Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Creeping Eruption atau cutaneous larva migrans atau dermatosis


linearis migrans atau sandworm disease adalah kelainan kulit yang merupakan
peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif,
disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan
kucing. Penyakit ini termasuk dalam penyakit parasit hewani yaitu penyakit
yang disebabkan oleh hewan namun bukan penyakit pada hewan.(1,2)
Creeping Eruption dapat terjadi melalui kontak dengan tanah atau pasir
yang terkontaminasi dengan kotoran binatang. Jika seseorang sering berjalan
tanpa menggunakan alas kaki atau yang sering berkontak dengan pasir dan
tanah maka akan beresiko mengalami creeping eruption. Creeping Eruption
sering terjadi pada anak-anak, petani dan tentara dikarenakan mereka sering
berkontak dengan tanah dan pasir. Creeping Eruption banyak terdapat di
daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, di Afrika, Amerika
Selatan dan Barat, di Indonesia juga banyak di jumpai.(3)
Penyakit ini dapat diatasi dengan cara membunuh larva dari cacing
tambang dengan pengobatan antihelmintes secara sistemik dan dengan
menggunakan cryotherapy yaitu dengan cara beku.(3)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau
berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing
tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Nama lain dari creeping eruption
adalah cutaneous larva migrans, dermatosis linearis migrans, sandworm
disease.(2)

2.2 Epidemiologi
Creeping Eruption banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang
hangat dan lembab, di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, di Indonesia juga banyak
di jumpai. Saat ini, creeping eruption sering ditemukan karena tingginya mobilitas
dan tamasya. Dilaporkan adanya outbreak insiden creeping eruption di perkemahan
anak-anak di Miami, Florida pada tahun 2006. Dilaporkan 22 orang (33,7%) terdiri
dari anak-anak dan dewasa, menderita creeping eruption setelah 2,5 minggu berada
di perkemahan. Dari analisa didapatkan 22 orang tersebut bermain di kotak pasir
selama minimal 1 jam per hari, berjemur matahari 1 jam per hari, 17 dari 22 orang
yang terkena ternyata tidak menggunakan sandal pada saat bermain pasir. Banyak
yang mengakui adanya kucing yang bekeliaran dalam jumlah cukup banyak di
sekitar perkemahan.(1,4)
Creeping eruption lebih terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa.
Berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan sama-sama beresiko
mengalami penyakit ini.(5)

2
2.3 Anatomi
Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan
membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Anatomi kulit secara
hispatologik terdiri dari lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis (korium,
kutis vera, true skin) dan lapisan subkutis (hypodermis).(2)
Lapisan epidermis terdiri dari stratum korneum (lapisan tanduk),
stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale.
Sedangkan lapisan dermis terdiri dari pars papilare yaitu bagian yang menonjol
ke epidermis berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah dan pars retikulare
yaitu bagian dibawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri
atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin.
Lalu di bawah dermis terdapat lapisan subkutis yaitu kelanjutan dermis terdiri
dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya.(2)
Disamping itu terdapat adneksa kulit yang terdiri dari kelenjar-kelenjar
kulit, rambut dan kuku. Kelenjar-kelenjar kulit yaitu kelenjar keringat (glandula
sudorifera), kelenjar palit (glandula sebasea).(2)

Gambar 1. Anatomi Kulit(2)

3
2.4 Etiologi
Penyebab creeping eruption adalah larva yang berasal dari cacing
tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan
Ancylostoma caninum. Beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloides
sterconalis, Dermatobia maxiales, dan Lucilia caesar. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the
horse bot fly) dan cattle fly. Berikut adalah pembagian berdasarkan penyebab
yang sering dan yang jarang(1,3) :
Penyebab yang sering :
1. Ancylostoma braziliense
2. Ancylostoma caninum
3. Uncinaria phlebotonum
Penyebab yang jarang :
1. Ancylostoma ceylonicum
2. Ancylostoma tubaeforme
3. Necator amricanus
4. Strongyloides papillosus
5. Strongyloides westeri
6. Ancylostoma duondenale

Gambar 2. Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum(3)

4
2.5 Siklus Hidup
Siklus hidup ancylostoma braziliense terjadi pada binatang dan serupa dengan
ancylostoma duodenale pada manusia. Siklus hidup parasit dimulai saat telur keluar
bersama kotoran binatang ke tanah berpasir yang hangat dan lembab. Pada kondisi
kelembaban dan temperatur yang menguntungkan, telur bisa menetas dan tumbuh
cepat menjadi larva rhabditiform. Awalnya larva makan bakteri yang ada di tanah
sebelum menjadi bentuk infektif (larva stadium tiga). Pada hospes binatang, larva
mampu penetrasi sampai ke dermis dan ditranspor melalui sistem limfatik dan vena
sampai ke paru-paru. Kemudian menembus sampai ke alveoli dan trakea dimana
kemudian tertelan. Di usus terjadi pematangan secara seksual, dan siklus baru
dimulai saat telur diekskresikan. Larva yang infektif dapat tetap hidup pada tanah
selama beberapa minggu.(5,6)

Gambar 3. Siklus hidup cacing tambang(5)

5
2.6 Faktor Resiko
Cara infeksi melalui kontak kulit dengan larva infektif pada tanah. Orang
dari berbagai jenis umur, jenis kelamin dan ras bisa terinfeksi jika terpajan larva.
Orang yang beresiko adalah mereka yang pekerjaan atau hobinya berkontak dengan
tanah berpasir yang lembab dan hangat antara lain sebagai berikut(2,7):
1. Orang yang tidak memakai alas kaki di pantai
2. Anak-anak yang bermain pasir
3. Petani
4. Tukang kebun
5. Pembersih septic tank
6. Pemburu
7. Tukang kayu
8. Penyemprot serangga

2.7 Gejala Klinis


Masuknya larva ke kulit disertai rasa gatal dan panas. Awalnya akan
timbul papul kemudian akan timbul gejala yang khas yaitu lesi berbentuk linier
atau berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dengan diameter 2-3
mm, membentuk terowongan (burrow) mencapai panjang beberapa cm dan
berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan
bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari.
Rasa gatal lebih hebat pada malam hari. Tempat predileksi di tungkai,
plantar, tangan, anus, bokong dan paha, juga di bagian tubuh dimana saja yang
sering berkontak dengan tempat larva berada.(1,6)
Larva terbatas hanya pada lapisan epidermis. Lesi lama pada creeping
eruption akan memudar namun terkadang dapat menimbulkan manifestasi
purulen yang disebabkan oleh infeksi sekunder dan juga erosi dan ekskoriasi
akibat garukan. Penyakit ini self limited dengan kematian larva dalam waktu 2
sampai 8 minggu.(1)
Tanda dan gejala sistemik seperti mengi, batuk kering dan urtikaria
pernah dilaporkan pada pasien dengan infeksi ekstensif. Tanda sistemik
termasuk eosinofilia perifer dan peningkatan kadar IgE. Pada kasus creeping
eruption bisa terjadi sindrom loeffler namun jarang dijumpai. Sindrom loeffler
adalah keadaan dimana terdapat infiltrat, kadar eosinofilia dalam darah

6
melebihi 50% dan dalam sputum 90%. Larva bisa bermigrasi ke usus halus dan
menyebabkan enteritis eosinofilik.(1,5,8)

Gambar 4. Gejala klinis creeping eruption(5,6)

7
2.8 Patofisiologi
Creeping eruption disebabkan oleh berbagai spesies cacing tambang
binatang yang didapat dari kontak kulit langsung dengan tanah yang terkontaminasi
feses anjing atau kucing. Hospes normal cacing tambang ini adalah kucing dan
anjing. Telur cacing diekskresikan ke dalam feses, kemudian menetas pada tanah
berpasir yang hangat dan lembab. Kemudian terjadi pergantian bulu dua kali
sehingga menjadi bentuk infektif (larva). Larva merupakan stadium ketiga siklus
hidup. Kemudian larva ini mengadakan penetrasi ke dalam kulit manusia. Manusia
yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh larva dimana larva
menggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel, fisura atau kulit
intak. Setelah penetrasi stratum korneum, larva melepas kutikelnya. Larva ini
tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal.(4)
Larva stadium tiga menembus kulit manusia dan mulai bermigrasi 4 hari
setelah inokulasi dan progresnya 2 cm per hari, biasanya antara stratum
germinativum dan stratum korneum.(1) Hal ini menginduksi reaksi inflamasi
eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit.(4)
Larva bemigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan jarang
menembus ke dermis. Manusia merupakan hospes aksidental dan larva tidak
mempunyai enzim kolagenase yang cukup untuk penetrasi membran basalis sampai
ke dermis. Sehingga penyakit ini menetap di kulit saja. Enzim proteolitik yang
disekresi larva menyababkan inflamasi sehingga terjadi rasa gatal dan progresi lesi.
Meskipun larva tidak bisa mencapai intestinum untuk melengkapi siklus hidup,
larva seringkali migrasi ke paru-paru sehingga terjadi infiltrat paru. Pada pasien
dengan keterlibatan paru-paru didapat larva dan eosinofil pada sputumnya.
Kebanyakan larva tidak mampu menembus lebih dalam dan mati setelah beberapa
hari sampai beberapa bulan.(3)

