Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN
Efusi pleura tuberkulosis sering ditemukan di negara berkembang termasuk di
Indonesia meskipun diagnosis pasti sulit ditegakkan. Efusi pleura timbul sebagai akibat dari
suatu penyakit, sebab itu hendaknya dicari penyebabnya. Dengan sarana yang ada, sangat sulit
untuk menegakkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis sehingga sering timbul anggapan
bahwa penderita tuberkulosis paru yang disertai dengan efusi pleura, efusi pleuranya dianggap
efusi pleura tuberkulosis, sebaliknya penderita bukan tuberkulosis paru yang menderita efusi
pleura, efusi pleuranya dianggap bukan disebabkan tuberkulosis.(1)

Gambaran klinik dan radiologik antara transudat dan eksudat bahkan antara efusi
pleura tuberkulosis dan non tuberkulosis hampir tidak dapat dibedakan, sebab itu pemeriksaan
laboratorium menjadi sangat penting. Setelah adanya efusi pleura dapat dibuktikan melalui
pungsi percobaan, kemudian diteruskan dengan membedakan eksudat dan transudat dan
akhirnya dicari etiologinya. Apabila diagnosis efusi pleura tuberkulosis sudah ditegakkan
maka pengelolaannya tidak menjadi masalah, efusinya ditangani seperti efusi pada umumnya,
sedangkan tuberkulosisnya diterapi seperti tuberkulosis pada umumnya.(1)

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia.


Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada
tahun 2002. 3,9 juta adalah kasus BTA positif. Hampir sekitar sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman tuberkulosis. TB ekstra paru berkisar antara 9,7 sampai 46% dari semua
kasus TB. Organ yang sering terlibat yaitu limfonodi, pleura, hepar dan organ gastro intestinal
lainnya, organ genitourinarius, peritoneum, dan perikardium. Pleuritis TB merupakan TB
ekstraparu kedua terbanyak setelah limfadenitis TB. Angka kejadian pleuritis TB dilaporkan
bervariasi antara 4% di USA sampai 23% di Spanyol.(8)

TB pada anak dapat terjadi pada usia berapa pun, namun usia paling umum adalah
antara 1-4 tahun. Anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (ekstrapulmonari)
dibanding TB paru-paru dengan perbandingan 3:1. Selain oleh M. tuberkulosis dari orang
dewasa atau anak lain, anak dapat terinfeksi Mikobakterium bovis dari susu sapi yang tidak
dipasteurisasi. (9)

1
Sebagian besar anak yang terinfeksi M. tuberkulosis tidak menjadi sakit selama masa anak-
anak. Satu-satunya bukti infeksi mungkin hanyalah tes tuberkulin kulit yang positif.
Kemungkinan paling besar anak menjadi sakit dari infeksi M. tuberculosis adalah segera
setelah infeksi dan menurun seiring waktu. Jika anak yang terinfeksi menjadi sakit, sebagian
besar akan menunjukkan gejala dalam jangka waktu satu tahun setelah infeksi. Namun untuk
bayi, jangka waktu tersebut mungkin hanya 6-8 minggu.(9)

2
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Pasien
Nama : An.N
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kp. Babakan Sukatani Tapos RT/RW 08/02, Depok
Usia : 16 tahun
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 09 September 2000
Pendidikan : SMA

Ayah
Nama : Alm. Tn. N
Agama : Islam
Alamat : Kp. Babakan Sukatani Tapos RT/RW 08/02, Depok
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani

Ibu
Nama : Ny. N
Agama : Islam
Alamat : Kp. Babakan Sukatani Tapos RT/RW 08/02, Depok
Pendidikan : -
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal masuk RS : 25 April 2017 dari IGD RSUD Budhi Asih Jakarta

3
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara auto dan allo-anamnesis dengan kakak pasien pada tanggal
27 April 2017 pukul 10.00 WIB di Ruang Dahlia Timur lantai 6 RSUD Budhi Asih
Jakarta.
A. Keluhan Utama :
Os datang dengan keluhan sesak sejak 1 bulan SMRS.

B. Keluhan Tambahan :
Os mengeluh demam sejak 1 minggu SMRS. Batuk sejak 1 bulan SMRS.
Tidak nafsu makan. Berat badan menurun sejak 1 bulan SMRS. Keringat malam. BAB
cair sejak 2 minggu SMRS.

C. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :


Pasien datang di antar kakaknya dari IGD RSUD Budhi Asih Jakarta pada hari
Selasa tanggal 25 April 2017 dengan keluhan sesak sejak 1 bulan SMRS. Sesak
timbul perlahan dan menetap. Sesak dirasakan saat aktifitas maupun saat istirahat.
Sesak tidak di pengaruhi posisi. Pasien juga mengeluh demam sejak 1 bulan SMRS.
Demam timbul perlahan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Demam naik turun.
Selain itu pasien mengeluh batuk sejak 1 bulan SMRS. Batuk berdahak berwarna
putih kental. Batuk darah disangkal. Pilek disangkal. Pusing dan penurunan kesadaran
disangkal. Os mengeluh keringat malam. Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan.
Mual, muntah dan nyeri perut disangkal. Berat badan pasien menurun sekitar 6
kilogram sejak 1 bulan SMRS. Pasien menyangkal adanya benjolan di lipat ketiak dan
lipat paha. BAK dalam batas normal. BAB cair sejak 2 minggu SMRS. BAB cair
sebanyak 1x berwarna kuning disertai ampas, lendir (-), darah (-). Pasien belum
berobat, hanya minum obat warung paracetamol untuk mengatasi demamnya namun
keluhan tidak berkurang. Riwayat flek paru, radang paru dan asma disangkal. Pasien
mengaku tinggal serumah dengan kakak pasien yang menderita TB Paru dengan
pengobatan OAT yang sudah selesai (6 bulan).

4
D. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :

Morbiditas kehamilan DM (-), HT (-), TORCH (-)


KEHAMILAN
Perawatan Antenatal Tidak pernah kontrol kehamilan
Tempat Kelahiran Rumah
Penolong Persalinan Dukun
Spontan
Cara persalinan
Penyulit : Tidak ada
Masa Gestasi Cukup bulan
Berat lahir : tidak tau
Panjang : tidak tau
KELAHIRAN Lingkar kepala : tidak tau
Kedaan saat lahir :
Keadaan Bayi Langsung menangis (-)
Kemerahan (-)
Kuning (-)
Nilai APGAR : tidak tau
Kelainan Bawaan : Tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/ kelahiran :
Kakak pasien tidak tau riwayat kehamilan dan kelahiran, namun kakak pasien
mengatakan tidak ada kesulitan saat persalinan dan bayi (pasien) sehat setelah lahir.

