Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin)

2.1.1. Pengertian Jamkesmas

Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi

masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara nasional

agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang

menyeluruh bagi masyarakat miskin

Memenuhi hak masyarakat miskin diamanatkan konstitusi dan Undang-

Undang, maka Departemen Kesehatan mempunyai kebijakan untuk lebih

memfokuskan pada pelayanan kesehatan masyarakat miskin. Dasar pemikirannya

adalah bahwa selain memenuhi kewajiban pemerintah juga berdasarkan kajian bahwa

indikator-indikator kesehatan akan lebih baik apabila lebih memperhatikan pelayanan

kesehatan yang terkait dengan kemiskinan dan kesehatan. Melalui jaminan

pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin ini diharapkan dapat menurunkan angka

kematian ibu melahirkan, menurunkan angka kematian bayi dan balita serta

penurunan angka kelahiran di samping dapat terlayaninya kasus-kasus kesehatan

masyarakat miskin umumnya. Pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin

dengan prinsip jaminan kesehatan melalui mekanisme asuransi sosial sebagai awal

dari pengembangan sistem jaminan kesehatan sosial secara menyeluruh yang bersifat

wajib bagi seluruh masyarakat. Sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat

11

Universitas Sumatera Utara


miskin (Jamkesmas) ini dapat mendorong perubahan-perubahan mendasar seperti

penataan standarisasi pelayanan, standarisasi tarif yang didasari perhitungan yang

benar, penataan formularium dan penggunaan obat rasional, yang berdampak pada

kendali mutu dan kendali biaya. (Depkes RI, 2008)

Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, sejak

tahun 2005 semester I pemerintah melaksanakan penyelenggaraan jaminan

pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin dikelola sepenuhnya oleh PT.Askes

(Persero). Berdasarkan pengalaman-pengalaman pelayanan kesehatan di masa lalu

dan upaya untuk mewujudkan sistem pembiayaan yang efektif dan efisien masih

perlu diterapkan mekanisme jaminan kesehatan yang berbasis asuransi sosial.

Program ini sudah berjalan 4 (empat) tahun, dan telah memberikan banyak manfaat

bagi peningkatan akses pelayanan kesehatan masyarakat miskin dan tidak mampu.

Pada tahun 2008 ini terjadi perubahan pada penyaluran dana dan pengelolaannya.

(Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas, 2008)

Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat bertujuan untuk mengumpulkan

sumber daya (pooling resources) dengan cara membayar premi dan membagi atau

menyebarkan atau memindahkan resiko sakit (spreading or transfer risk) dari resiko

individu ke kelompok, dengan kata lain bertujuan untuk saling gotong royong dan

saling membantu mengatasi resiko sakit dan akibat yang ditimbulkan dari resiko sakit

tersebut di antara peserta (M. Nadjib, 2000).

12

Universitas Sumatera Utara


Saat ini masyarakat miskin memerlukan jaminan pemeliharaan kesehatan,

untuk memperoleh jaminan kesehatan paripurna dan berkesinambungan yang dibiayai

dengan iuran prabayar bersama karena :

1. Biaya pemeliharaan kesehatan cenderung semakin mahal seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pola penyakit degeneratif

akibat penduduk yang makin menua.

2. Pemeliharaan kesehatan memerlukan dana yang berkesinambungan.

3. Masyarakat tidak mampu membiayai pemeliharaan kesehatannya sendiri, sakit

dan musibah dapat datang secara tiba-tiba.

4. Biaya pemeliharaan kesehatan dilakukan secara perorangan cenderung mahal.

5. Beban biaya perorangan dalam pemeliharaan kesehatan menjadi lebih ringan bila

ditanggung bersama. Dana dari uraian bersama yang terkumpul pada Jamkesmas

dapat menjamin pemeliharaan kesehatan peserta.

Secara umum, Jamkesmas mempunyai tujuan yaitu meningkatnya akses dan

mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar

tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.

Sedangkan tujuan khusus Jamkesmas yaitu :

1. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapatkan

pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan Rumah Sakit.

2. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin.

3. Terselenggaranya pengolahan keuangan yang transparan dan akuntabel

13

Universitas Sumatera Utara


Sasaran Jamkesmas yaitu : masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh

Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa (BPS 2006), tidak termasuk yang sudah

mempunyai jaminan kesehatan lainnya

Untuk kelancaran pelaksanaan Program Jamkesmas di daerah, Departemen

Kesehatan Pusat mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan

Masyarakat Miskin dengan ketentuan yang ada. Adapun prosedur untuk memperoleh

pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut :

1. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar berkunjung ke Puskesmas

dan jaringannya

2. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta harus menunjukkan kartu yang

keabsahan kepesertaannya merujuk kepada daftar masyarakat miskin yang

ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat. Penggunaan SKTM hanya berlaku

untuk setiap kali pelayanan kecuali pada kondisi pelayanan lanjutan terkait dengan

penyakitnya.

3. Apabila peserta Jamkesmas memerlukan pelayanan kesehatan rujukan, maka yang

bersangkutan dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan dengan

disertai surat rujukan dan kartu peserta yang ditunjuk sejak awal sebelum

mendapatkan pelayanan kesehatan, kecuali pada kasus emergency.

4. Pelayanan rujukan sebagaimana butir-3 (tiga) di atas meliputi :

a. Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di Rumah Sakit, BKMM/

BBKPM/BKPM/BP4/BKIM.

b. Pelayanan Rawat Inap kelas III di Rumah Sakit.

14

Universitas Sumatera Utara


c. Pelayanan obat-obatan

d. Pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostik

5. Untuk memperoleh pelayanan rawat jalan di BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM

dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat

rujukan dari puskesmas di loket pusat pelayanan Administrasi terpadu Rumah

Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh

petugas kesehatan Jamkesmas, bila berkas telah lengkap maka petugas

mengeluarkan SKP dan peserta mendapatkan pelayanan kesehatan

6. Untuk memperoleh pelayanan rawat inap di BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM

dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat

rujukan dari puskesmas di loket pusat pelayanan Administrasi terpadu Rumah

Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh

petugas kesehatan Jamkesmas, bila berkas telah lengkap maka petugas

mengeluarkan SKP dan peserta mendapatkan pelayanan kesehatan dan selanjutnya

memperoleh pelayanan rawat inap

7. Pada kasus tertentu yang dilayani di IGD termasuk kasus Gawat Darurat di

BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan

kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari puskesmas di loket pusat

pelayanan Administrasi terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas

peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas kesehatan Jamkesmas, bila berkas

telah lengkap maka petugas mengeluarkan SKP dan peserta mendapatkan

pelayanan kesehatan.

15

Universitas Sumatera Utara


8. Bila peserta tidak dapat menunjukkan kartu peserta atau SKTM sejak awal

sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, maka yang bersangkutan di beri

waktu maksimal 2 x 24 jam hari kerja untuk menunjukkan kartu tersebut.

Pelayanan kesehatan komprehensif meliputi : pelayanan yang wajib untuk

pemeliharaan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya adalah :

1. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada Puskesmas dan

jaringannya baik dalam maupun luar gedung meliputi pelayanan :

a. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan

b. Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin)

c. Tindakan medis kecil

d. Pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut/tambal.

e. Pemeriksaan ibu hamil/nifas/menyusui, bayi dan balita

f. Pelayanan KB dan penanganan efek samping

g. Pemberian obat.

2. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit

Rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), dilaksanakan pada poliklinik spesialis RS

Pemerintah/BP4/BKMM, meliputi :

a. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter

spesialis/umum.

b. Rehabilitasi medik

c. Penunjang diagnostik : laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik.

d. Tindakan medis kecil dan sedang

16

Universitas Sumatera Utara


e. Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan

f. Pelayanan KB, konsep efektif, kontap pasca persalinan/keguguran,

penyembuhan efek samping dan komplikasinya.

g. Pemberian obat generik

h. Pelayanan darah

i. Pemeriksaan kehamilan dengan resiko tinggi dan penyulit

3. Pelayanan rawat inap dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III RS pemerintah,

meliputi :

a. Akomodasi rawat inap pada kelas III

b. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan

c. Penunjang diagnostik laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik

d. Tindakan Medis

e. Operasi sedang dan besar

f. Pelayanan rehabilitasi medis.

g. Perawatan Intensif (ICU, ICCU, dan seterusnya)

h. Pemberian obat mengacu Formularium RS program

i. Pelayanan darah

j. Bahan dan alat kesehatan habis pakai

k. Persalinan dengan resiko tinggi dan penyulit.

Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks dan kronis. Oleh karena itu

cara penanggulangan kemiskinan membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan

semua komponen bangsa serta memerlukan strategi penanganan yang tepat,

17

Universitas Sumatera Utara


berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Sejumlah variabel dapat dipakai untuk

melacak persoalan kemiskinan. Dari variabel dihasilkan serangkaian strategi dan

kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan.

Dari dimensi kesehatan, rendahnya mutu kesehatan masyarakat menyebabkan

terjadinya kemiskinan. Dari dimensi ekonomi, kepemilikan alat-alat produktif yang

terbatas, penguasaan teknologi dan kurangnya keterampilan, dilihat sebagai alasan

mendasar mengapa terjadi kemiskinan. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh

(Supriatna, 1997), yang mengemukakan lima karakteristik penduduk miskin, antara

lain :

1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri.

2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan

kekuatan sendiri.

3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah.

4. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas.

5. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau

pendidikan yang memadai.

Konsep kemiskinan menurut Sahdan (2003), bahwa konsep kemiskinan

sangat beragam, mulai dan sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi

dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian

yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Kemiskinan juga

merupakan ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang

diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah

dan tereksploitasi (kemiskinan struktural).

18

Universitas Sumatera Utara


2.1.2. Miskin

Nasikun (2001) menyatakan bahwa hidup dalam kemiskinan bukan hanya

dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain,

seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum,

kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi

kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Bahwa

kemiskinan adalah suatu Integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu :

1. Kemiskinan (proper)

2. Ketidakberdayaan (powerless)

3. Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency)

4. Ketergantungan (dependence)

5. Keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis.

Kemiskinan dapat dibagi dalam empat bentuk, yaitu (Nasikun, 2001):

1. Kemiskinan absolut: bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak

cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, pendidikan yang

diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

2. Kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan

yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan

ketimpangan pada pendapatan.

3. Kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat

yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki

tingkat kehidupan, malas, pemborosan, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari

pihak luar.

19

Universitas Sumatera Utara


4. Kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses

terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial

politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali

menyebabkan suburnya kemiskinan.

Perkembangan terakhir, menurut Jarnasy (2004) kemiskinan struktural lebih

banyak menjadi sorotan sebagai penyebab tumbuh dab berkembangnya ketiga

kemiskinan yang lain.

2.1.3. Indikator Kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

Penduduk miskin menurut konsep kemiskinan BPS (2005), adalah terkait

dengan kemampuan seseorang/rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik

untuk makanan maupun non makanan. Seseorang/rumah tangga dikatakan miskin bila

kehidupannya dalam kondisi serba kekurangan, sehingga tidak mampu memenuhi

kebutuhan dasarnya. Batas kebutuhan dasar minimal dinyatakan melalui ukuran garis

kemiskinan yang disertakan dengan jumlah rupiah yang dibutuhkan.

Kriteria penduduk miskin dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu (BPS,

2005):

1. Penduduk dikatakan sangat miskin apabila kemampuan untuk memenuhi konsumsi

makanan hanya mencapai 1.900 kalori per orang per hari plus kebutuhan dasar non

makanan, atau setara dengan Rp 120.000 per orang per bulan

2. Penduduk dikatakan miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makan

hanya mencapai 1.900 sampai 2.100 kalori per orang per hari plus kebutuhan dasar

non makanan, setara Rp. 150.000 per orang per bulan.

20

Universitas Sumatera Utara


3. Penduduk dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi

makanan hanya mencapai 2.100 kalori sampai 2.300 plus kebutuhan dasar non

makanan setara Rp. 175.000 per orang per bulan.

Bila diasumsikan suatu rumah tangga memiliki jumlah anggota keluarga

rumah tangga rata-rata 4 orang, maka batas garis kemiskinan rumah tangga adalah

(BPS, 2005):

1. Rumah tangga dikatakan sangat miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan

dasarnya sebesar 4 x Rp 120.000 = Rp 480.000 per rumah tangga per bulan.

2. Rumah tangga dikatakan miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan

dasarnya sebesar 4 x Rp 150.000 = Rp 600.000 per rumah tangga per bulan.

3. Rumah tangga dikatakan mendekati miskin apabila tidak mampu memenuhi

kebutuhan dasarnya sebesar 4 x Rp 175.000 = Rp 700.000 per rumah tangga per

bulan.

2.1.4 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang melakukan penelitian tentang Jamkesmas

yaitu penelitian Jangkan (2006) dengan judul Implementasi Program Jaminan

Kesehatan Masyarakat Miskin di Kabupaten Sentang. Variabel yang digunakan

adalah Puskesmas, Masyarakat Miskin. Hasil diperoleh Kebijakan Pemda yang

mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin baru sebatas

pent jumlah masyarakat miskin dan pembentukan tim safe guarding JPKMM, belum

ada dukungan dan pembiayaan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin.

21

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil penelitian ini diperoleh data bahwa semua masyarakat yang datang ke

pelayanan puskesmas sudah memenuhi kriteria miskin. Prosedur pelayanan

masyarakat miskin oleh puskesmas sudah cukup baik, dengan tidak membedakan

pelayanan antara yang menggunakan kartu Askeskin dan yang membayar.

Pemanfaatan pelayanan di Puskesmas Emparu sudah cukup baik, mendekati target

yang ditentukan, sedangkan di Puskesmas Sepauk pemanfaatannya masih rendah,

jauh dari target. Hambatan-hambatan yang dijumpai adalah masih belum meratanya

pemberian kartu Askeskin, masih banyak penderita yang betul-betul miskin tapi tidak

punya kartu Askeskin, dan juga masih belum menggunakan SKTM.

Penelitian yang dilakukan Emmi S. Simbolon (2005) yang melakukan

penelitian dengan judul Persepsi Pasien Keluarga Miskin (GAKIN) Terhadap

Pelayanan Kesehatan di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan. Variabel yang

digunakan yaitu Krisis Multi Dimensi, Keluarga Miskin Meningkat, Derajat

Kesehatan, Kebijakan Pemerintah, Persepsi Pasien GAKIN. Hasil yang diperoleh

adalah untuk variabel minat diperoleh responden yang berminat terhadap JPKM ada

76,6% dan tidak berminat terhadap JPKM 27,4%.

Penelitian Isaat (2008), dengan judul Implementasi Program Pengembangan

Kecamatan Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Variabel adalah:

Ekonomi, Pendidikan, Kesehatan, Perumahan, Lingkungan Perumahan. Hasil yang

diperoleh kemiskinan menyebabkan akses masyarakat kampung untuk memperoleh

layanan pendidikan, kesehatan, maupun sarana dan prasarana sosial lainnya menjadi

terbatas.

22

Universitas Sumatera Utara


Penelitian yang dilakukan Usma Polita Nasution (2006) dengan judul

Analisis Indikator Kemiskinan Pada Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Masyarakat Miskin. Komponennya yaitu: Kemiskinan, Karakteristik penduduk.

Indikatornya yaitu SDM, Perumahan, Lingkungan Perumahan. Hasil yang diperoleh

bahwa masyarakat miskin Kota Medan sebanyak 61,1% dan hanya 38,89% yang

diduga kategori miskin atau kaya karena memiliki rumah dan halaman yang luas.

Penelitian lainnya, oleh Febrian (2005) dengan judul Analisis Manajemen

Pelaksanaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin Tahap

Kedua Tahun 2005 di Puskesmas di Kota Padang. Variabel input yaitu Dana, Tenaga,

Manlak dan Juknis, Pembinaan. Variabel Proses : Perencanaan, Pengorganisasian,

Pengarahan, Pengawasan. Variabel Output : Indikator Program JPKMM. Hasil yang

diperoleh bahwa manajemen pelaksanaan program JPKMM di Puskesmas Kota

Padang masih belum baik terutama dari fungsi perencanaan dan pengawasan.

Memberikan pelatihan dan kursus manajemen kepada pimpinan, meningkatkan

pengawasan secara berkala, mengizinkan realokasi dana dan membantu puskesmas

mendapatkan data.

Sedangkan penelitian Alwi (2007) dengan judul Pengaruh Pelayanan Tenaga

Kesehatan, Sarana dan Prasarana Puskesmas, Serta Tarif Terhadap Permintaan

Masyarakat dalam Pelayanan Kesehatan di Puskesmas. Variabelnya yaitu Pelayanan

Tenaga Kesehatan, Sarana dan Prasarana, Tarif. Hasilnya bahwa ada pengaruh yang

signifikan pelayanan tenaga kesehatan dan tarif terhadap permintaan masyarakat

dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas.

23

Universitas Sumatera Utara


2.1.5 Hubungan Kemiskinan dan Kesehatan

Wagstaff (2001), memberikan pandangan dalam suatu riset mengenai

hubungan antara kemiskinan dan kesehatan dengan fokus bagaimana merencanakan

suatu kebijakan untuk meningkatkan kesehatan di negara-negara yang berpendapatan

rendah, juga fokus terhadap pemerataan pendapatan. Hasilnya langsung untuk

mendefinisikan kemiskinan dalam konteks pengembangan manusia terhadap

peningkatan pendapatan dan kebutuhan. Wagstaff menggambarkan kembali tentang

ketidakmerataan kesehatan di negara-negara berkembang dan mengidentifikasi

penyebab serta mengusulkan pendekatan-pendekatan untuk mengevaluasi dampak

dari kebijakan yang anti terhadap ketidakmerataan.

Pendapatan
Karakteristik
Miskin tidak
miskin
kesehatan mencukupi

- Utilisasi pelayanan tidak memadai - Ill - health


- Lingkungan tidak sehat - Malnutrition
Penyebabnya : - High fertility
- Kurangnya pengetahuan dalam - Kehilangan
meningkatkan pendapatan mata pencarian
- Miskinnya norma sosial, lemahnya - Biaya
lnstitusi dan infrastruktural serta kepedulian
lingkungan buruk kesehatan
- Miskinnya sarana/prasarana kesehatan - Kemampuan
pelayanan, tidak relevan, kualitas rendah dalam
- Sistem pembiayaan kesehatan tidak pengobatan
mencukupi asuransi terbatas.

