Anda di halaman 1dari 19

42

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ilmu kimia adalah ilmu berlandaskan eksperimen, yang dimulai dengan

pengamatan, yang akhirnya dapat ditemukan suatu keteraturan. Data yang

diperoleh dengan adanya ketentuan secara eksperimen disebut hokum. Dimana

eksperimen dilakukan dengan melibatkan reaksi-reaksi kimia. Reaksi kimia

merupakan proses yang melibatkan perubahan struktur, komposisi dan energy

setiap spesies yang berperan serta di dalamnya skala molekuler, bahkan kadang-

kadang atomik.

Secara umum, reaksi kimia melibatkan perubahan yang melibatkan

pergerakan elektron dalam pembentukan dan pemutusan ikatan kimia, walaupun

pada dasarnya konsep umum reaksi kimia juga dapat diterapkan pada transformasi

partikel-partikel elementer seperti pada reaksi nuklir.

Stoikiometri merupakan salah satu cabang ilmu kimia yang mempelajari

berbagai aspek yang menyangkut kesetaraan massa antara zat yang terlibat dalam

reaksi kimia baik secara molekuler maupun secara eksperimental. Pengetahuan

kesetaraan massa antara zat yang bereakasi merupakan dasar penyelesaian

hitungan yang melibatkan reaksi kimia. Konsep mol diperlukan untuk

mengkonversikan kesetaraan massa antara zat dari skala molekuler ke skala

eksperimental dalam laboratorium.

Salah satu eksperimen yang biasa dilakukan adalah cara pemeriksaan

kimia yang disebut volumetri, yakni pemeriksaan jumlah zat yang didasarkan
43

pada pengukuran volume larutan preaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara

stoikiometri dengan zat yang ditentukan. Pemeriksaan volumetri ini sangat luas

pemakaianya hal ini disebabkan karena beberapa alasan. Pada satu segi, cara ini

menguntungkan karena pelaksanaanya mudah dan cepat,ketelitian dan

ketepatanya cukup tinggi. Pada segi lain, cara ini menguntungkan karena dapat

diguanakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang mempunyai sifat yang

berbeda-beda.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka untuk mengetahui stoikiometri

dalam suatu reaksi, dapat kita dilakukan percobaan dengan menggunakan atau

mengamati reaksi antara logam tembaga dengan larutan garam besi (III) dalam

suasana asam dengan menganalisis hasil reaksi secara volumetri.

B. Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari stoikiometri reaksi antara

logam tembaga dengan larutan besi (III) dan meramalkan komposisi ion tembaga

yang dihasilkan.

C. Manfaat Percobaan

Manfaat percobaan ini adalah dapat mengetahui stoikiometri dalam reaksi

logam dengan garam.


44

D. Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini adalah hukum-hukum ilmu kimia yang

diperlukan untuk mengkonversikan kesetaraan massa tembaga dan larutan besi

(III).
45

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Sejarah Stoikiometri

Di awal kimia, aspek kuantitatif perubahan kimia, yakni stoikiometri

reaksi kimia, tidak mendapat banyak perhatian. Bahkan saat perhatian telah

diberikan, teknik dan alat percobaan tidak menghasilkan hasil yang benar.

Lavoisier menetapkan hukum kekekalan massa, dan memberikan dasar konsep

ekuivalen dengan percobaannya yang akurat dan kreatif. Jadi, stoikiometri yang

menangani aspek kuantitatif reaksi kimia menjadi metodologi dasar kimia. Semua

hukum fundamental kimia, dari hukum kekekalan massa, hukum perbandingan

tetap sampai hukum reaksi gas semua didasarkan stoikiometri. Hukum-hukum

fundamental ini merupakan dasar teori atom, dan secara konsisten dijelaskan

dengan teori atom. Namun, menarik untuk dicatat bahwa, konsep ekuivalen

digunakan sebelum teori atom dikenalkan (Takeuchi, 2006).

B. Stoikiometri

Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitungan hubungan

kuntitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia. Stoikiometri berasal dari

bahasa Yunani yaitu stoikheion (elemen) dan metria (ukuran). Stoikiometri reaksi

adalah perbandingan massa unsur-unsur dalam senyawa dalam pembentukan

senyawanya. Perhitungan kimia dengan stoikiometri biasanya mengguanakan

hukum-hukum dasar ilmu kimia. Hukum kimia adalah hukum alam yang relevan
46

dengan bidang kimia. Konsep yang paling fundamental dalam kimia adalah

hukum konversi massa, yang menyatakan bahwa tidak terjadi perubahan kuantitas

materi sewaktu reaksi kimia biasa (Alfian, 2009).

Koefisien reaksi dengan konsep mol merupakan angka banding mol zat

yang tepat bereaksi dengan mol zat yang terjadi. Faktor stoikiometri berhubungan

dengan zat-zat yang terlibat dalam reaksi kimia yang didasarkan pada mol.

Walaupun mol penting dalam dasar perhitungan persamaan kimia, kita tidak

mengukur jumlah molar secara langsung. Kita menghubungkannya dengan jumlah

tersebut bila mengukur massa dalam gram atau kilogram, volume dalam mililiter

atau liter dan seterusnya. Jika jumlah zat-zat diketahui massanya, kita dapat

menggunakan 4 tahap pendekatan seperti dibawah ini:

a. Tahap 1. Tulislah persamaan reaksi yang sudah disetarakan

b. Tahap 2. Ubahlah gram menjadi mol menggunakan massa molarnya (untuk

reaktan dan produk)

c. Tahap 3. Faktor stoikiometri diperoleh dari persamaan yang telah disetarakan

untuk perubahan dari mol zat-zat yang dimaksud

d. Tahap 4. Gunakan massa molar untuk mengubah mol zat yang diinginkan

menjadi massa dari zat tersebut (Utiya, 2004)

C. Reaksi Kimia

Perubahan kimia disebut reaksi kimia digambarkan dengan persamaan

kimia. Zat yang mengalami perubahan disebut dengan reaktan ditulis pada sisi kiri

dan zat yang terbentuk yaitu produk ditulis disisi kanan dari tanda panah.
47

Persaamaan kimia harus setara dan mengikut hukum kekekalan massa. Jumlah

atom tiap jenis unsur dalam reaktan dan produk sama. Stoikiometri adalah ilmu

yang mempelajari kuantitas produk dan reaktan dalam reaksi kimia. Perhitungan

stoikiometri yang paling baik dikerjakan dengan menyatakan kuantitas yang

diketahui dan yang tidak diketahui dalam mol dan kemudian bila perlu dikonversi

dengan satuan lain. Pereaksi pembatas adalah reaktan yang ada dalam jumlah

stoikiometri terkecil (Chang, 2004).

Kecepatan reaksi homogen adalah kecepatan hilangnya reaktan atau

munculnya produk. Kecepatan hampir selalu berubah dengan berubahanya waktu

karena kecepatan biasanya berbanding dengan konsentrasi dan konsentrasi reaktan

berkurang dengan bertambahnya waktu. Akan tetapi kecepatan tidak selalu

berbanding dengan konsentrasi semua reaktan. Dalam beberapa kasus, perubahan

konsentrasi reaktan tidak menghasilkan perubahan kecepatan sama sekali; tapi

dalam kasus yang lain, kecepatan dapat berbanding dengan konsentrasi zat-zat

(katalis) yang bahkan tidak tampak dalam persamaan stoikiometri. Suatu studi

tentang pengaruh reaktan terhadap kecepatan sering kali memberikan informasi

yang baik tentang mekanisme. Setiap reaksi dinyatakan dengan persamaan

stoikiometri dan setimbang. Produk yang terbentuk dalam tahap penentu

kecepatan reaksi berbeda dari produk reaksi keseluruhan. Produk spesies-antara

ini mengalami reaksi lebih lanjut membentuk produk stoikiometri. Akan tetapi

tidak ada hubungan yang penting antara stoikiometri dengan hukum kecepatan

reaksi (Firdaus, 2009).