D. Riwayat Tumbuh Kembang :


Pertumbuhan gigi : tidak tau
Psikomotor :
Tengkurap : tidak tau (Normal: 3 - 6 bulan)
Duduk : tidak tau (Normal: 6 - 9 bulan)
Berdiri : 12 bulan (Normal: 9 - 12 bulan)
Berjalan : tidak tau (Normal: 12 - 18 bulan)
Bicara : tidak tau
Membaca dan menulis : tidak tau

Perkembangan Pubertas
Rambut pubis : 12 tahun

5
Payudara : 13 tahun
Menarche : 12 tahun
Gangguan Perkembangan Mental / Emosi
Pasien mengaku masih terpukul atas kepergian ayahnya 5 bulan yang lalu.

Kesimpulan Riwayat Tumbuh Kembang :


Pasien dan kakak pasien tidak tau riwayat tumbuh kembang pasien.

F. Riwayat Makanan :
Umur di bawah 1 tahun
Umur
ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
02 ASI - - -
24 ASI - - -
46 ASI - - -
68 ASI + + -
8 10 ASI/PASI + + -
10 -12 ASI/PASI + + -

Umur di atas 1 tahun


Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi / Pengganti 3 kali sehari dan 1 centong
Sayur 3 kali sehari dan setengah centong
Daging 1 kali seminggu
Telur 1 kali sehari dan 1 butir
Ikan 3 kali seminggu dan 1 ekor
Tahu 1 kali sehari dan 1 buah
Tempe 1 kali sehari dan 1 buah
Susu (merk/tambahan) 2 kali sebulan dan 1 gelas
Tambahan -

Kesulitan makanan : +
Pasien makan dalam jumlah sedikit.
Kesimpulan Riwayat Makanan : Asupan gizi baik namun jumlah kurang.

G. Riwayat Imunisasi :

6
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG - x x - - -
DPT / PT - - - - 5 tahun -
POLIO 2 bulan - - - - -
CAMPAK - x x - - -
HEPATITIS B - - - - - -
MMR - x x - - -
TIP A - - - - - -
Kesimpulan Riwayat Imunisasi: Imunisasi dasar tidak lengkap.

H. Riwayat Keluarga :
a. Corak Reproduksi

Jenis Lahir Abortu Mati Keterangan


No Usia Hidup
kelamin mati s (sebab) kesehatan
1. 30 tahun Perempuan + - - - Sehat
Riwayat
2. 27 tahun Perempuan + - - -
Sakit TB
3. 23 tahun Perempuan + - - - Sehat
4. 16 tahun Perempuan + - - - Sakit

b. Riwayat Pernikahan

Ayah Ibu
Nama Tn. N Ny. N
Perkawinan ke- 1 1 Riwayat
Umur saat menikah - -
penyakit
Pendidikan terakhir SD -
Agama Islam Islam keluarga
Suku bangsa Betawi Betawi orang tua
Keadaan kesehatan Meninggal Sehat
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada pasien : -
Penyakit, bila ada Maag dan Asma Tidak ada

7
Riwayat penyakit anggota keluarga lain yang serumah : -

Kesimpulan Riwayat Keluarga :

Terdapat keluarga 1 rumah yaitu kakak pasien yang mempunyai riwayat sakit TB
Paru 6 bulan yang lalu, pengobatan OAT tuntas selama 6 bulan yang lalu.

I. Riwayat Lingkungan dan Perumahan :

Perumahan : Milik Sendiri

Keadaan rumah : bersih, 4 orang dalam satu rumah, sanitasi baik, ventilasi baik,
pencahayaan baik dan sumber air bersih.

Daerah / Lingkungan : padat dan bersih


Kesimpulan keadaan lingkungan : Baik

J. Riwayat Penyakit yang pernah diderita :

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi (-) Difteri (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Penyakit darah (-)
Demam
(-) Kecelakaan (-) Radang paru (-)
Tifoid
Otitis (-) Morbili (-) TBC 16 tahun
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah di derita :


Pasien tidak pernah menderita penyakit sebelumnya, hanya TB saat ini (umur 16
tahun).

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Kesan Gizi : Kurang

8
Berat Badan : 29 kg
Tinggi Badan : 150 cm
Lingkar kepala : 52 cm
Lingkar dada : 71 cm
Lingkar lengan atas : 18 cm

Status Gizi
BB/U : 29/54 x 100% = 53,70% (Sangat kurang)
TB/U : 150/163 x 100% = 92,02% (Normal)
BB/TB : 29/41 x 100% = 70,73% (Gizi kurang)
Status Gizi : Gizi Kurang

Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Frekuansi nadi : 80 x/menit menit (kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri,
regular)
Frekuensi pernapasan : 32 x/menit
Suhu : 36,5 C (diukur di aksila kiri)

STATUS GENERALIS

1. Kepala : normocephali
Wajah : simetris, tidak ada dismorfik wajah
Rambut : warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

9
Mata
Bentuk : normal, kedudukan bola mata simetris
Palpebra : normal, tidak terdapat ptosis, lagoftalmus, oedem, perdarahan,
blepharitis, maupun xanthelasma
Gerakan : normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus
Konjungtiva : tidak anemis
Sklera : tidak ikterik
Pupil : bulat, isokor, reflex cahaya langsung positif pada mata kanan dan kiri,
reflex cahaya tidak langsung positif pada mata kanan dan kiri.

