Anda di halaman 1dari 3

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pisang merupakan buah yang paling banyak diproduksi di Indonesia,

dengan salah satu daerah penghasil pisang ialah Samarinda, Kalimantan Timur.

Pada tahun 2015 produksi pisang di samarinda mencapai 37.844

ton/tahun( BPS.2016). Pisang yang dikonsumsi menghasilkan limbah berupa kulit

pisang sekitar satu per tiga dari bagian buah (Munadjim, 1984), sehingga untuk

produksi limbah kulit pisang di Samarinda pada tahun 2015 mencapai 12.614 ton.

Saat ini kulit pisang digunakan sebagai pakan ternak atau dibuang begitu

saja sebagai limbah rumah tangga atau industri.Hasil penelitian Balitnak (2003),

litbang potensi penggunaan limbah kulit pisang sebagai pakan ternak yakni 8

%.Jumlah limbah yang besar selain menimbulkan masalah lingkungan juga

merupakan pemborosan sumber daya karena limbah tersebut masih dapat

dimanfaatkan menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis bila dimanfaatkan

dengan baik.

Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat,

lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air. Unsur-

unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi

tubuh manusia (Munadjim, 1984).Kulit buah pisang mengandung pektin dalam

jumlah yang cukup banyak, sekitar 10-21 % (Kertesz, 1951.2008 dalam

Sufy.2015). Berdasarkan kandungannya, kulit pisang berpotensi sebagai sumber


2

pektin, sehingga dapat dikembangkan dengan cara melakukan ekstraksi pektin

dari kulit pisang.

Pektin dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang industri. Dalam industri

pangan, pektin berperan sebagai bahan pokok pembuatan jeli dan selai(Herbstreith

dan Fox, 2005 dalam Fitria, 2013). Pektin dalam industri farmasi sebagai agen

pembentuk gel, pengental, penstabil dan pengemulsi (Commite on Food Chemical

Codex, 1996 dalam Fitria, 2013).

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian tentang ekstraksi pektin dari kulit pisang sebelumnya

pernah dilakukan oleh Hanum,dkk (2012) dan Tuholoula (2013). Hanum,dkk

(2012) mengekstraksi kulit pisang kapok menggunakan pelarut HCl dengan

memvariasikan pH 1 ; 1,5; 2 dan variasi waktu ekstraksi 70, 80, 90, dan 100

menit. temperatur ekstraksi 80 oC, 90 C. pada pengaruh pH dan waktu saat pH

1,5 dan suhu 90 C dan waktu 80 menit menghasilkan rendemen sebanyak 5

gram, Kadar metoksil tertinggi diperoleh sebesar 3,72% pada pH 1,5 suhu 90C

dan waktu ekstraksi 80 menit. Kadar abu pisang kepok terbaik diperoleh sebesar

0,98% pada pH 1,5 suhu 90C dan waktu ekstraksi 80 menit. Tuholoula (2013)

mengektraksi kulit pisang kapok menggunakan pelarut HCl dengan

memvariasikan waktu ekstraksi 1; 1,5 dan 2 jam, dengan pelarut HCl dan H2SO4

0,05 N. Kadar metoksil tertinggi diperoleh sebesar 3,8 % pada,5 suhu 80oC dan

waktu ekstraksi 2 jam . pada efek waktu terhadap kadar berat ekivalen sebesar

666,67 pada waktu 2 jam padan efek waktu terhdap kadar galakturonat diperoleh
3

47% pada waktu 2 jam menggunakan pelarut HCL. Pada efek waktu terhdap

derjat esterifikasi diperoleh Derajat esterifikasi terbesar didapat pada ekstraksi

pektin dari kulit pisang kepok dengan pelarut HCl dengan waktu ekstraksi 1 jam.

46 %. Ekstraksi menggunakan HCl dapat menghasilkan pektin dengan rendemen

yang lebih tinggi dan karakteristik pektin yang dihasilkan lebih optimal pada

setiap parameter ujinya.

Berdasarkan penelitian sebelumnya dengan suhu dan waktu ekstraksi yang

sama akan dilakukan penelitian dengan variasi konsentrasi HCl menggunakan

alat ultrasonic sebagai alat bantu untuk ekstraksi pektin. Dalam hal penggunaan

alat ultrasonic akan mempercepat waktu ekstraksi yang digunakan untuk

meningkatkan rendemen dengan waktu yang singkat.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian :

1. Mengetahui pengaruh ekstraksi berbantukan gelombang ultrasonik

dengan variasi konsentrasi HCl pada ekstraksi pektin terhadap

rendemen yang diperoleh.

2. Mengetahui karakteristik pektin yang diperoleh.

Manfaat Penelitian :

1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dalam

pemanfaatan limbah kulit pisang kepok kuning untuk pengembangan

sumber produksi pektin.

2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperbaiki hasil pada

penelitian sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai