Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

LATAR BELAKANG

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD)


merupakan suatu proses patofisiologi dengan etiologi beragam yang ditandai dengan
adanya penurunan fungsi ginjal yang progresif. Adanya penurunan fungsi ginjal yang
progresif pada akhirnya sering menyebabkan terjadinya suatu keadaan yang disebut
sebagai gagal ginjal.1-2 Data dari American Kidney Fund pada tahun 2015,
menyatakan bahwa penyakit ginjal merupakan penyakit nomor 9 penyebab kematian
terbanyak di Amerika Serikat (AS), dengan estimasi angka kejadian CKD sebesar 31
juta jiwa atau 10% dari total penduduk dewasa di AS. 3 Berdasarkan data epidemiologi
disebutkan penyebab terbanyak CKD adalah diabetes mellitus (44%) dan hipertensi
(28.4%).3 Sedangkan di Indonesia, data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013 menyatakan bahwa prevalensi CKD berdasarkan diagnosis dokter yaitu sebesar
0.2%.4 Data lain dari 7th Report of Indonesian Renal Registry, menyatakan bahwa
pada tahun 2014, penyebab gagal ginjal terbanyak adalah hipertensi (37%) dan
diabetes mellitus (27%).5
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap CKD adalah konsumsi dari
fruktosa.x Frukotosa merupakan karbohidrat sederhana yang terdiri dari satu unit gula
(monosakarida). Sumber utama fruktosa yaitu berasal dari buah-buahan, sayur, dan
madu. Selain fruktosa, sukrosa yang merupakan karbohidrat sederhana terdiri dari
dua unit gula (disakarida). Sumber utama sukrosa yaitu berasal dari gula dapur.
Berdasarkan panduan konsumsi gula menurut American Heart Association (AHA),
disebutkan bahwa rekomendasi konsumsi gula dalam 1 hari untuk laki-laki yaitu
sebesar 150 kkal/hari atau 37.5 gram/hari yang setara dengan 9 sendok teh, dan
perempuan yaitu sebesar 100 kkal/hari atau 25 gram/hari yang setara dengan 6
sendok teh.6
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, disebutkan bahwa pengaruh
konsumsi fruktosa terhadap kejadian CKD berkaitan dengan metabolisme fruktosa

Universitas Tarumanagara 1
yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar asam urat yang akan berpengaruh
pada fungsi ginjal.7 Tujuan dari tulisan ini adalah untuk memberikan informasi
mengenai pengaruh konsumsi fruktosa terhadap CKD.

Universitas Tarumanagara 2
BAB 2
PENYAKIT GINJAL KRONIS

2.1 DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal.8

2.2 EPIDEMIOLOGI
Penyakit gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang diderita oleh satu dari sepuluh
orang dewasa. Tanpa pengendalian yang tepat dan cepat, pada tahun 2015 penyakit
ginjal diperkirakan bisa menyebabkan kematian hingga 36 juta penduduk dunia. Di
Amerika Serikat, prevalensi penderita gagal ginjal kronis mengalami peningkatan.
Menurut National and Nutrition Examination Survey (NHANES) data dari tahun
1988-1994 menunjukkan bahwa penderita gagal ginjal kronik adalah 10% dari
populasi warga Amerika Serikat. Survey yang sama yang dilakukan dari tahun 1999-
2004 menunjukkan peningkatan sebesar 13,1%. Peningkatan ini juga berdasarkan dari
jumlah penderita diabetes dan hipertensi yang berkontribusi dalam peningkatan
prevalensi penderita gagal ginjal kronik.9
Sebagaimana di negara-negara berkembang lainnya, insidensi dan prevalensi
gagal ginjal kronik terminal di Indonesia juga belum diketahui dengan pasti.
Namun,besarnya prevalensi gagal ginjal kronik terminal di Indonesia diperkirakan
sebesar 200 250 orang tiap 1 juta penduduk pertahun.10

2.3 FAKTOR RISIKO


Penyakit ginjal kronis merupakan suatu penyakit multifaktorial. Faktor risiko
terjadinya penyakit ginjal kronis terbagi menjadi dua, yaitu yang tak dapat
dimodifikasi antara lain jenis kelamin laki - laki, hipertensi, diabetes melitus,
penyakit kardiovaskular, riwayat PGK pada keluarga dan sindroma metabolik.