Telinga
Bentuk : normotia
Liang telinga : lapang
Serumen : tidak ditemukan serumen pada telinga kanan maupun kiri
Nyeri tarik helix : tidak ada nyeri tarik pada helix kanan maupun kiri
Nyeri tekan tragus : tidak ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun kiri

Hidung
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas, tidak hiperemis, tidak ada
sekret, tidak ada nyeri tekan dan tidak terdapat napas cuping
hidung
Septum : simetris, tidak ada deviasi
Mukosa hidung : tidak hiperemis, konka nasalis tidak edema

Mulut dan Tenggorok


Bibir : bentuk normal, tidak pucat, tidak sianosis
Gigi - geligi : tidak ada karies
Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis, tidak halitosis dan tidak ada
stomatitis
Lidah : normoglosia, tidak tremor, tidak kotor dan tidak ada stomatitis
Tonsil : ukuran T1/T1, tidak hiperemis, kripta normal dan tidak ada
detritus

10
Faring : tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah dan
tidak ada post nasal drip

2. Leher
Bendungan vena : tidak ada bendungan vena
Kelenjar tiroid : tidak membesar
Trakea : di tengah

3. Kelenjar Getah Bening


Leher : tidak terdapat pembesaran di KGB leher
Aksila : tidak terdapat pembesaran di KGB aksila
Inguinal : tidak terdapat pembesaran di KGB inguinal

4. Thorax
- Bentuk normal. Retraksi (-). Dinding dada asimetris. Dinding dada kiri tertinggal
saat gerakan napas. Pernapasan torakoabdominal. Tidak ada efloresensi yang
bermakna.

Paru-paru
Inspeksi : asimetris, hemithorax kiri tertinggal, tipe pernapasan
torakoabdominal

Palpasi : vocal fremitus hemithorax kiri melemah

Perkusi : sonor pada lapang paru kanan, redup pada ICS 4 midclavicularis kiri

Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi, tidak terdengar


wheezing pada kedua lapang paru.

Jantung
Inspeksi : tidak tampak pulsasi abnormal

Palpasi : teraba ictus cordis pada ICS V 1 cm lateral dari linea


midklavikularis sinistra

11
Perkusi : Batas kanan jantung : ICS 2 ICS 4 linea midclavicularis dextra

Batas kiri jantung : ICS 5 linea midclavicularis sinistra

Batas atas jantung : ICS 2 parasternal sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I&II regular, tidak terdengar gallop maupun murmur

5. Abdomen
Inspeksi : datar, tidak terdapat striae dan kelainan kulit, tidak terdapat pelebaran
vena
Auskultasi : bising usus positif 3x/menit
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, tidak terdapat nyeri tekan pada
seluruh kuadran abdomen, tidak teraba massa pada adneksa, pada
pemeriksaan ballottement negatif pada ginjal kanan dan kiri
Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen, shifting dullness (-), nyeri
ketok CVA -/-

6. Genitalia
Perempuan

7. Kelenjar Getah Bening


Preaurikular : tidak terdapat pembesaran
Postaurikular : tidak terdapat pembesaran
Submandibula : tidak terdapat pembesaran
Aksila : tidak terdapat pembesaran
Supraklavikula: tidak terdapat pembesaran
Inguinal : tidak terdapat pembesaran

8. Ekstremitas Atas
Inspeksi : bentuk normal
Palpasi : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT < 3

12
Ekstremitas Bawah
Inspeksi : bentuk normal
Palpasi : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT < 3

9. Tulang belakang
Bentuk normal, deviasi (-), benjolan (-), nyeri tekan (-), skoliosis (-), hiperlordosis (-),
gibus (-)

10. Susunan saraf


Tanda Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk : (-)
- Laseq : (-)
- Brudzinski I : (-)
- Brudzinski II : (-)
Refleks Fisiologis
- Biceps : +/+
- Triceps : +/+
- Patella : +/+
- Achilles : +/+
Refleks Patologis
- Babinski : -/-
- Chaddock : -/-
- Oppenheim : -/-
- Gordon : -/-
- Hoffmann Tromner: -/-
Nervus Kranialis
- N.I : tidak dilakukan
- N.II : isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+
- N.III, IV, VI : tidak dilakukan
- N.V : tidak dilakukan
- N.VII : wajah simetris
- N.VIII : dapat mendengar
- N.IX, X : tidak ada gangguan menelan
- N.XII : lidah simetris

11. Kulit
Sawo matang, ikterik (-), pucat (-), eritema (-), ptekie (-)

13
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 25 April 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Darah Rutin
Leukosit 7.2 4.5 12.5 ribu/L
Eritrosit 3.9 3.8 5.2 juta/L
Hemoglobin 10.2 12.8 16.8 g/dL
Hematokrit 31 35 47 %
Trombosit 371.000 154 386 ribu/L
MCV 79.8 80 100 fL
MCH 26.4 26 34 pg
MCHC 33.1 32 36 g/dL
RDW 11.5 < 14 %
GDS 105 < 110 mg/dL
Elektrolit
Natrium 132 135 155 mmol/L
Kalium 3.5 3.6 5.5 mmol/L
Klorida 95 98 109 mmol/L

14
Rontgen Thorax

15
Deskripsi : COR : sulit dinilai
Pulmo : hilus baik
terdapat perselubungan homogen pada hemithorax kiri
Sudut costofrenikus : kiri sulit dinilai, kanan lancip
Tulang : skoliosis
Kesan : Efusi Pleura Sinistra
V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 1 bulan SMRS. Sesak timbul perlahan
dan menetap. Sesak dirasakan saat aktifitas maupun saat istirahat. Pasien juga mengeluh
demam sejak 1 bulan SMRS. Demam dengan suhu tidak terlalu tinggi, naik turun dan timbul
perlahan. Selain itu pasien mengeluh batuk sejak 1 bulan SMRS. Batuk berdahak berwarna
putih kental. Pasien mengeluh keringat malam. Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan dan
berat badan pasien menurun sekitar 6 kilogram sejak 1 bulan SMRS. BAB cair sejak 2
minggu SMRS. BAB cair sebanyak 1x berwarna kuning disertai ampas. Pasien sudah minum
paracetamol namun keluhan tidak berkurang. Riwayat flek paru, radang paru dan asma
disangkal. Pasien mengaku tinggal serumah dengan kakak pasien yang menderita TB Paru
dengan pengobatan OAT yang sudah selesai (6 bulan). Pasien lahir di tolong dukun, tidak ada
penyulit saat kehamilan dan persalinan dan data outcome bayi tidak diketahui. Riwayat
tumbuh kembang tidak diketahui. Riwayat makanan baik namun jumlah sedikit. Riwayat
imunisasi dasar tidak lengkap. Pasien tinggal di lingkungan yang padat namun bersih.
Sebelumnya pasien tidak pernah menderita penyakit tertentu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, kesan gizi kurang.
Berat badan 29 kg, tinggi badan 150 cm dan didapatkan status gizi kurang menurut kurva
CDC. Tanda vital tekanan darah yaitu 110/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, pernapasan 32
kali/menit dan suhu 36,5oC. status generalis dalam batas normal kecuali pada pemeriksaan
thorax, dari inspeksi terlihat dinding dada asimetris, dinding dada kiri tertinggal saat gerakan
napas dan tipe pernapasan torakoabdominal. Pada pemeriksaan paru, palpasi vocal fremitus
asimetris, bagian hemithorax kiri melemah. Perkusi sonor pada lapang paru kanan dan redup
pada ICS 4 midclavicularis kiri. Auskultasi suara napas vesikuler, rokhi -/-, wheezing -/-,
suara napas tambahan (-). Pada pemeriksaan neurologis tidak terdapat kelainan. Pada
pemeriksaan penunjang di dapatkan hemoglobin 10,2 g/dL (menurun) dan natrium 132

16
mmol/L (menurun). Pada pemeriksaan rontgen thorax AP didapatkan kesan efusi pleura
sinistra.

