Anda di halaman 1dari 49

LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi laporan kasus dengan judul

SEORANG BAYI PEREMPUAN DENGAN BBLSR, DISTRESS RESPIRASI


SEPSIS, DAN HIPERBILIRUBINEMIA

Penyusun:

Fadia Mutiaratu

030.12.095

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal

periode 3 April 2017 10 Juni 2017

Tegal, Mei 2017

dr. Raden Setiyadi, Sp.A

1
STATUS PASIEN LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama : Fadia Mutiaratu Pembimbing : dr. Raden Setyadi, Sp.A


NIM : 030.12.095 Tanda tangan :

I. IDENTITAS PASIEN

DATA PASIEN AYAH IBU


Nama By. Ny. S Tn. A Ny. S
Umur 27 hari 27 tahun 28 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Pesalakan RT 029/004, Adiwerna, Tegal
Agama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - SD SMP
Pekerjaan - Buruh Ibu Rumah Tangga
Penghasilan Rp. 500.000 1.000.000,-
Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
Asuransi BPJS
No. RM 872306

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap Ibu kandung pasien pada
tanggal 12 Mei 2017 pukul 10.30 WIB, di bangsal Dahlia RSU Kardinah Tegal.
Keluhan Utama : Tampak sesak
Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu G1P0A0 28 tahun, hamil 38 minggu dibawa ke rumah sakit pada tanggal
15 April 2017 dengan diagnosis ibu preeklampsia berat (PEB), bayi presentasi bokong
dan IUGR. Atas indikasi presentasi bokong dan PEB, pasien diindikasikan untuk
operasi section caesarea.
Operasi dilakukan oleh dokter spesialis kandungan pada tanggal 15 April 2017
pukul 18.00 WIB, lahir bayi perempuan secara section caesarea, bayi menangis,
pergerakan sedikit fleksi, tangan dan kaki berwarna merah muda, tonus otot baik,
dengan AS 8-8-9, BBL 1400 gram, PB 41 cm, LK 29 cm, LD 26 cm. Air ketuban
jernih, meconium (+), tidak BAK. Placenta dikeluarkan (ekspulsi) dengan kotiledon
lengkap. Tidak terdapat infark dan hematom.

2
Kemudian dilakukan langkah awal pada resusitasi pada pasien seperti
memastikan bayi hangat, mengatur posisi dan membersihkan jalan nafas,
mengeringkan dan memberikan stimulus, serta memposisikan kembali. Setelah 30
detik didapatkan hasil observasi usaha nafas, laju denyut jantung dan tonus otot
adalah respon baik. Setelah itu dilakukan perawatan rutin seperti pastikan bayi tetap
hangat, langsung dibungkus dengan plastik bening tanpa dikeringkan dahulu kecuali
daerah wajahnya, kemudian dipasang topi. Pasien tetap distimulasi walaupun
dibungkus plastik. Lanjutkan observasi pernapasan, laju denyut jantung, dan tonus.
Didapatkan HR 172 x/menit, SpO2 91%, GDS 67 mg/dl. Langkah selanjutnya adalah
rawat tali pusat, diberikan injeksi Neo K 0,5 cc Intramuskular di paha kiri, diberikan
salep mata gentamicin 0,3%. Lapor dokter spesialis anak.
Pada jam 20.30 WIB (2,5 jam post lahir), pasien dipindahkan ke bangsal
Dahlia. Kondisi pasien tampak sedikit sesak, menangis cukup kuat, tampak gerak
masih fleksi, HR 174 x/menit, RR 65 x/menit, S 36,3 0C, dan SPO2 98%. Tindakan
dilanjutkan dengan pemasangan CPAP PEEP nasal 7, FiO 2 30% dan diberikan terapi
infus D10% + calcium gluconase 5 cc/jam, inj. Aminopilin 8 mg dilanjutkan 2 x 3 mg,
inj. Pycin 2 x 100 dan disarankan pemeriksaan laboratorium.
Keesokan harinya (H+1 post lahir) didapatkan keadaan pasien lemah, tampak
semakin sesak, pola nafas ireguler, dan terdapat retraksi dada. HR 152x/menit, RR 52
x/menit, S 37,30C, SpO2 98%.
Kondisi anak saat ini, tampak stabil dengan klinis tidak demam, kejang, sesak,
warna kulit tidak pucat, kuning atau biru, pasien sudah BAK dan BAB, dan sudah
mendapatkan ASI langsung dari ibu. Ibu pasien saat ini sudah tidak dirawat.

Riwayat Penyakit Dahulu


Belum dapat di evaluasi

Riwayat Penyakit Keluarga


Orang tua pasien mengaku tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit
jantung bawaan. Riwayat penyakit batuk-batuk lama atau pengobatan flek paru juga
disangkal.
Riwayat Lingkungan Perumahan
Orang tua pasien tinggal di rumah milik nenek pasien. Rumah tersebut
berukuran 6 x 7 m, beratap genteng, berlantai ubin, berdinding tembok dan
berlokasi 1m dari tepi sungai. Di rumah tersebut tinggal kedua orang tua pasien,

3
Rumah rutin dibersihkan setiap hari dari mulai disapu hingga membersihkan debu-
debu ruangan. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, lampu tidak dinyalakan
pada siang hari. Jika jendela dibuka maka udara dalam rumah tidak pengap. Jarak
septic tank dengan wc 10 m.
Kesan: Keadaan lingkungan rumah dan sanitasi baik, ventilasi dan pencahayaan
baik.
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien berprofesi sebagai buruh dengan penghasilan Rp 500.000
1.000.000,- per bulan. Penghasilan tersebut menanggung hidup 2 orang, yaitu kedua
orang tua pasien.
Kesan: Riwayat sosial ekonomi kurang.

Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal


Ibu pasien berusia 28 tahun saat mengandung pasien. Ibu os rutin
memeriksakan kehamilannya secara teratur satu kali setiap bulan dibidan. Ibu
mendapatkan suntikan TT. Riwayat kencing manis, perdarahan selama hamil, kejang,
trauma, keputihan, pijat saat hamil disangkal, namun ibu pasien memiliki riwayat
hipertensi. Selama hamil, ibu makan 2- 3 kali sehari, berupa nasi, dengan variasi telur
atau ikan ibu pasien mengaku mengkonsumsi sayuran dan susu, namun tidak rutin.
Riwayat Persalinan

o Tempat kelahiran : RSUD kardinah


o Penolong persalinan : Dokter Spesialis Kandungan
o Cara persalinan : Sectio Caesaria atas indikasi Presentasi
Bokong dan Ibu PEB
o Masa gestasi : 38 minggu, G1P0A0
o Air ketuban : jernih
o Berat badan lahir : 1400 gram
o Panjang badan lahir : 41 cm
o Lingkar kepala : 29 cm
o Lingkar dada : 26 cm
o Langsung menangis : langsung menangis
o Nilai APGAR : 8-8-9
o Kelainan bawaan : tidak ada
o Penyulit/ komplikasi : Presentasi Bokong, IUGR, ibu PEB

4
Kesan: Neonatus aterm, lahir section caesaria atas indikasi Presentasi Bokong
dan Preeklampsia Berat, BBLSR, bayi dalam keadaan bugar.
Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan setelah kelahiran belum dapat dievaluasi.
Corak Reproduksi Ibu
Ibu P1A0. Pasien adalah anak pertama.
Riwayat Keluarga Berencana
Ibu pasien mengaku saat ini tidak menggunakan kontrasepsi.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Berat lahir 1400 gram, panjang badan 41 cm, lingkar kepala 29 cm dan lingkar dada
26 cm.
Riwayat Makan dan Minum
Belum dapat di evaluasi
Riwayat Imunisasi

VAKSIN ULANGAN
DASAR (umur)
(umur)
BCG - - - - - - -
DTP/ DT - - - - - - -
POLIO - - - - - - -
CAMPAK - - - - - - -
HEPATITIS B - - - - - - -
Kesan: Pasien belum di imunisasi

Silsilah Keluarga

= Perempuan
= Laki Laki
= Pasien

III.
PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Rabu, tanggal 10 Mei 2017, pukul 10.45
WIB, di Ruang HCU Dahlia RSUD Kardinah.
A. Kesan Umum
Menangis : Kuat Kejang (-)
Gerak : Aktif Pucat (-)

5
Retraksi : Interkostal, minimal Ikterik (-)
Tampak sesak (+) sudah perbaikan Sianosis (-)

B. Tanda Vital
Tekanan darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 174 x/menit
Laju nafas : 65 x/menit
Suhu : 36,3 oC
SpO2 : 98%

C. Data Antropometri
Berat badan sekarang : 1700 gram
Panjang badan sekarang : 41 cm

D. Status Internus
i. Kulit: Tampak pucat (-), sianosis (-), ikterik (-).
ii. Kepala: Normosefali, ubun-ubun kecil teraba datar tidak tegang, mollage (+)
Rambut: Hitam, lebat, tampak terdistribusi merata, tidak mudah
dicabut.
Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra
(-/-), mata cekung (-/-).
Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-), pernafasan cuping
hidung (-)
Telinga : Normotia, discharge (-/-), recoil (segera/segera)
Mulut : Bibir kering (+), bibir sianosis (-), stomatitis (-), mukosa
hiperemis (-), lidah normoglossia.
iii. Leher: Pendek, simetris, pergerakan lemah, tumor (-), tanda trauma (-)
iv. Toraks: Dinding toraks normotoraks dan simetris.
o Paru:
Inspeksi: Pergerakan dinding toraks kiri-kanan simetris, retraksi
(+) intercostal, minimal.

6
Palpasi: Simetris tidak ada hemithoraks yang tertinggal, areola
mammae datar, tidak menonjol, teraba ictus cordis di ICS IV
midclavicula sinistra
Perkusi: Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-).
o Jantung:
Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak.
Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS V 1 cm midklavikula sinistra.
Perkusi: Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).
v. Abdomen:
Inspeksi: Tampak buncit, tali pusat sudah terlepas, hernia umbilikal (-).
Auskultasi: Bising usus (+) normal.
Palpasi: Supel, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi: Timpani.
vi. Vertebrae : Spina bifida (-), meningokel (-)
vii. Genitalia: Jenis kelamin perempuan, tampak labia mayor menutup klitoris dan
labia minor.
viii. Anorektal : Anus (+).
ix. Ekstremitas:
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2 <2
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi

x. Refleks primitif:
Refleks Oral
Refleks Hisap : (+)
Refleks Rooting : (+)
Refleks Moro : Tidak dilakukan
Refleks Palmar Grasp : (+)
Refleks Plantar Grasp : (+)

E. PEMERIKSAAN KHUSUS

7
Maturitas Bayi

Berat badan
BBerat bayi lahir : 1400 gr
Usia kehamilan : 38 mgg
Kesan: Neonatus cukup bulan, kecil masa kehamilan.