Gambar 2.1. Siklus kesehatan dan kemiskinan (Wagstaff, 2001)

24

Universitas Sumatera Utara


2.2. Faktor-faktor yang memengaruhi dalam memanfaatkan pelayanan
kesehatan

Menurut pendapat Wirick yang dikutip oleh Tetty (2006) terdapat 4 (empat)

faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pelayanan kesehatan yaitu :

1. Kebutuhan, seseorang yang menderita suatu penyakit akan mencari pelayanan

atau pemeriksaan medis.

2. Kesadaran akan kebutuhan tersebut, seseorang harus tahu dan memahami bahwa

ia membutuhkan pelayanan medis.

3. Kemampuan finansial harus tersedia untuk memperoleh pelayanan yang

dibutuhkan

4. Tersedia fasilitas dan sarana pelayanan

Berbagai karakteristik masyarakat memengaruhi pembayaran Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat, diantaranya adalah karakteristik demografi.

Faktor umur merupakan dasar penggunaan kesehatan yang utama, umur tidak

hanya berhubungan dengan tingkat pelayanan melainkan juga jenis pelayanan dan

penerimaan pelayanan.

Faktor jenis kelamin juga merupakan faktor lain yang memengaruhi

penerimaan pelayanan, tuntutannya terhadap sistem pemeliharaan kesehatan termasuk

diantaranya masalah dokter, obat dan fasilitas pelayanan kesehatan

Tingkat penghasilan, pengetahuan masyarakat juga sebagai salah satu dasar

utama dalam tingkat kemauan dan kemampuan dalam membayar premi asuransi.

Penghasilan tidak hanya berhubungan dengan kemampuan dan kemauan membayar,

25

Universitas Sumatera Utara


melainkan juga berhubungan dengan permintaan pelayanan kesehatan dan jenis

pelayanan yang diterima.

Menurut Suharto (2005), menyarankan empat parameter masalah, yaitu:

1. Faktor, yang mempertanyakan apakah masalah tersebut merupakan faktor

penentu dalam mengatasi masalah lain yang lebih luas dan dapat diukur.

2. Dampak, apakah respons dalam bentuk kebijakan akan memberikan impak

kepada masyarakat.

3. Kecenderungan, yaitu apakah masalah seiring dengan kecenderungan terkini,

yaitu kecenderungan global.

4. Nilai, apakah masalah tersebut sesuai dengan nilai dan harapan masyarakat

setempat. Pengembangan alternatif kebijakan dilakukan dengan mengajukan tiga

alternatif kebijakan yang diurutkan sesuai dengan alternatif yang paling

menjanjikan. Seleksi alternatif terbaik dilakukan dengan menggunakan dua

kriteria : fisibilitas (feasibility) dan efektivitas (effectiveness).

Evaluasi kebijakan memiliki empat fungsi, yaitu eksplanasi, kepatuhan, audit,

dan akunting. Melalui evaluasi dapat di potret realitas pelaksanaan program dan dapat

dibuat generalisasi tentang pola-pola hubungan antar - berbagai dimensi realitas yang

diamatinya dari evaluasi, elevator dapat mengidentifikasi masalah, kondisi, dan aktor

yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan eksplanasi. Melalui evaluasi

dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan para pelaku, baik birokrasi maupun

pelaku lainnya, sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan kebijakan

kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai ke

26

Universitas Sumatera Utara


tangan kelompok sasaran kebijakan atau ada kebocoran, atau penyimpangan audit,

dan melalui evaluasi dapat diketahui apa akibat ekonomi kebijakan tersebut.

Evaluasi kinerja kebijakan dilakukan untuk menilai hasil yang dicapai suatu

kebijakan setelah kebijakan itu dilaksanakan. Hasil yang dicapai dapat diukur dalam

ukuran jangka pendek atau output, dan jangka panjang atau outcome. Evaluasi kinerja

kebijakan dilakukan dengan melakukan penilaian comprehensive terhadap :

1. Pencapaian target kebijakan (output)

2. Pencapaian tujuan kebijakan (outcome)

3. Kesenjangan (gap) antara target dan tujuan dengan pencapaian

4. Pembandingan (bench marking) dengan kebijakan yang sama di tempat lain yang

berhasil.

5. Identifikasi faktor pendukung keberhasilan dan kegagalan sehingga menyebabkan

kesenjangan dan memberikan rekomendasi untuk menanggulangi kesenjangan.

Pemeliharaan kesehatan, sebagaimana dimaksud pasal 10 UU No. 23/1992

merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif), terpadu, berkesinambungan, dengan mutu yang terjamin dan bertujuan

melindungi dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Jaminan pemeliharaan

kesehatan masyarakat merupakan sistem yang menggunakan konsep pre-payment

berbasis pada kapitasi. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat merupakan salah

satu bentuk dari sistem pelayanan kesehatan yang menggunakan konsep managed

care. (Thabrany, 2002)

27

Universitas Sumatera Utara


Menurut Anderson (1968) dalam Notoatmodjo (2007), bahwa beberapa faktor

yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah:

1. Komponen yang memengaruhi (predisposing), ada banyak orang memiliki

kecenderungan untuk memanfaatkan layanan lebih banyak dari pada individu

lainnya, dimana kecenderungan ke arah penggunaannya bisa diketahui dengan

karakteristik individu yang ada sebelumnya dengan permulaan episode tertentu

penyakit tersebut. Orang-orang tertentu yang karakteristik ini lebih

memungkinkan memanfaatkan layanan kesehatan walaupun karakteristiknya

tidak secara langsung bertanggungjawab terhadap pemanfaatan layanan

kesehatan. Karakteristik demikian mencakup demografi, struktur sosial, dan

variabel-variabel keyakinan bersikap. Usia dan jenis kelamin, misalnya diantara

variabel-variabel demografis, adalah hal yang sangat terkait dengan kesehatan dan

kesakitan. Namun, semua ini masih dianggap menjadi kondisi memengaruhi

kalau sejauh usia tidak dianggap suatu alasan untuk memperhatikan perawatan

kesehatan. Lain lagi orang-orang pada kelompok usia berbeda memiliki jenis

berbeda dan jumlah kesakitan dan akibat pola berbeda dalam perawatan

kesehatan. Kesakitan yang lalu dimasukkan dalam kategori ini karena ada bukti

jelas bahwa orang-orang yang telah mengalami masalah kesehatan di masa

lampau adalah mereka yang kemungkinan mempunyai sifat menuntut terhadap

sistem perawatan kesehatan di masa mendatang. Variabel-variabel struktur sosial

mencerminkan lokasi (status) individu dalam masyarakat sebagaimana diukur

melalui karakteristik seperti pendidikan, pekerjaan kepala keluarga, bagaimana

28

Universitas Sumatera Utara


gaya hidup individu, kondisi fisik serta lingkungan sosial dan pola perilaku yang

akan menghubungkan dengan pemanfaatan layanan kesehatan.

