Anda di halaman 1dari 13

ttp://medlinux.blogspot.

com/2008/07/penatalaksanaan-krisis-
hipertensi.html

Blog yang membahas seluk beluk dunia kedokteran

PENATALAKSANAAN KRISIS HIPERTENSI

Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu waktu bisa jatuh kedalam keadaan
gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi Krisis
Hipertensi, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi
jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab
sebelumnya.
Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi
kurang dari 1 %.

Krisis Hipertensi adalah keadaan yang sangat berbahaya, karena terjadi kenaikan
tekanan darah yang tinggi dan cepat dalam waktu singkat. Biasanya tekanan diastolik
lebih atau sama dengan 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam, disertai dengan
gangguan fungsi jantung, ginjal dan otak serta retinopati tingkat III IV menurut Keith-
Wagner (KW).

Beberapa keadaan yang termasuk keadaan darurat hipertensi atau krisis hipertensi
akut adalah :

1. Ensefalopati Hipertensi.
2. Hipertensi Maligna.
3. Hipertensi dengan komplikasi :
a. Gagal jantung kiri akut
b. Perdarahan intra kranial
c. Perdarahan pasca operasi
d. Aortic dessection.
4. Eklamsia.
5. Feokromositoma.

PATOGENESIS

Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat
dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik
meningkat cepat sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam.
Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan tersebar luas, serta
hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-nefron. Perubahan patologis jelas terjadi
terutama pada retina, otak dan ginjal.
Pada retina akan timbul perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala
retinopati dapat mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala
paling terpercaya dari hipertensi maligna.

Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan


tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mmHg.
Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi
menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang
sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat
mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible.

Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan
kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis
hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi.

Penderita feokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran


norefinefrin yang menetap atau berkala.

PENGELOLAAN

Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah
secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita.
Pengobatan biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang
ketat terhadap penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan
atau munculnya masalah baru.

Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat,
mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara
yang dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada
sikap tubuh dan efek samping minimal.

1. Diazoxide

Adalah derivat benzotiadiazin, obat ini menurunkan tekanan darah secara kuat dan
cepat dengan mempengaruhi secara langsung pada otot polos arterial, sehingga terjadi
penurunan tekanan perifer tanpa mengurangi curah jantung atau aliran darah ke ginjal.
Tetapi menurut beberapa penulis, diazoxide juga menaikkan isi sekuncup, isi semenit
dan denyut jantung permenit, sehingga tidak dianjurkan pada krisis hipertensi yang
disertai aorta diseksi atau kelainan coroner.
Efek samping dari diazoxide adalah : hipoglikemi, hiperurikemi dan dapat menembus
plasenta sehingga mempengaruhi metabolisme janin sehingga tidak direkomendasikan
untuk krisis hipertensi pada kasus eklamsia.
Diazoxide diberikan dengan intravena 75-300 mg selama 10-30 detik, penurunan
tekanan darah akan tampak dalam waktu 1-2 menit, pengaruh puncak dicapai antara 2-
3 menit, dan bertahan 4-12 jam.
Untuk penderita dengan perdaraham otak, dianjurkan pemberian intra vena sebesar
500-1.000 mg. Pemberian dapat diulang setiap 10-15 menit sampai didapat tekanan
diastolik 100-105 mmHg.

2. Sodium Nitropusid

Sodium nitropusid merupakan vasodilator pada arteri dan vena. Obat ini dapat
menurunkan isi sekuncup dan isi semenit jantung. Untuk menghindari hipotensi,
pengawasan ketat harus dilakukan pada pemberian obat ini.
Dosis : 0,3-0,6 ug/kgBB/menit, dinaikkan pelan-pelan sampai tercapai penurunan
tekanan darah yang cukup.
Penurunan tekanan darah terjadi dalam beberapa detik dan puncak tercapai dalam 1-2
menit, hanya berlangsung 3-5 menit.
Efek samping : takikardi dan sakit kepala.