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Efusi Pleura ec Suspek TB Paru
2. Efusi Pleura ec Bronkopneumonia

VI. DIAGNOSIS KERJA


1. Efusi Pleura ec Suspek TB Paru
2. Gizi kurang

VII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Foto thorax ulang
2. Laboratorium LED
3. Mantoux test
4. BTA sputum
5. Pungsi pleura

VII. PENATALAKSANAAN
- O2 2lpm nasal kanul
- IVFD KAEN 1B 2cc/kgBB
- Paracetamol 350mg k/p
- Inj Cefotaxime 3x750mg
- Inj Dexamethasone 3x5mg

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Fungtionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

17
Tanggal S O A P
26/4/17 Sesak (+), batuk TD : 100/70 mmHg Efusi Pleura ec - O2 2lpm nasal
(+) berdahak HR : 100x/mnt TB Paru kanul
- ML
HP 2 warna putih kental, RR : 28x/mnt Gizi kurang
- IVFD KAEN
o
keringat malam (+) S : 39,5 C
2B
2cc/kgBB/jam
Status Gizi - Inj Cefotaxime
Skor TB BB : 29 kg 3x750mg
- Inj
Kontak : 2 TB : 150 cm
Dexamethasone
Mantoux : 0 BB/TB :
3x5mg
BB : 1 29/41x100%=70,73%
- OAT R/H/Z
Demam : 1 (Gizi kurang)
300/150/750 mg
Batuk kronik : 1 - Vit B6 1x1 tab
- Asam folat 1x1
Pembengkakan : 0 Mata : CA-/- SI-/-
tab
Rontgen : 1 Hidung : NCH (-)
- Paracetamol
Total 6 Thorax :
350mg tab k/p
SNV+/ rh-/- wh-/- - R/ cek BTA
S1 S2 reg m(-) g (-) sputum dan
Abdomen : supel BU Mantoux test
(+) NT (-)
Ekstremitas :
AH + +
+ +
CRT < 3
Urin 700cc

IX. FOLLOW UP

18
Tanggal S O A P
27/4/17 Sesak (+) TD : 100/60 mmHg Efusi Pleura ec - O2 2lpm nasal
berkurang, batuk HR : 100x/mnt TB Paru kanul
- ML
HP 3 (+) berdahak RR : 20x/mnt Gizi kurang
- Venflon
warna putih kental, S : 36,5oC Konstipasi - Inj Cefotaxime
demam (-), intake fungsional 3x750mg
- Inj
sulit, BAK dbn, Status Gizi
Dexamethasone
BAB (-) 3 hari BB : 30 kg
3x5mg
TB : 150 cm
- OAT R/H/Z
300/150/750 mg
Mata : CA-/- SI-/- - Vit B6 1x1 tab
- Asam folat 1x1
Hidung : NCH (-)
tab
Thorax :
- Paracetamol
SNV+/ rh-/- wh-/- 350mg tab k/p
S1 S2 reg m(-) g (-) - Microlax supp
Abdomen : supel BU
(+) NT (-)
Ekstremitas :
AH + +
+ +
CRT < 3
Urin 300cc

19
Pemeriksaan Hasil Nilai normal

URINALISIS

Urin Lengkap

Warna kuning kuning

Kejernihan Agak keruh jernih

Glukosa - -

Bilirubin - -

Keton - -

pH 7.0 4.6 - 8

Berat jenis 1.025 1.005 1.030

Albumin urine - -

Urobilinogen 0.2 0.1 1 E.U./dL

Nitrit - -

Darah - -

Esterase leukosit - -

Sedimen Urin

Leukosit 1-2 < 5 /LPB

Eritrosit 0-1 < 2 /LPB

Epitel + + /LPB

Silinder - - /LPK

Kristal - -

Bakteri - -

20
Jamur - - /LPB

Tanggal S O A P
28/4/17 Sesak (+) TD : 100/70 mmHg Efusi Pleura ec - O2 2lpm nasal
berkurang, batuk HR : 110x/mnt TB Paru kanul
- MB TKTP
HP 4 (+) berkurang, RR : 24x/mnt Gizi kurang
- Venflon
demam (-), intake S : 36,4 oC - Inj Cefotaxime
sulit, BAK dbn, 3x750mg
- Inj
BAB 1x keras, Status Gizi
Dexamethasone
nafsu makan BB : 30 kg
3x5mg
menurun TB : 150 cm
- OAT R/H/Z
300/150/750 mg
Mata : CA-/- SI-/- - Vit B6 1x1 tab
- Asam folat 1x1
Hidung : NCH (-)
tab
Thorax :
- Paracetamol
SNV+/ rh-/- wh-/- 350mg tab k/p
S1 S2 reg m(-) g (-) - Vit A 1x200.000
Abdomen : supel BU unit
(+) NT (-)
Ekstremitas :
AH + +
+ +
CRT < 3
Urin 700cc

Lab
BTA 1 (-)
BTA 2 (-)

21
Tanggal S O A P
29/4/17 Sesak (+) TD : 100/70 mmHg Efusi Pleura ec - O2 2lpm nasal
berkurang, batuk HR : 100x/mnt TB Paru kanul
- MB TKTP
HP 5 (+) berkurang RR : 20x/mnt Gizi kurang
- Venflon
demam (-), intake S : 36,6 oC - Inj Cefotaxime
sulit, BAK dbn 3x750mg
- Inj
BAB dbn Status Gizi
Dexamethasone
BB : 31 kg
3x5mg
TB : 150 cm
- OAT R/H/Z
300/150/750 mg
Mata : CA-/- SI-/- - Vit B6 1x1 tab
- Asam folat 1x1
Hidung : NCH (-)
tab
Thorax :
- Paracetamol
SNV+/ rh-/- wh-/- 350mg tab k/p
S1 S2 reg m(-) g (-) - Vit A 1x200.000
Abdomen : supel BU unit
(+) NT (-)
Ekstremitas :
AH + +
+ +
CRT < 3
Urin 1050cc
Mantoux test :
0mm (-)

22
Tanggal S O A P
30/4/17 Batuk (+), BAK TD : 100/50 mmHg Efusi Pleura ec - O2 2lpm nasal
dbn, BAB dbn HR : 88x/mnt Susp TB Paru kanul (k/p)
- MB TKTP
HP 6 RR : 30x/mnt Gizi kurang
- Venflon
S : 36,6 oC - Inj Cefotaxime
3x750mg
- Inj
Status Gizi
Dexamethasone
BB : 31 kg
3x5mg
TB : 150 cm
- OAT R/H/Z
300/150/750 mg
Mata : CA-/- SI-/- - Vit B6 1x1 tab
- Asam folat 1x1
Hidung : NCH (-)
tab
Thorax :
- Paracetamol
SNV+/ rh-/- wh-/- 350mg tab k/p
S1 S2 reg m(-) g (-) Vit A 1x200.000
Abdomen : supel BU unit
(+) NT (-)
Ekstremitas :
AH + +
+ +
CRT < 3

23
Tanggal S O A P

24
1/5/17 Batuk (+), BAK TD : 90/60 mmHg Efusi Pleura ec - O2 2lpm nasal
dbn, BAB dbn HR : 80x/mnt TB Paru kanul (k/p)
- MB TKTP
HP 7 RR : 25x/mnt Gizi kurang
- Venflon
S : 36 oC - Inj Cefotaxime
3x750mg
- Inj
Status Gizi
Dexamethasone
BB : 31 kg
3x5mg
TB : 150 cm
- OAT R/H/Z
300/150/750 mg
Mata : CA-/- SI-/- - Vit B6 1x1 tab
- Asam folat 1x1
Hidung : NCH (-)
tab
Thorax :
- Paracetamol
SNV+/ rh-/- wh-/- 350mg tab k/p
S1 S2 reg m(-) g (-) - Vit A 1x200.000
Abdomen : supel BU unit
(+) NT (-)
Ekstremitas :
AH + +
+ +
CRT < 3

25
Tanggal S O A P
2/5/17 Batuk (+) jarang, TD : 110/70 mmHg Efusi Pleura ec - O2 2lpm nasal
lemas BAK dbn, HR : 88x/mnt TB Paru kanul (k/p)
- MB TKTP
HP 8 BAB dbn RR : 20x/mnt Gizi kurang
- Venflon
S : 36,8 oC - Inj Cefotaxime
3x750mg
- Inj
Status Gizi
Dexamethasone
BB : 31 kg
3x5mg
TB : 150 cm
- OAT R/H/Z
300/150/750 mg
Mata : CA-/- SI-/- - Vit B6 1x1 tab
- Asam folat 1x1
Hidung : NCH (-)
tab
Thorax :
- Paracetamol
SNV+/ rh-/- wh-/- 350mg tab k/p
S1 S2 reg m(-) g (-) - Vit A 1x200.000
Abdomen : supel BU unit
- ACC rawat
(+) NT (-)
jalan. Kontrol
Ekstremitas :
hari Jumat
AH + +
5/5/17
+ +
CRT < 3

26
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Efusi pleura adalah penimbunan cairan yang abnormal dalam rongga pleura, akibat
dari berlebihnya produksi atau berkurangnya absorbsi atau keduanya. (1) Pleurisy atau radang
pleura adalah inflamasi pada pleura biasanya disertai efusi pleura.(2)

3.2 Anatomi
Pleura merupakan selaput yang melapisi paru-paru. Pleura disusun oleh jaringan ikat
fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan kapiler darah serta serat saraf
kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama fibroblas dan makrofag). Pleura juga dilapisi
oleh selapis sel mesotel. Terdapat 2 lapisan yaitu pleura parietalis bagian luar yang
berhubungan dengan mediastinum dan pleura viseralis bagian yang langsung melapisi paru-
paru. Sedangkan rongga di antara pleura parietalis dan viseralis disebut cavum pleura.(1)

Gambar 1. Anatomi Paru

27
Gambar 2. Anatomi Pleura

3.3 Fisiologi

Normalnya cavum pleura berisi cairan 5 15 ml yang berfungsi sebagai pelumas agar
tidak terjadi friksi saat ventilasi.(2) Jumlah cairan pleura yang diproduksi normalnya adalah 17
mL/hari dengan kapasitas absorbsi maksimal drainase sistem limfatik sebesar 0,2-0,3
mL/kgbb/jam. Cairan dalam rongga pleura dipertahankan oleh keseimbangan tekanan
hidrostatik, tekanan onkotik pada pembuluh darah parietal dan viseral serta kemampuan
drainase limfatik. Efusi pleura terjadi sebagai akibat gangguan keseimbangan faktor-faktor
tersebut. Kandungan normal cairan cavum pleura adalah(2) :

- jernih, karena merupakan hasil ultrafiltrasi plasma darah yang berasal dari pleura
parietalis

- pH 7,60-7,64

- kandungan protein kurang dari 2% (1-2 g/dL)

- kadungan sel darah putih < 1000 /m3

- kadar glukosa serupa dengan plasma

28
- kadar LDH (laktat dehidrogenase) < 50% dari plasma

3.4 Epidemiologi

Prevalensi efusi pleura tergantung dari frekuensi penyakit yang mendasari. Pada efusi
pleura akibat Tuberculosis Paru (TB Paru) ditentukan oleh prevalensi TB Paru. (1) 95% TB
Paru terjadi di negara berkembang. WHO memprediksi terdapat lebih dari 8 juta kasus baru
pertahun dan 1,3 juta kasus diantaranya adalah TB anak. WHO juga memperkirakan terdapat
30% kasus terinfeksi TB pada negara Afrika, ASIA dan Amerika latin.(2)

Dari beberapa negara Afrika dilaporkan hasil isolasi Mycobacterium tuberculosis


(MTB) 7%-8% pada anak yang dirawat dengan pneumonia berat akut dengan dan tanpa
infeksi human immunodeficiency virus (HIV), dan TB merupakan penyebab kematian pada
kelompok anak tersebut. Dilaporkan juga dari Afrika Selatan bahwa pada anak-anak yang
sakit TB didapatkan prevalensi HIV 40%-50%.(3)

Masalah yang dihadapi saat ini adalah meningkat-nya kasus TB dengan pesat selain
karena peningkatan kasus penyakit HIV/AIDS juga meningkatnya kasus multidrug resistence-
TB (MDR-TB), hasil penelitian di Jakarta mendapatkan >4% dari kasus baru. Masalah lain
adalah peran vaksinasi BCG dalam pencegahan infeksi dan penyakit TB yang masih
kontroversial. Berbagai penelitian melaporkan proteksi dari vaksinasi BCG untuk pencegahan
penyakit TB berkisar antara 0%-80%, secara umum diperkirakan daya proteksi BCG hanya
50%, dan vaksinasi BCG hanya mencegah terjadinya TB berat, seperti milier dan meningitis
TB. Daya proteksi BCG terhadap meningitis TB 64%, dan miler TB 78% pada anak yang
mendapat vaksinasi.(1,3)

3.5 Etiologi

Efusi pleura pada anak biasanya disebabkan oleh bakteri pneumonia, gagal jantung,
reumatologi, dan keganasan intratoraks. Selain itu bisa disebabkan oleh tuberkulosis, lupus
eritematosus, pneumonitis aspirasi, uremia, pankreatitis, subdiafragma abses, rheumatoid
artritis.(2)

29
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum dan sindroma vena kava superior.
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana
masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. Kelebihan
cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik,
kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme
dasar(4):

Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik


Penurunan tekanan osmotic koloid darah
Peningkatan tekanan negative intrapleural
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

Penyebab lain dari efusi pleura adalah(2,4):

Gagal Jantung Pankreatitis


Kadar protein yang rendah Emboli paru
Sirosis Tumor
Pneumonia Lupus eritematosus sistemik
Blastomikosis Pembedahan jantung
Koksidioidomikosis Cedera di dada
Tuberkulosis Obat-obatan (hidralazin,
Histoplasmosis prokainamid, isoniazid,

Kriptokokosis fenitoin,klorpromazin,
nitrofurantoin, bromokriptin,
Abses dibawah diafragma
dantrolen, prokarbazin)
Artritis rematoid

30
Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.


Pada anak-anak, efusi parapneumonik akibat infeksi dari pneumonia adalah
penyebab utama dan umum dari efusi pleura. Ada tiga tingkatan/tahap yang berhubungan
dengan efusi parapneumonik yang mungkin saling tumpang tindih. Tahap eksudatif (tahap efusi
tanpa komplikasi), tahap fibropurulent (tahap mulai masuknya kuman/bakteri) dan tahap
organisasi (tahap ketiga menuju empyema).(5)

3.6 Klasifikasi


Proses inflamasi pada pleura di bagi menjadi 3 tipe yaitu dry or plastic pleurisy,
serofibrinous or serosanguineous pleurisy dan purulent pleurisy or empyema.(2)

Dry or Plastic Pleurisy


Dry or Plastic Pleurisy biasanya berhubungan dengan infeksi paru akut
bakteri atau virus. Dapat juga berkembang dari infeksi saluran pernapasan bagian atas. Sering
juga berhubungan dengan tuberculosis dan demam rematik. Efusi pleura dapat terjadi terbatas
pada pleura viseralis dengan jumlah cairan serosa kuning yang sedikit dan perlekatan antara
kedua lapisan pleura.(2)

Serofibrinous or serosanguineous pleurisy


Serofibrinous or serosanguineous pleurisy adalah eksudat fibrinous pada
permukaan lapisan pleura dan efusi eksudatif cairan serosa pada cavum pleura. Biasanya
terjadi pada infeksi paru atau inflamasi pada abdomen dan mediastinum. Selain itu bisa
terjadi pada lupus eritematosus, periarteritis, rheumatoid artritis.(2)

Purulent pleurisy or empyema


Empyema adalah terdapatnya pus di dalam cavum pleura. Biasanya
disebabkan oleh streptococcus pneumonia.(2)

31

3.7 Patofisiologi

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis, keadaan dimana terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura. Hal ini
merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB biasanya terjadi 6-12 minggu
setelah infeksi primer, pada anak-anak dan orang dewasa muda. Efusi pleura TB ini diduga
akibat pecahnya fokus perkijuan subpleura paru sehingga bahan perkijuan dan kuman M. TB
masuk ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T yang akan menghasilkan
suatu reaksi hipersensitiviti tipe lambat. Limfosit akan melepaskan limfokin yang akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas dari kapiler pleura terhadap protein yang akan
menghasilkan akumulasi cairan pleura. Cairan efusi umumnya diserap kembali dengan
mudah. Namun terkadang bila terdapat banyak kuman di dalamnya, cairan efusi tersebut
dapat menjadi purulen, sehingga membentuk empiema TB.(6)

3.8 Diagnosis
3.8.1 Anamnesis

Gejala yang paling sering dijumpai adalah batuk (70%) biasanya tidak berdahak, nyeri
dada (75%) biasanya nyeri dada pleuritik, demam sekitar 14% yang subfebris, penurunan
berat badan dan malaise.(4)

Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. Pada
anak masalah pernapasan adalah hal yang paling sering dikeluhkan. Apabila dihubungkan
dengan penyebabnya berupa pneumonia maka gejala yang muncul adalah batuk, demam,
sesak nafas, menggigil. Apabila penyebabnya bukan pneumonia, maka gejala pada anak
mungkin tidak ditemukan sampai efusi yang timbul telah mencukupi untuk menimbulkan
gejala sesak nafas atau kesulitan bernafas.(4,5)

Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk,
banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.(4)

3.8.2 Pemeriksaan Fisik

32

Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan
duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).(5)

Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu
daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.(4)

Kadang-kadang efusi pleura TB asimptomatik jika cairan efusinya masih
sedikit dan sering terdeteksi pada pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk tujuan
tertentu. Namun jika cairan efusi dalam jumlah sedang sampai banyak maka akan
memberikan gejala dan kelainan dari pemeriksaan fisik. Efusi pleura TB biasanya
memberikan gambaran klinis yang bervariasi berupa gejala respiratorik, seperti nyeri dada,
batuk, dan sesak nafas. Gejala umum berupa demam, keringat malam, nafsu makan menurun,
penurunan berat badan, rasa lelah dan lemah juga bisa dijumpai.(4,5)

Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung pada
banyaknya penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa dilihat kelainan
berupa bentuk dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada yang terlibat, sela iga melebar,
pergerakan tertinggal pada dada yang terlibat. Pada palpasi, vocal fremitus melemah sampai
menghilang, perkusi dijumpai redup pada daerah yang terlibat, dari auskultasi akan dijumpai
suara pernafasan vesikuler melemah sampai menghilang, suara gesekan pleura.(5)

3.8.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Torakosentesis / Pungsi pleura

Torakosentesis atau pungsi pleura dilakukan untuk terapi atau diagnostik. Pungsi
pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Bila cairan serosa
mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).(4)

Torakosentesis atau penyaluran saluran dada (chest tube drainage) dianjurkan pada
pasien anak-anak yang memiliki demam menetap, toksisitas, organism tertentu (misalnya
S.aereus atau pneumococcus), nyeri pleura, kesulitan dalam bernafas, pergeseran
mediastinum, gangguan pernafasan yang membahayakan. Chest tube drainage semestinya
segera dilakukan apabila dari hasil analisa cairan pleura menunjukkan pH kurang dari 7,2
kadar glukosa < 40mg/dl dan kadar LDH lebih dari 1000 U/mL.(5)

33




2. Analisis cairan pleura

Kemudian cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan
asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan
pH.(4)






Gambar 3. Cairan Pleura


Namun pada anak-anak tidak semuanya memerlukan torakosentesis sebagai prosedur
yang sama. Efusi parapneumonik yang dihubungkan dengan sudut costoprenicus yang
tumpul minimal tidak seharusnya mendapat prosedur torakosentesis.(5)

2. Pemeriksaan Radiologi (Foto Thorax)

Pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenikus. Bila cairan lebih
300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung atau garis ellis. Mungkin terdapat
pergeseran di mediastinum.(4)

34








Gambar 3. Foto Thorax dengan Efusi Pleura


3. CT-Scan Thorax

CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor.(4)









Gambar 4. CT-Scan menunjukkan adanya akumulasi cairan sebelah kanan

4. USG Thorax

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya
sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.(4)

35








Gambar 5. USG Efusi pleura dengan celah yang multipel

5. Biopsi

Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya. Pada anak dilakukan
apabila peradangan efusi pleura tidak bisa dijelaskan. Teknik ini memiliki peran yang terbatas
pada anak-anak namun memiliki kepentingan yang besar dalam membedakan TB atau
keganasan. Yang menjadi komplikasi utama adalah pneumotoraks dan perdarahan.(6)

6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul.(6)

3.9 Penatalaksanaan


Dikarenakan efusi pleura ini terjadi akibat TB, maka prinsip pengobatan
seperti
pengobatan TB. Pengobatan dengan obat anti tuberculosis (rifampisin, INH,
pirazinamid/etambutol/streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian
obat seperti pada pengobatan tuberculosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi
dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan
torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kadang dapat
diberikan kortikosteroid secara sistemik (prednison 1mg/kgBB selama 2 minggu kemudian
dosis diturunkan secara perlahan).(11)

36

Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase: intensif dan lanjutan. Fase intensif
ditujukan untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah resistensi obat.
Sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang tidak aktif. Fase lanjutan
menggunakan lebih sedikit obat karena sebagian besar bakteri telah terbunuh sehingga risiko
pembentukan bakteri yang resisten terhadap pengobatan menjadi kecil. (11)

Berdasarkan pedoman tata laksana DOTS, pasien dengan sakit berat yang luas
atau adanya efusi pleura bilateral dan sputum BTA positif, diberikan terapi kategori I (Fase
Intensif dengan 4 macam obat : INH, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol selama 2 bulan dan
diikuti dengan fase lanjutan selama 4 bulan dengan 2 macam obat : INH dan Rifampisin).
Pada pasien dengan efusi pleura TB soliter harus diterapi dengan INH, Rifampisin dan
Pirazinamid selama 2 bulan diikuti dengan terapi INH dan rifampisin selama 4 bulan.(11)

Tabel 2. Obat anti TB



Torakosentesis

37

Gambar 8. Torakosentesis

Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga aksilaris posterior dengan
memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak
melebihi 1.000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-
ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi)
atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru mengembang terlalu cepat.
Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra
pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler
yang abnormal. Komplikasi lain torakosentesis adalah : pneumothoraks (ini yang paling
sering udara masuk melalui jarum), hemothoraks (karena trauma pada pembuluh darah
interkostalis) dan emboli udara yang agak jarang terjadi.(12)


PENGOBATAN SUPORTIF

Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila
keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain
OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya
tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.(11,12)

1. Pasien rawat jalan


a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin
tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk

38
pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau
keluhan lain.
2. Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
- Batuk darah masif
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB
Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis
dan indikasi rawat.

TERAPI PEMBEDAHAN

lndikasi operasi (12)


1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.

39

Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
Bronkoskopi
Punksi pleura
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

3.10 Prognosis

Anak-anak yang memiliki efusi parapneumonik tanpa komplikasi memberikan
respon yang baik dengan penanganan yang konservatif tanpa tampak sisa kerusakan paru. Virus
dan mikoplasma penyebab penyakit pleura secara umum sembuh spontan. Pasien dengan
empyema memerlukan perawatan yang lebih lama di Rumah Sakit. Secara nyata tidak ada
kematian yang muncul dengan terapi yang benar. Kasus kematian rata-rata 3-6% telah
dilaporkan pada beberapa seri saat ini, dengan angka tertinggi muncul diantara bayi usia kurang
dari 1 tahun.(7)
















40

BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 1 bulan SMRS. Sesak timbul
perlahan dan menetap. Sesak pada pasien ini disebabkan oleh adanya cairan pada
rongga pleura. Sesak dirasakan saat aktifitas maupun saat istirahat. Hal ini
mendukung bahwa sesak disebabkan oleh kelainan di paru, bukan jantung. Pasien
juga mengeluh demam sejak 1 bulan SMRS. Demam dengan suhu tidak terlalu
tinggi, naik turun dan timbul perlahan. Demam subfebris sesuai dengan demam
pada infeksi TB. Selain itu pasien mengeluh batuk sejak 1 bulan SMRS. Batuk
berdahak berwarna putih kental. Hal ini juga mendukung gejala TB meskipun TB
pada anak tidak selalu muncul gejala batuk yang khas. Pasien mengeluh keringat
malam. Keluhan ini merupakan salah satu gejala pada pasien TB namun jarang
terjadi pada anak. Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan dan berat badan pasien
menurun sekitar 6 kilogram sejak 1 bulan SMRS. Hal ini menandakan adanya
infeksi kronis yaitu salah satunya TB Paru. BAB cair sejak 2 minggu SMRS. BAB
cair sebanyak 1x berwarna kuning disertai ampas. Pada TB sering ditemukan
riwayat diare. Pasien sudah minum paracetamol namun keluhan tidak berkurang.
Riwayat flek paru, radang paru dan asma disangkal. Pasien mengaku tinggal
serumah dengan kakak pasien yang menderita TB Paru dengan pengobatan OAT
yang sudah selesai (6 bulan). Ayah dan ibu pasien juga positif menderita TB
namun belum mendapat pengobatan. Riwayat kontak dengan TB dewasa
mendukung terinefksinya TB pada anak. Riwayat imunisasi dasar tidak lengkap.
Pasien mengaku mendapat imunisasi BCG, namun tidak ditemukan scar pada
lengan pasien. Pasien tinggal di lingkungan yang padat namun bersih. Pasien
tinggal di lingkungan yang padat sehingga beresiko terjadinya penularan melalui
droplet. Sebelumnya pasien tidak pernah menderita penyakit tertentu. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, kesan gizi kurang. Berat badan 29 kg, tinggi badan 150 cm dan
didapatkan status gizi kurang menurut kurva CDC. Tanda vital tekanan darah yaitu
110/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, pernapasan 32 kali/menit dan suhu 36,5 oC.
Status generalis dalam batas normal kecuali pada pemeriksaan thorax, dari

41
inspeksi terlihat dinding dada asimetris, dinding dada kiri tertinggal saat gerakan
napas dan tipe pernapasan torakoabdominal. Pada pemeriksaan paru, palpasi vocal
fremitus asimetris, bagian hemithorax kiri melemah. Perkusi sonor pada lapang
paru kanan dan redup pada ICS 4 midclavicularis kiri. Auskultasi suara napas
vesikuler, rokhi -/-, wheezing -/-, suara napas tambahan (-). Pada pemeriksaan
paru menunjukkan terjadinya akumulasi cairan pada rongga pleura meskipun
klinis anak tidak menunjukkan sesak napas berat. Pada pemeriksaan neurologis
tidak terdapat kelainan. Hal ini menyingkirkan kemungkinan meningitis TB. Pada
pemeriksaan penunjang di dapatkan hemoglobin 10,2 g/dL (menurun) dan natrium
132 mmol/L (menurun). Hb yang menurun bias disebabkan karena adanya infeksi
kronis. Pada pemeriksaan rontgen thorax AP didapatkan kesan efusi pleura
sinistra. Hal ini menunjang diagnosis efusi pleura.
Pada hasil follow up di periksa BTA sputum namun hasilnya negatif. Pada
pemeriksaan mantoux test di dapatkan hasil negatif dengan indurasi 0mm. Hal ini
dapat terjadi pada keadaan infeksi berat, anergi atau imunocompromized.

42

BAB V
PENUTUP

TB Paru pada anak merupakan penyakit yang sering terjadi dan dapat menjadi
efusi pleura akibat adanya cairan yang masuk ke rongga pleura. Cairan dapat
berupa serosa atau pus yang disebut empyema. Untuk menegakkan diagnosis dari
efusi pleura dapat di lakukan anamnesis namun biasanya TB pada anak
menunjukkan gejala yang tidak khas. Penting juga adanya riwayat kontak dari TB
Dewasa. Dari pemeriksaan fisik biasanya ditemukkan kelainan pada paru yang
asimetris seperti pergerakan napas yang tertinggal, suara napas vesikuler yang
melemah pada satu sisi dan perkusi yang redup pada bagian yang terdapat efusi.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan test mantoux yang positif, BTA sputum
yang positif dan pemeriksaan radiologis yang menunjukkan adanya perselubungan
homogen yaitu efusi pleura. Untuk menterapi efusi pleura yang disebabkan TB
Paru oleh karena itu perlu di terapi penyakit yang mendasari yaitu dengan OAT.
Bila sesak semakin berat atau cairan efusi dalam jumlah banyak maka dapat
dilakukan pungsi pleura.

43

DAFTAR PUSTAKA

1. Pleural Efusions. Available at http://emedicine.medscape.com/article/299959-

overview#a9 Access on May 2 2017.

2. Kligmann, Stanton, Geme ST, Schor, Behrman. Nelson Textbook of Pediatrics.

19th ed. Elsevier Saunders. United State of America: 2011.

3. Katasasmita C. Epidemiologi Tuberculosis. Sari Pediatri. Bandung: 2009.

4. Obando I et al. Pediatric parapneumonic empyema, Spain. Emerging infectious

Disease 2008;14:1390-1396.

5. Light RW. Update on tuberculous pleural effusion. Respirology. 2010;15:451-8.

6. Tuberculosis in Children. Available at

https://my.clevelandclinic.org/health/articles/tuberculosis-tb-in-children Access on

May 2 2017.

44
7. Bradley JS et al. The Management of Community-Acquired Pneumonia in

Infants and Children Older than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by

the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of

America. Clin Infect Dis. 2011:53(7):617-30p.

8. Hariadi S. Efusi Pleura. In: Wibisono MJ, Winariani, and H Slamet, editors.

Buku ajar

ilmu penyakit paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair;

2010.p.114-6.

9. Chih-Ta Y et al. Treatment of complicated parapneumonic pleural effusion with

intrapleural streptokinase in children. Chest 2004;125:566-571.

10. Halim H. Penyakit-penyakit pleura. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi A, K

Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta:

Interna

Publishing; 2009. p.2332-3.

11. Rahajoe N dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. UKK Pulmonologi PP

IDAI :

Jakarta. 2005, 51-52.

12. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.


Departemen Kesehatan RI. 2011.

45

46

Anda mungkin juga menyukai