Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN
Efusi pleura tuberkulosis sering ditemukan di negara berkembang termasuk di
Indonesia meskipun diagnosis pasti sulit ditegakkan. Efusi pleura timbul sebagai akibat dari
suatu penyakit, sebab itu hendaknya dicari penyebabnya. Dengan sarana yang ada, sangat
sulit untuk menegakkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis sehingga sering timbul anggapan
bahwa penderita tuberkulosis paru yang disertai dengan efusi pleura, efusi pleuranya
dianggap efusi pleura tuberkulosis, sebaliknya penderita bukan tuberkulosis paru yang
menderita efusi pleura, efusi pleuranya dianggap bukan disebabkan tuberkulosis.(1)

Gambaran klinik dan radiologik antara transudat dan eksudat bahkan antara efusi
pleura tuberkulosis dan non tuberkulosis hampir tidak dapat dibedakan, sebab itu
pemeriksaan laboratorium menjadi sangat penting. Setelah adanya efusi pleura dapat
dibuktikan melalui pungsi percobaan, kemudian diteruskan dengan membedakan eksudat dan
transudat dan akhirnya dicari etiologinya. Apabila diagnosis efusi pleura tuberkulosis sudah
ditegakkan maka pengelolaannya tidak menjadi masalah, efusinya ditangani seperti efusi
pada umumnya, sedangkan tuberkulosisnya diterapi seperti tuberkulosis pada umumnya.(1)

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia.


Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada
tahun 2002. 3,9 juta adalah kasus BTA positif. Hampir sekitar sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman tuberkulosis. TB ekstra paru berkisar antara 9,7 sampai 46% dari semua
kasus TB. Organ yang sering terlibat yaitu limfonodi, pleura, hepar dan organ gastro
intestinal lainnya, organ genitourinarius, peritoneum, dan perikardium. Pleuritis TB
merupakan TB ekstraparu kedua terbanyak setelah limfadenitis TB. Angka kejadian pleuritis
TB dilaporkan bervariasi antara 4% di USA sampai 23% di Spanyol.(2)

TB pada anak dapat terjadi pada usia berapa pun, namun usia paling umum adalah
antara 1 - 4 tahun. Anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (ekstrapulmonari)
dibanding TB paru-paru dengan perbandingan 3:1. Selain oleh M. tuberkulosis dari orang
dewasa atau anak lain, anak dapat terinfeksi Mikobakterium bovis dari susu sapi yang tidak
dipasteurisasi.(3)

1
Sebagian besar anak yang terinfeksi M. tuberkulosis tidak menjadi sakit selama masa
anak-anak. Satu-satunya bukti infeksi mungkin hanyalah tes tuberkulin kulit yang positif.
Kemungkinan paling besar anak menjadi sakit dari infeksi M. tuberculosis adalah segera
setelah infeksi dan menurun seiring waktu. Jika anak yang terinfeksi menjadi sakit, sebagian
besar akan menunjukkan gejala dalam jangka waktu satu tahun setelah infeksi. Namun untuk
bayi, jangka waktu tersebut mungkin hanya 6-8 minggu.(3)

2
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Pasien
Nama : An.L
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jalan Bali Matraman RT 12 RW 10 Manggarai Selatan
Usia : 16 tahun
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 22 September 2000
Pendidikan : SMA

Ayah
Nama : Tn. S
Agama : Islam
Alamat : Jalan Bali Matraman RT 12 RW 10 Manggarai Selatan
Pendidikan : D2
Pekerjaan : Wiraswasta
Penghasilan : Rp 3.000.000,00

Ibu
Nama : Ny. S
Agama : Islam
Alamat : Jalan Bali Matraman RT 12 RW 10 Manggarai Selatan
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
Penghasilan : Rp 2.000.000,00

Tanggal masuk RS : 13 Mei 2017 dari IGD RSUD Budhi Asih Jakarta

3
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara auto dan allo-anamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 15
Mei 2017 pukul 10.00 WIB di Ruang Dahlia Timur lantai 6 RSUD Budhi Asih
Jakarta.
A. Keluhan Utama :
Os datang dengan keluhan sesak sejak 2 minggu SMRS.

B. Keluhan Tambahan :
Os mengeluh demam sejak 1 bulan SMRS. Batuk sejak 1 bulan SMRS.
Tidak nafsu makan. Berat badan menurun sejak 1 bulan SMRS. Keringat malam.
Muntah sejak 2 minggu SMRS. BAB cair sejak 3 hari SMRS.

C. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :


Pasien datang dari IGD RSUD Budhi Asih Jakarta pada hari Sabtu tanggal 13
Mei 2017 dengan keluhan sesak sejak 2 minggu SMRS. Sesak timbul perlahan dan
menetap. Sesak dirasakan saat aktifitas maupun saat istirahat. Sesak tidak di
pengaruhi posisi. Nyeri dada disangkal. Pasien juga mengeluh demam sejak 1
bulan SMRS. Demam timbul perlahan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Demam
naik turun. Selain itu pasien mengeluh batuk sejak 1 bulan SMRS. Batuk berdahak
berwarna kehijauan. Batuk darah disangkal. Pilek disangkal. Pusing dan penurunan
kesadaran disangkal. Pasien mengeluh keringat malam. Pasien juga mengeluh tidak
nafsu makan. Mual dan muntah sejak 2 minggu SMRS. Muntah sebanyak 2 kali berisi
makanan. Nyeri perut disangkal. Berat badan pasien menurun sekitar 9 kilogram sejak
1 bulan SMRS. Pasien menyangkal adanya benjolan di leher, lipat ketiak dan lipat
paha. BAK dalam batas normal. BAB cair sejak 3 hari SMRS. BAB cair sebanyak 1x
berwarna kuning disertai ampas, lendir (-), darah (-). Pasien sudah berobat ke
puskesmas dan minum paracetamol untuk mengatasi demamnya, demam turun namun
naik kembali. Riwayat flek paru, radang paru dan asma disangkal. Pasien mengaku
tidak ada yang menderita penyakit yang sama seperti pasien di lingkungan sekitar
pasien.

4
D. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :

Morbiditas kehamilan DM (-), HT (-), TORCH (-), HIV (-)


Perawatan Antenatal 4 minggu sekali pada trimester I, 2
KEHAMILAN minggu sekali pada trimester II dan 1
minggu sekali pada trimester III. TT
(+)
Tempat Kelahiran Rumah Bersalin
Penolong Persalinan Bidan
Spontan
Cara persalinan
Penyulit : Tidak ada
Masa Gestasi Cukup bulan
Berat lahir : 3250 gram
Panjang : 49 cm
KELAHIRAN Lingkar kepala : tidak tahu
Kedaan saat lahir :
Keadaan Bayi Langsung menangis (+)
Kemerahan (-)
Kuning (-)
Nilai APGAR : tidak tahu
Kelainan Bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/ kelahiran :
Pasien lahir spontan, cukup bulan, tidak ada penyulit dengan berat badan 3250 gram.

D. Riwayat Tumbuh Kembang :


Pertumbuhan gigi : 6 bulan (Normal: 6 10 bulan)
Psikomotor :
Tengkurap : tidak tahu (Normal: 3 - 6 bulan)
Duduk : tidak tahu (Normal: 6 - 9 bulan)
Berdiri : 12 bulan (Normal: 9 - 12 bulan)
Berjalan : 14 bulan (Normal: 12 - 18 bulan)
Bicara : tidak tahu (Normal: 18 24 bulan)
Membaca dan menulis : tidak tahu (Normal: 4 -5 tahun)

o Perkembangan Pubertas

5
Rambut pubis : 13 tahun
Payudara :-
Menarche :-
o Gangguan Perkembangan Mental / Emosi
Tidak ada
Kesimpulan Riwayat Tumbuh Kembang :
Pasien tidak mengalami gangguan tumbuh kembang.