3. Trimetapan (Artonad)

Merupakan penghambat ganglion, bekerja dengan cara menurunkan isi sekuncup


jantung dan isi semenit jantung. Obat ini baik digunakan pada kasus krisis hipertensi
dengan payah jantung atau diseksi aorta anerisma
Dosis : 500 mg/500 cc Dextrosa 5% dengan kecepatan 0,25 mg%/menit, kemudian
dinaikkan perlahan sampai dicapai penurunan tekanan yang dikehendaki, yaitu tekanan
diastolik 110 mmHg dalam waktu 1 jam. Jangka waktu kerja 5-15 menit. Infus diberikan
dengan posisi duduk, untuk menghindari efek hipotensi yang berlebihan.

4. Hidralazin (Apresolin)

Obat ini bekerja langsung pada otot polos arterial dan menimbulkan vasodilatasi perifer,
tanpa menurunkan aliran darah ke ginjal. Tetapi hidralazin menaikkan denyut jantung
permenit, isi sekuncup dan isi semenit jantung.
Hidralazin direkomendasikan untuk diberikan pada toksemia gravidarum dan krisis
hipertensi dengan ensefalopati
Dosis : 5-20 mg diberikan intramuskular setiap 2-4 jam, atau ecara intra vena (1 ampul
dari 20 mg/ml dilarutkan dalam 300 cc NaCl 0,9%) dengan kecepatan 10-60
tetes/menit. Penurunan tekanan darah terjadi dalam 10-20 menit, berlangsung sampai 1
jam. Apabila selama 30 menit tidak berhasil, dapat diulang tiap 3-6 jam.

5. Klonidin (Catapres)

Merupakan derivat imidazolin, yang merangsang reseptor alfa adrenergik pada batang
otak, mengakibatkan penurunan discharge symphatis, sehingga menurunkan tekanan
vaskular sistemik, juga menekan pengeluaran renin oleh ginjal.
Klonidin diberikan intravena 1 ampul (150 ug) diencerkan dalam 10 ml NaCl 0,9%
dalam waktu 10 menit. Efek penurunan tekanan terjadi dalam waktu 5-10 menit.
Pemberian intramuskular, 1-2 ampul dan dulang dalam 3-4 jam, terjadi penurunan
tekanan dalam waktu 10-15 menit. Pemberian IM dinilai lebih aman dan terkontrol,
tetapi kurang dalam kekuatan dan kecepatan dibanding dengan Diazoxide, Sodium
Nitroprusid dan Trimetapan.
Efek samping yang muncul biasanya adalah mulut kering dan kantuk yang hebat.
Obat ini direkomendasikan dipakai untuk krisis hipertensi dengan eklamsia dan aorta
anerisma.

6. Kaptopril (Kapoten)

Obat ini cukup memberikan harapan karena menaikkan kecepatan filtrasi glomeruli
dengan menhambat pembentukan vaso konstriktor yang sangat kuat (angiotensin II)
dan juga menghambat perusakan vasodilator yang kuat (bradikinin).
Dosis awal 12,5 mg, dinaikkan pelan-pelan sampai dosis optimal. Diuretik dapat
memberikan efek potensiasi.

7. Pentolamin dan Penoxi Benzamin

Kedua obat merupakan penghambat alfa adrenergik, diberikan terutama untuk


feokromositoma atau karena hambatan MAO (mono amino oksidase).
Dosis : 5-15 mg IV, akan menurunkan tekanan darah dalam 10-15 menit.

8. Antagonis Kalsium (Nifedipin)

Antagonis kalsium (Nifedipin, Diltiazem dan Verapamil) bekerja dengan menghambat


pemasukan ion kalsium ke dalam sel dan merupakan vaso dilatator kuat yang
mempunyai daya aksi jangka panjang.
Nifedipin mempunyai harapan dalam pengobatan darurat dengan cara menurunkan
tahanan perifer dengan melemaskan otot polos pembuluh darah, tidak menimbulkan
depresi pada miokard dan tidak mempunyai sifat antiaritmia.
Dosis : 1-2 tablet (10-20mg) dosis tunggal. Pemberian sublingual dapat memberikan
efek yang lebih cepat, yaitu beraksi dalam 3 menit setelah pemberian. Apabila penderita
tidak sadar dapat diberikan lewat pipa lambung.

PENGOBATAN KHUSUS KRISIS HIPERTENSI

1. Ensefalopati Hipertensi

Pada Ensefalofati hipertensi biasanya ada keluhan serebral. Bisa terjadi dari hipertensi
esensial atau hipertensi maligna, feokromositoma dan eklamsia. Biasanya tekanan
darah naik dengan cepat, dengan keluhan : nyeri kepala, mual-muntah, bingung dan
gejala saraf fokal (nistagmus, gangguan penglihatan, babinsky positif, reflek asimetris,
dan parese terbatas) melanjut menjadi stupor, koma, kejang-kejang dan akhirnya
meninggal.
Obat yang dianjurkan : Natrium Nitroprusid, Diazoxide dan Trimetapan.
2. Gagal Jantung Kiri Akut

Biasanya terjadi pada penderita hipertensi sedang atau berat, sebagai akibat dari
bertambahnya beban pada ventrikel kiri. Udem paru akut akan membaik bila tensi telah
terkontrol.
Obat pilihan : Trimetapan dan Natrium nitroprusid. Pemberian Diuretik IV akan
mempercepat perbaikan.

3. Feokromositoma

Katekolamin dalam jumlah berlebihan yang dikeluarkan oleh tumor akan berakibat
kenaikan tekanan darah. Gejala biasanya timbul mendadak : nyeri kepala, palpitasi,
keringat banyak dan tremor.
Obat pilihan : Pentolamin 5-10 mg IV.

4. Deseksi Aorta Anerisma Akut

Awalnya terjadi robekan tunika intima, sehingga timbul hematom yang meluas. Bila
terjadi ruptur maka akan terjadi kematian. Gejala yang timbul biasanya adalah nyeri
dada tidaj khas yang menjalar ke punggung perut dan anggota bawah. Auskultasi :
didapatkan bising kelainan katup aorta atau cabangnya dan perbedaan tekanan darah
pada kedua lengan.
Pengobatan dengan pembedahan, dimana sebelumnya tekanan darah diturunkan
terlebih dulu dengan obat pilihan : Trimetapan atau Sodium Nitroprusid.

5. Toksemia Gravidarum

Gejala yang muncul adalah kejang-kejang dan kebingungan.


Obat pilihan : Hidralazin kemudian dilanjutkan dengan klonidin.

6. Perdarahan Intrakranial

Pengobatan hipertensi pada kasus ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena
penurunan tekanan yang cepat dapat menghilangkan spasme pembuluh darah disekitar
tempat perdarahan, yang justru akan menambah perdarahan.
Penurunan tekanan darah dilakukan sebanyak 10-15 % atau diastolik dipertahankan
sekitar 110-120 mmHg
Obat pilihan : Trimetapan atau Hidralazin.

KESIMPULAN
1. Krisis hipertensi adalah keadaan darurat yang mengancam jiwa penderita yang
memerlukan penanganan intensif di Rumah Sakit dengan pengawasan yang ketat.
2. Obat parenteral merupakan pilihan utama karena bisa bereaksi cepat dan aman.
3. Ketepatan diagnosa akan mempengaruhi pilihan obat guna keberhasilan terapi
dalam menurunkan tekanan darah dan komplikasi yang ditimbulkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdurrahman, N : Pemakaian Beta Blocker dalam Kardiologi, Akta Medica


Indonesiana XI, 1980.
2. Laragh,J.H., Buhler,F.R., Seldin,D.W. : Frontiers in Hypertension Research, Springer-
Verlag-New York-Heidelberg-Berlin, 1980.
3. Littler,W.A. : The Use of Beta Blockade, Acta Medica Indonesiana XI, 1980.
4. Sutoro,D., Raharjo,B., Parsudi, I., Darmojo, B., : Penanganan Keadaan Darurat
Hipertensi dengan Klonidin, KOPAPDI VI, Jakarta, 1984.
5. Soelaiman, B. : Keadaan Darurat pada Hipertensi, KOPAPDI VI, Jakarta, 1984.
6. Syabani, Sucitro : Tatalakasana Penanganan Krisis Hipertensi, Naskah Simposium
Hipertensi, 1982.
7. William, G. : Hypertensiv Vascular Disease in Principle of Internal Medicine, 10 th
edition.

KRISIS HIPERTENSI
Ditulis oleh Administrator
Kamis, 07 Agustus 2008 21:41

KRISIS HIPERTENSI

1. Pendahuluan

Hipertensi adalah salah satu faktor resiko utama penyakit vaskular jantung, saraf dan
ginjal, dimana lebih dari setengah penyebab angka kematrian pada negara maju.
Prevalensi hipertensi pada populasi masih cukup tinggi dan diperkirakan 1-2 %
penderita hipertensi dapat terjadi kirisis hipertensi.
Dari populasi Hipewrtensi 9HT), ditaksir 70% menderita sangit ringat , 20% HT sedang
dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi dimana
tekanan darah (TD) diastolik sanagtat meningkat sampai 120-130 mmHg yang
merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat
untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari
hasil penelitian dekade lalu di negar maju berkisar 2 -7% dari populasi HT, terutama
pada usia 40-60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2-10 tahun.
Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan
dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk
yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.
Berbagai gambaran klinis dapat menunjukkan keadaan kritis Htdan secara garis besar,
The Fifth Report of The Join National Comitte on Detection, Evaluation and Treatment
of High Blood Pressure (JNCV) menbagi HT ini menjadi 2 golongan yaitu: hipertensi
emergensi (darurat) dan hipertensi urgensi (mendesak).
Membedakan kedua golongan krisis HT ini bukanlah dari tingginya TD, tapi dari
kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat pada seorang penderita dipikirkan
suatu keadaan emergnsi bila terjadi kerusakan secara cepat dan progrsif dari sistem
syaraf sentral, miokardinal, dan ginjal HT emergensi dan urgensi perlu dibedakan
karena cara penanggulangan keduanya berbeda.
Gambaran klinis HT berupa TD yang sangat tinggi (umunya TD diastolik > 120mmHG)
dan menetap pada nilai- nilai yang tinggi dan tyerjadi dalam waktu yang singkat dan
menimbulkan keadaan klinis gawat. Seberapa besar TD yang dapat menyebabkan
krisis HT tidak dapat dipastikan, sebab hal ini juga bisa terjadi pada penderita yang
sebelumnya npmortensi atau HT ringan/sedang. Walaupun telah banyak
kemajuandalam pengobatan HT, namun para klinisi harus tetap waspada akan kejadian
krisis HT, sebab penderita yang jatuh dalam keadaan ini dapat membahayakan jiwa
/kematian bila tidak ditaggulangi dengan cepat dan tepat . Pengobatan yang cepat dan
tepat serta intensif labih diutanakan daripada prosedur diagnostik karean asebagian
besar komplkai krisis HT bersifat reversdibel. Dalam menanggulangi krisis HT dengan
obat anti hipertensi, diperlukan pemahaman mengenai autoregulasi TD dan aliran
darah, pengobatan yang selectif dan terarah terhadap masalah medis, yang menyertai,
pengetahuan mengenai obat parenteral dan oral anti hipertensi, variasi regimen
pengobatan untuk mendapatkan hasil pengobatan yang memadai dan efek samping
yang minimal.

1. Definisi dan Klasifikasi

Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan prioritas pengobatan,


sebagai berikut:
Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dfengan td Diastolik > 120mmHg, disertai
kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/
kondisi akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau
kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beerapa jam.
Penderita perlu dirawat diruangan ibntensive care unit atau (ICU). Merupakan kedaan
yang jarang dijumpai, yang memerlukan penurunan tekanan darah sesegera mungkin
untuk membatasi atau menghindari kerusakan organ target lebih lanjut.
Hipertensi urgensi (mendesak), td diastolik> 120mmHg dan dengan tanpa kerusakan/
klomplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam sampai
batas yang aman memerlukan terapi parenteral. Merupakan peningkatan tekanan
tekanan darah yang berat, tanpa gejala-gejala dan disfungsi organ target.
Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain:

1. Hipertensi refrakter: respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110


mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada
penderita dan kepatuhan pasien.

2. Hipertensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan


kelainan fundudkopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.

3. Hipertensi maligna: penderita hipertensi akselerasi dengan TD diastolik > 120-


130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peninggian
tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut,
ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi
maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi essensial atupun
sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD
normal.

4. Hipertensi enselofati: kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan


sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi
teversible bila TD diturunkan.