Universitas Tarumanagara 3
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi yaitu obesitas, merokok, asupan tinggi
protein, penggunaan obat - obat antiinflamasi non steroid.11

2.4 ETIOLOGI
Penyebab penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara
lain. Tabel 2.1 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit ginjal kronik di
Amerika Serikat.8
Tabel 2.1 Penyebab Utama dan Inside Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat8

Penyebab Insiden

Diabetes melitus : 44 %
Tipe 1 (7%)
Tipe 2 (37%)

Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%

Glomerolunefritis 10%

Nefritis interstitialis 4%

Kista dan penyakit bawaan lain 3%

Penyakit sistemik (lupus dan vaskulitis) 2%

Neoplasma 2%

Tidak diketahui 4%

Penyakit lain 4%

Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat


penyebab gagal ginjal yang mengalami hemodialisis di Indonesia.8

Universitas Tarumanagara 4
Tabel 2.2 Penyebab Gagal Ginjal yang mengalami Hemodialisis di Indonesia8

Penyebab Insiden

Glomerolunefritis 46,39%

Diabetes Melitus 18,65%

Obstruksi dan Infeksi 12,85%

Hipertensi 8,46%

Sebab lain 13,65%

Tabel 2.3 Stadium PGK bergantung dengan perkiraan GFR.8

Stadium Deskripsi GFR


PGK mL/menit/1,73 m3

1 Kerusakan ginjal dengan GFR 90


normal atau meningkat

2 Kerusakan ginjal dengan 60-89


penurunan GFR ringan

3 Penurunan GFR sedang 30-59

4 Penurunan GFR berat 15-29

5 Gagal ginjal <15

2.5 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun
perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan
berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadi hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti
peningkatan tekanan kapiler dan 10 aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan

Universitas Tarumanagara 5
fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif
lagi.12
Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi
yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada
arteriol di seluruh tubuh, ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) dinding
pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini adalah ginjal. Ketika
terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh darah akan
melebar. Namun di sisi lain, pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah
menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk membuang
kelebihan air serta zat sisa dari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam
tubuh kemudian dapat menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat,
sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus yang berbahaya.13

BAB 3
FRUKTOSA, SUKROSA, PEMANIS BUATAN DAN METABOLISMENYA
DI DALAM TUBUH

Universitas Tarumanagara 6
Karbohidrat adalah turunan aldehida keton dari alkohol polihidrat. Karbohidrat
diklasifikasikan sebagai berikut:14
1. Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi
karbohidrat yang lebih sederhana. Monosakarida ini dapat diklasifikasikan
sebagai triosa, tetrosa, pentosa, heksosa, atau heptosa, bergantung pada
jumlah atom karbon; dan sebagai aldosa atau ketosa bergantung pada gugus
aldehida atau keton yang dimiliki senyawa tersebut. Contoh-contoh disajikan
di Tabel 3.1.
2. Disakarida adalah produk kondensasi dua unit monosakarida, contohnya
maltosa, sukrosa dan laktosa.
3. Oligosakarida adalah produk kondensasi tiga sampai sepuluh unit
monosakarida. Sebagian oligosakarida tidak dicerna oleh enzim manusia.
Polisakarida adalah produk kondensasi lebih dari sepuluh unit monosakarida,
contohnya pati dan dekstrin yang mungkin merupakan polimer linier atau bercabang.
Selain pati dan dekstrin, makanan mengandung beragam polisakarida lain yang secara
kolektif dinamai polisakarida nonpati; zat ini tidak dicerna oleh enzim manusia, dan
merupakan komponen utama serat dalam makanan, contohnya selulosa dari dinding
sel tumbuhan (suatu polimer glukosa) dan inulin, yaitu simpanan karbohidrat pada
beberapa tumbuhan (suatu polimer fruktosa).

Tabel 3.1 The Major Dietary Carbohydrates15


Class (DPa) Subgroup Principal components

Sugars (12) Monosaccharides Glucose, fructose, galactose

Universitas Tarumanagara 7
Disaccharides Sucrose, lactose, maltose,
trehalose

Polyols (sugar alcohols) Sorbitol, mannitol, lactitol,


xylitol, erythritol, isomalt,
maltitol

Oligosaccharide Malto- oligosaccharides (a- Maltodextrins


s (39) (short- glucans)
chain Non-a-glucan Raffinose, stachyose, fructo and
carbohydrates) oligosaccharides galacto oligosaccharides,
polydextrose, inulin

Polysaccharides Starch (a-glucans) Amylose, amylopectin, modified


(X10) starches

Non-starch polysaccharides Cellulose, hemicellulose, pectin,


(NSPs) arabinoxylans, b-glucan,
glucomannans, plant gums and
mucilages, hydrocolloids

aDegree of polymerization or number of monomeric (single sugar) units. Based on

Food and Agriculture Organization/World Health Organization Carbohydrates in


Human Nutrition report (1998), and Cummings et al. (1997).

Universitas Tarumanagara 8
Gambar 3.1 Struktur Glukosa, Sukrosa, dan Fruktosa7

3.1 FRUKTOSA
Fruktosa adalah monosakarida yang dapat ditemukan di buah, sayur, dan madu.
Sumber utama frutosa pada diet manusia adalah sukrosa atau High Fructose Corn
syrup (HFCS) yang terdiri dari fruktosa dan sukrosa dengan rasio seperti HFCS 55
yang mengindikasikan 55% frukosa. Pemanis ini lebih disukai oleh industri makanan
karena harganya lebih murah dan ketidakmampuan fruktosa untuk menstimulasi
insulin dengan cepat dan leptin dan menginhibisi ghrelin, yang semuanya
berpengaruh terhadap pusat rasa puas di sistem saraf pusat.7,16
Fruktosa adalah yang paling manis dibanding sukosa maupu glukosa.
Segingga lebih sedikit fruktosa yang dibutuhkan dibanding gula dapur. Fruktosa
memiliki tingkat kemanisan 1,7, sukrosa 1 dan glukosa 0,74. Fruktosa juga lebih
cepat larut dibanding gula lain karena lebih higroskopik dan mengikat air lebih kuat.
Berarti fruktosa dapat digunakan untuk memperpanjang lama penyimpanan produk
diabanding gula lain.17
Fruktosa yang berasa dari bahan alami ataupun HFCS ditransportasi menuju
epitel saluran pencernaan melalui transporter glukosa GLUT5 di enterosit. Fruktosa
di sel kemudian di transportasikan menuuju darah oleh GLUT 2 yang ada di
permukaan basolateral enterosit.7

Universitas Tarumanagara 9
Fruktosa di darah di transportasikan ke hati dimana ia akan dimetabolisme.
Fruktosa dimetabolisme di hati, otot, dan ginjal. Pada otot dan ginjal, fruktosa
difosforilasi oleh hexokinase, sedangkan pada hati, fruktosa dimetabolisme oleh
fruktokinase menjadi fruktosa-1-fosfat yang dengan fruktosa-1-fosfat aldolase
(aldolase B) diubah menjadi gliseraldehid dan dihidroksiaseton fosfat (DHAP).
DHAP akan diubah menjadi gliseraldehida-3-fosfat (GA3P) oleh isomerase triose
fosfat. Gliseraldehida akan difosforilasi oleh ATP dan triose kinase menjadi GA3P
juga. Sehingga, kedua produk hidrolisis fruktosa masuk kedalam jalur glikolisis
dalam bentuk GA3P (Lihat Gambar 3.2).7

Gambar 3.2 Metabolisme Fruktosa

Selain jalur glikolisis, fruktosa dan glukosa juga dimetabolisme melalui


glukoneogenesis, glikogenolisis, siklus tricaboxylic acid, Cori cycle, jalur pentose
phosphate dan jalur sintesis lipid. Setelah masuk kedalam sel, fruktosa diubah
menjadi fruktosa-6-fosfat oleh hexokinase, yang akan kemudian diubah menjadi
fruktosa-1,6-bifosfonat oleh enzim isomerase. Enzim phosphofruktokinase 1 (PFK-1)
memfosforilasi fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa 1,6-bifosfat. Aldolase A bereaksi

Universitas Tarumanagara 10
pada fruktosa 1,6 bifosfat untuk menghasilkan GA3P dan DHAP yang akan
dimetabolisme menjadi piruvat.7
Proses metabolisme tersebut menyebabkan penurunan fosfat dalam sel,
berkurangnya jumlah ATP (adenosine triphosphate) yang berakibat penghambatan
sementara dari sintesa protein serta menghasilkan AMP (adenosine monophosphate)
yang kemudian dipecah menjadi IMP (inosine monophosphate) dan asam urat (lihat
skema 2). Fruktosa 1-fosfat yang kemudian dimetabolisme oleh aldolase B dan enzim
lainnya yang meningkatkan asilgliserol, diasilgliserol serta pembentukan glikogen
dan trigliserida.18

Gambar 3.3 Metabolisme Fruktosa menjadi Asam Urat. KHK, ketoheksokinase18

Fruktosa dimetabolisme lebih cepat dibanding glukosa. Dengan


mengkonsumsi banyak fruktosa, sintesa GA3P, DHAP, dan acetyl-CoA akan
meningkat, sehingga memicu biosintesis lipid di hati.7
Metabolisme fruktosa berbeda dengan glukosa dalam beberapa hal. Glukosa
memasuki sel melalui mekanisme tergantung insulin (GLUT 4) di jaringan lemak dan
otot rangka, sedangkan fruktosa melalui mekanisme tidak tergantung insulin (GLUT
5). Insulin meningkatkan jumlah transporter glukosa di membran sel yang membuat
glukosa masuk ke dalam sel. Fruktosa tidak menyebabkan pelepasan insulin dari sel
beta pankreas karena kurangnya fruktokinase disana.7
Sumber dari fruktosa adalah sari buah, madu, hidrolisis gula bit atau tebu dan
inulin, isomerisasi enzimatik sirup glukosa untuk pembuatan makanan.14

Universitas Tarumanagara 11
3.2 SUKROSA
Sukrosa adalah gula yang kita kenal sebagai gula dapur. Biasanya diekstrak dari tebu
atau bit. Bila diberi panas atau asam maka ia akan terhidrolisis membentuk glukosa
dan fruktosa. Struktur molekul sukrosa dapat dilihat pada gambar 1.17
Sukrosa terdiri dari glukosa dan fruktosa yang bergabung oleh ikatan -
glycosidic dengan karbon 1 berupa glukosa dan karbon 2 berupa fruktosa. Sukrosa di
hidrolisis di permukaan sel epitel intestinal. Enzim yang berperan adalah -
fructosidase yang disebut juga sukrase. Kedua gula tersebut kemudian dibawa oleh
transport khusus: glukosa oleh transporter SGLT 1 dan fruktosa oleh transporter
GLUT 5.19
Sumber fruktosa antara lain gula tebu dan bit, sorghum serta beberapa buah
dan sayuran.14

3.3 PEMANIS BUATAN


Pemanis buatan , disebut juga substitusi gula, pemanis alternatif, atau pemanis non-
gula, adalah zat yang digunakan untuk mengganti gula pada makanan. Pemanis
buatan sering disebut juga pemanis tidak bernutrisi atau disebut juga high-intensity
sweeteners karena digunakan dalam jumlah yang sangat sedikit, tidak memberi kalori
pada makanan.20
a. Struktur molekul

Gambar 3.4 Struktur Molekul Sakarin (C7H5O3NS)21

Gambar 3.5 Struktur Molekul Aspartam (C13H18O5N2)21

Universitas Tarumanagara 12
b. Metabolisme
Sakarin melewatin saluran pencernaan manusia tanpa dicerna sama sekali.
Sebaliknya, aspartam dipecah menjadi 3 komponen: fenilalanin, aspartat, dan
metanol. Fenilalanin dan aspartat ditangani oleh enzim di lambung dan usus halus,
sedangkan metanol ditransportasi ke hati untuk detoksifikasi. Meskipun metanol
adalah zat yang berbahaya, hanya sedikit yang diproduksi dalam metabolism
aspartam (10% berat badan).21
Masalah lain pada aspartam ialah fenilalanin yang diproduksi dalam
pemecahan tersebut. Sebagian kecil dari populasi memiliki kelainan genetik yang
disebut fenilketouria (PKU). Terlihat dalam diagram ini metabolism fenilalanin,
dimana orang yang memiliki PKU tidak dapat merubah fenilalanin menjadi tirosin,
asam amino lain:21

Gambar 3.6 Metabolisme Aspartam21

Tirosin dalam tubuh diubah menjadi L-Dopa, yang kemudian dikonversi


menjadi neurotransmiter dasar. Seseorang dengan fenilketouria, kekurangan enzim
yang dapat mengkonversi fenilalanin menjadi tirosin. Menyebabkan penumpukan
fenilalanin di jaringan saraf, sehingga menyebabkan retardasi mental. Oleh karena itu,
semua produk makanan yang mengandung aspartam memberi peringatan yang

Universitas Tarumanagara 13
menyebutkan orang dengan PKU tidak boleh mengonsumsinya. Untk alasan ini juga
wanita hamil sebaiknya tidak mengonsumsi aspartam karena kemungkinan janin
mungkin memiliki PKU. Hal ini akan menurunkan kemungkinan retardasi mental
pada anak.21
Tabel 3.2 Daftar Pemanis Buatan yang Disetujui oleh Food and Drug Administration
(FDA) Amerika22
Sweetener Regulatory Multiplier of Acceptable Number of
Status Sweetness Daily Intake Tabletop
Intensity (ADI) Sweetener
Compared to Packets
Table Sugar milligrams Equivalent to
(Sucrose) per kilogram ADI*
body weight
per day
(mg/kg bw/d)

Acesulfame Approved as a 200 x 15 23


sweetener and
Potassium flavor enhancer
(Ace-K) in foods
generally (except
in meat and
poultry)

Advantame Approved as a 20,000 x 32.8 4,920


sweetener and
flavor enhancer
in foods
generally (except
in meat and
poultry)

Aspartame Approved as a 200 x 50 75


sweetener and
flavor enhancer
in foods
generally

Neotame Approved as a 7,000-13,000 x 0.3 23

Universitas Tarumanagara 14
sweetener and (sweetness
flavor enhancer intensity at
in foods 10,000 x
generally (except sucrose)
in meat and
poultry)

Saccharin Approved as a 200-700 x 15 45


sweetener only in
certain special (sweetness
dietary foods and intensity at 400
as an additive x sucrose)
used for certain
technological
purposes

Siraitia SFGE containing 100-250 x NS*** ND


grosvenorii 25%, 45% or
Swingle 55% Mogroside
(Luo Han V is the subject
Guo) fruit of GRAS notices
extracts for specific
(SGFE) conditions of use

Certain 95% pure 200-400 x 4** 9


high purity glycosides
steviol (sweetness
glycosides Subject of GRAS intensity at 300
purified notices for x sucrose)
from the specific
leaves of conditions of use
Stevia
rebaudiana
(Bertoni)
Bertoni

Sucralose Approved as a 600 x 5 23

Universitas Tarumanagara 15
sweetener in
foods generally

* Number of Tabletop Sweetener Packets a 60 kg (132 pound) person would need to


consume to reach the ADI. Calculations assume a packet of high-intensity sweetener
is as sweet as two teaspoons of sugar.

**ADI established by the Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives


(JECFA)

*** NS means not specified. A numerical ADI may not be deemed necessary for
several reasons, including evidence of the ingredient's safety at levels well above the
amounts needed to achieve the desired effect (e.g., as a sweetener) in food.

Pengecualian untuk aspartame yang merupakan satu satunya nutritive high-


intensity sweetener, mengandung lebih dari dua persen kalori yang sebanding dengan
gula, terbalik dengan pemanis tidak bernutrisi yang mengandung kurang dari 2 persen
kalori sebanding dengan gula.22
Sebagian high-intensity sweeteners tidak termasuk dalam produk daging dan
unggas karena perusahaan yang meminta persetujuan FDA Amerika tidak
mengajukan permintaan untuk penggunaan tersebut.22

BAB 4

Universitas Tarumanagara 16
EFEK KONSUMSI FRUKTOSA, SUKROSA DAN PEMANIS BUATAN
TERHADAP PENYAKIT GINJAL KRONIS

4.1 FRUKTOSA TERHADAP PENYAKIT GINJAL KRONIS


Konsumsi fruktosa telah mengalami pengingkatan yang drastis selama abad
terakhir ini dan belakangan disangkutkan sebagai kontributor potensial penyebab
hipertensi, inflamasi dan penyakit ginjal. Fruktosa dibedakan dengan gula lain karena
terbentuknya asam urat pada metabolismenya. Kadar asam urat serum telah
dibuktikan berhubungan dengan konsumsi fruktosa dan gula tambahan. Kemudian
juga, peningkatan asam urat dalam serum berhubungan dengan hipertensi, inflamasi
dan penyakit ginjal kronik (CKD), intervensi awal dengan inhibitor xanthine oksidase
seperti alopurinol menunjukkan keuntungan, baik pada pasien normal maupun
dengan penurunan fungsi renal.23
Penelitian dilakukan oleh Brymora et al, mengenai diet rendah fruktosa pada
pasien penyakit ginjal kronik, dengan 28 pasien (17 laki-laki, 11 perempuan) dengan
CKD Stage 2 dan 3. Kriteria inklusi meliputi umur 18-70 tahun, dengan non-diabetic
CKD, dengan fungsi renal stabil yang ditentukan berdasarkan GRF < 20% selama 6
bulan sebelumnya. Kriteria eksklusi meliputi IMT < 18 kg/m2, terdapat gejala Gout,
riwayat tranplantasi ginjal atau penggunaan imunosupresan dalam 3 bulan terakhir,
riwayat infeksi bakteri dan virus dalam 3 bulan terakhir. Penelitian berisi studi
laboratorium yang dilakukan setelah diet rendah fruktosa selama 6 minggu, kemudian
penilaian akhir setelah kembali ke diet reguler selama 6 minggu. Untuk menetapkan
diet reguler, dicatat konsumsi makanan sehari-hari pasien selama 2 minggu melalui
kuesioner dan wawancara harian dengan ahli gizi. Kemudian pasien diinstruksikan
untuk mengurangi konsumsi sukrosa dan pemanis buatan pada makanan dan
minuman selama 6 minggu. Diet rendah fruktosa cenderung memperbaiki tekanan
darah pada semua pasien. Tidak ada efek pada GFR atau proteinuria. Kadar asam urat
dalam serum menurun namun tidak signifikan pada diet rendah fruktosa. Sedikit