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang di lakukan adalah dermatopatologi dengan di
temukannya atau terlihat larva di terowongan suprabasal, spongiosis,
intraepidermal vesikel, keratinosit nekrotik dan kronik infiltrate dengan banyak
eosinofil.(3)

8
2.10Diagnosis
Diagnosis creeping eruption ditegakkan berdasarkan bentuk khas yakni
terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul dan
terdapat papul atau vesikel di atasnya.(2,6,8)

2.11 Diagnosis Banding


Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan skabies.
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei, hominis dan produknya. Penyakit ini dibedakan dengan
creeping eruption berdasarkan factor resiko, dikarenakan penyebab dari skabies
adalah tungau jadi penyakit ini dapat menular melalui kontak langsung (kontak
kulit dengan kulit) dan kontak tidak langsung (melalui benda). Yang lebih beresiko
adalah orang dengan social ekonomi rendah, hygiene buruk, hubungan seksual yang
promiskuitas. Selain itu tempat predileksinya berbeda dengan creeping eruption,
pada skabies sering terjadi di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar,
siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae, umbilicus, bokong,
genitalia eksterna dan perut bagian bawah. Pada bayi sering terjadi di telapak tangan
dan telapak kaki. Selain itu terdapat berbedaan lesi, pada skabies terowongan yang
terbentuk tidak akan sepanjang seperti pada creeping eruption. Terowongan
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata
panjang 1 cm pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.(4,5,6)

Gambar 5. Skabies(4)

9
Bila melihat bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan
dermatofitosis. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat
tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang
disebabkan oleh jamur dermatofita. Pada tinea korporis lesi bulat atau lonjong,
berbatas tegas terdiri dari eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan
papul di tepi. Kelainan kulit juga terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggiran
polisiklik karena beberapa lesi kulit menjadi satu.(4)

Gambar 6. Tinea korporis(4)

Pada permulaan lesi berupa papul, karena itu sering diduga insects bite.
Insects bite adalah reaksi yang disebabkan oleh gigitan yang biasanya berasal dari
bagian mulut serangga dan terjadi saat serangga berusaha untuk mempertahankan
diri atau saat serangga tersebut mencari makanannya. Gejala klinis ada reaksi lokal,
pasien mungkin akan mengeluh tidak nyaman, gatal, nyeri sedang maupun berat,
eritema, panas, dan edema pada jaringan sekitar gigitan. Pada reaksi lokal berat,
keluhan terdiri dari eritema yang luas, urtikaria, dan edema pruritis.(5,8)

Gambar 7. Insects bite(5)

10
Bila invasi larva yang multipel timbul serentak, papul-papul lesi dini
sering menyerupai herpes zoster stadium permulaan. Namun pada herpes zoster
daerah yang sering terkena adalah torakal. Lesi yang timbul adalah eritema yang
akan berubah menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit eritematosa
dan edema. Vesikel berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh dan menjadi pustul
atau krusta. (4)

Gambar 8. Herpes Zoster(4)

2.12 Penatalaksanaan
Pengobatan creeping eruption dapat berupa sistemik dan topikal.
Pengobatan topikal ditujukan untuk lesi awal yang terlokalisasi. Untuk kasus yang
lebih berat dapat diberikan obat peroral. Pengobatan oral untuk lesi yang luas atau
gagal dengan topikal. Antihistamin membantu mengurangi rasa gatal. Jika terjadi
infeksi sekunder oleh bakteri dapat diberikan antibiotik.(9,10)
Penatalaksanaan dari creeping eruption adalah antihelmintes
berspektrum luas, misalnya tiabendazol (mintezol). Dosisnya 50mg/kgBB/hari,
diberikan 2 kali sehari, diberikan berturut-turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3
gram sehari, jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Efek
sampingnya mual, pusing dan muntah. Selain itu dapat di berikan Albendazol
400mg dosis tunggal selama 3 hari.(2)

11
Pada orang dewasa juga dapat diberikan Albendazol dengan dosis 400 mg
per oral, sekali sehari, selama 3 hari atau 2x200 mg sehari selama 5 hari.(8,9)
Ivermectin 200mikogram/kg diberikan dosis tunggal 12mg dan diulang
dihari berikutnya. Thiabendazole topical dengan kandungan 10% suspense dan
15% cream yang digunakan 4 kali sehari akan mengurangi gatal dalam 3 hari.
Selain itu metronidazole topikal juga efektif dalam pengobatan creeping eruption.(1)
Untuk anak-anak tiabendazol diberikan dengan dosis 25-50
mg/kgBB/hari setiap 12 jam. Tidak lebih dari 3 gr/hari. Efek samping yang sering
berupa pusing, anoreksia, nausea dan muntah. Tiabendazol pada anak di bawah 15
kg masih terbatas penggunaaannya. Obat ini tidak boleh digunakan untuk ibu hamil
atau yang menderita penyakit hati maupun ginjal.(7,8)
Ivermectin pada anak-anak <5tahun diberikan 150 ug/kgBB dosis tunggal
sedangkan pada anak >5 tahun sama dengan dewasa. Efek samping mencakup
kelelahan, pusing, nausea, muntah, nyeri perut dan bercak kemerahan. Ivermectin
tidak boleh diberikan pada ibu hamil.(7,9)
Albendazol pada anak-anak 2tahun diberikan 200 mg/hari selama 3 hari dan
diulang 3 minggu kemudian jika perlu sedangkan untuk anak >2 tahun sama seperti
dewasa.(7)
Terapi yang di lain adalah TCA, cryotherapy atau electrocautery
dengan tujuan agar tidak terbentuk terowongan di bawah kulit yang semakin
panjang.(3)
Cara terapi adalah dengan cryotherapy yakni menggunakan CO2 snow
(dry ice) dengan penekanan selama 45 detik sampai 1 menit, dua hari berturut-turut.
Penggunaan N2 liquid juga dicobakan. Cara beku dengan menyemprotkan kloretil
sepanjang lesi. Cara tersebut diatas agak sulit karena kita tidak mengetahui secara
pasti dimana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan sekitarnya.
Pengobatan cara lama dan sudah ditinggalkan adalah dengan preparat antimon.(2,10)

2.13 Prognosis
Creeping eruption adalah penyakit self limited. Kebanyakan larva akan
mati dalam 2 sampai 4 minggu dalam bawah kulit dan kemerahan kira-kira selama
4 sampai 6 minggu.(3,9)

12
2.14 Pencegahan

Penyakit creeping eruption dapat di cegah dengan menghindari kontak


langsung dengan tanah atau pasir yaitu dengan menggunakan alas kaki sarung
tangan dan menghindari bagi anak-anak bermain dengan tanah dan pasir.(7,8)

13
BAB III
KESIMPULAN

Creeping eruption merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh larva


cacing tambang binatang dan bersfiat self limited. Penyakit ini sering dijumpai di
daerah tropis dan subtropis. Orang yang beresiko terinfeksi adalah mereka yang
sering berhubungan dengan tanah berpasir dan tidak memakai alas kaki.
Penyebab kelainan ini adalah ancylostoma braziliense dan ancylostoma
caninum. Penyebab tersering adalah ancylostoma braziliense.
Manusia terinfeksi melalui kontak kulit dengan tanah yang terkontaminasi ini.
Gejala klinis yang timbul berupa gatal, papul eritematosa, kadang disertai rasa
nyeri, serta lesi khas yang berbentuk linear berkelok-kelok. Dapat terjadi ekskoriasi
dan infeksi sekunder. Tempat pedileksi di bagian tubuh mana saja yang sering
berkontak dengan tempat larva berada.
Penatalaksanaan yang baik adalah edukasi mengenai pencegahan.
Pengobatan dapat diberikan antiheliminthes topikal maupun oral, digunakan
antihelminthes berspektrum luas. Ivermectin dosis tunggal 12 mg, Albendazol 400
mg dosis tunggal, Tiabendazol 50 mg/kgbb dalam 2 dosis.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Disease of the Skin Clinical
Dermatology. 10th Edition. Elsevier. United States: 2006.
2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th Ed.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2010.
3. Leung AKC, Barankin B, Hon KLE. Cutaneous Larva Migrans. Recent
Pat Inflamm Allergy Drug Discov. 2017.
doi:10.2174/1872213X11666170110162344
4. Hon CS, Leok GC, Ket NG, Hoon TS. Asian Skin a reference color atlas
of dermatology & venereology. 2nd Edition. Mc Graw Hill. United States:
2005.
5. Kane KS, Lio PA, Stratigos AJ, Johnson RA. Color atlas & synopsis of
pediatric dermatology. 2nd Edition. Mc Graw Hill. United States: 2009.
6. Cutaneous Larva Migrans. Available at
https://emedicine.medscape.com/article/1108784-overview Access on
November 18 2017.
7. Kliegman, Stanton, Geme S, Behrman. Nelson Textbook of Pediatrics.
19th Edition. Elsevier. United States:2011.
8. Gerd P, Thomas J. Fitzpatrick`s dermatology in general medicine. 6th
Edition. Mc Graw Hill. New York:2003.
9. Takely E, Szostakiewics B, Wawrzycki B. Cutaneous Larva Migrans
syndrome. Postepy Dermatol Alergol. 2013. doi: 10.5114/pdia.2013.34164
10. Treatment of Cutaneous Larva Migrans. Available at
https://academic.oup.com/cid/article/30/5/811/321581 Access on
November 18 2017.

15

Anda mungkin juga menyukai