukan IV
15)Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif
16)Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau
defibrilator

1. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi


pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/salah
pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
Kriteria hasil :
a) menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan
b) Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek
samping obat
Intervensi :
c) Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal
d) Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan
terapeutik pada pasien/keluarga
e) Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh
kelemahan, perubahan mental, vertigo.
f) Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa
obat diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan
bila dosis terlupakan
g) Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan
berlebihan
h) Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein
i) Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk
dibawa pulang
j) Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu
jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis
DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses


penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4.
Jakarta : EGC ; 1994.
2. Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI ; 1996
3. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica
Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
4. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih
bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
5. Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2001

Anda mungkin juga menyukai