1. New Ballard Score

Maturitas neuromuskuler Poin Maturitas fisik Poin

8
Sikap tubuh 2 Kulit 1
Jendela siku-siku 2 Lanugo 2
Recoil lengan 2 Lipatan telapak kaki 3
Sudut popliteal 5 Payudara 1
Tanda selempang 2 Bentuk telinga 2
Tumit ke kuping 3 genital 4

Score = maturitas neuromuskular + maturitas fisik


= 16 + 13 = 29 poin usia 36 minggu
Kesan : maturitas bayi preterm 36 minggu

2. Kurva Fenton

Berat
Badan
Sekarang :
1700 gram

9
Panjang Badan : 41 cm
Lingkar Kepala : 29 cm

Bell Squash Score


o Partus tindakan (SC, letak lintang)
o Ketuban tidak normal
o Kelainan bawaan
o Asfiksia
o Preterm
o BBLR
o Infus tali pusat
o Riwayat penyakit ibu
o Riwayat penyakit kehamilan
Kriteria < 4 Observasi neonatal infeksi
4 Neonatal infeksi
Hasil 3 : termasuk observasi neonatal infeksi

Faktor Resiko Pemberian Antibiotik Bayi Baru Lahir Untuk Infeksi


Demam pada ibu > 38o C
Ketuban pecah > 18 jam
Nyeri tekan uterus
Air ketuban hijau kental
Berbau
Bila ada salah satu faktor risiko dan ibu mendapat antibiotik < 4 jam maka beri ampicillin
dan gentamicin sesuai protokol, namun pada pasien tidak terdapat factor resiko seperti diatas.

10
3. Downe Score

Hasil : 6 gangguan pernapasan berat

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 15/04/2017 Pukul 23:55 WIB

Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hemoglobin 21,2 () g/dL 10,1 12,9
Leukosit 25,4 () 103/uL 6,0 17,5
Hematokrit 56,1 () % 28 42
Trombosit 203 () 103/uL 229 553
Eritrosit 5,5 () 106/uL 3,2 5,2

11
RDW 18,3() % 11,5 14,5
MCV 102,9 U 73 109

MCH 38,9 () Pcg 21 33


MCHC 37,8 () g/dl 28 32

GDS 84,0 () mg/dl 50 - 80

CRP Negative mg/dl Negative

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 20/04/2017 Pukul 10:36 WIB

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


Kimia Klinik
Bilirubin direk 0,47 () mg/dL 0 0,20
Bilirubin total 9,15 () mg/dL Dewasa 1,0 2,0
Bayi
Bayi 0-1 hari 2,0 6,0
Bayi 1-2 hari 6,0 10,0
Bayi 3-5 hari 4,0 8,0
Bayi Preterm

0-1 hari 1,0 8,0


1-2 hari 6,0 12,0

3-5 hari 10,0 14,0

Bilirubin 8,68 () mg/dl 0 0,75


indirek

12
Pemeriksaan Laboratorium 23/04/17 pukul 22 : 27
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Analisis Gas Darah
0
Temperature pasien 36,8 C
FiO2 40.0 %
Measured
Temperature 37.0 C
pH 7.308 No Unit 7.350 7.450
pCO2 42.6 mmHg 35.0 48.0
pO2 46.1 mmHg 83.0 108.0
Corrected
Temperature 36.8 C
pH 7.311 7.350 7.450
pCO2 42.2 mmHg 35.0 48.0
pO2 45.4 mmHg 83.0 108.0
Hct 34 % 42.0 62.0
Natrium 145.1 mM 136.0 145.0
Kalium 3.21 mM 3.50 5.10
Kalsium ion 0.97 mM 0.20 5.00

13
HCO3 21.1 mM
TCO2 22.4 mM
BEb - 5.1 mM
BE ecf - 5.2 mM
O2 Sat 76.2 %
tHb 11.6 g/dL

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 27/04/2017 Pukul 17:20 WIB

Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hemoglobin 6,9 () g/dL 12,7 18,7
Leukosit 17,5 103/uL 5,0 20,0
Hematokrit 18,2 () % 47 75
Trombosit 66 () 103/uL 229 553
Eritrosit 1,8 () 106/uL 3,7 6,1
RDW 17,4 () % 11,5 14,5
MCV 100,0 U 84 128

MCH 37,9 Pcg 26 38


MCHC 37,9 () g/dl 26 34

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 30/04/2017 Pukul 23:39 WIB

Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hemoglobin 8,2 () g/dL 9,2 13,6
Leukosit 31,6 () 103/uL 5,0 20,0
Hematokrit 20,1 () % 41 65
Trombosit 203 () 103/uL 229 553
Eritrosit 5,5 () 106/uL 3,2 5,2
RDW 18,3() % 11,5 14,5
MCV 102,9 U 73 109

14
MCH 38,9 () Pcg 21 33
MCHC 37,8 () g/dl 28 32

GDS 84,0 () mg/dl 50 - 80

CRP Negative mg/dl Negative

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 03/05/2017 Pukul 18:09 WIB

Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hemoglobin 11,9 g/dL 9,2 13,6
Leukosit 32,2 () 103/uL 5,0 20,0
Hematokrit 32,9 () % 41 65
Trombosit 18 () 103/uL 229 553

15
Eritrosit 3,8 106/uL 2,8 4,8
RDW 15,7 () % 11,5 14,5
MCV 86,1 U 84 128

MCH 31,2 Pcg 26 38


MCHC 36,2 () g/dl 26 34

HbsAg Negative Negative

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 07/05/2017 Pukul 22:45 WIB

Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hemoglobin 10,3 g/dL 9,2 13,6
Leukosit 33,9 () 103/uL 5,0 20,0
Hematokrit 28,2 () % 41 65
Trombosit 9 () 103/uL 229 553
Eritrosit 3,3 106/uL 2,8 4,8
RDW 16,7 () % 11,5 14,5
MCV 84,7 U 84 128

MCH 30,9 Pcg 26 38


MCHC 36,5 () g/dl 26 34

16
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 10/05/2017 Pukul 16:13 WIB

Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hemoglobin 10,8 g/dL 9,2 13,6
Leukosit 27,6 () 103/uL 5,0 20,0
Hematokrit 29,9 () % 41 65
Trombosit 29 () 103/uL 229 553
Eritrosit 3,8 106/uL 2,8 4,8
RDW 16,8 () % 84 - 128
MCV 79,7 U 73 109

MCH 28,8 Pcg 26 38


MCHC 36,1 () g/dl 26 34

CRP Pos 96 mg/dl Negative

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 15/05/2017 Pukul 17:45 WIB

Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hemoglobin 11,4 g/dL 9,2 13,6
Leukosit 38,7 () 103/uL 5,0 20,0
Hematokrit 32,7 () % 41 65
Trombosit 285 103/uL 229 553
Eritrosit 4,0 106/uL 2,8 4,8

17
RDW 16,2 () % 11,5 14,5
MCV 82 U 73 109

MCH 28,6 Pcg 26 38


MCHC 34,9 () g/dl 26 34

G. R
H.
I.
J.
K.
L.
M.
N.
O.
P.
Q.
R.

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 16/05/2017 Pukul 09:28 WIB

Gambaran Darah Tepi Kesan:


Eritrosit: - Leukositosis dengan neutrofilia
- Normositik normokrom - Suspek adanya prosis infeksi bakteri
- Eritrosit berinti (-) negatif Saran:
Trombosit: - CRP
- Jumlah dan morfologi dalam batas - Monitoring daarah rutin
normal Diff:
- Clumping trombosit (-) negatif - Neutrofil: 86 () (N: 25 60)
Leukosit: - Limfosit: 11 () (N: 25-50)
- Estimasi jumlah tampak meningkat - Monosit: 1 (N: 1 6)
- Morfologi dalam batas normal - Eosinofil: 2 (N: 1 5)
- Sel blast (-) negatif - Basofil: 0 (N: 0 1)
- Jumlah neutrofil meningkat

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

18
IT Ratio 1,7 % RNF
CRP Pos 12 Negatif

Pemeriksaan Baby Gram (19/04/2017)

Kesan: Susp. HMD


grade I
Pemeriksaan USG Abdomen

19
Kesan: Hepar & VF tak tampak kelainan
Tak tampak tanda-tanda cholestasis

G. Resume
Ibu G1P0A0 28 tahun, hamil 38 minggu dibawa ke rumah sakit pada
tanggal 15 April 2017 dengan diagnosis ibu preeklampsia berat (PEB), bayi
presentasi bokong dan IUGR. Atas indikasi presentasi bokong dan PEB,
pasien diindikasikan untuk operasi section caesarea.
Operasi dilakukan oleh dokter spesialis kandungan pada tanggal 15
April 2017 pukul 18.00 WIB, lahir bayi perempuan secara section caesarea,
bayi menangis, tangan dan kaki berwarna merah muda, tonus otot baik,
dengan AS 8-8-9, BBL 1400 gram, PB 41 cm, LK 29 cm, LD 26 cm. Air
ketuban jernih, meconium (+), tidak BAK. Placenta dikeluarkan (ekspulsi)
dengan kotiledon lengkap. Tidak terdapat infark dan hematom.
Pada jam 20.30 WIB (2,5 jam post lahir), pasien dipindahkan ke
bangsal Dahlia. Kondisi pasien tampak sedikit sesak, menangis cukup kuat,
tampak gerak aktif, HR 170 x/menit, RR 67 x/menit, S 36,3 0C, dan SPO2
98%. Tindakan dilanjutkan dengan pemasangan CPAP PEEP nasal 7, FiO2
30% dan diberikan terapi infus D10% + calcium gluconase 5 cc/jam, inj.
Aminopilin 8 mg dilanjutkan 2 x 3 mg, inj. Pycin 2 x 100 dan disarankan
pemeriksaan laboratorium.
Keesokan harinya (H+1 post lahir) didapatkan keadaan pasien lemah,
tampak semakin sesak, pola nafas ireguler, dan terdapat retraksi dada. HR
152x/menit, RR 52 x/menit, S 37,30C, SpO2 98%.

20
Kondisi anak saat ini, tampak stabil dengan klinis tidak demam,
kejang, sesak, warna kulit tidak pucat, kuning atau biru, pasien sudah BAK
dan BAB, dan sudah mendapatkan ASI langsung dari ibu. Ibu pasien saat ini
sudah tidak dirawat
H. Daftar Masalah
Distress Respirasi
BBLSR
Sepsis
Hiperbilirubinemia

I. Diagnosis Banding
Gangguan Faktor Intrapulmonal
pernapasan Faktor Ekstrapulmonal
Faktor Metabolik
BBLSR Prematuritas Murni
Dismatur
Sepsis Neonatal Faktor Ibu
Faktor Bayi
Hiperbilirubinemia Fisiologis
Non-fisiologis

J. DIAGNOSIS KERJA
Distress Respirasi
BBLSR
Sepsis
Hiperbilirubinemia
K. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
Rawat intensif, observasi KU dan monitor tanda vital.
Hangatkan bayi.
Oksigenasi, pasang O2 CPAP PEEP 7, Fio2 30 %.
Fototerapi
Diet ASI 8 x 10 15 cc
Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit, terapi dan komplikasi
yang mungkin.
b. Medikamentosa
IVFD D10% + calcium gluconas 5 cc/jam
Inj. Aminophilin 8 mg dilanjutkan 2 x 3 mg
Inj. Pycin 2 x 100 mg
Inj. Gentamicin 1 x 7,5 mg IV

21
Inj. Aminofusin 30 cc/ 24 jam
Ivelip 1,5 cc/12 jam

L. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad fungsionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam

M. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan darah rutin ulang
Pemeriksaan elektrolit
Pemeriksaan CRP ulang
Pemeriksaan GDS ulang
N. PERJALANAN PENYAKIT

22
15 April 2017 pkl. 20.30 WIB 19 April 2017 pkl. 06.00 WIB (R.
(R. Dahlia) Dahlia)
Hari Perawatan ke-0 Hari Perawatan ke-4
S BBL 2,5 jam. Demam(-) Kejang S Demam (-), kejang (-), sesak (+),
(-) Tampak sesak (+) sedikit, BAB (+), BAK (+), pucat (-),
BAB (+), BAK (+), pucat (-), kuning (-), biru (-), ASI (+),
kuning (-), biru (-), ASI (-), R.Hisap (+)
R.Hisap (+)
O KU: Tampak sakit sedang, O KU: Compos mentis, menangis
tampak sesak, gerak aktif, kuat, tampak sesak, TSS, Gerak
menangis kuat, retraksi (+) aktif, retraksi (-)
TTV: HR 174 x/m, RR 65x/m, S TTV: HR 168x/m, RR 56x/m, S
36,3 0C, SpO2 : 91%, GDS: 67 36,30C, SpO2 : 99%
Status generalis: Status generalis:
Kepala: Mesosephali, UUB datar, Kepala: Mesosephali, UUB datar,
molase (+) molase (+)
Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem
palpebra (-/-) palpebra (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-) Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Toraks: Retraksi intercostal (+), Toraks: Retraksi intercostal (+),
SNV (+/+), rh (+/+), wh (-/-), BJ SNV (+/+), rh (+/+), wh (-/-), BJ
1-2 reguler, m (-), g (-) 1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+) N, Abdomen: Supel, BU (+) N,
distensi (-) distensi (-)
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE Ekstremitas atas: AH (+/+), OE
(-/-) , (-/-)
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE
(-/-) (-/-)
CRT < 2 detik. CRT < 2 detik.
DS: 3 BB : 1515 gr
BB : 1400 gr Kebutuhan Cairan : 150 cc/hari
Terpasang CPAP PEEP 7, FiO2 Na: 20 K: 4,9
30 % DS: 3
Lab: Hb: 21,2; L: 25,4; Ht: Terpasang CPAP PEEP 7, FiO2
56,1; Tr: 203; Erit: 5,5; RDW: 21%
18,3; MCH: 38,9; MCHC: 37,8;
GDS: 84
A - BBLSR A - BBLSR
- Neonatus Infeksi - Neonatus Infeksi
- Distress Respirasi - Distress respirasi

P Pasang O2 CPAP PEEP 7, FiO2 P Pasang O2 CPAP PEEP 7, FiO2


30% 21%
IVFD D10% + calcium IVFD D10% + elektrolit 6
gluconas 5 cc/jam cc/jam
Inj. Ampicilin 2 x 40 mg IV Inj. Meropenem 2 x 100 mg IV
Inj. Gentamicin 1 x 7,5 mg IV Inj.Vit K 1 x 1 mg (3x)
Inj. Aminofusin 30 cc/ 24 jam Inj. Ranitidin 2 x 3 mg IV
Inj. Aminophilin 3 x 3 mg IV Inj. Aminofusin 1 x 30 cc/12 jam
Program : Inj. Aminofusin 2 x 3 mg IV
- Cek GDS ulang Ivelip 1,5 gram
- Jaga Kehangatan Fototerapi

20 April 2017 pkl. 06.00 WIB 26 April 2017 pkl. 06.00 WIB (R.
(R. NICU) NICU) 23
Hari Perawatan ke-5 Hari Perawatan ke-11

S Demam(-) Kejang (-)sesak (+), S Demam (-), kejang (-), sesak (+),
ANALISA KASUS
Pasien Bayi perempuan usia 27 hari, dengan diagnosis berat bayi lahir sangat
rendah, diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan berat
badan lahir 1400 gr (<1500 gram), dari hasil pengukuran dengan kurva
Lubschenco didapatkan hasil neonates cukup bulan, kecil masa kehamilan.
Perhitungan ballard score dimana hasil perhitungannya adalah 36 minggu, yaitu
maturitas preterm, serta dilihat dari klinis pasien tidak sesuai dengan bayi cukup
bulan (UK pasien 38 minggu).
Diagnosis distress respirasi ditegakkan berdasarkan anamnesis didapatkan
faktor resiko bayi distress respirasi, yaitu ibu mengalami preeklampsia berat, bayi
IUGR. Pada pemeriksaan fisik diapatkan pasien tampak sesak beberapa jam
setelah lahir (2,5 jam), sianosis, retraksi dinding dada, takipeu (RR >60x/menit),
dan menetap bahkan memberat dalam 48-72 jam. Selain itu, pada perhitungan
Downe score didapatkan hasil 4 yaitu distress respirasi. Pada pemeriksaan
babygram juga didapatkan gambaran HMD (Hyalin Membrane Disease) tipe I.
Diagnosis Sepsis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan
gambaran SIRS yaitu laju napas permenit yang meningkat (>50 pada neonates 0-7
hari, >40 pada 7-30 hari), dan jumlah leukosit yang tinggi pada pemeriksaan lab.
Kemudian terdapat suspek infeksi yaitu dengan adanya suhu yang tidak stabil,
pasien kuning (Kremer: III-IV), dan pada pemeriksaan lab didapatkan peningkatan
leukosit, neutrofil, hematokrit, bilirubin total, direk, dan indirek; CRP, serta IT
rasio. Didapatkan pula faktor resiko ibu yaitu penyakit pada masa kehamilan
(Preeklampsia Berat), dan bayi BBLSR. Pada bayi juga didapatkan gerakan
kurang aktif. Pada bell squash Score didapatkan nilai 3 yang merupakan observasi
neonatal infeksi.
Prognosis ad vitam pada pasien adalah dubia ad malam karena pada pasien ini
gangguan napas yang dialami adalah gangguan napas yang berat serta jika tidak
segera diatasi akan menyebabkan kematian. Prognosis ad sanationam adalah dubia
ad bonam karena jika distress ini bisa teratasi tanpa adanya komplikasi maka
kekambuhan juga tidak terjadi. Pada prognosis ad fungsionam adalah dubia ad
malam karena sudah disertai dengan adanya gangguan fungsi hepar yang ditandai
dengan hiperbilirubinemia, dan sepsis yang merupakan penyebab kematian
neonatal.
BAB II

24
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Respiratory Distress Syndrome


Definisi
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan
tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang
menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya
infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 1986).1
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan
sesak nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang
menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya
gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis,
kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat
otopsi.1
Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory
distress syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang
terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan
sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah
Hyaline Membrane Disease (HMD) sering kali digunakan saling bertukar dengan
RDS (Bobak, 2005).
Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh
ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk menghasilkan
surfaktan yang memadai. (Dot Stables, 2005).1

Penyebab Gangguan Nafas pada BBL


RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda
usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting
penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal
diabetes, seksual sesaria. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi
surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,
sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang

25
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.1,2
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat
terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan
dengan penyebab sindrom ini.

Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan
kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-
paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi
berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi
yang menyebabkan asidosis respiratorik.2
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli
tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan
berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan
pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang
luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti
dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.

26
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi
surfaktan ini. 2
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma
dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel
jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang
berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu
setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk
pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi
yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia
(BPD).2
Pencegahan RDS
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada
bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan
seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen
yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.2
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
1 Mencegah kelahiran < bulan (premature).
2 Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
3 Management yang tepat.
4 Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
5 Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
6 Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.
7 Obat-obat tocolysis (-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterus
Contoh : Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk asma: 5
mg/ml)
8 Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml
dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 50 g/menit dgn
monitoring cardial effect. Jika detak jantung ibu > 140/menit kecepatan
diturunkan atau obat dihentikan
9 Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian,
10 Deksametason 5 mg setiap 12 jam untuk 4 x pemberian
11 Cek kematangan paru (lewat cairan amniotik pengukuran
12 rasio lesitin/spingomielin : > 2 dinyatakan mature lung function)
Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi
oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin
berat gejala klinis yang ditujukan.2

27
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan
kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam
alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu :
adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan
takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada,
dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan
foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu : pertama, terdapat
sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, kedua, bercak
retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram
udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung
dengan penurunan aerasi paru. Ketiga, alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat,
bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung )
sehingga jantung tak dapat dilihat. 2

Evaluasi Respiratory Distress Score Downes :


0 1 2
Frekuensi
< 60 x/menit 60-80 x/menit > 80 x/menit
Napas
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis hilang Sianosis menetap
Sianosis Tidak sianosis
dengan O2 walaupun diberi O2
Penurunan ringan Tidak ada udara
Air Entry Udara masuk
udara masuk masuk
Dapat didengar Dapat didengar tanpa
Merintih Tidak merintih
dengan stethoscope alat bantu

Skor < 4 gangguan pernafasan ringan


Skor 4 5 gangguan pernafasan sedang
Skor > 6 gangguan pernafasan berat (pemeriksaan gas darah harus
dilakukan)

Penunjang / Diagnostik
Laboratory Evaluation for Respiratory Distress in the Newborn
Test Indication
Blood culture May indicate bacteremia Not helpful initially because results
may take 48 hours

28
Blood gas Used to assess degree of hypoxemia if arterial sampling, or
acid/base status if capillary sampling (capillary sample usually
used unless high oxygen requirement)
Blood glucose Hypoglycemia can cause or aggravate tachypnea
Chest radiography Used to differentiate various types of respiratory distress
Complete blood Leukocytosis or bandemia indicates stress or infection
count with
differential
Neutropenia correlates with bacterial infection
Low hemoglobin level shows anemia
High hemoglobin level occurs in polycythemia
Low platelet level occurs in sepsis
Lumbar puncture If meningitis is suspected
Pulse oximetry Used to detect hypoxia and need for oxygen supplementation

Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :2
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :


a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
Pantau selalu tanda vital
Jaga kepatenan jalan nafas
Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
o Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
o Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang
d. Segera periksa kadar gula darah
e. Pemberian nutrisi adekuat

29
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik
atau menajemen lanjut:

Gangguan nafas ringan


Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut Transient Tacypnea of the Newborn
(TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik
dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus
gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
Gangguan nafas sedang
Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan O2 4-5 liter/menit dengan sungkup. Bayi jangan diberi minum. 2 Jika
ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
o Suhu aksiler > 39C
o Air ketuban bercampur mekonium
o Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah
dini (> 18 jam)
Bila suhu aksiler 34- 36,5 C atau 37,5-39C. tangani untuk masalah suhu abnormal
dan nilai ulang setelah 2 jam. Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas
belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar sepsis. Jika
suhu normal, pantau bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut
diatas. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam.
Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam,
terapi untuk kemungkinan besar sepsis. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda
perbaikan kurangai terapi O2 secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI
peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai
salah satu cara pemberian minum
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak
ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.
Gangguan nafas berat

30
Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya. Bila dalam
pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk
kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk
di rumah sakit rujukan. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak, berikan
ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan
pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
Fenobarbital
Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan ).

2.2. Bayi Berat Lahir Rendah


A. DEFINISI
Bayi berat lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir
kurang dari 2500 gram ( WHO, 1961 ). Berat badan pada kehamilan khusus apapun
sangat berfariasi dan harus digambarkan pada grafik presentil. Bayi yang berat
badannya diatas presentil 90 dinamakan besar untuk umur kehamilan dan yang di
bawa presentil 10 dinamakan ringan untuk umur krhamilan. Berdasarkan itu bahwa
10 % semua bayi ringan untuk umur kehamilan. Bayi yang berat badannya kurang
dari 2500 gr pada saat lahir di namakan berat badan lahir rendah

Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya bayi berat badan lahir
rendah di bedakan:

Bayi berat lahir rendah , berat lahir 1500 2500 gram


Bayi berat lahir sangat rendah, berat lahir kurang dari 1500 gram

31
Bayi berat lahir eksterem, Berat lahir kurang dari 1000 gram

B. ETIOLOGI
Bayi berat lahir rendah mungkin prematur (kurang bulan) mungkin juga cukup bulan
(dismatur ).

PREMATUR MURNI
Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu dan mempunyai berat badan yang sesuai dengan masa kehamillan atau
disebut juga neonatus preterm / BBLR / SMK.

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Persalinan Prematur atau BBLR adalah

1. Faktor Ibu

Riwayat kelahiran prematur sebelumnya

Gizi saat hamil kurang

Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun

Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat

Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok)

Perdarahan antepartum, kelainan uterus, Hidramnion

Faktor pekerja terlalu berat

Primigravida

Ibu muda (<20 tahun)

2. Faktor kehamilan

Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum, komplikasi


hamil seprti preeklamsia, eklamsi, ketuban pecah dini

3. Faktor janin

Cacat bawaan, infeksi dalam rahim dan kehamilan ganda., anomali kongenital

4. Faktor kebiasaan : Pekerjaan yang melelahkan, merokok

5. Faktor yang masih belum diketahui.

32
Karakteristik yang dapat ditemukan pada prematur murni adalah :

1. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar
kepala kurang dari 33 cm lingkar dada kurang dari 30 cm
2. Gerakan kurang aktif otot masih hipotonis
3. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
4. Kepala lebih besar dari badan rambut tipis dan halus
5. Tulang tulang tengkorak lunak, fontanela besar dan sutura besar
6. Telinga sedikit tulang rawannya dan berbentuk sederhana
7. Jaringan payudara tidak ada dan puting susu kecil
8. Pernapasan belum teratur dan sering mengalami serangan apnu
9. Kulit tipis dan transparan, lanugo (bulu halus) banyak terutama pada dahi dan
pelipis dahi dan lengan
10. Lemak subkutan kurang
11. Genetalia belum sempurna , pada wanita labia minora belum tertutup oleh
labia mayora
12. Reflek menghisap dan menelan serta reflek batuk masih lemah
Bayi prematur mudah sekali mengalami infeksi karena daya tahan tubuh masih
lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum
sempurna . Oleh karena itu tindakan prefentif sudah dilakukan sejak antenatal
sehingga tidak terjadi persalinan dengan prematuritas (BBLR)

DISMATUR
Dismatur (IUGR) adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa kehamilan dikarenakan mengalami gangguan pertumbuhan
dalam kandungan .

Menurut Renfield (1975) IUGR dibedakan menjadi dua yaitu

1. Proportionate IUGR

Janin yang menderita distres yang lama dimana gangguan pertumbuhan terjadi
berminggu-minggu sampai berbulan bulan sebelum bayi lahir sehingga berat,
panjang dada lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi
keseluruhannya masih dibawah masa gestasi yang sebenarnya. Bayi ini tidak
menunjukkan adanya Wasted oleh karena retardasi pada janin terjadi sebelum
terbentuknya adipose tissue

33
2. Disporpotionate IUGR

Terjadi karena distres subakut gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa
hari sampai janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkar kepala normal akan
tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak Wasted dengan tanda
tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput dan mudah
diangkat bayi kelihatan kurus dan lebih panjang

Faktor Faktor yang mempengaruhi BBLR pada Dismatur


1.

Faktor ibu : Hipertensi dan penyakit ginjal kronik, perokok, pendrita penyakit
diabetes militus yang berat, toksemia, hipoksia ibu, (tinggal didaerah pegunungan,
hemoglobinopati, penyakit paru kronik) gizi buruk, Drug abbuse, peminum alkohol
2. Faktor utery dan plasenta : Kelainan pembuluh darah, (hemangioma) insersi tali
pusat yang tidak normal, uterus bicornis, infak plasenta, tranfusi dari kembar yang
satu kekembar yang lain, sebagian plasenta lepas
3. Faktor janin : Gemelli, kelainan kromosom, cacat bawaan, infeksi dalam
kandungan, (toxoplasmosis, rubella, sitomegalo virus, herpez, sifillis)

4. Penyebab lain : Keadaan sosial ekonomi yang rendah, tidak diketahui

Penentuan Status BBLR Dalam Kurva Pertumbuhan


Untuk menentukan status BBLR digunakan kurva pertumbuhan janin
Lubchenko, 1966 Pediatrix, 2001. Kurva ini menggunakan patikan berat badan yang
seharusnya pada umur kehailan tertentu. Kriteria yang digunakan adalah BMK (Besar

34
Masa Kehamilan), SMK (Sesuai Masa Kehamilan), dan KMK (Kecil Masa
Kehamilan). Berat badan kurang dari presentil ke 10 memiliki makna KMK (Kecil
Masa Kehamilan) atau PJT

(Pertumbuhan Janin Terhambat).9

C. Diagnosis
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir
bayi dalam jangka waktu 1 jam setelah lahir, dapat diketahui dengan dilakukan
anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan
mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
BBLR (3):
1. Umur ibu
2. Riwayat hari pertama haid terakir
3. Riwayat persalinan sebelumnya
4. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
5. Kenaikan berat badan selama hamil
6. Aktivitas
7. Penyakit yang diderita selama hamil
8. Obat-obatan yang diminum selama hamil
B. Pemeriksaan Fisik.
Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR/BBLSR antara
lain:
1. Berat badan < 2500 gram / <1500 gram
2. Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)
3. Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa
kehamilan).
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :

35
1. Pemeriksaan Skor Ballard

2. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan


3. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa
kadar elektrolit dan analisa gas darah.
4. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau
didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.

D. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah
a. Enterokolitis nekrotikans neonatal
Enterokolotis nekrotikan merupkan penyakit salurann cerna yang serius pada bayi
yang baru lahir dan ditandai dengan bercak nekrosis atau nekrosis difus pada mukosa
tau submukosa usus serta vaskularisasi usus. Insidensi terjadinya dihubungkan denga
umur kehamilan yang kurang, dan merupakan komplikasi yang penting yang terjadi
pada kelahiran premature. Terhitung 7,5 % kasus EKN sebagai penyebab kematian
neonatal.

Ileum bagian distal dan kolon proksimal sangat sering terlibat. Beberapa stress
perinatal , terutam asfiksia dan hipotermia dianggap sebagai factor predisposisi
terjadinya EKN. Permulaan penyakit biasanya pada 2 minggu pertama tetapi dapat
terlam bat sampai umur 2 bulan.