Karakteristik demografis dan struktur sosial juga terkait dengan sub

komponen ketiga kondisi yang memengaruhi sikap atau keyakinan mengenai

perawatan kesehatan, dokter, dan penyakit. Apa yang seorang individu pikir

tentang kesehatan pada hakekatnya bisa memengaruhi kesehatan dan perilaku

kesakitan. Seperti halnya variabel-variabel lain yang memengaruhi, keyakinan

kesehatan tidak dianggap menjadi suatu alasan langsung terhadap pemanfaatan

layanan namun betul-betul bisa berakibat pada perbedaan dalam kecenderungan

ke arah pemanfaatan layanan kesehatan. Misalnya, keluarga yang sangat yakin

dalam hal kemanjuran pengobatan dokter mereka akan mencari dokter seketika

dan memanfaatkan lebih banyak layanan daripada keluarga yang kurang yakin

dalam hasil pengobatan tersebut.

2. Komponen pemungkin (enabling), Walaupun individu akan lebih cenderung

memanfaatkan layanan kesehatan, harus pula banyak perangkat yang wajib

tersedia bagi mereka. Kondisi yang memungkinkan suatu keluarga bisa bertindak

menurut nilai atau memenuhi kebutuhan terkait layanan kesehatan

pemanfaatannya dianggap sebagai faktor pemungkin. Kondisi pemungkin

menyebabkan sumberdaya layanan kesehatan tersedia wajib bagi individu.

Kondisi pemungkin bisa diukur menurut sumberdaya keluarga seperti

pendapatan, tingkatan pencakupan asuransi kesehatan. Atau sumber lain dari

pembayaran pihak ketiga, apakah individunya memiliki sumberdaya perawatan

29

Universitas Sumatera Utara


kesehatan berkala atau tidak, maka sifat dari sumberdaya perawatan kesehatan

berkala atau tidak, maka sifat dari sumberdaya perawatan kesehatan berkala, dan

akses kesumberdaya menjadi hal sangat penting. Terlepas dari sifat-sifat keluarga,

karakteristik pemungkin tertentu pada komunitas dimana keluarga tersebut hidup

bisa juga memengaruhi pemanfaatan layanan. Satu karakteristik demikian adalah

pokok dari fasilitas kesehatan dan petugas dalam suatu komunitas. Apabila

sumberdaya menjadi melimpah dan bisa dipakai tanpa harus bertunggu, maka

semuanya bisa dimanfaatkan lebih sering oleh masyarakat. Dari sudut pandang

ekonomi, orang bisa berharap orang-orang yang mengalami pendapatan rendah

agar menggunakan lebih banyak layanan kesehatan medis. Ukuran lain

sumberdaya masyarakat mencakup wilayah negara bagian dan sifat pola pedesaan

dan perkotaan dari masyarakat dimana keluarga tinggal. Variabel-variabel ini

akan dikaitkan dengan pemanfaatan dikarenakan norma-norma setempat

menyangkut bagaimana pengobatan sebaiknya dipraktekkan atau melombai nilai-

nilai masyarakat yang memengaruhi perilaku individu yang tinggal di masyarakat

tersebut.

3. Komponen tingkatan kesakitan (illness level), ada faktor memengaruhi dan

pemungkin, individu atau keluarganya harus merasa kesakitan ataupun

kemungkinan kejadiannya dalam hal pemanfaatan layanan kesehatan akan terjadi.

Tingkatan kesakitan memperlihatkan penyebab paling langsung pemanfaatan

layanan kesehatan. Ukuran kesakitan dievaluasi adalah upaya mendapatkan

masalah pesakitan sesungguhnya yang individu alami dan secara klinis tetapkan

nilai kesulitan dari kesakitan tersebut.

30

Universitas Sumatera Utara


2.2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan menurut Depkes RI

(1999) dapat disebabkan oleh :

1. Jarak yang jauh (faktor geografi)

2. Tidak tahu adanya suatu kemampuan fasilitas (faktor informasi)

3. Biaya yang tidak terjangkau (faktor ekonomi)

4. Tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas (faktor budaya)

Pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh :

1. Keterjangkauan lokasi tempat pelayanan

Tempat pelayanan yang tidak strategis sulit dicapai, menyebabkan berkurangnya

pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh para ibu hamil

2. Jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia

Jenis dan kualitas pelayanan yang kurang memadai menyebabkan rendahnya

akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan

3. Keterjangkauan informasi

Informasi yang kurang menyebabkan rendahnya penggunaan pelayanan kesehatan

yang ada (Depkes, 1999).

Demand (permintaan) adalah pernyataan dari kebutuhan yang dirasakan yang

dinyatakan melalui keinginan dan kemampuan membayar.

Beberapa faktor yang memengaruhi tingkat permintaan pemanfaatan

pelayanan kesehatan telah digolongkan oleh beberapa ahli dalam beberapa model,

yaitu :

31

Universitas Sumatera Utara


Menurut Wolinsky (2000) telah menggolongkan menjadi beberapa model

berdasarkan tipe variabel yang digunakan sebagai faktor penentu, yaitu :

1. Model Demografi (Demographic Model)

Variabel yang digunakan dalam model ini adalah : umur, jenis kelamin, status

perkawinan dan besarnya keluarga. Perbedaan akan derajat kesehatan, derajat

kesakitan dan tingkat penggunaan pelayanan kesehatan diasumsikan akan

berhubungan dengan seluruh variabel di atas. Variabel yang digunakan dalam

model ini adalah variabel yang berasal dari dalam individu sendiri (intrinsic), yang

secara langsung akan memengaruhi kebutuhan seseorang yang apabila

direalisasikan dalam perbuatan akan menjadi permintaan.