48

D. Besi

Besi (Fe) merupakan logam transisi yang sangat berguna dan logam yang

sangat reaktif. Dalam keadaan murni, besi tidak terlalu keras, tetapi jika

ditambahkan dengan sedikit karbon dan logam lainnya maka akan terbentuk alloy

baja yang kuat. Besi adalah logam kedua dan unsur keempat terbanyak di kerak

bumi sebesar 6,2% dalam persen massa. Karena kelimpahan besi yang cukup

besar sehingga pengolahanya relatif mudah dan murah. Besi mempunyai sifat-

sifat yang menguntungkan dan mudah dimodifikasi. Besi sangat banyak

dimanfaatkan karena kemudahannya dalam perolehan atau proses penambangan

bijihnya dan dapat ditemukan di banyak tempat. Penentuan besi sangat penting

untuk untuk perlindungan lingkungan, hidrogeologi, proses kimia dan studi

kesehatan masyarakat. Kadar besi dapat ditentukan dengan metode

spektrofotometri UV-Vis. Besi yang akan dianalisis, direduksi terlebih dahulu

kemudian dikomplekskan dengan senyawa pengompleks, sehingga menghasilkan

warna spesifik. Senyawa besi memiliki dua tingkat oksidasi, yaitu Fe 2+ (ferro) dan

Fe3+(ferri) (Dianawati dan Sugiarso, 2013).

Pertukaran kation salah satunya dipengaruhi oleh muatan ion. Muatan ion

yang besar cenderung menggantikan ion dengan muatan yang lebih kecil. Fe 3+

memiliki muatan yang lebih besar dari kation-kation yang terdapat di dalam ruang

antar lembar montmorilonit (Na+, K+, Ca2+, dan Mg2+) sehingga Fe3+ dapat
49

menggantikan kation-kation tersebut. Fe2+ dapat mengalami pertukaran ion atau

menempel pada permukaan montmorilonit yang bermuatan negatif. Fe3+ dan Fe2+

kemudian membentuk Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 ketika ditambahkan dengan NaOH.

Setelah mengalami pemanasan, Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 teroksidasi menjadi besi

oksida (Fe3O4) sehingga menghasilkan nanokomposit yang memiliki sifat magnet

(Dian, 2007).

E. Logam Tembaga (Cu)

Logam tembaga penting dalam industri, sebagai suatu racun dan senyawa

nonesensial bagi makhluk hidup, sebagai suatu pengotor lingkungan. Logam ini

adalah suatu logam beracun, yang bertanggung-jawab untuk sejumlah penyakit.

Gejala dari keracunan tembaga adalah hipertensi seketika, kerusakan ginjal,

bronkitis, keterlambatan dari pertumbuhan, sirosis, Wilson, penyakit Alzheimer,

pertumbuhan kelainan dari organ penting dan risiko dari kanker kulit. Toksisitas

ekstrim ke arah laut dan air bersih bagi organisme pada umumnya. Tembaga

adalah salah satu yang berpotensi pada resiko kesehatan sehubungan dengan

keberadaannya di air minum, peralatan masak di dapur. Batas kadar tembaga

yang diizinkan di air minum adalah 2.0 mgL-1 berdasarkan EPA. Semakin

meningkatnya pencemaran dari tembaga dihasilkan proses industri dan

penggunaan dari bahan bakar fosil membuat pengembangan metode untuk analisis

dari logam beracun ini penting (Sarker, 2013).

Bijih tembaga dipekatkan dengan penggerusan, kemudian dipanggang dan

dilebur dalam proses multitahap yang memisahkan besi dan tembaga sulfida yang

sebagian besar ada dalam bijih tembaga (kalkosit-Cu2S, Klkoporit-CuFeS). Bijih


50

pertama-tama dipanggang untuk membebaskan sebagian belerang dioksida dan

belerang trioksida. Kemudian pemanasan dalam tungku dengan fluks silika akan

mengubah oksida-oksida besi dan beberapa besi belerang menjadi ampas (slag),

dan menghasilkan lelehan tembaga sulfida dan besi sulfida dengan ampas besi

silikat terapung diatas (Sugiyarto dan Suyanti, 2010).

Serbuk tembaga banyak dipergunakan untuk berbagai aplikasi karena

memiliki sifat konduktifitas elektrik dan termal yang sangat baik. Penggunaan

serbuk tembaga ini baik dalam bentuk tembaga murni maupun dipadu dengan

logam lainnya. Dalam bentuk murni, serbuk tembaga banyak diaplikasikan dalam

bidang elektronika dan kelistrikan misalnya untuk baterai, sensor kimia,

semikonduktor dan fuel cell. Dipadukan dengan logam lainnya seperti timah, seng

dan nikel, tembaga dalam bentuk serbuk dipergunakan untuk komponen struktural

dan material friksional. Contoh lainnya penggunaan serbuk tembaga yaitu untuk

aplikasi non-struktural seperti brazing, soldering, plating serta berbagai aplikasi

di bidang medis dan kimia. Pembuatan serbuk tembaga dapat dilakukan dengan

beberapa metode antara lain atomisasi, reduksi oksida tembaga, hidrometalurgi

dan elektrolisis. Dari berbagai metode pembuatan tersebut, dapat diperoleh serbuk

dengan karakteristik yang berbeda. Serbuk tembaga yang dihasilkan dari proses

elektrolisis memiliki karakteristik utama yaitu memiliki kadar kemurnian yang

tinggi. Hal ini sangat sesuai untuk aplikasi di bidang elektronika yang

memerlukan konduktifitas elektrik dan termal yang tinggi. Selain itu, keuntungan

lainnya dari metode elektrolisis ini antara lain serbuk tembaga yang dihasilkan

memiliki luas permukaan spesifik yang besar, green strength tinggi, kadar oksigen
51

rendah serta kompresibilitas yang baik. Sedangkan keuntungan dari segi proses,

elektrolisis dinilai cukup sederhana, konsumsi energi yang rendah dan lebih

sedikit polusi lingkungan yang dihasilkan [2]. Walaupun elektrolisis memiliki

berbagai keunggulan, tetapi metode ini juga memiliki beberapa kesulitan dalam

prosesnya pengerjaannya. Elektrolisis sangat rentan terhadap kontaminan yang

dapat menghambat pembentukan dan deposisi serbuk (Damisih, 2015).


52

BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat

Percobaan Kimia Anorganik dengan judul penentuan rumus molekul

kompleks ammin-tembaga (II) dengan menggunakan metode ekstraksi pelarut air

dan kloroform pada amonia berlebihan dilaksanakan pada hari Selasa, 15

November 2016, pukul 13.30-17.30 WITA. Bertempat di Laboratorium Jurusan

Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu

Oleo, Kendari.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah timbangan

analitik, labu takar 100 mL, pipet volum, erlenmeyer 100 mL, gelas beaker 500

mL, gelas beaker 100 mL, gelas arloji, botol sempot, penjepit, statif dan klem,

buret.

2. Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah 0,2 gram serbuk Cu, 30

mL larutan Fe(III) 0,02 M, 15 mL H2SO4 2,5 M, KMnO4 0,02 M.


53

C. Prosedur Kerja

Ditimbang 0,2 gram serbuk logam tembaga, kemudian dimasukkan

kedalam gelas beaker 100 mL. Disiapkan gelas beaker 500 mL, kemudian diisi

dengan 30 mL larutan besi 0,02 M dan 15 mL larutan asam sulfat 2,5 M. Serbuk

tembaga bersama wadahnya dimasukkan kedalam gelas beaker 500 mL yang

berisi larutan besi (III) dan asam sulfat dan wadah tembaga diberi penahan yaitu

penutup cawan porselin. Ditutup gelas beaker dengan gelas arloji, kemudian

dididihkan hingga semua tembaga larut sempurna. Larutan didinginkan pada air

dingin dipipet sebanyak 10 mL kedalam labu takar 100 mL, kemudian diencerkan.

larutan dipipet sebanyak 25 mL, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 100

mL, dan Larutan dititrasi dengan larutan KMnO4 0,02 M. Titrasi dilakukan

sebanyak 3 kali. Ditentukan reaksi (1) dan (2), dihitung pula konsentrasi Fe 2+ dan

perbandingan jumlah mol (r). Dihitung pula perbandingan [Cu+]/[Cu2+]


54

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Pengamatan

Data pengamatan stoikiometri reaksi Cu dengan garam Fe 3+ pada

percobaan Stoikiometri Reaksi Logam dengan Garam dapat diihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 7. Data pengamatan stoikiometri reaksi Cu dengan garam Fe3+


Perlakuan Pengamatan
Sebanyak 0,2 gram serbuk logam tembaga Serbuk berwarna coklat
ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam kemerahan
gelas beaker 100 mL
Sebanyak 30 mL larutan besi 0,02 M dan 15 Larutan berwarna kuning
mL larutan asam sulfat 2,5 M dimasukkan pekat
kedalam gelas beaker 500 mL
Serbuk tembaga bersama wadahnya Larutan dingin
dimasukkan kedalam gelas beaker 500 mL
yang berisi larutan besi (III) dan asam sulfat
dan wadah tembaga diberi penahan yaitu
penutup cawan porsen.
Ditutup gelas beaker dengan gelas arloji, Warna larutan semakin
kemudian dididihkan hingga semua tembaga memudar (kuning bening)
larut sempurna dan serbuk tembaga sedikit
larut
Larutan didinginkan pada air dingin dipipet Tembagaa larut sedikit,
sebanyak 10 mL kedalam labu takar 100 mL, Larutan tembaga 100 mL
kemudian diencerkan
Larutan dipipet sebanyak 25 mL, kemudian Larutan berubah warna
dimasukkan kedalam erlenmeyer 100 mL, dan menjadi ungu lembayung
larutan dititrasi dengan larutan KMnO4 0,02 M. V1= 1 mL
Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali V2= 4 mL
V3= 4 mL
Vrata-rata = 3 mL
Ditentukan reaksi (1) dan (2) dan dihitung
konsentrasi Fe2+ dan perbandingan jumlah mol
(r)
Dihitung pula perbandingan [Cu+]/[Cu2+]
Berdasarkan tabel data pengamatan diatas, serbuk logam tembaga yang

berwarna coklat kemerahan ditimbang sebanyak 0,2 gram yang dimasukkan


55

kedalam gelas kimia 100 mL, kemudian dimasukkan 30 mL larutan besi 0,02 M

dan 15 mL larutan asam sulfat 2,5 M kedalam gelas kimia lainnya berukuran 500

mL campuran larutan tersebut berwarna kuning pekat. Serbuk logam yang telah

ditimbang sebelumnya dimasukkan bersama wadahnya kedalam gelas kimia 500

mL dan wadah tembaga diberi penahan dengan penutup cawan porselin,

kemudian larutaan dipanaskan warna larutan semakin memudar dan serbuk

tembaga sedikit larut. Larutan Cu yang telah dilarutkan namun hanya larut sedikit

terssebut diencerkan kedalam labu takar 100 mL, kemudian larutan dipipet 25 mL

dan dititrasi dengan larutan standar KMnO4 0,02 M, titrasi dilakukan sebanyak

tiga kali. Volume KMnO4 pada titrasi pertama sampai ketiga berturut-turut yaitu 1

mL, 4 mL, 4 mL.

B. Analisis Data

1. Reaksi Kimia yang Terjadi

Reaksi antara logam Cu dengan Fe3+


Cu + Fe3+ Fe2+ Cu+.....................................................................(1)
Cu + Fe3+ 2 Fe2+ + Cu2+.............................................................(2)
Reaksi redoks KMnO4dengan Fe2+:

Fe2+ Fe3++ e- X5

MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O X1

5Fe2++ MnO4- + 8H+ 5Fe3++ Mn2+ + 4H2O..................................(3)

2. Stoikiometri Reaksi Logam Cu dengan Fe(III)

Dik. : Berat serbuk Cu = 0,2 g

Vol. Fe(III) 0,2 M = 30 mL


56

Vol. H2SO4 2,5 M = 15 mL

Vol. Fe(II) = 25 mL (titrasi)

V 1 + V 2+ V 3 1+4+4
Rata-rata Vol. KMnO4 0,04 M = 2 = 3 =3

mL

[Cu + ]
Dit. : Perbandingan mol (r), reaksi yang dominan,dan [Cu 2+ ] ?

Penyelesaian :

Re aksi : 5 Fe 2 MnO 4 8 H 5 Fe 3 Mn 2 4 H 2 O

V KMnO 4. M KMnO 4 3 x 0,04


[Fe2+] = Vol.Fe 2+ = = 0,0048 mol
25

Mol Fe = VFe(II) . MFe(II) = 25 x 0,0048

= 0,12 mmol = 0,00012 mol

Mol Cu awal = Berat Cu / BM Cu = 0,2/63,5 = 0,003 mol

mol Fe 3+ hasil 0, 00012


r = mol Cu = = 0,04
0,003

[Cu + ] 2-r 2 0,04


Perbandingan [Cu 2+ ] = r -1 = 0,04 - 1 = -2,04

C. Pembahasan
Reaksi kimia terjadi karena adanya perubahan struktur, komposisi, dan

energi dari suatu zat yang bercampur atau bereaksi antara satu sama lain baik itu

dalam skala molecular maupun dalam skala atomik. Reaksi kimia sering kali

melibatkan perhitungan stoikiometri. Stoikiometri berasal dari bahasa Yunani,


57

yaitu dari kata stoicheion yang berarti unsur dan metron yang berarti mengukur.

Stoikiometri membahas tentang hubungan massa antarunsur dalam suatu senyawa

(stoikiometri senyawa) dan antar zat dalam suatu reaksi (stoikiometri reaksi).

Stoikiometri adalah salah satu cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang

perhitungan berbagai aspek kesetaraan massa zat yang bereaksi dalam skala

molekular ataupun dalam skala eksperimental. Perhitungan stoikiometri sering

kali kita menggunakan dasar konsep mol.


Koefisien reaksi merupakan perbandingan jumlah partikel dari zat yang

terlibat dalam reaksi. Oleh karena 1 mol setiap zat mengandung jumlah partikel

yang sama, maka perbandingan jumlah partikel sama dengan perbandingan

jumlah mol. Jadi, koefisien reaksi merupakan perbandingan jumlah mol zat yang

terlibat dalam reaksi. Berdasarkan pengertian tersebut, maka banyaknya zat yang

diperlukan atau dihasilkan dalam reaksi kimia dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan reaksi setara. Apabila jumlah mol salah satu zat yang

bereaksi diketahui, maka jumlah mol zat yang lain dalam reaksi itu dapat

ditentukan dengan menggunakan perbandingan koefisien reaksinya. Konsep mol

merupakan bagian yang sangat penting untuk menelaan ilmu kimia. Konsep mol

dapat meliputi atom, ion, dan satuan rumus molekul. Dengan menggunakan

konsep mol, suatu zat atau banyaknya zat dapat diukur dalam satuan massa atau

volume sehingga dapat dihubungkan dengan satu mol zat sebagai aspek kuantitatif

dari reaksi yang terjadi.


Percobaan ini memelajari stoikiometri reaksi antara logam dengan garam

besi (III). Logam yang digunakan dalam percobaan ini adalah logam Cu. Logam

Cu adalah logam yang berwarna merah muda yang lunak, dapat ditempah dan liat.
58

Sama halnya dengan besi yang juga berasal dari golongan logam tetapi berwarna

putih perak. Besi membentuk dua deret garam yang paling penting yaitu besi (II)

dan besi (III). Garam besi (II) terbentuk dari besi (II) oksida FeO. Garam ini

mengandung kation Fe2+ dan berwarna sedikit hijau. Garam-garam besi (III)

diturunkan dari oksida besi (III) Fe2O3. Garam ini lebih stabil dari pada garam

besi (II). Dalam larutannya mengandung kation Fe3+, warnanya menjadi semakin

kuat. Zat zat pereduksi mengubah ion besi (III) menjadi ion besi (II).
Perlakuan pertama pada percobaan ini adalah mencampurkan logam Cu

dengan 30 mL Fe3+ dan 15 mL H2SO4 kemudian didihkan. Pendidihan tersebut

bertujuan untuk melarutkan logam Cu pada suhu tinggi, Namun suhu yang

digunakan saat pendidihan hanya kisaran 200-400oC sementara titik leleh yang

dimiliki oleh logam Cu tersebut adalah sebesar 1084,62oC. Sehingga pada saat

pendiddihan larutan tidak dapat melarutkan logam Cu karena suhu pemanasan

yang digunakan sangat rendah dari titik leleh logam Cu tersebut. Larutan yang

telah didihkan kemudian didinginkan lalu disarin dengan kertas saring. Larutan

tersebut diencerkan sebanyak 100 mL lalu dititrasi dengan KMnO4. Warna larutan

tetap tidak berubah, hal ini karena tidak adanya kandungan logam Cu yang terlibat

dalam proses titrasi.

Perlakuan selanjutnya adalah proses stoikiometri reaksi logam Cu dengan

garam besi (III). Dari hasil reaksi yang terjadi, Cu mengalami oksidasi dari Cu

menjadi Cu2+ dan besi (III) tereduksi dari besi (III) menjadi besi (II) atau Fe 3+

menjadi Fe2+. Dari larutan garam Fe(III) biru menjadi biru mudah. Dari hasil

reaksi ini, untuk menentukan konsentrasi Fe2+ yang terjadi dari reaksi di atas dapat
59

menggunakan konsep mol. Sebagaimana sebelumnya telah dijelaskan bahwa

perhitungan melibatkan konsep mol dapat membantu kita mengetahui seberapa

besar jumlah zat yang dapat bereaksi dari hasil pencampuran tersebut. Dengan

menggunakan rumus kesetaraan massa zat, dapat diketahui jumlah atau

konsentrasi zat dalam hal ini zat bereakasi dari percobaan ini.

Mol Fe3+ yang diperoleh adalah 0,00012 mol dan mol Cu adalah 0,003 mol

sehingga didapatkan harga perbandingannya (r) 0.04 mmol. Berdasarkan

perbandingan jumah mol (r) yang diperoleh, maka reaksi yang terjadi tidak dapat

ditentukan mana reaksi 1 dan mana reaksi 2. Hal ini karena berdasarkan teori,

harga r berkisar antara 1 sampai 2. Jika didapatkan nilai dari r adalah mendekati 1

maka dapat di ramalkan reaksi yang terjadi adalah reaksi nomor 1 dan nilai

perbandingan [Cu+] / [Cu2+] adalah 1 : 0, dan reaksi yang mungkin terjadi pada

percobaan Stoikiometri reaksi logam Cu dengan Fe adalah reaksi 1. Karena nilai

dari [Cu+] lebih besar dari [Cu2+]. Namun, pada percobaan kali ini perbandingan

jumlah mol (r) tidak mencukupi kisaran harga r yang seharusnya sehingga dapat

dikatakan percobaaan yang dilakukan gagal. Hal ini disebabkan disebabkan oleh

beberapa hal seperti tembaga yang digunakan telah rusak atau tidak layak pakai

sebab ketika dipanaskan tembaga tersebut tidak dapat larut ataupun meleleh,

kemudian alat yang digunakan kurang steril, dan kurangnya ketelitian dan

ketekunan praktikan saat melakukan kegiatan praktikum. Nilai perbandingan

[Cu+/Cu2+] yang diperoleh yaitu sebesar -2,04.


60

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa perbandingan

jumlah mol (r) sebesar 0,04. Berdasarkan perbandingan jumah mol (r) yang

diperoleh, maka stoikiometri reaksi logam dengan garam tidak dapat ditentukan

terjadi pada reaksi 1 ataupun reaksi 2, sebab harga r harus berkisar antara 1

sampai 2. Perbandingan ion tembagayang diperoleh sebanyak -2,04.

B. Saran

Saran yang dapat saya ajukan pada percobaan kali ini yaitu sebaiknya

bahan-bahan laboratorium yang akan dipakai saat praktikum harus dipastikan

kelayakan pakainya sebab akan berpengaruh terhadap hasil percobaan yang

diperoleh.

Anda mungkin juga menyukai