F. Riwayat Makanan :
Umur di bawah 1 tahun
Umur
ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
02 ASI - - -
24 ASI - - -
46 ASI - - -
68 ASI + + -
8 10 ASI/PASI + + +
10 -12 ASI/PASI + + +

Umur di atas 1 tahun


Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi / Pengganti 3 kali sehari dan 2 centong
Sayur 1 kali seminggu dan 4 sendok
Daging 1 kali seminggu dan 100 gram
Telur 1 kali sehari dan 1 butir
Ikan 3 kali seminggu dan 1 ekor
Tahu 1 kali sehari dan 1 buah
Tempe 1 kali sehari dan 1 buah
Susu (merk/tambahan) 1 kali seminggu dan 1 gelas (Dancow)
Tambahan Tidak ada

Kesulitan makanan : +
Pasien makan dalam jumlah sedikit.
Kesimpulan Riwayat Makanan : Asupan gizi baik namun jumlah kurang.

G. Riwayat Imunisasi :
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )

6
BCG 3 bulan x x - - -
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
POLIO 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
CAMPAK 9 bulan x x - - -
HEPATITIS B 0 bulan 2 bulan 6 bulan - - -
MMR - x x - - -
TIP A - - - - - -
Kesimpulan Riwayat Imunisasi: Imunisasi dasar lengkap.

H. Riwayat Keluarga :
a. Corak Reproduksi

Jenis Lahir Abortu Mati Keterangan


No Usia Hidup
kelamin mati s (sebab) kesehatan
1. 21 tahun Laki - laki + - - - Sehat
2. 16 tahun Laki - laki + - - - Sehat

b. Riwayat Pernikahan

Ayah Ibu
Nama Tn. S Ny. S
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 26 24
Pendidikan terakhir D2 S1
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi Betawi
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Penyakit, bila ada Tidak ada Tidak ada
Riwayat penyakit keluarga orang tua pasien : tidak ada

Riwayat penyakit anggota keluarga lain yang serumah : tidak ada

Kesimpulan Riwayat Keluarga :

Tidak terdapat keluarga pasien yang menderita penyakit tertentu.

I. Riwayat Lingkungan dan Perumahan :

Perumahan : Milik Sendiri

7
Keadaan rumah : bersih, 4 orang dalam satu rumah, sanitasi baik, ventilasi baik,
pencahayaan baik dan sumber air bersih.

Daerah / Lingkungan : padat dan bersih


Kesimpulan keadaan lingkungan : Baik

J. Riwayat Penyakit yang pernah diderita :

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi (-) Difteri (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Penyakit darah (-)
Demam
(-) Kecelakaan (-) Radang paru (-)
Tifoid
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah di derita :


Pasien tidak pernah menderita penyakit sebelumnya.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Kesan Gizi : Kurang

Berat Badan : 43 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Lingkar kepala : 52 cm
Lingkar dada : 77 cm
Lingkar lengan atas : 21 cm

Status Gizi (CDC)


BB/U : 43/61 x 100% = 70,49% (Berat Badan Kurang)
TB/U : 160/173 x 100% = 92,48% (Normal)
BB/TB : 43/49 x 100% = 87,75% (Gizi Kurang)
Status Gizi : Gizi Kurang

8
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg (diukur di lengan kiri)
Frekuansi nadi : 95 x/menit (regular, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri)
Frekuensi pernapasan : 33 x/menit (teratur, dangkal, tipe pernapasan
abdominotorakal)
Suhu : 38,6 C (diukur di aksila kiri)
SpO2 : 96% (dengan O2 nasal kanul)

STATUS GENERALIS

1. Kepala : normocephali
Wajah : simetris, tidak ada dismorfik wajah
Rambut : warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata
Bentuk : normal, kedudukan bola mata simetris
Palpebra :normal, tidak terdapat ptosis, lagoftalmus, oedem, perdarahan,
blepharitis, maupun xanthelasma
Gerakan : normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus
Konjungtiva : tidak anemis
Sklera : tidak ikterik
Pupil : bulat, isokor, reflex cahaya langsung positif pada mata kanan dan kiri,
reflex cahaya tidak langsung positif pada mata kanan dan kiri

Telinga
Bentuk : normotia
Liang telinga : lapang
Serumen : tidak ditemukan serumen pada telinga kanan maupun kiri
Nyeri tarik helix : tidak ada nyeri tarik pada helix kanan maupun kiri
Nyeri tekan tragus : tidak ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun kiri

9
Hidung
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas, tidak hiperemis, tidak ada
sekret, tidak ada nyeri tekan dan tidak terdapat napas cuping
hidung
Septum : simetris, tidak ada deviasi
Mukosa hidung : tidak hiperemis, konka nasalis tidak edema

Mulut dan Tenggorok


Bibir : bentuk normal, tidak pucat, tidak sianosis
Gigi - geligi : tidak ada karies
Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis, tidak halitosis dan tidak ada
stomatitis
Lidah : normoglosia, tidak tremor, tidak kotor dan tidak ada stomatitis
Tonsil : ukuran T1/T1, tidak hiperemis, kripta normal dan tidak ada
detritus
Faring : tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah dan
tidak ada post nasal drip

2. Leher
Trakea : di tengah
Kelenjar tiroid : tidak membesar
Tekanan vena jugular : JVP 5 + 2 cm
KGB servikal : tidak membesar

3. Kelenjar Getah Bening


Preaurikuler : tidak terdapat pembesaran di KGB preaurikuler
Postaurikular : tidak terdapat pembesaran di KGB postaurikular
Oksipital : tidak terdapat pembesaran di KGB oksipital
Superior servical : tidak terdapat pembesaran di KGB superior servical
Posterior servical : tidak terdapat pembesaran di KGB posterior servical
Submental : tidak terdapat pembesaran di KGB submental

10
Submaksila : tidak terdapat pembesaran di KGB submaksila
Supraclavicular : tidak terdapat pembesaran di KGB supraclavicular
Aksila : tidak terdapat pembesaran di KGB aksila
Iliaka : tidak terdapat pembesaran di KGB iliaka
Inguinal : tidak terdapat pembesaran di KGB inguinal

4. Thorax
Inspeksi :
Depan : Bentuk pectus carinatum (pigeon chest atau chicken chest), simetris,
potongan melintang thorax berbentuk elips dan perbandingan diameter
anteriorposterior dengan diameter lateral 5:7
Samping : tidak tampak adanya kifosis maupun lordosis
Belakang : tidak tampak adanya skoliosis, tidak tampak adanya gibus

DINDING DADA
- Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak pucat, tidak sianosis, tidak tampak
efloresensi yang bermakna
- Tulang dada/sternum bentuk menonjol seperti dada burung
- Tulang iga normal, tidak terlalu vertikal dan tidak terlalu horizontal
- Sela iga melebar, terdapat retraksi intercostae dan subcostae
- Tidak tampak pulsasi abnormal

Saat Pergerakan Napas


- Gerakan pernapasan asimetris, bagian hemithorax kanan tertinggal
- Tipe pernapasan abdominothorakal

PARU
Inspeksi : asimetris, bagian hemithorax kanan tertinggal, sela iga melebar,
terdapat retraksi intercostae dan subcostae, tipe pernapasan torakoabdominal

Palpasi :

- vocal fremitus hemithorax asimetris, bagian hemithorax kanan melemah baik dada
maupun punggung
- besar sudut angulus sub costae 80O

Perkusi

11
o Dada Depan
- Hemithorax kanan di dapatkan redup dan hemithorax kiri didapatkan sonor
- Batas paru dan hepar : tidak dapat dinilai
- Batas paru dan lambung : ICS 8 linea aksilaris anterior kiri dengan suara
timpani
o Duduk
- Margin of isthmus kronig di dapatkan sonor 3 jari pada sisi kanan dan kiri
o Punggung
- Hemithorax kanan di dapatkan redup dan hemithorax kiri didapatkan sonor
- Batas bawah paru kanan sulit dinilai dan batas bawah paru kiri setinggi thorakal
11 dengan suara redup
- Garis Ellis Damoisseau didapatkan redup dari titik garis midaksilaris media kanan
ke garis midspinalis setinggi torakal 6