2. Model Struktur Sosial (Social Structure Model)

Variabel yang digunakan dalam model ini adalah : pendidikan, pekerjaan dan

suku bangsa atau etnis. Penggunaan pelayanan kesehatan adalah suatu aspek gaya

hidup (life style) seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial

psikologisnya. Seseorang yang sedang sakit perut (diare) mencari pengobatan

dengan cara tradisional (memakan daun sirih atau bawang dengan minyak). Sesuai

dengan kebiasaan yang ada di desa tersebut sedangkan orang lain yang memiliki

latar belakang pendidikan SLTA juga menderita diare merasakan membutuhkan

pertolongan dokter dan langsung pergi ke dokter untuk mendapatkan pertolongan.

Sehingga latar belakang sosial seseorang sangat berpengaruh pada kebutuhan

seseorang dan pada akhirnya memengaruhi juga tingkat penggunaan pelayanan

kesehatan.

32

Universitas Sumatera Utara


3. Model Sosial-Psikologis (Social Psychological Model)

Variabel yang digunakan dalam model ini adalah sikap dan keyakinan (belief)

individu. Variabel sosial psikologis pada umumnya terdiri dari 4 kategori, yaitu (1)

kerentanan terhadap penyakit atau sakit yang dirasakan, (2) keseriusan penyakit

atau parahnya penyakit yang diderita, (3) keuntungan yang diharapkan dalam

mengambil tindakan untuk mengatasi penyakit atau sakitnya, dan (4) kesiapan

tindakan individu seperti contoh berikut : (1) seseorang ibu mengetahui anak

rentan terhadap penyakit TBC paru, (2) proses tersebut dianggap sebagai suatu

yang serius, (3) Ibu membawa anaknya ke dokter spesialis paru dan mendapatkan

pertolongan yang memadai untuk mengatasi penyakitnya, (4) tindakan ibu didasari

oleh pengetahuan yang dimilikinya.

4. Model sumber daya keluarga (family resources model)

Model yang digunakan dalam model ini adalah pendapatan keluarga, biaya

pengobatan cakupan asuransi kesehatan, keanggotaan dalam asuransi kesehatan.

Variabel ini digunakan untuk mengukur kemampuan membayar (daya beli tingkat

ekonomi) individu atau keluarga.

5. Model sumber daya masyarakat (community resources model)

Variabel yang digunakan dalam model ini adalah penyediaan pelayanan

kesehatan dan sumber-sumber dalam masyarakat yang dapat dicapai (accessible),

pelayanan kesehatan yang tersedia dan sumber-sumber dalam masyarakat.

33

Universitas Sumatera Utara


6. Model organisasi (organization model)

Menurut Kenneth dan Anne Mils yang dikutip Ascorbat (2000),

mengemukakan bahwa kebutuhan akan pelayanan kesehatan terdiri atas kebutuhan

yang tidak dirasakan dan kebutuhan yang dirasakan (felt need). Kebutuhan yang

dirasakan membuat individu mengambil kebutuhan untuk mencari pelayanan

kesehatan atau tidak. Ekspresi dari felt need terhadap pelayanan kesehatan adalah

merupakan penggunaan dari pelayanan kesehatan atau demand dari pelayanan

kesehatan.

Model sistem kesehatan mengintegrasikan ke enam model di atas menjadi

satu yang sempurna. Dengan demikian apabila hendak dilakukan analisa terhadap

penggunaan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan maka akan diperhitungkan

keenam model di atas (Notoatmodjo, 2003).

Departemen of Health Education and Well Fare, USA yang dikutip oleh

Lapau (1997) telah menerbitkan sebuah buku yang berisi faktor-faktor yang

memengaruhi penggunaan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu :

1. Faktor regional dan residence

Regional misalnya ; wilayah Sumut, Aceh, dan lain-lain.

2. Faktor dari sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan

a. Tipe dari organisasi, antara lain ;rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,

dll.

b. Kelengkapan program kesehatan.

c. Tersedianya fasilitas dan tenaga medis.

34

Universitas Sumatera Utara


d. Teraturnya pelayanan.

e. Hubungan antara dokter/tenaga kesehatan lainnya dengan penderita.

f. Adanya asuransi

3. Faktor adanya fasilitas kesehatan lainnya

4. Faktor-faktor dari konsumen yang menggunakan pemanfaatan pelayanan

kesehatan meliputi:

a. Faktor sosio demografis yang meliputi umur, jenis kelamin, status

perkawinan, besar keluarga, kebangsaan, dan suku bangsa, serta agama.

b. Faktor sosio psikologis yang meliputi sikap/persepsi terhadap pelayanan

kesehatan dan tabiat terhadap pelayanan kesehatan sebelumnya.

c. Faktor ekonomis yang meliputi status sosio ekonomi pendidikan, pekerjaan

dan pendapatan.

d. Jarak dapat digunakan pelayanan kesehatan meliputi jarak antara rumah

penderita dengan tempat pelayanan kesehatan.

e. Kebutuhan (need) yang meliputi morbidity, gejala penyakit yang dirasakan

penderita, status terbatasnya keaktifan yang kronis, hari-hari di mana tidak

dapat melakukan tugas dan diagnosa.

Menurut Arrow yang dikutip Tjiptoherijanto (1994), hubungan antara

keinginan sehat dan permintaan (demand) akan pelayanan kesehatan hanya

kelihatannya saja sederhana tetapi sebenarnya sangat kompleks. Penyebab utamanya

adalah karena misalnya persoalan informasi yang umumnya dilakukan oleh para ahli

kesehatan kepada masyarakat. Dari informasi yang mereka sebarkan itulah

35

Universitas Sumatera Utara


masyarakat kemudian terpengaruh untuk melakukan permintaan (demand) dan

penggunaan pelayanan kesehatan.

Menurut Djojosugito (2001), ada beberapa faktor yang memengaruhi dalam

penggunaan pelayanan kesehatan, diantaranya :

1. Faktor sistem pelayanan kesehatan seperti kelengkapan program, tersedianya

tenaga dan fasilitas medis, teraturnya pelayanan dan hubungan antara

dokter/tenaga kesehatan lainnya dengan penderita.

2. Faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan meliputi status

sosial ekonomi seperti pendidikan, pengetahuan, pekerjaan dan pendapatan.