Krisis hipertensi adalah suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah sistemik
yang sangat tinggi (Tekanan darah diastolik > 120mmHg) dengan potensial
mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada organ target (Jantung,
sistem saraf pusat dan ginjal) dan mengancam kehiupan penderita.

Klasifikasi Hipertensi
Sistole Diastole
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Normal < 120 mmHg and < 80 mmHg
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Prehipertensi 120 139 mmHg or 80 89 mmHg
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hipertensi stage 1 140 159 mmHg or 90 99 mmHg
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hipertensi stage 2 > 160 mmHg or > 100 mmHg
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
3.Faktor Predisposisi Krisis Hipertensi

Krisis hipertensi dapat terjadi peda hipertensi primer atau hipertensi sekunder. Faktor
predisposisi tejadinya krisis hipertensi oleh karena:

1. Hipertensi yang tidak terkontrol

2. Hipertensi yang tidak terobati]Penderita hipertensi yang minum obat: MAO


inhibitor, dekongestan, kokain.

3. Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis essemsial(tersering).

4. Hipertensi renovaskular.

5. Glomeluronefritis akut.

6. Sindroma with

/andimarlinasyam.wordpress.com/2009/09/18/diagnosa-krisis-hipertensi/

Diagnosa Krisis Hipertensi

Diagnosa Krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi

tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil

pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah

dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.

Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat.

Krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu, diantaranya

nyeri dada dan sesak napas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur

pada edema papila mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi
pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala

dan nyeri tengkuk pada kenaikkan tekanan darah pada umumnya. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan tingginya tekanan darah, gejala dan tanda keterlibatan organ

target.[1]

Hal yang penting ditanyakan :

Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.

Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.

Usia : sering pada usia 40 60 tahun.

Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas ).

Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).

Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedemparu,

nyeri dada ).

Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.

Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.

Pemeriksaan fisik :

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD ( baring dan berdiri ) mencari

kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif,

altadiseksi ). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi

ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain

seperti penyakit jantung koroner.


Pemeriksaan penunjang :

Selain pemeriksaan fisik, data laboratorium ikut membantu diagnosis dan perencanaan.

Urin dapat menunjukkan proteinuria, hematuri dan silinder. Hal ini terjadi karena

tingginya tekanan darah juga menandakan keterlibatan ginjal apalagi bila ureum dan

kreatinin meningkat. Gangguan elektrolit bisa terjadi pada hipertensi sekunder dan

berpotensi menimbulkan aritmia.

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :

1. Pemeriksaan yang segera seperti :

a. darah : darah rutin, BUN, creatinine, elektrolit, KGD.

b. urine : Urinalisa dan kultur urine.

c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri

ataupun gangguan koroner

d. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan

terlaksana ).

2. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang

pertama ) :

a. Sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography ( kasus tertentu ), biopsi renald

( kasus tertentu ).

b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT Scan.

c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk Katekholamine, metamefrin,

venumandelic Acid ( VMA ).

d. (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien
Faktor presipitasi pada krisis hipertensi

Dari anamnese dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dapat dibedakan

hipertensi emergensi urgensi dan faktor-faktor yang mempresipitasi krisis hipertensi.

Keadaan-keadaan klinis yang sering mempresipitasi timbulnya krisis hipertensi, antara

lain :

o Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis essensial (tersering)

Hipertensi renovaskular.

o Glomerulonefritis akut.

o Sindroma withdrawal anti hipertensi.

o Cedera kepala dan ruda paksa susunan syaraf pusat.

o Renin-secretin tumors.

o Pemakaian prekusor katekholamine pada pasien yang mendapat MAO Inhibitors.

o Penyakit parenkhim ginjal.

o Pengaruh obat : kontrasepsi oral, anti depressant trisiklik, MAO Inhibitor,

simpatomimetik ( pil diet, sejenis Amphetamin ), kortikosteroid, NSAID, ergotalk.

o Luka bakar.

o Progresif sistematik sklerosis, SLE.

Difrensial diagnosa

Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi

seperti :

Hipertensi berat

Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.


Ansietas dengan hipertensi labil.

Oedema paru dengan payah jantung kiri.

Definisi Krisis Hipertensi

Diagnosa Krisis Hipertensi (anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang)

Pengobatan Krisis Hipertensi

Anda mungkin juga menyukai