Auskultasi :

o Dada Depan
suara napas trakeal dengan perbandingan 1:3, suara napas bronchial pada dada
dan punggung 1:2, suara napas sub bronchial pada dada dan punggung 1:1 dan
suara nafas vesikuler pada dada samping dan punggung 3:1 dan melemah pada
sisi yang kanan, tidak terdengar suara napas tambahan seperti ronkhi,
wheezing, stridor, amforik.
o Samping Dada
Suara napas melemah pada hemithorax kanan garis midaksilaris kanan
Terdengar suara napas pada hemithorax kiri garis midaksilaris kiri
o Punggung
Terdengar suara napas vesikuler melemah pada garis interskapula kanan
setinggi torakal 6

JANTUNG
Inspeksi : tidak tampak pulsasi abnormal

Palpasi :

- didapatkan ictus cordis setinggi ICS 5 + 1 cm medial dari garis midclavicularis


kiri
- tidak teraba thrill pada ke 4 area katup jantung pasien

12
Perkusi :

- batas paru dan jantung kanan : ICS 3 ICS 5 linea sternalis dextra dengan
suara redup
- batas paru dan jantung kiri : ICS 5 +1 cm medial linea midclavicularis kiri
dengan suara redup
- batas atas jantung : ICS 3 linea parasternalis kiri

Auskultasi : irama teratur, frekuensi 96 kali per menit, bunyi jantung 1 & 2
normal, tidak terdengar adanya bunyi jantung tambahan seperti bunyi jantung 3 dan 4,
murmur maupun gallop

5. Abdomen
Inspeksi : bentuk normal, datar, tidak terdapat striae dan kelainan kulit, tidak
terdapat pelebaran vena
Auskultasi : bising usus positif 3x/menit
Perkusi :
- batas bawah hepar setinggi ICS 7 linea midclavicularis kanan dengan suara pekak
- batas atas hepar sulit dinilai
- shifting dullness (-)
Palpasi :
- supel, tidak teraba massa, turgor kulit baik
- tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas
- tidak teraba pembesaran hepar baik lobus kanan maupun lobus kiri
- tidak teraba pembesaran lien
- ballottement negatif pada ginjal kanan dan kiri
- undulasi (-)

6. Genitalia
Laki - laki

7. Kelenjar Getah Bening


Preaurikular : tidak terdapat pembesaran
Postaurikular : tidak terdapat pembesaran
Submandibula : tidak terdapat pembesaran
Aksila : tidak terdapat pembesaran

13
Supraklavikula: tidak terdapat pembesaran
Inguinal : tidak terdapat pembesaran

8. Ekstremitas Atas
Inspeksi : bentuk normal
Palpasi : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT < 3

Ekstremitas Bawah
Inspeksi : bentuk normal
Palpasi : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT < 3

9. Tulang belakang
Bentuk normal, lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-), gibus (-), massa (-) nyeri tekan
(-)

10. Susunan saraf


Tanda Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk : (-)
- Laseq : (-)
- Kernig : (-)
- Brudzinski I : (-)
- Brudzinski II : (-)
Refleks Fisiologis
- Biceps : +/+
- Triceps : +/+
- Patella : +/+
- Achilles : +/+
Refleks Patologis
- Babinski : -/-
- Chaddock : -/-
- Oppenheim : -/-
- Gordon : -/-
- Hoffmann Tromner: -/-
Nervus Kranialis
- N.I : tidak dilakukan
- N.II : funduskopi dan perimetri
- N.III, IV, VI : gerakan bola mata bisa ke segala arah, refleks cahaya
langsung dan tidak langsung +/+
- N.V : refleks kornea (+)

14
- N.VII : wajah simetris, pengecapan normal
- N.VIII : dapat mendengar
- N.IX : refleks muntah (+)
- N.X : Afonia (-), disfonia (-), disfagia (-)
- N.XI : dapat mengangkat bahu
- N.XII : lidah simetris

11. Kulit
Sawo matang, sianosis (-), ikterik (-), pucat (-), eritema (-), ptekie (-), purpura (-),
turgor baik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 13 Mei 2017

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


Darah Rutin
Leukosit 12.9 4.5 12.5 ribu/L
Eritrosit 4.8 4.4 5.9 juta/L
Hemoglobin 13 12.8 16.8 g/dL
Hematokrit 40 40 52 %
Trombosit 491.000 140 392 ribu/L
MCV 82.5 80 100 fL
MCH 27.1 26 34 pg
MCHC 32.8 32 36 g/dL
RDW 11.2 < 14 %
GDS 82 < 110 mg/dL

15
Rontgen Thorax
Tanggal 10 mei 2017 (Thorax Lateral)

Tanggal 10 mei 2017 (Thorax PA) di Rumah Sakit Umum Kecamatan Tebet

16
Deskripsi :
COR : batas bawah kanan jantung tidak membesar, kesan tidak membesar
trakea di tengah.

17
aorta dan mediastinum superior tidak melebar
hemidiafragma kanan-kiri licin
Pulmo : tidak tampak penebalan hilus
tak tampak infiltrat
terdapat perselubungan homogen pada hemithorax kanan
Sudut costofrenikus : sudut costofrenikus kanan tertutup perselubungan, kiri lancip
tampak perselubungan homogen di hemithorax kanan bawah sampai
lateral atas

Kesan : Saat ini Cor dalam batas normal


Efusi Pleura Kanan

Tanggal 12 mei 2017 (Thorax PA) di Rumah Sakit Umum Kecamatan Tebet

18
Deskripsi :
COR : CTR < 50%
Pulmo : tidak tampak penebalan hilus

19
tak tampak infiltrat
terdapat perselubungan homogen pada hemithorax kanan
Sudut costofrenikus : sudut costofrenikus kanan tertutup perselubungan, kiri lancip
tampak perselubungan homogen di hemithorax kanan bawah sampai
lateral atas

Kesan : Jantung dalam batas normal


Efusi Pleura Kanan

V. RESUME
Pasien datang dari IGD RSUD Budhi Asih Jakarta pada hari Sabtu tanggal 13 Mei
2017 dengan keluhan sesak sejak 2 minggu SMRS. Sesak timbul perlahan dan menetap.

20
Sesak dirasakan saat aktifitas maupun saat istirahat. Pasien juga mengeluh demam sejak 1
bulan SMRS. Demam timbul perlahan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Demam naik
turun. Selain itu pasien mengeluh batuk sejak 1 bulan SMRS. Batuk berdahak berwarna
kehijauan. Pasien mengeluh keringat malam. Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan. Mual
dan muntah sejak 2 minggu SMRS. Muntah sebanyak 2 kali berisi makanan. Berat badan
pasien menurun sekitar 9 kilogram sejak 1 bulan SMRS. BAB cair sejak 3 hari SMRS. BAB
cair sebanyak 1x berwarna kuning disertai ampas, lendir (-), darah (-). Pasien sudah berobat
ke puskesmas dan minum paracetamol untuk mengatasi demamnya, demam turun namun
naik kembali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan status gizi (CDC) 87,75% yaitu gizi kurang,
pernapasan 33 kali permenit dan suhu 38,6oC. Pada pemeriksaan thorax di dapatkan inspeksi
gerakan napas asimetris, bagian hemithorax kanan tertinggal, retraksi intercostae dan
subcostae, pada palpasi vocal fremitus asimetris, bagian hemithorax kanan melemah, pada
perkusi didapatkan redup pada hemithorax kanan dan didapatkan redup pada garis
interskapula kanan setinggi torakal 6. Pada auskultasi suara napas vesikuler melemah pada
hemithorax kanan. Auskultasi di punggung didapatkan suara vesikuler melemah setinggi
torakal 6. Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan leukositosis 12.900 /L dan
trombositosis 491ribu/L. Pada pemeriksaan rontgen thorax di dapatkan kesan efusi pleura
kanan.

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Efusi Pleura Kanan ec Suspek TB Paru
2. Efusi Pleura Kanan ec Bronkopneumonia

1. Gizi Kurang

VI. DIAGNOSIS KERJA


1. Efusi Pleura ec Suspek TB Paru
2. Gizi kurang

VII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium LED
3. Mantoux test
4. Mikrobiologi BTA sputum dan kultur sputum

21
5. Biakan kuman BACTEC
6. Serologi ELISA
5. Pungsi pleura analisis cairan pleura

VII. PENATALAKSANAAN
- O2 2lpm nasal kanul
- IVFD KAEN 1B 3cc/kgBB/jam
- Paracetamol 3x500mg
- Injeksi Ampisilin 4x1gram
- Rencana Mantoux test, BTA sputum, darah lengkap

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Fungtionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

IX. FOLLOW UP
Tanggal S O A P

22
14/5/17 Sesak (+), batuk TD : 100/70 mmHg Efusi Pleura - O2 2lpm nasal
(+) berdahak HR : 90x/mnt Kanan ec kanul
- IVFD KAEN
HP 2 warna kehijauan, RR : 26x/mnt suspek TB
1B
demam (-), S : 36,8oC Paru
3cc/kgBB/jam
keringat malam Gizi kurang
- Paracetamol
(+) Status Gizi
3x500mg tab
BB : 43 kg - Injeksi
TB : 160 cm cefotaxime
BB/TB : 3x1gram (1)
- Injeksi
43/49x100%=87,75%
gentamisin
(Gizi Kurang)
2x110gram (1)
- Ambroxol 20
Mata : konjungtiva
mg 3x1 cap
anemis -/- - CTM 1,5 mg
Hidung : napas cuping 3x1 cap
- Salbutamol 1mg
hidung -/-
3x1 cap
Thorax :
- asimetris, retraksi
subcostae +, intercostae
+, perkusi redup setinggi
torakal 6, suara napas
vesikuler /+, ronkhi -/-,
wheezing -/-
- BJ1 BJ2 reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, bising
usus (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas :
AH + +
+ +
CRT < 3
Diuresis:3,2cc/kgBB/jam

23
Laboratorium
Leukosit:13.9 ribu/uL
Eritrosit: 4.4 juta/uL
Hemoglobin:12.0g/dL
Hematokrit : 35%
Trombosit:458ribu/uL
LED : 41 mm/jam
MCV : 78.9 fL
MCH : 27.3 pg
MCHC : 34.6 g/dL
RDW : 12.8 %
Basofil : 0 %
Eosinofil : 1%
Neutrofil Batang : 0%
Neutrofil Segmen: 79%
Limfosit : 10 %
Monosit : 10 %

Tanggal S O A P
15/5/17 Sesak (+) TD : 100/60 mmHg Efusi Pleura ec - O2 2lpm nasal
berkurang, batuk HR : 120x/mnt suspek TB kanul k/p
- MB TK TP
HP 3 (+) berdahak RR : 28x/mnt Paru
- IVFD KAEN
warna kehijauan, S : 38,4oC Gizi kurang
1B
demam (+),
3cc/kgBB/jam
Status Gizi - Paracetamol
BB : 43 kg 3x500mg tab
- Injeksi
TB : 160 cm
cefotaxime
BB/TB :
3x1gram (2)
43/49x100%=87,75%
- Injeksi
(Gizi Kurang)
gentamisin

24
2x110gram (2)
- Ambroxol 20
Mata : konjungtiva
mg 3x1 cap
anemis -/-
- CTM 1,5 mg
Hidung : napas cuping
3x1 cap
hidung -/- - Salbutamol
Thorax : 1mg 3x1 cap
- asimetris, retraksi -,
perkusi redup setinggi
torakal 6, suara napas
vesikuler /+, ronkhi -/-,
wheezing -/-
- BJ1 BJ2 reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, bising
usus (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas :
AH + +
+ +
CRT < 3
Diuresis:3,4cc/kgBB/jam

Tanggal S O A P
16/5/17 Sesak (+) TD : 100/70 mmHg Efusi Pleura ec - O2 2lpm nasal
berkurang, batuk HR : 100x/mnt suspek TB kanul k/p
- MB TK TP
HP 4 (+), demam (+) RR : 28x/mnt Paru
- Venflon
S : 37,3 oC Gizi kurang - Paracetamol
3x500mg tab
- Injeksi
Status Gizi
cefotaxime
BB : 45 kg
3x1gram (3)
TB : 160 cm
- Injeksi
gentamisin
Mata : konjungtiva
2x110gram (3)

25
anemis -/- - Ambroxol 20
Hidung : napas cuping mg 3x1 cap
- CTM 1,5 mg
hidung -/-
3x1 cap
Thorax :
- Salbutamol
- asimetris, retraksi
1mg 3x1 cap
subcostae -, perkusi - Metil
redup setinggi torakal 6, prednisolone
suara napas vesikuler / 3x8mg
- INH 1x300 mg
+, ronkhi -/-, wheezing
tab
-/- - Rifampisin
- BJ1 BJ2 reguler, 1x450mg tab
murmur (-), gallop (-) - PZA 2x500mg
Abdomen : supel, bising tab
- ETB 2x500mg
usus (+), nyeri tekan (-)
tab
Ekstremitas :
AH + +
+ +
CRT < 3
Diuresis:3,3cc/kgBB/jam

Lab
BTA 1 : (-)
BTA 2 : (-)

Tanggal S O A P

26
17/5/17 Sesak (+) TD : 110/70 mmHg Efusi Pleura - O2 2lpm nasal
berkurang, batuk HR : 90x/mnt ec TB Paru kanul k/p
- MB TK TP
HP 5 (+), demam (-) RR : 20x/mnt Gizi kurang
- Venflon
S : 36,6 oC - Injeksi
Skor TB cefotaxime
Kontak : 0 Status Gizi 3x1gram (4)
- Injeksi
Mantoux : 3 BB : 43 kg
gentamisin
BB : 1 TB : 160 cm
2x110gram (4)
Demam : 1
- Ambroxol 20
Batuk kronik : 1 Mantoux : 14x20mm
mg 3x1 cap
Pemesaran KGB : - CTM 1,5 mg
0 Mata : konjungtiva 3x1 cap
- Salbutamol
Pembengkakan anemis -/-
1mg 3x1 cap
tulang/sendi : 0 Hidung : napas cuping
- Metil
Rontgen : 1 hidung -/-
prednisolone
Total 7 Thorax :
3x8mg
- asimetris, retraksi -, - INH 1x300 mg
perkusi redup setinggi tab
- Rifampisin
torakal 6, suara napas
1x450mg tab
vesikuler /+, ronkhi -/-, - PZA 2x500mg
wheezing -/- tab
- BJ1 BJ2 reguler, ETB 2x500mg
murmur (-), gallop (-) tab
Abdomen : supel, bising
usus (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas :
AH + +
+ +
CRT < 3
Diuresis:3,2cc/kgBB/jam

Tanggal S O A P

27
18/5/17 Sesak (+) TD : 100/70 mmHg Efusi Pleura ec - O2 2lpm nasal
berkurang, batuk HR : 120x/mnt TB Paru kanul k/p
- MB TK TP
HP 6 (+), demam (-) RR : 24x/mnt Gizi kurang
- Venflon
S : 36,6 oC - Injeksi
cefotaxime
Status Gizi 3x1gram (5)
- Injeksi
BB : 44 kg
gentamisin
TB : 160 cm
2x110gram (5)
- Ambroxol 20
Mata : konjungtiva
mg 3x1 cap
anemis -/- - CTM 1,5 mg
Hidung : napas cuping 3x1 cap
- Salbutamol
hidung -/-
1mg 3x1 cap
Thorax :
- Metil
- asimetris, retraksi -,
prednisolone
perkusi redup setinggi
3x8mg
torakal 6, suara napas - INH 1x300 mg
vesikuler /+, ronkhi -/-, tab
- Rifampisin
wheezing -/-
1x450mg tab
- BJ1 BJ2 reguler, - PZA 2x500mg
murmur (-), gallop (-) tab
Abdomen : supel, bising ETB 2x500mg
usus (+), nyeri tekan (-) tab
Ekstremitas :
AH + +
+ +
CRT < 3
Diuresis:2,2cc/kgBB/jam

Tanggal S O A P

28
19/5/17 Sesak (+) TD : 120/70 mmHg Efusi Pleura ec - O2 2lpm nasal
berkurang, batuk HR : 110x/mnt TB Paru kanul k/p
- MB TK TP
HP 7 (+), demam (-) RR : 20x/mnt Gizi kurang
- Venflon
S : 36,5 oC - Injeksi
cefotaxime
Status Gizi 3x1gram (6)
- Injeksi
BB : 43 kg
gentamisin
TB : 160 cm
2x110gram (6)
- Ambroxol 20
Mantoux : 14x20mm
mg 3x1 cap
- CTM 1,5 mg
Mata : konjungtiva 3x1 cap
- Salbutamol
anemis -/-
1mg 3x1 cap
Hidung : napas cuping
- Metil
hidung -/-
prednisolone
Thorax :
3x8mg
- asimetris, retraksi -, - INH 1x300 mg
perkusi redup setinggi tab
- Rifampisin
torakal 6, suara napas
1x450mg tab
vesikuler /+, ronkhi -/-, - PZA 2x500mg
wheezing -/- tab
- BJ1 BJ2 reguler, ETB 2x500mg
murmur (-), gallop (-) tab
Abdomen : supel, bising
usus (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas :
AH + +
+ +
CRT < 3
Diuresis:2,9cc/kgBB/jam

Tanggal S O A P

29
20/5/17 Sesak, batuk (+), TD : 100/70 mmHg Efusi Pleura - O2 2lpm nasal
demam (-) HR : 82x/mnt ec TB Paru kanul k/p
- MB TK TP
HP 8 RR : 20x/mnt Gizi kurang
- Venflon
S : 36,5 oC - Injeksi
cefotaxime
Status Gizi 3x1gram (7)
- Injeksi
BB : 42 kg
gentamisin
TB : 160 cm
2x110gram (7)
- Ambroxol 20
Mata : konjungtiva
mg 3x1 cap
anemis -/- - CTM 1,5 mg
Hidung : napas cuping 3x1 cap
- Salbutamol
hidung -/-
1mg 3x1 cap
Thorax :
- Metil
- asimetris, retraksi -,
prednisolone
perkusi redup setinggi
3x8mg
torakal 6, suara napas - INH 1x300 mg
vesikuler /+, ronkhi -/-, tab
- Rifampisin
wheezing -/-
1x450mg tab
- BJ1 BJ2 reguler, - PZA 2x500mg
murmur (-), gallop (-) tab
Abdomen : supel, bising ETB 2x500mg
usus (+), nyeri tekan (-) tab
Ekstremitas :
AH + +
+ +
CRT < 3
Diuresis:24,4cc/kgBB/jam

Tanggal S O A P

30
21/5/17 TD : 100/70 mmHg Efusi Pleura ec - O2 2lpm nasal
HR : 100x/mnt TB Paru kanul k/p
- MB TK TP
HP 9 RR : 20x/mnt Gizi kurang
- Venflon
S : 36,6 oC - Injeksi
cefotaxime
Status Gizi 3x1gram (8)
- Injeksi
BB : 44 kg
gentamisin
TB : 160 cm
2x110gram (8)
- Ambroxol 20
Mantoux : 14x20mm
mg 3x1 cap
- CTM 1,5 mg
Mata : konjungtiva 3x1 cap
- Salbutamol
anemis -/-
1mg 3x1 cap
Hidung : napas cuping
- Metil
hidung -/-
prednisolone
Thorax :
3x8mg
- asimteris, retraksi -, - INH 1x300 mg
perkusi redup setinggi tab
- Rifampisin
torakal 6, suara napas
1x450mg tab
vesikuler /+, ronkhi -/-, - PZA 2x500mg
wheezing -/- tab
- BJ1 BJ2 reguler, ETB 2x500mg
murmur (-), gallop (-) tab
Abdomen : supel, bising
usus (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas :
AH + +
+ +
CRT < 3
Diuresis:3,8cc/kgBB/jam

Tanggal S O A P

31
22/5/17 TD : 100/70 mmHg Efusi Pleura ec - O2 2lpm nasal
HR : 100x/mnt TB Paru kanul k/p
- MB TK TP
HP 10 RR : 20x/mnt Gizi kurang
- Venflon
S : 36,6 oC - Injeksi
cefotaxime
Status Gizi 3x1gram (9)
- Injeksi
BB : 42 kg
gentamisin
TB : 160 cm
2x110gram (9)
- Ambroxol 20
Mata : konjungtiva
mg 3x1 cap
anemis -/- - CTM 1,5 mg
Hidung : napas cuping 3x1 cap
- Salbutamol
hidung -/-
1mg 3x1 cap
Thorax :
- Metil
- retraksi subcostae +,
prednisolone
intercostae +, perkusi
3x8mg
redup setinggi torakal 6, - INH 1x300 mg
suara napas vesikuler / tab
- Rifampisin
+, rohki -/-, wheezing -/-
1x450mg tab
- BJ1 BJ2 reguler, - PZA 2x500mg
murmur (-), gallop (-) tab
Abdomen : supel, bising ETB 2x500mg
usus (+), nyeri tekan (-) tab
Ekstremitas :
AH + +
+ +
CRT < 3
Diuresis:3,2cc/kgBB/jam

Rontgen Thorax
Tanggal 22 mei 2017 (Thorax PA)

32
Deskripsi :
COR : CTR < 50%

33
Pulmo : tidak tampak penebalan hilus
tak tampak infiltrat
terdapat perselubungan homogen pada hemithorax kanan
Sudut costofrenikus : sudut costofrenikus kanan tertutup perselubungan, kiri lancip
tampak perselubungan homogen di hemithorax kanan bawah sampai
lateral atas

Kesan : Jantung dalam batas normal


Efusi Pleura Kanan perbaikan

34
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

35
3.1 Definisi
Efusi pleura adalah penimbunan cairan yang abnormal dalam rongga pleura, akibat
dari berlebihnya produksi atau berkurangnya absorbsi atau keduanya. (4) Pleurisy atau radang
pleura adalah inflamasi pada pleura biasanya disertai efusi pleura.(5)
Efusi pleura tuberkulosis adalah efusi pleura yang disebabkan oleh tuberkulosis.(6)
Tuberculosis adalah penyakit infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis yang bersifat
sistemik dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasa
merupakan lokasi infeksi primer.(6)

3.2 Anatomi
Pleura merupakan selaput yang melapisi paru-paru. Pleura disusun oleh jaringan ikat
fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan kapiler darah serta serat saraf
kecil.(4) Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama fibroblas dan makrofag). Pleura juga
dilapisi oleh selapis sel mesotel.(4) Terdapat 2 lapisan yaitu pleura parietalis bagian luar yang
berhubungan dengan mediastinum dan pleura viseralis bagian yang langsung melapisi paru-
paru.(4) Sedangkan rongga di antara pleura parietalis dan viseralis disebut cavum pleura.(4)

Gambar 1. Anatomi Paru(4)

36
Gambar 2. Anatomi Pleura(4)

3.3 Fisiologi

Normalnya cavum pleura berisi cairan 5 15 ml yang berfungsi sebagai pelumas agar
tidak terjadi friksi saat ventilasi.(7) Jumlah cairan pleura yang diproduksi normalnya adalah 17
mL/hari dengan kapasitas absorbsi maksimal drainase sistem limfatik sebesar 0,2-0,3
mL/kgbb/jam.(7) Cairan dalam rongga pleura dipertahankan oleh keseimbangan tekanan
hidrostatik, tekanan onkotik pada pembuluh darah parietal dan viseral serta kemampuan
drainase limfatik.(7) Efusi pleura terjadi sebagai akibat gangguan keseimbangan faktor-faktor
tersebut. Kandungan normal cairan cavum pleura adalah(7) :

- jernih, karena merupakan hasil ultrafiltrasi plasma darah yang berasal dari pleura
parietalis

- pH 7,60-7,64

- kandungan protein kurang dari 2% (1-2 g/dL)

- kadungan sel darah putih < 1000 /m3

- kadar glukosa serupa dengan plasma

- kadar LDH (laktat dehidrogenase) < 50% dari plasma

37
3.4 Epidemiologi

Prevalensi efusi pleura tergantung dari frekuensi penyakit yang mendasari. Pada efusi
pleura akibat Tuberculosis Paru (TB Paru) ditentukan oleh prevalensi TB Paru. (4) 95% TB
Paru terjadi di negara berkembang.(5) WHO memprediksi terdapat lebih dari 8 juta kasus baru
pertahun dan 1,3 juta kasus diantaranya adalah TB anak. WHO juga memperkirakan terdapat
30% kasus terinfeksi TB pada negara Afrika, ASIA dan Amerika latin.(5)

Dari beberapa negara Afrika dilaporkan hasil isolasi Mycobacterium tuberculosis


(MTB) 7%-8% pada anak yang dirawat dengan pneumonia berat akut dengan dan tanpa
infeksi human immunodeficiency virus (HIV), dan TB merupakan penyebab kematian pada
kelompok anak tersebut.(8) Dilaporkan juga dari Afrika Selatan bahwa pada anak-anak yang
sakit TB didapatkan prevalensi HIV 40%-50%.(8)

Masalah yang dihadapi saat ini adalah meningkat-nya kasus TB dengan pesat selain
karena peningkatan kasus penyakit HIV/AIDS juga meningkatnya kasus multidrug
resistence-TB (MDR-TB), hasil penelitian di Jakarta mendapatkan >4% dari kasus baru. (8)
Masalah lain adalah peran vaksinasi BCG dalam pencegahan infeksi dan penyakit TB yang
masih kontroversial.(8) Berbagai penelitian melaporkan proteksi dari vaksinasi BCG untuk
pencegahan penyakit TB berkisar antara 0%-80%, secara umum diperkirakan daya proteksi
BCG hanya 50%, dan vaksinasi BCG hanya mencegah terjadinya TB berat, seperti milier dan
meningitis TB.(8) Daya proteksi BCG terhadap meningitis TB 64%, dan miler TB 78% pada
anak yang mendapat vaksinasi.(8)

3.5 Etiologi

Efusi pleura pada anak biasanya disebabkan oleh bakteri pneumonia, gagal jantung,
reumatologi, dan keganasan intratoraks. Selain itu bisa disebabkan oleh tuberkulosis, lupus
eritematosus, pneumonitis aspirasi, uremia, pankreatitis, subdiafragma abses, rheumatoid
artritis.(5)

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi(9):

38
o Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat. Efusi
pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat
Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan,pleura. Hal ini dapat disebabkan oleh(9):
1) Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya adalah
perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat
terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga
terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis.
2) Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan
tekanan osmotik darah.
3) Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil yang ada
pada diafragma ke dalam rongga pleura.
4) Meigs Syndrome
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan tumor
ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor
ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah
tanpa adanya metastasis.
5) Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal.

o Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang permeabel
abnormal dan berisi protein transudat. Hal ini dapat disebabkan oleh(9):
1) Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus Coxsackie, Rickettsia, Chlamydia. Cairan
efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc.
2) Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang
berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab dapat
merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus pneumonie, Staphylococcus aureus,
Pseudomonas, Haemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-
lain).

39
3) Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll.
Karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap fungi.
4) Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus
subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hematogen dan
menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus
subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalamnya
masuk ke rongga pleura, menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang
disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif.
5) Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru, mammae,
kelenjar limfe, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang
tidak membesar.

3.6 Klasifikasi

Proses inflamasi pada pleura di bagi menjadi 3 tipe yaitu dry or plastic pleurisy,
serofibrinous or serosanguineous pleurisy dan purulent pleurisy or empyema.(5)

Dry or Plastic Pleurisy

Dry or Plastic Pleurisy biasanya berhubungan dengan infeksi paru akut bakteri atau
virus. Dapat juga berkembang dari infeksi saluran pernapasan bagian atas. Sering juga
berhubungan dengan tuberculosis dan demam rematik. Efusi pleura dapat terjadi terbatas
pada pleura viseralis dengan jumlah cairan serosa kuning yang sedikit dan perlekatan antara
kedua lapisan pleura.(2)

Serofibrinous or serosanguineous pleurisy

Serofibrinous or serosanguineous pleurisy adalah eksudat fibrinous pada permukaan


lapisan pleura dan efusi eksudatif cairan serosa pada cavum pleura. Biasanya terjadi pada
infeksi paru atau inflamasi pada abdomen dan mediastinum. Selain itu bisa terjadi pada lupus
eritematosus, periarteritis, rheumatoid artritis.(5)

Purulent pleurisy or empyema

40
Empyema adalah terdapatnya pus di dalam cavum pleura. Biasanya disebabkan oleh
streptococcus pneumonia.(5)

3.7 Patofisiologi
Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis,
keadaan dimana terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura. Hal ini merupakan sekuele
dari infeksi primer dimana efusi pleura TB biasanya terjadi 6 - 12 minggu setelah infeksi
primer, pada anak-anak dan orang dewasa muda.(10)
Penularan TBC terjadi melalui droplet yang mengandung Mycobacterium tuberculosis
masuk melalui saluran pernapasan sampai ke alveolus. Di alveolus M.Tb akan di fagositosis
oleh makrofag alveolus dan dibunuh, tetapi bila M.Tb yang dihirup virulen dan makrofag
alveolus lemah maka M.Tb dapat berkembang biak dan menghancurkan makrofag. Monosit
dan makrofag dari darah dapat ditarik secara kemotaksis kea rah M.Tb berada, kemudian
memfagositosis M.Tb tetapi tidak dapat membunuhnya. Makrofag dan M.Tb membentuk
tuberkel yang mengandung sel-sel epiteloid, makrofag yang menyatu (sel raksasa Langhans)
dan limfosit. Tuberkel akan menjadi tuberkuloma dengan nekrosis dan fibrosis di dalamnya
dan dapat juga terjadi kalsifikasi. Lesi pertama di alveolus (focus primer) menjalar ke
kelenjar limfe hilus dan terjadi infeksi kelenjar limfe, yang bersama-sama dengan limfangitis
membentuk kompleks primer. Dari kelenjar limfe M.Tb dapat langsung menyebabkan
penyakit di organ-organ tersebut atau hidup dorman dalam makrofag jaringan dan dapat aktif
kembali bertahun-tahun kemudian. Tuberkel dapat hilang dengan resolusi atau terjadi
kalsifikasi atau terjadi nekrosis dengan masa keju yang di bentuk oleh makrofag. Masa keju
dapat mencair dan M.Tb dapat berkembang biak ektra selular sehingga dapat meluas di
jaringan paru dan terjadi pneumonia, lesi endobronkial, pleuritic atau Tb Milier juga dapat
menyebar secara bertahap menyebabkan lesi di organ-organ lain.(6)
Efusi pleura TB ini diduga akibat pecahnya fokus perkijuan subpleura paru sehingga
bahan perkijuan dan kuman M. TB masuk ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan
Limfosit T yang akan menghasilkan suatu reaksi hipersensitiviti tipe lambat. Limfosit akan
melepaskan limfokin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dari kapiler pleura
terhadap protein yang akan menghasilkan akumulasi cairan pleura. Cairan efusi umumnya
diserap kembali dengan mudah. Namun terkadang bila terdapat banyak kuman di dalamnya,
cairan efusi tersebut dapat menjadi purulen, sehingga membentuk empiema TB.(10)

41
3.8 Diagnosis
3.8.1 Anamnesis
Gejala umum dari penyakit TB pada anak tidak khas.(11)
- Nafsu makan berkurang
- Berat badan sulit naik, menetap atau malah turun (kemungkinan masalah gizi
sebagai penyebab harus disingkirkan dulu dengan tatalaksana yang adekuat
selama minimal 1 bulan)
- Demam subfebris berkepanjangan (etiologic demam kronik yang lain perlu
disingkirkan dahulu, seperti infeksi saluran kemih (ISK), tifus atau malaria)
- Pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher, aksila, inguinal, atau tempat lain
- Keluhan repiratorik berupa batuk kronik lebih dari 3 minggu atau nyeri dada
- Gejala gastrointestinal seperti diare persisten yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku atau perut membesar karena cairan atau teraba massa dalam
perut

Keluhan spesifik organ dapat terjadi bila TB mengenai organ ekstrapulmonal, seperti(11):
- Benjolan di punggung (gibbus), sulit membungkuk, pincang atau pembengkakan
sendi
- Bila mengenai susunan saraf pusat (SSP) dapat terjadi gejala iritabel, leher kaku,
muntah-muntah dan kesadaran menurun
- Gambaran kelainan kulit yang khas yaitu skrofuloderma
- Limfadenopati multiple di daerah coli, aksila atau inguinal
- Lesi flikten di mata

Parameter 0 1 2 3

Kontak TB Tidak jelas - BTA - / tidak BTA +


jelas
Mantoux test negatif - +

42
BB/Gizi - BB/TB < 90% Klinis gizi -
BB/U < 80% buruk, BB/TB
< 70%, BB/U <
60%
Demam - 2 minggu - -
Batu kronik - 3 minggu - -
KGB >> - 1 cm, jumlah - -
>1, tidak nyeri
Pembengkakan - + - -
tulang & sendi
Foto N / tidak jelas Sugest TB - -
Selain itu terdapat sistem skoring TB pada anak untuk mendiagnosis TB. Diagnosis
TB bila skor TB 6.(11)

Tabel 1. Skor TB pada anak(11)

3.8.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan besar kasus TB tidak dijumpai kelainan fisis yang khas.
Antopometri didapatkan gizi kurang dengan grafik berat badan dan tinggi badan pada posisi
di daerah bawah atau di bawah P5. Suhu subfebris dapat di temukan pada sebagian pasien.(11)
Pada efusi pleura, pada pemeriksaan thorax ditemukan dinding dada yang asimetris
dengan gerak napas tertinggal pada sisi yang sakit. (12) Adanya retraksi dan napas cuping
hidung bila pasien mengalami sesak napas berat. Nyeri dada ditemukan bila terdapat pleuritis
atau radang pelura.(12) Vocal fremitus asimetris, melemah pada sisi yang mengalami efusi.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan duduk (cairan akan menempati bagian terbawah), bila di
perkusi akan terdengar redup.(12) Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi
redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah.(13)

3.8.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Uji Tuberculin (Mantoux)
Dengan cara Mantoux yaitu penyuntikan 0,1 ml tuberculin PPD secara intra kutan di
bagian volar lengan dengan arah suntikan memanjang lengan. Reaksi dapat diukur 48 72

43
jam setelah penyuntikan. Indurasi tranversal diukur dan dilaporkan dalam mm berapapun
ukurannya. 0 mm jika tidak ada indurasi sama sekali, indurasi 10 mm keatas dinyatakan
positif, indurasi <5 mm dinyatakan negatif, sedangkan indurasi 5 9 mm meragukan dan
perlu diulang dengan jarak waktu minimal 2 minggu. Uji tuberculin positif menunjukkan
adanya infeksi TB dan kemungkinan TB aktif (sakit TB) pada anak.(11)

2. Foto Thorax
Foto thorax antero-posterior AP dan lateral kanan. Sugestif TB bila terdapat
pembesaran kelenjar hilus atau parastrakeal, konsolidasi segmen/lobus paru, milier, kavitas,
efusi pleura (perselubungan homogen dengan garis ellis), atelektasis atau kalsifikasi.(11)

3. Pemeriksaan mikrobiologi
Dengan bahan bilasan lambung atau sputum. Pemeriksaan langsung BTA (basil tahan
asam) yaitu pemeriksaan mikroskopis dan kultur sputum.(11)

4. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologi seperti PAP TB, ICT, Mycodot dan lain-lain. Nilai
diagnostiknya tidak lebih unggul dari tuberculin sehingga tidak di anjurkan.(11)

5. Torakosentesis / Pungsi pleura


Torakosentesis atau pungsi pleura dilakukan untuk terapi atau diagnostik. Pungsi pleura
diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Bila cairan serosa mungkin
berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).(14)
Torakosentesis atau penyaluran saluran dada (chest tube drainage) dianjurkan pada pasien
anak-anak yang memiliki demam menetap, toksisitas, organism tertentu (misalnya S.aereus
atau pneumococcus), nyeri pleura, kesulitan dalam bernafas, pergeseran mediastinum,
gangguan pernafasan yang membahayakan. Chest tube drainage semestinya segera dilakukan
apabila dari hasil analisa cairan pleura menunjukkan pH kurang dari 7,2 kadar glukosa <
40mg/dl dan kadar LDH lebih dari 1000 U/mL.(14)

6. Analisis cairan pleura


Kemudian cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan
asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,

44
amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan
pH.(14)

Gambar 3. Cairan Pleura(14)

Namun pada anak-anak tidak semuanya memerlukan torakosentesis sebagai prosedur yang
sama. Efusi parapneumonik yang dihubungkan dengan sudut kostofrenikus yang tumpul
minimal tidak seharusnya mendapat prosedur torakosentesis.(14)

7. CT-Scan Thorax
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor.(14)

Gambar 4. CT-Scan menunjukkan adanya akumulasi cairan sebelah kanan(14)

8. USG Thorax
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit,
sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.(14)

45
Gambar 5. USG Efusi pleura dengan celah yang multipel(14)

9. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya. Pada anak dilakukan
apabila peradangan efusi pleura tidak bisa dijelaskan. Teknik ini memiliki peran yang terbatas
pada anak-anak namun memiliki kepentingan yang besar dalam membedakan TB atau
keganasan. Yang menjadi komplikasi utama adalah pneumotoraks dan perdarahan.(10)

10. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul.(10)

3.9 Penatalaksanaan
3.9.1 Medikamentosa

Terapi TB terdiri dari dua fase, yaitu(11):


- Fase intensif : 3-5 OAT
- Fase lanjutan : 2 OAT (INH-Rifampisin) hingga
6 12 bulan

Obat Sediaan Dosis Dosis Efek Samping


mg/kgBB max

Isoniazid / INH Tab 100 dan 5 - 15 300 Peningkatan


300 mg; sirup mg transaminase,
10 mg/ml hepatitis, neuritis
perifer,

46
hipersensitivitas

Rifampisin Kapsul/tablet 10 - 15 600 Urin/sekresi warna


150, 300, 450, mg kuning, mual
600 mg; sirup muntah, hepatitis,
20 mg flu like reaction
Pirazinamid Tab 500 mg 25 - 35 2g Hepatotoksisitas,
hipersensitivitas
Etambutol Tab 500 mg 15 - 20 2,5 g Neuritis optikal
(reversibel),
gangguan visus,
gangguan saluran
cerna
Streptomisin Vial 1g 15 - 30 1g Ototoksisitas,
nefrotoksisitas
Tabel 2. OAT(11)

Kelompok resiko tinggi memerlukan medikamentosa profilaksis.(11)


- Profilaksis primer untuk mencegah tertular/infeksi pada kelompok yang
mengalami kontak erat dengan pasien TB Dewasa dengan uji BTA positif.
- Profilaksis sekunder untuk mencegah terjadinya sakit TB pada kelompok yang
telah terinfeksi TB tapi belum sakit TB.

47
Konsep dasar profilaksis primer dan sekunder berbeda, namun obat dan dosis yang digunakan
sama yaitu INH 5 -10 mg/kgBB/hari. Profilaksis primer diberikan selama kontak masih ada,
minimal selama 3 bulan.(11)

Faktor Usia Balita


Pubertas

Faktor Obat Steroid sistemik jangka panjang


Faktor Nutrisi Gizi buruk
Faktor Penyakit Morbili
Varisela
HIV AIDS
Malignansi
Tabel 3. Resiko tinggi TB(5)

Terapi suportif meliputi asupan gizi yang adekuat sangat penting untuk keberhasilan
terapi TB jika ada penyakit lain perlu mendapat tatalaksana memadai.(11)

3.9.2 Non Medikamentosa


1. Torakosentesis

48
Gambar 6. Torakosentesis(15)
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik
maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk.
Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga aksilaris posterior dengan memakai
jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1.000-
1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu
kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru
akut. Edema paru dapat terjadi karena paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme
sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang
tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang
abnormal. Komplikasi lain torakosentesis adalah : pneumothoraks (ini yang paling sering
udara masuk melalui jarum), hemothoraks (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
dan emboli udara yang agak jarang terjadi.(15)

3.10 Prognosis
Prognosis TB paru tergantung dari derajat berat, kepatuhan pasien, sensitivitas
bakteri, gizi, status imun, dan komorbiditas.(15)