Berdasarkan uraian tentang faktor-faktor yang memengaruhi seseorang,

masyarakat dalam memanfaatkan kebutuhan pelayanan kesehatan yaitu program

Jaminan Kesehatan Masyarakat maka dalam penelitian ini akan di bahas lebih

mendalam adalah faktor pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap, pelayanan

Jamkesmas, sarana dan prasarana, informasi, kondisi kesehatan di wilayah penelitian.

2.2.6 Pelayanan Jamkesmas

Suatu hal yang dapat dipahami tentang suatu unsur yang diberikan dalam

pelayanan Jamkesmas ini adalah petugas kesehatan yang memberikan apa yang

dibutuhkan oleh pihak yang hendak dilayani. Pelayanan Jamkesmas atau tenaga

kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta

memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang

untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

36

Universitas Sumatera Utara


Menurut Wijono (1999), seorang tenaga kesehatan harus memenuhi syarat-

syarat yaitu :

1. Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang

kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.

2. Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga

kesehatan yang bersangkutan memiliki izin dari Menteri.

3. Dikecualikan dari pemilikan izin sebagaimana dimaksud, bagi tenaga kesehatan

masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, diatur oleh Menteri.

4. Selain izin sebagaimana yang dimaksud, tenaga medis dan tenaga kefarmasian

lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya

kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi. Ketentuan lebih lanjut

mengenai adaptasi, diatur oleh Menteri.

Pendayagunaan tenaga kesehatan akan menjadi unsur terpenting dalam

pengembangan tenaga kesehatan di masa mendatang. Oleh karena itu kemampuan

pendayagunaan tenaga di semua tingkat perlu terus ditingkatkan. Pengembangan

karier tenaga kesehatan swasta dan pemerintah penting untuk terus ditingkatkan dan

diserasikan secara bertahap. Profesionalisme tenaga kesehatan akan terus

ditingkatkan dan dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi serta

melalui penerapan nilai-nilai moral dan etika (RPKM IS 2010, 1999) tentang

pelayanan petugas kesehatan ini adalah disebabkan sedikitnya yang memberikan

pengertian tentang pelayanan petugas kesehatan, meskipun hal tersebut ditemukan di

dalam pengertian pelayanan akan sebatas kamus saja. Sehubungan dengan hal

tersebut, Poerwadarminta (1984) menyatakan bahwa pelayanan merupakan aktifitas

37

Universitas Sumatera Utara


melayani masyarakat banyak, dimana pelayanan tidak dapat berdiri sendiri, harus

ditopang juga oleh sistem keorganisasian yang baik.

2.2.7 Sarana dan Prasarana

Salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan pembangunan

kesehatan adalah sarana kesehatan yang mampu menunjang berbagai upaya

pelayanan kesehatan yang baik pada tingkat individu maupun masyarakat.

Untuk masa mendatang kebutuhan sarana kesehatan akan disusun dengan

memperhatikan beberapa asumsi dasar yaitu :

1. Terjadinya pergeseran peran pemerintah dari penyelenggara pelayanan yang

dominan menjadi penyusun kebijakan dan regulasi dengan tetap memperhatikan

kebutuhan pelayanan bagi penduduk miskin.

2. Makin meningkatnya potensi sektor swasta dalam penyediaan pelayanan

kesehatan, khususnya yang bersifat kuratif dan rehabilitatif.

3. Teratasinya krisis ekonomi dan politik dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi.

Pengadaan fasilitas kesehatan atau sarana dan prasarana kesehatan

diselenggarakan secara bersama-sama oleh pemerintah dan swasta dengan

memperhatikan faktor efisiensi dan ketercapaian bagi penduduk miskin dan

kelompok khusus seperti bayi, balita dan ibu hamil.(RPKM IS 2010, 1999)

Untuk itu pengolahan pembangunan sarana dan prasarana kesehatan

merupakan hal yang sangat penting, terutama makin kompleksnya manajemen

pelayanan kesehatan di masa depan. Peningkatan kemampuan manajerial yang

38

Universitas Sumatera Utara


profesional didukung oleh peningkatan teknis tenaga pemberi pelayanan merupakan

hal yang sangat perlu diperhatikan untuk dapat menjamin keberhasilan dan

kelestarian upaya pelayanan kesehatan secara menyeluruh.

2.2.8 Informasi

Menurut Murniati yang dikutip Amsyah (2003), menyatakan bahwa

informasi adalah data yang sudah diolah ke dalam bentuk tertentu sesuai keperluan

manajemen. Menurut Gordon B.Davis, informasi adalah data yang telah diolah

menjadi bentuk yang penting bagi penerima dan mempunyai nilai yang ternyata atau

dapat dirasakan dalam keputusan-keputusan sekarang atau keputusan-keputusan akan

datang (Malayu, 2003).

Menurut Sabarguna (2005), menyatakan secara umum informasi mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut :

1. Data yang telah diolah

2. Menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerima

3. Menggambarkan suatu kejadian dan kesatuan nyata

4. Digunakan untuk mengambil keputusan.

Pengembangan sistim informasi kesehatan salah satu program pembangunan

kesehatan. Program ini bertujuan untuk mengembangkan sistem informasi kesehatan

guna mewujudkan suatu sistem informasi kesehatan yang komprehensif berhasil guna

mendukung pembangunan kesehatan mencapai Indonesia Sehat 2010. Sasaran utama

program ini adalah tersedianya informasi yang akurat, tepat waktu, lengkap dan

39

Universitas Sumatera Utara


sesuai dengan kebutuhan sebagai bahan dalam proses pengambilan keputusan untuk

perumusan kebijakan, perencanaan, penggerakan pelaksanaan, pengendalian,

pengawasan dan penilaian program kesehatan di semua tingkat administrasi

kesehatan (Depkes, 1999).

2.2.9 Evaluasi Program

Menurut Tyler yang dikutip Arikunto (2004), evaluasi program adalah proses

untuk mengetahui apakah tujuan program sudah terealisasikan, secara singkat

evaluasi program merupakan upaya untuk mengukur pencapaian program, yaitu

mengukur sejauh mana sebuah kebijakan dapat terimplementasikan.

Arikunto (2004) mengemukakan evaluasi program dapat dikategorikan

menjadi empat jenis yaitu,

1. Evaluasi reflektif, digunakan untuk mengevaluasi kurikulum sebagai suatu ide.

2. Evaluasi rencana, merupakan jenis evaluasi yang banyak dilakukan orang

terutama setelah banyak inovasi diperkenalkan dalam pengembangan program.

3. Evaluasi proses, disebut dengan implementasi program. Menggunakan istilah

proses dimaksudkan untuk memperkuat pengertian program sebagai suatu proses,

evaluasi proses dianggap lebih memberi kedudukan yang sama antara dimensi

program sebagai ide, rencana, hasil, dan program sebagai suatu kegiatan. Evaluasi

proses membuat perhatian evaluator diarahkan tidak saja kepada apa yang terjadi

dengan program sebagai kegiatan, tetapi evaluasi telah pula mencoba melihat

mengenai berbagai faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan program

40

Universitas Sumatera Utara


sebagai kegiatan pelayanan petugas, fasilitas, faktor pekerjaan, pengetahuan, dan

lintas sektoral

4. Evaluasi hasil, merupakan jenis evaluasi program yang paling tua atau evaluasi

identik. Lebih lanjut, hasil yang dimaksud adalah hasil program Jamkesmas

dalam pengertian pelayanan petugas, fasilitas, faktor pekerjaan, pengetahuan, dan

lintas sektoral dapat terserap dalam

Sumber kegagalan program ada tiga kemungkinan. Kemungkinan pertama,

pelaksanaan program menyimpang dari rencana program. Kemungkinan kedua,

rencana program yang mengandung kesalahan (kesalahan asumsi atau konsep dasar,

kesalahan menterjemahkan konsep) dijadikan rencana program operasional.

Kemungkinan ketiga, berasal dari luar rancangan program, misalnya kendala dari

jajaran birokrasi, kekurangmampuan tenaga praktisi.

Dunn (2003), mengemukakan suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan

menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberi landasan dari para

pembuat kebijakan dalam membuat keputusan, termasuk penggunaan intuisi dan

pengungkapan pendapat dan mencakup tidak hanya pengujian kebijakan dengan

memilah-milahkannya ke dalam sejumlah komponen-komponen tetapi juga

perancangan dan sintesis alternatif-alternatif baru. Kegiatan-kegiatan yang tercakup

dapat direntangkan mulai penelitian untuk menjelaskan atau memberikan pandangan-

pandangan terhadap isu-isu atau masalah-masalah yang terantisipasi sampai

mengevaluasi suatu program.

41

Universitas Sumatera Utara


2.3. Landasan Teori

Menurut Anderson (1968), faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan yaitu program Jamkesmas adalah faktor pendorong

(predisposing), faktor pemungkin (enabling) dan faktor tingkat kesakitan (illness

level). Mengembangkan model Anderson (1968) dengan meneliti faktor-faktor pada

masyarakat miskin. Dalam model Anderson ini, terdapat 3 (tiga) kategori utama

dalam pelayanan kesehatan menurut Murniati (2007) juga dihubungkan oleh faktor

pendorong, pemungkin dan kebutuhan, yaitu:

1. Komponen pendorong, menggambarkan kecenderungan individu yang berbeda-

beda dalam menggunakan pelayanan kesehatan seseorang.

Komponen terdiri dari:

a. Faktor-faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, besar

keluarga dan lain-lain).

b. Faktor struktural sosial (suku bangsa, pendidikan, pekerjaan)

c. Faktor keyakinan/kepercayaan (pengetahuan, sikap, persepsi)

2. Komponen pemungkin, menunjukkan kemampuan individual untuk

menggunakan pelayanan kesehatan. Di dalam komponen ini termasuk faktor-

faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian:

a. Sumber keluarga (pendapatan/penghasilan, kemampuan membayar pelayanan,

keikutsertaan dalam asuransi, informasi pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan).

42

Universitas Sumatera Utara


b. Sumber daya masyarakat (suatu pelayanan, lokasi/jarak transportasi dan

sebagainya).

3. Komponen kebutuhan, merupakan faktor yang mendasari dan merupakan

stimulus langsung bagi individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan apabila

faktor-faktor pendorong dan pemungkin itu ada. Termasuk komponen kebutuhan

ini adalah hal-hal yang dirasakan (seperti kondisi kesehatan, gejala sakit,

ketidakmampuan bekerja) dan hal-hal yang dinilai (tingkat beratnya dan gejala

penyakit menurut diagnosis klinis dari dokter).

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat (public

goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta

mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan

kesehatan (Depkes RI, 2004). Oleh sebab itu program jaminan pemeliharaan

kesehatan adalah salah satu bentuk kebijakan publik.

Secara skematis konsep pemanfaatan/pengguna pelayanan kesehatan menurut

Anderson (1968) digambarkan sebagai berikut:

43

Universitas Sumatera Utara


Faktor predisposisi Faktor pemungkin Faktor Tingkat kesakitan

Demografi: Keluarga: Tingkat rasa:


Umur, Jenis kelamin,
Status perkawinan, Pendapatan, Asuransi Ketidakmampuan,
Penyakit lalu. kesehatan. Gejala penyakit,
Diagnosis, Keadaan
umum.

Struktur sosial: Komunitas/


Masyarakat: Evaluasi:
Pendidikan, Ras,
Pekerjaan, besar Tersedianya fasilitas Gejala-gejala,
keluarga, Etnis, Agama, dan petugas kesehatan, Diagnosis-diagnosis.
Tempat tinggal biaya pelayanan

Keyakinan

Nilai sehat dan sakit,


Sikap terhadap
pelayanan kesehatan,
pengetahuan tentang
penyakit.

Gambar 2.2. Skema pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh individu

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan di atas, maka kerangka

konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut : terdiri dari variabel independen dan

variabel dependen. Variabel independen adalah faktor-faktor yang berhubungan

dengan variabel dependen, terdiri dari 8 (delapan) faktor yaitu:

44

Universitas Sumatera Utara


Variabel Independen Variabel Dependen

Pekerjaan (X1)

Pendapatan(X2)

Pengetahuan(X3)

Sikap (X4)
Pemanfaatan
Pelayanan Jamkesmas(X5) Program
Jamkesmas
(Y)
Sarana dan Prasarana(X6)

Informasi (X7)

Kondisi Kesehatan (X8)

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel-variabel ini terdiri dari pendapat para ahli, teori dan peneliti

terdahulu.

45

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai