PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau
berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing
tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Nama lain dari creeping eruption
adalah cutaneous larva migrans, dermatosis linearis migrans, sandworm
disease.(2)
2.2 Epidemiologi
Creeping Eruption banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang
hangat dan lembab, di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, di Indonesia juga banyak
di jumpai. Saat ini, creeping eruption sering ditemukan karena tingginya mobilitas
dan tamasya. Dilaporkan adanya outbreak insiden creeping eruption di perkemahan
anak-anak di Miami, Florida pada tahun 2006. Dilaporkan 22 orang (33,7%) terdiri
dari anak-anak dan dewasa, menderita creeping eruption setelah 2,5 minggu berada
di perkemahan. Dari analisa didapatkan 22 orang tersebut bermain di kotak pasir
selama minimal 1 jam per hari, berjemur matahari 1 jam per hari, 17 dari 22 orang
yang terkena ternyata tidak menggunakan sandal pada saat bermain pasir. Banyak
yang mengakui adanya kucing yang bekeliaran dalam jumlah cukup banyak di
sekitar perkemahan.(1,4)
Creeping eruption lebih terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa.
Berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan sama-sama beresiko
mengalami penyakit ini.(5)
2
2.3 Anatomi
Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan
membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Anatomi kulit secara
hispatologik terdiri dari lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis (korium,
kutis vera, true skin) dan lapisan subkutis (hypodermis).(2)
Lapisan epidermis terdiri dari stratum korneum (lapisan tanduk),
stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale.
Sedangkan lapisan dermis terdiri dari pars papilare yaitu bagian yang menonjol
ke epidermis berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah dan pars retikulare
yaitu bagian dibawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri
atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin.
Lalu di bawah dermis terdapat lapisan subkutis yaitu kelanjutan dermis terdiri
dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya.(2)
Disamping itu terdapat adneksa kulit yang terdiri dari kelenjar-kelenjar
kulit, rambut dan kuku. Kelenjar-kelenjar kulit yaitu kelenjar keringat (glandula
sudorifera), kelenjar palit (glandula sebasea).(2)
3
2.4 Etiologi
Penyebab creeping eruption adalah larva yang berasal dari cacing
tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan
Ancylostoma caninum. Beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloides
sterconalis, Dermatobia maxiales, dan Lucilia caesar. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the
horse bot fly) dan cattle fly. Berikut adalah pembagian berdasarkan penyebab
yang sering dan yang jarang(1,3) :
Penyebab yang sering :
1. Ancylostoma braziliense
2. Ancylostoma caninum
3. Uncinaria phlebotonum
Penyebab yang jarang :
1. Ancylostoma ceylonicum
2. Ancylostoma tubaeforme
3. Necator amricanus
4. Strongyloides papillosus
5. Strongyloides westeri
6. Ancylostoma duondenale
4
2.5 Siklus Hidup
Siklus hidup ancylostoma braziliense terjadi pada binatang dan serupa dengan
ancylostoma duodenale pada manusia. Siklus hidup parasit dimulai saat telur keluar
bersama kotoran binatang ke tanah berpasir yang hangat dan lembab. Pada kondisi
kelembaban dan temperatur yang menguntungkan, telur bisa menetas dan tumbuh
cepat menjadi larva rhabditiform. Awalnya larva makan bakteri yang ada di tanah
sebelum menjadi bentuk infektif (larva stadium tiga). Pada hospes binatang, larva
mampu penetrasi sampai ke dermis dan ditranspor melalui sistem limfatik dan vena
sampai ke paru-paru. Kemudian menembus sampai ke alveoli dan trakea dimana
kemudian tertelan. Di usus terjadi pematangan secara seksual, dan siklus baru
dimulai saat telur diekskresikan. Larva yang infektif dapat tetap hidup pada tanah
selama beberapa minggu.(5,6)
5
2.6 Faktor Resiko
Cara infeksi melalui kontak kulit dengan larva infektif pada tanah. Orang
dari berbagai jenis umur, jenis kelamin dan ras bisa terinfeksi jika terpajan larva.
Orang yang beresiko adalah mereka yang pekerjaan atau hobinya berkontak dengan
tanah berpasir yang lembab dan hangat antara lain sebagai berikut(2,7):
1. Orang yang tidak memakai alas kaki di pantai
2. Anak-anak yang bermain pasir
3. Petani
4. Tukang kebun
5. Pembersih septic tank
6. Pemburu
7. Tukang kayu
8. Penyemprot serangga
6
melebihi 50% dan dalam sputum 90%. Larva bisa bermigrasi ke usus halus dan
menyebabkan enteritis eosinofilik.(1,5,8)
7
2.8 Patofisiologi
Creeping eruption disebabkan oleh berbagai spesies cacing tambang
binatang yang didapat dari kontak kulit langsung dengan tanah yang terkontaminasi
feses anjing atau kucing. Hospes normal cacing tambang ini adalah kucing dan
anjing. Telur cacing diekskresikan ke dalam feses, kemudian menetas pada tanah
berpasir yang hangat dan lembab. Kemudian terjadi pergantian bulu dua kali
sehingga menjadi bentuk infektif (larva). Larva merupakan stadium ketiga siklus
hidup. Kemudian larva ini mengadakan penetrasi ke dalam kulit manusia. Manusia
yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh larva dimana larva
menggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel, fisura atau kulit
intak. Setelah penetrasi stratum korneum, larva melepas kutikelnya. Larva ini
tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal.(4)
Larva stadium tiga menembus kulit manusia dan mulai bermigrasi 4 hari
setelah inokulasi dan progresnya 2 cm per hari, biasanya antara stratum
germinativum dan stratum korneum.(1) Hal ini menginduksi reaksi inflamasi
eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit.(4)
Larva bemigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan jarang
menembus ke dermis. Manusia merupakan hospes aksidental dan larva tidak
mempunyai enzim kolagenase yang cukup untuk penetrasi membran basalis sampai
ke dermis. Sehingga penyakit ini menetap di kulit saja. Enzim proteolitik yang
disekresi larva menyababkan inflamasi sehingga terjadi rasa gatal dan progresi lesi.
Meskipun larva tidak bisa mencapai intestinum untuk melengkapi siklus hidup,
larva seringkali migrasi ke paru-paru sehingga terjadi infiltrat paru. Pada pasien
dengan keterlibatan paru-paru didapat larva dan eosinofil pada sputumnya.
Kebanyakan larva tidak mampu menembus lebih dalam dan mati setelah beberapa
hari sampai beberapa bulan.(3)
8
2.10Diagnosis
Diagnosis creeping eruption ditegakkan berdasarkan bentuk khas yakni
terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul dan
terdapat papul atau vesikel di atasnya.(2,6,8)
Gambar 5. Skabies(4)
9
Bila melihat bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan
dermatofitosis. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat
tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang
disebabkan oleh jamur dermatofita. Pada tinea korporis lesi bulat atau lonjong,
berbatas tegas terdiri dari eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan
papul di tepi. Kelainan kulit juga terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggiran
polisiklik karena beberapa lesi kulit menjadi satu.(4)
Pada permulaan lesi berupa papul, karena itu sering diduga insects bite.
Insects bite adalah reaksi yang disebabkan oleh gigitan yang biasanya berasal dari
bagian mulut serangga dan terjadi saat serangga berusaha untuk mempertahankan
diri atau saat serangga tersebut mencari makanannya. Gejala klinis ada reaksi lokal,
pasien mungkin akan mengeluh tidak nyaman, gatal, nyeri sedang maupun berat,
eritema, panas, dan edema pada jaringan sekitar gigitan. Pada reaksi lokal berat,
keluhan terdiri dari eritema yang luas, urtikaria, dan edema pruritis.(5,8)
10
Bila invasi larva yang multipel timbul serentak, papul-papul lesi dini
sering menyerupai herpes zoster stadium permulaan. Namun pada herpes zoster
daerah yang sering terkena adalah torakal. Lesi yang timbul adalah eritema yang
akan berubah menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit eritematosa
dan edema. Vesikel berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh dan menjadi pustul
atau krusta. (4)
2.12 Penatalaksanaan
Pengobatan creeping eruption dapat berupa sistemik dan topikal.
Pengobatan topikal ditujukan untuk lesi awal yang terlokalisasi. Untuk kasus yang
lebih berat dapat diberikan obat peroral. Pengobatan oral untuk lesi yang luas atau
gagal dengan topikal. Antihistamin membantu mengurangi rasa gatal. Jika terjadi
infeksi sekunder oleh bakteri dapat diberikan antibiotik.(9,10)
Penatalaksanaan dari creeping eruption adalah antihelmintes
berspektrum luas, misalnya tiabendazol (mintezol). Dosisnya 50mg/kgBB/hari,
diberikan 2 kali sehari, diberikan berturut-turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3
gram sehari, jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Efek
sampingnya mual, pusing dan muntah. Selain itu dapat di berikan Albendazol
400mg dosis tunggal selama 3 hari.(2)
11
Pada orang dewasa juga dapat diberikan Albendazol dengan dosis 400 mg
per oral, sekali sehari, selama 3 hari atau 2x200 mg sehari selama 5 hari.(8,9)
Ivermectin 200mikogram/kg diberikan dosis tunggal 12mg dan diulang
dihari berikutnya. Thiabendazole topical dengan kandungan 10% suspense dan
15% cream yang digunakan 4 kali sehari akan mengurangi gatal dalam 3 hari.
Selain itu metronidazole topikal juga efektif dalam pengobatan creeping eruption.(1)
Untuk anak-anak tiabendazol diberikan dengan dosis 25-50
mg/kgBB/hari setiap 12 jam. Tidak lebih dari 3 gr/hari. Efek samping yang sering
berupa pusing, anoreksia, nausea dan muntah. Tiabendazol pada anak di bawah 15
kg masih terbatas penggunaaannya. Obat ini tidak boleh digunakan untuk ibu hamil
atau yang menderita penyakit hati maupun ginjal.(7,8)
Ivermectin pada anak-anak <5tahun diberikan 150 ug/kgBB dosis tunggal
sedangkan pada anak >5 tahun sama dengan dewasa. Efek samping mencakup
kelelahan, pusing, nausea, muntah, nyeri perut dan bercak kemerahan. Ivermectin
tidak boleh diberikan pada ibu hamil.(7,9)
Albendazol pada anak-anak 2tahun diberikan 200 mg/hari selama 3 hari dan
diulang 3 minggu kemudian jika perlu sedangkan untuk anak >2 tahun sama seperti
dewasa.(7)
Terapi yang di lain adalah TCA, cryotherapy atau electrocautery
dengan tujuan agar tidak terbentuk terowongan di bawah kulit yang semakin
panjang.(3)
Cara terapi adalah dengan cryotherapy yakni menggunakan CO2 snow
(dry ice) dengan penekanan selama 45 detik sampai 1 menit, dua hari berturut-turut.
Penggunaan N2 liquid juga dicobakan. Cara beku dengan menyemprotkan kloretil
sepanjang lesi. Cara tersebut diatas agak sulit karena kita tidak mengetahui secara
pasti dimana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan sekitarnya.
Pengobatan cara lama dan sudah ditinggalkan adalah dengan preparat antimon.(2,10)
2.13 Prognosis
Creeping eruption adalah penyakit self limited. Kebanyakan larva akan
mati dalam 2 sampai 4 minggu dalam bawah kulit dan kemerahan kira-kira selama
4 sampai 6 minggu.(3,9)
12
2.14 Pencegahan
13
BAB III
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
1. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Disease of the Skin Clinical
Dermatology. 10th Edition. Elsevier. United States: 2006.
2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th Ed.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2010.
3. Leung AKC, Barankin B, Hon KLE. Cutaneous Larva Migrans. Recent
Pat Inflamm Allergy Drug Discov. 2017.
doi:10.2174/1872213X11666170110162344
4. Hon CS, Leok GC, Ket NG, Hoon TS. Asian Skin a reference color atlas
of dermatology & venereology. 2nd Edition. Mc Graw Hill. United States:
2005.
5. Kane KS, Lio PA, Stratigos AJ, Johnson RA. Color atlas & synopsis of
pediatric dermatology. 2nd Edition. Mc Graw Hill. United States: 2009.
6. Cutaneous Larva Migrans. Available at
https://emedicine.medscape.com/article/1108784-overview Access on
November 18 2017.
7. Kliegman, Stanton, Geme S, Behrman. Nelson Textbook of Pediatrics.
19th Edition. Elsevier. United States:2011.
8. Gerd P, Thomas J. Fitzpatrick`s dermatology in general medicine. 6th
Edition. Mc Graw Hill. New York:2003.
9. Takely E, Szostakiewics B, Wawrzycki B. Cutaneous Larva Migrans
syndrome. Postepy Dermatol Alergol. 2013. doi: 10.5114/pdia.2013.34164
10. Treatment of Cutaneous Larva Migrans. Available at
https://academic.oup.com/cid/article/30/5/811/321581 Access on
November 18 2017.
15