BAB IV
PEMBAHASAN

49
Pasien dengan keluhan sesak sejak 2 minggu SMRS. Sesak timbul perlahan dan
menetap. Sesak dirasakan saat aktifitas maupun saat istirahat. Sesak tidak di pengaruhi posisi.
Karakteristik sesak tersebut dapat menyingkirkan kelainan sesak yang di timbulkan karena
penyakit jantung. Sesak yang timbul pada saat istirahat dapat terjadi akibat paru tidak
mendapat oksigen yang cukup. Pasien juga mengeluh demam sejak 1 bulan SMRS.
Demam timbul perlahan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Demam naik turun. Demam
merupakan salah satu tanda infeksi. Demam yang naik turun dan subfebris salah satu ciri dari
infeksi bakteri. Pada infeksi TB, karakteristik demamnya subfebris dan tidak disebabkan oleh
infeksi yang lain seperti infeksi saluran kemih. Selain itu pasien mengeluh batuk sejak 1
bulan SMRS. Batuk berdahak berwarna kehijauan. Batuk lebih dari 3 minggu merupakan
salah satu gejala TB Paru meskipun pada anak kadang tidak terlalu dikeluhkan. Pasien
mengeluh keringat malam. Hal tersebut juga merupakan salah satu gejala dari infeksi TB.
Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan. Mual dan muntah sejak 2 minggu SMRS. Muntah
sebanyak 2 kali berisi makanan. Mual muntah dapat terjadi sebagai keluhan lain yang tidak
berhubungan dengan infeksi TB, hal tersebut dapat terjadi karena nafsu makan pasien yang
berkurang sehingga produksi asam lambung akan meningkat dan terjadi muntah. Berat badan
pasien menurun sekitar 9 kilogram sejak 1 bulan SMRS. Hal ini bisa disebabkan karena
intake yang kurang atau karena dari kuman M.TB yang menghambat proses metabolisme.
BAB cair sejak 3 hari SMRS. BAB cair sebanyak 1x berwarna kuning disertai ampas, lendir
(-), darah (-). Ini merupakan keluhan gastrointestinal yang sering di keluhkan pasien dengan
infeksi TB. Pasien sudah berobat ke puskesmas dan minum paracetamol untuk mengatasi
demamnya, demam turun namun naik kembali. Hal ini menunjukkan bahwa demam
disebabkan oleh infeksi tertentu sehingga perlu pengobatan untuk mengatasi etiologinya.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan status gizi (CDC) 87,75% yaitu gizi kurang. Gizi kurang
dapat menjadi pemicu sehingga terjadi infeksi TB atau dapat terjadi sebagai akibat dari
terinfeksinya TB. Pernapasan 33 kali permenit menunjukkan pasien takipneu, usaha
kompensasi agar kebutuhan oksigen dapat terpenuhi. Suhu 38,6 oC pasien demam merupakan
tanda terjadinya infeksi. Pada pemeriksaan thorax di dapatkan inspeksi gerakan napas
asimetris, bagian hemithorax kanan tertinggal hal ini terjadi karena terdapat akumulasi cairan
di rongga pleura sehingga sisi yang sakit tidak bisa mengembang secara sempurna dan
terlihat asimetris. Terdapat retraksi subcotae dan intercostal. Hal ini disebabkan adanya usaha
otot-otot pernapasan untuk mengembang dikarenakan paru sulit mengembang akibat adanya
cairan di pleura. Pada palpasi vocal fremitus asimetris baik di dada maupun di punggung,
bagian hemithorax kanan melemah. Pada efusi pleura terdapat cairan yang buka media yang

50
baik untuk menghantarkan getaran sehingga teraba melemah. Pada perkusi didapatkan redup
pada hemithorax kanan. Perkusi di punggung didapatkan garis Ellis Damoisseau dari titik
midaksilaris media kanan ke garis midspinalis setinggi torakal 6. Bila terdapat cairan maka
pada perkusi akan terdengar redup. Pada auskultasi suara napas vesikuler melemah pada
hemithorax kanan di dada maupun di punggung. Di punggung suara napas vesikuler
terdengar melemah setinggi torakal 6 garis midskapularis. Hal tersebut karena suara napas
pada alveol terdengar jauh karena adanya penimbunan cairan di rongga pleura.
Proses terinfeksinya TB Paru sampai terjadinya efusi pleura sekitar 3 6 bulan. Pada pasien
ini gejala infeksi TB Paru baru di keluhkan selama 1 bulan terakhir. Namun sering pada anak
gejala TB paru tidak terlalu khas, dan mungkin pada pasien ini sebelumnya sudah terinfeksi
TB Paru. Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan leukositosis 12.900 /L dan
trombositosis 491ribu/L. Hal ini menunjukkan adanya infeksi yang disebabkam oleh
bakteri. Trombositosis dapat terjadi trombositosis sekunder yang diakibatkan bila terdapat
proses infeksi sehingga dilepaskan sitokin-sitokin yang memicu meningkatnya produksi
trombosit. Pada pemeriksaan rontgen thorax di dapatkan kesan efusi pleura kanan yaitu
terdapat perselubungan homogen dengan garis ellis. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah
LED, mantoux test, BTA sputum dan kultur sputum, biakan kuman (BACTEC), serologi
(ELISA) dan pungsi pleura/analisa cairan pleura.

BAB V
PENUTUP

51
TB Paru pada anak merupakan penyakit yang sering terjadi dan dapat menjadi efusi
pleura akibat adanya cairan yang masuk ke rongga pleura. (5) Cairan dapat berupa serosa atau
pus yang disebut empyema.(4) Untuk menegakkan diagnosis dari efusi pleura dapat di lakukan
anamnesis namun biasanya TB pada anak menunjukkan gejala yang tidak khas. (11,12) Penting
juga adanya riwayat kontak dari TB Dewasa. (12) Dari pemeriksaan fisik biasanya ditemukkan
kelainan pada paru yang asimetris seperti pergerakan napas yang tertinggal, suara napas
vesikuler yang melemah pada satu sisi dan perkusi yang redup pada bagian yang terdapat
efusi.(12) Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan test mantoux yang positif, BTA sputum
yang positif dan pemeriksaan radiologis yang menunjukkan adanya perselubungan homogen
yaitu efusi pleura.(6) Untuk menterapi efusi pleura yang disebabkan TB Paru oleh karena itu
perlu di terapi penyakit yang mendasari yaitu dengan OAT.(11) Bila sesak semakin berat atau
cairan efusi dalam jumlah banyak maka dapat dilakukan pungsi pleura.(11)

DAFTAR PUSTAKA

52
1. Callistania C, Indrawati W. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. 3rd ed. Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran UI. Jakarta: 2014.174-6p.
2. Bradley JS et al. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and
Children Older than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric
Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect
Dis. 2011:53(7);617-30p.
3. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:
1999;695-705p.
4. Pleural Efusions. Available at http://emedicine.medscape.com/article/299959-
overview#a9 Access on May 2 2017.
5. Kligmann, Stanton, Geme ST, Schor, Behrman. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed.
Elsevier Saunders. United State of America:2011.
6. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Pedoman Diagnosis dan Terapi. 3th Ed. Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo. Surabaya. 2008.
7. Zocchi L. Physiology and pathophysiology of pleural fluid turnover. European
Respiratory Journal. Europe:2000;20:1545-58p.
8. Katasasmita C. Epidemiologi Tuberculosis. Sari Pediatri. Bandung: 2009.
9. Rahajoe N dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. UKK Pulmonologi PP IDAI.
Jakarta: 2005.51-2p.
10. Tuberculosis in Children. Available at
https://my.clevelandclinic.org/health/articles/tuberculosis-tb-in-children Access on May 2
2017
11. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandraputra EP, Harmoniati E.
Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009.
12. Wahidiyat I. Sastroasmoro S. Pemeriksaan Klinis pada Bayi dan Anak. Sagung Seto.
Jakarta. 2014.
13. Natadidjaja H. Anamnesis dan pemeriksaan fisis penyakit dalam. Binarupa Aksara. 2012.
14. Light RW. Update on tuberculous pleural effusion. Respirology. 2010;15:451-8.
15. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. Departemen
Kesehatan RI. 2011.

53

Anda mungkin juga menyukai