Universitas Tarumanagara 17
reduksi asam urat urin dan fraksi ekskresi asam urat ditemukan pada saat diet rendah
fruktosa.23
Meskipun asam urat memiliki aktivitas antioksidan di ekstraseluler, saat ia
memasuki sel seperti sel otot polos pembuluh darah dan adiposit, maka dapat
memiliki efek yang tidak baik. Asam urat memiliki efek menghambat nitrit oksida
(NO), induksi agregasi platelet, dan aktivitas proinflamasi. 24 Asam urat juga dapat
menstimulasi proliferasi sel otot polos pembuluh darah dan pelepasan substansi
kemotaktik dan inflamasi, menginduksi kemotaksis monosit, menghambat proliferasi
dan migrasi sel endothelial, menyebabkan stres oksidatif di adiposit, yang membuat
gangguan sekresi adiponektin.16
Mazzali et al. melaporkan bahwa tikus yang memiliki peningkatan konsentrasi
asam urat dalam serum mengalami hipertensi dengan hubungan langsung terhadap
kadar asam urat dalam pembuluh darah. Hiperurisemia dapat menyebabkan hipertensi
melalui jalur yang meliputi reduksi sintesis nitrit oksida dalam makula densa ginjal,
stimulasi sistem renin-angiostensin (RAAS) dan reduksi perfusi renal.24
Iseki dkk menemukan bahwa kadar asam urat dalam serum >8mg/dL
berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit ginjal kronik tiga kali lebih besar pada
pria dan sepuluh kali lebih besar pada wanita. 24 Pada penelitian terhadap hewan, tikus
dengan hiperurisemia menunjukkan hipertrofi renal, roteinuria, fibrosis intersisial,
arteriolopati preglomerulus dan glomerulosklerosis. Asam urat dapat
mengeksaserbasi cedera ginjal dengan beberapa mekanisme termasuk aktivasi RAAS,
inhibisi sintesis nitrit oksida neuronal, stimulasi proliferasi sel otot polos pembuluh
darah, dan ekspresi COX-2 pada dinding pembuluh darah. Dalam hal ini, pemberian
terapi alopurinol pada individu dengan hiperurisemia selama 4 bulan menunjukkan
penurunan kadar tekanan darah sistolik dan proteinuria; peningkatan rasio filtrasi
glomerulus; dan memperbaiki disfungsi endothelial.24
Bomback AS, et al juga melaporkan mengenai konsumsi minuman yang
diberikan tambahan gula terhadap progresivitas penyakit ginjal kronik. Hasil dari
observasi selama 5 tahun tidak menunjukkan hubungan antara tingginya minuman
dengan gula pemanis dan progresi dari munculnya CKD. Walau pun dari penelitian

Universitas Tarumanagara 18
yang sebelumnya dilaporkan, konsumsi tinggi dari soda dengan tinggu gula
berhubungan dengan renal injury sehubungan dengan peningkatan serum creatinin
dan munculnya albuminuria. Namun pada minuman dengan gula pemanis tidak
didapatkan hubungan perubahan GFR atau UACR, bahkan pada konsumsi soda diet.25
Shoham dan teman melakukan penelitian analisis cross-sectional yang lebih
dari 9.300 orang dari survei the National Health and Nutrition. Penulis meneliti
mengenai kerusakan ginjal akut akibat fruktosa dan adanya albuminuria. Didapatkan
hasil bahwa adanya albuminuria dimediasi melalui efek fruktosa.26

4.2 MINUMAN MENGANDUNG PEMANIS BUATAN DAN FAKTOR


RESIKO PENYAKIT GINJAL KRONIS
Faktor resiko penyakit kardiovaskuler seperti obesitas, diabetes, hipertensi dan
dislipidemia berhubungan dengan perkembangan PGK. Konsumsi minuman
mengandung pemanis buatan direlasikan dengan perkembangan dari beberapa
kondisi.26
Pada penambahan berat badan, konsumsi minuman mengandung pemanis
buatan direlasikan dengan perkembangan sejumlah kelainan metabolik. Pada
metaanalisis yang dilakukan oleh Malik dengan cara 8 prospektif kohort yang
melibatkan 310.000 peserta menunjukkan resiko 26% untuk perkembangan Diabetes
tipe 2 pada individu dengan kategori tinggi konsumsi minuman mengandung pemanis
buatan. Penelitian oleh Raben membandingkan efek dari konsumsi tinggi sukrosa
dengan konsumsi pemanis buatan dalam meningkatkan profil metabolik postprandial
pada 23 pasien dengan overweight. 12 pasien secara acak diberi sukrosa dan 11
pasien diberikan pemanis buatan. Setelah 10 minggu dilihat, pasien yang
mengonsumsi sukrosa didapatkan peningkatan signifikan dari glukosa postprandial,
insulin dan profil lipid dibandingkan dengan pemanis buatan.26
Pada keadaan kelainan metabolik, dapat dikaitkan antara konsumsi gula dengan
perubahan tekanan darah. Pada uji prospektif pada 810 orang dewasa, penurunan
konsumsi gula dan minuman mengandung pemanis pada 1 penyajian/hari akan

Universitas Tarumanagara 19
menurunkan 1,8 mmHg tekanan darah sistolik dan menurunkan 1,1 mmHg tekanan
darah diasstolik selama periode followup 18 bulan.26
Cheungpasitporn dan teman melakukan metaanalisis mendapatkan bahwa efek
pemanis buatan juga diperiksa dan meningkatkan resiko untuk PGK. Hasil dari
metaanalisis ini menyarankan untuk meningkatkan sample untuk mendeteksi
hubungan signifikan antara minuman mengandung pemanis dengan progesi PGK.26
Beberapa penelitian tersebut menyimpulkan pada konsumsi minuman
mengandung pemanis terutama mengandung sirup jagung fruktosa telah diduga
mengakibatkan obesitas, diabetes dan hipertensi di US. Karena hipertensi dan
diabetes adalah faktor resiko penting dalam perkembangan PGK. Beberapa peneliti
menunjukkan tidak ada hubungan antara konsumsi minuman manis dengan PGK, dan
lebih dari 2 penelitian menujukkan adanya hubungan minuman manis dengan PGK.
Hal ini menegaskan bahwa kemungkinan adanya ketergantungan dengan dosis gula
antara konsumsi fruktosa dengan kerusakan ginjal. Kemungkinan ada efek fruktosa
pada faktor resiko PGK dan hiperurisemia.26
4.3 SUKROSA TERHADAP PENYAKIT GINJAL KRONIK
Anemia merupakan salah satu penyakit yang biasanya ada pada pasien dengan
penyakit ginjal kronik ketika laju filtrasi glomerular pasien menurun hingga dibawah
60ml/menit. Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan terutama karena
defisiensi eritropoetin. Anemia yang ada berupa anemia normositik normokron
dengan masa hidup eritrosit yang memendek, dan kadang disertai anemia defisiensi
besi.27
Penelitian dari Pavan P dan Mira K, membandingkan ferrous sukrosa dengan
ferrous dekstrosa pada pasien PGK pada perawatan tersier rumah sakit. Metode yang
digunakan berupa studi observasional dan prospektif. Pasien di monitor setiap 4
minggu selama 3 bulan, dan diobservasi kemajuan klinis dan hematological serta efek
samping dari pemberian sukrosa dan dekstrosa tersebut. Hasilnya, total 48 pasien
yang diberikan sukrosa dibandingkan dengan kelompok control 57 pasien yang
diberikan dekstrosa. Sukrosa dan dekstrosa memberikan kemajuan hemoglobin dan
serum ferritin secara signifikan diakhir penelitian. Rata-rata kenaikan hemoglobin

Universitas Tarumanagara 20
dari hasil awal adalah 4,7 g/dL dengan sukrosa (pada 12 minggu) dan 2,4 g/dL
dengan dekstrosa (pada minggu ke 6). Pada minggu ke 12, serum ferritin naik
menjadi 220,5 ng/ml dengan sukrosa sedangkan dengan dekstrosa naik menjadi 290,5
ng/ml pada minggu ke 6. Kesimpulan yang didapat yaitu kedua preparat
menghasilkan peningkatan hemoglobin dan perbaikan anemia, namun sukrosa lebih
manjur dan lebih mudah diterima oleh pasien.27

Universitas Tarumanagara 21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiadi S, Simbadibrata M. Buku ajar ilmu


penyakit dalam Jilid 1. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
2. Kasper, Fauci, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. Harrisons Principles of
Internal Medicine. 19th Ed. McGrawHill; 2015. 2169-79.
3. American Kidney Fund. Kidney disease statistics 2015. American Kidney
Fund: United States of America; 2015.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI; 2013.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hari ginjal 2016: cegah nefropati
sejak dini [Internet]. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [cited 2016
Nov]. Available from : http://www.depkes.go.id/
6. https://authoritynutrition.com/how-much-sugar-per-day/
7. Celep GS, Rastmanesh R, Bozoglu F. Fructose metabolism and health risks. J
Obes Weight Loss Ther 2015; 5:245 pg 1-4.
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
9. Coresh J, Selvin E, Stevens LA, et al. Prevalence of chronic kidney disease in
the United States. JAMA. 2007;298(17):20382047.
10. Bakri, S., Lawrence, G.S., 2008. Genetika Hipertensi. Dalam: Lubis, H.R.,
dkk., eds. 2008. Hipertensi dan Ginjal: Dalam Rangka Purna Bakti Prof. Dr.
Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH. Medan: USU Press, 19-31.
11. Gilbert SJ, Weiner DE. National Kidney Foundations Primer On Kidney
Diseases. 6th edition. Philadephia: Elsevier; 2014.
12. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et
al., 3rd ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing
2009:1035-1040.

Universitas Tarumanagara 22
13. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. 2014. High
Blood Pressure and Kidney Disease. Diakses dari
http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/highblood/.
14. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia harper, Ed. 27. Jakarta:
EGC; 2006.
15. Cummings JH, Stephen AM. Carbohydrate terminology and classification.
European journal of clinical nutrition 2007;61 (Suppl 1): S5-18.
16. Johnson RJ, Segal MS, Sautin Y, Nakagawa T, Feig DI, et al. Potential role of
sugar (fructose) in the epidemic of hypertension, obesity and the metabolic
syndrome, diabetes, kidney disease, and cardiovascular disease. Am J Clin
Nutr 2007;86:899-906.
17. Simple sugars: fructose, glucose, and sucrose. Updated 27 january 2009.
Accessed online on 4 november 2016. Available from:
https://cdavies.wordpress.com/2009/01/27/simple-sugars-fructose-glucose-
and-sucrose/
18. Johnson RJ, Lozada GS, Nakagawa T. The Effect of Fructose on Renal
Biology and Disease in: J Am Soc Nephrol 2010;21:2036 2039.
19. Catabolism of sugars other than glucose. Accessed online on 5 november
2016. Available from:
http://watcut.uwaterloo.ca/webnotes/Metabolism/OtherSugars.html
20. Artificial sweeteners. Accessed online on 5 november 2016. Available on:
http://www.diet.com/g/artificial-sweeteners
21. Purpose of artificial sweetener. Accessed online on 5 november 2016. Available
from: http://monsanto.unveiled.info/products/aspartme.htm
22. Additional information about high-intensity sweeteners permitted for use in food in
the united states. Updated 26 may 2015. Accessed online on 5 november 2016.
Available from:
http://www.fda.gov/Food/IngredientsPackagingLabeling/FoodAdditivesIngredients/u
cm397725.htm
23. Brymora A, et al. Low-fructose diet lowers blood pressure and inflammation
in patients with chronic kidney disease. Nephrology Dialisis Transplantation
2012; 27: 608-612

Universitas Tarumanagara 23
24. Soltani Z, Rasheed K, Kapusta DR, Reisin E. Potential role of uric acid in
metabolic syndrome, hypertension, kidney injury, and cardiovascular disease:
is it time for reappraisal? Current hypertension reports. 2013;15(3):175-181
25. Bomback AS, et al. Sugar-sweetened beverage consumption and the
prograssion of chronic kidney disease in the Multi-Ethnic Study of
Atherosclerosis (MESA). The American Journal of Clinical Nutrition
2009;90:1172-8
26. Wang K, Upadhyay A. Sugar-sweetened beverage and Chronic Kidney
Disease. US Endrocrinology 2015; 11(1):41-5
27. Pavan P, Mira K. Evaluation of efficacy and tolerability of iron sucrose and
iron dextran in chronic renal failure patients in a tertiary care teaching
hospital. Indian Journal of Basic and Applied Medical Research; June 2015:
Vol.-4, Issue- 3, P. 141-149

Universitas Tarumanagara 24

Anda mungkin juga menyukai