36
Dapat menimbulkan gejala seperti apneu, bradikardi, dan distensi abdominal.
Mekonium keluar secara normal dan sebagai tanda pertama ialah distensi perut
dengan retensi lambung. Timbulnya penyakit ini nsering tidak jelas, dan dapat terjadi
sepsis sebelum dicurigai terjadi lesi pada usus. Sekali terkena kondisi anak biasanya
buruk, dengan cepat menjadi lemah dan asidosis serta dapat berkembang kearah syok
dan DIC.

b. Hipotermia
Perbedaan suhu di dalam kandungan dan lingkungan akan memberi pengaruh pada
kehilangan panas tubuh bayi, selain itu hipotermia dapat terjadi karena kemampuan
untuk untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas
sangat terbatas, karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup matang, lemak
subkutan yang sedikit, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, luas
permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding dengan berat badan sehingga mudah
kehilangan panas.

Tanda klinis hipotermia:


Suhu tubuh dibawah normal
Kulit dingin
Akral dingin
Sianosis
c. Sindrom Gawat Nafas
Sampai saat ini penyakit membrane hyaline dianggap terjadi karena defisiensi
pembentukan surfaktan pada paru bayi yang belum matang. Surfaktan adalah zat yang
penting dalam pangembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari
protein, karbohidrat dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin dan mulai
terbentuk pada kehamilan 22 24 minggu dan berjumlah lengkap dan mulai berfungsi
normal pada minggu ke-35 kehamilan.

Defisiensi Surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk


mempertahankan stabilitasnya, alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi
sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang
lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang kuat.

Pada aspirasi mekonium terjadi hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin


mengalami gasping dalam uterus, selain itu mekonium akan dilepaskan dan

37
bercampur dengan cairan amnion, cairan amnion yang mengandung mekonium
tersebut akan masuk ke dalam paru janin karena inhalasi. Ketika bayi lahir akan
menderita gangguan pernafasan karena melekatnya mekonium dalam saluran
pernafasan.

Tanda klinis sindrom gawat nafas :

Pernafasan cepat
Sianosis perioral
Merintih sewaktu ekspirasi
Retraksi substernal dan interkostal

d. Hipoglikemia.
Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama menunjukkan bahwa
hipoglikemia dapat terjadi sebanyak 50% pada bayi matur. Kecepatan glukosa yang
diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan
plasenta dan janin yang menyebabkan terhentinya pemberian glukosa.

Bayi aterm dapat mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dL selama 72
jam pertama, sedangkan bayi berat badan lahir rendah dalam kadar 40 mg/dL. Hal ini
disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi. Hipoglikemia terjadi bila
kadar gula darah 20 mg/dL.

Tanda klinis hipoglikemia :

Gemetar
Sianosis
Apatis
Kejang
Apnea Intermiten
Tangisan lemah atau melengking
Kelumpuhan atau letargi
Kesulitan minum
Terdapat gerakan putar mata
Keringat dingin

38
Hipotermia
Gagal jantung dan henti jantung

e Perdarahan Intrakranial

Pembuluh darah pada bayi prematur masih sangat rapuh dan mudah pecah,
sehingga perdarahan intrakranial dapat terjadi karena trauma lahir, diseminated
intravascular coagulopathy atau trombositopenia idiopatik. Matriks germinal epidimal
yang kaya pembuluh darah merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap
perdarahan selama minggu pertama kehidupan.

Tanda klinis perdarahan intrakranial :

Kegagalan umum untuk bergerak


normal
Refleks moro menurun atau tidak ada
Letargi
Pucat dan sianosis
Apnea
Kegagalan menetek dengan baik
Muntah yang kuat
Tonus otot menurun
Tangisan bernada tinggi dan tajam
Kejang
Fontanela mayor tegang dan cembung

39
e. Hiperbilirubinemia
Terjadi karena belum maturnya fungsi hepar, dimana terjadi kekurangan enzim
glukoronil transferase sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk
belum sempurna, dan kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin
dari jaringan ke hepar berkurang. Kadar bilirubin normal pada bayi prematur 10
mg/dL. Jika terjadi hiperbilirubinemia pada bayi prematur, bila tidak segera diatasi
dapat menjadi kern ikterus yang akan menimbulkan gejala yang permanen.

Tanda klinis hiperbilirubinemia :


Sklera, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut dan ekstremitas berwarna
kuning
Letargi
Kemampuan mengisap menurun
Kejang

Ikterus yang kemungkinan menjadi patologi atau dapat dianggap sebagai


hiperbilirubinemia adalah :

- Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.


- Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
- Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan dan
12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
- Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD dan sepsis).
- Ikterus yang disertai berat lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari
36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi
hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.

f. Lebih rentan terhadap infeksi :


Bayi prematur mudah menderita infeksi karena imunitas humoral dan seluller
masih kurang, sehingga bayi mudah menderita infeksi. Selain itu pada kulit dan
selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan seperti pada bayi cukup bulan.
Sensitivitas yang kurang akan memudahkan terjadinya kerusakan integritas kulit,
terutama pada daerah yang sering tertekan dalam waktu yang lama.
Defisit in uteri mengakibatkan gawat janin, dan dalam arti luas gawat janin dibagi
menjadi 3 golongan, yaitu :

1. Gawat Janin Akut, defisit mengakibatkan gawat perinatal tetapi tidak


mengakibatkan retardasi pertumbuhan dan pelisutan (wasting).
2. Gawat Janin Subakut, bila defisit tersebut menunjukkan tanda pelisutan (wasting)
tetapi tidak mengakibatkan retardasi pertumbuhan.
3. Gawat Janin Kronik, bila bayi jelas menunjukkan retardasi pertumbuhan.

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Rendah


Bayi berat bayi lahir rendah biasanya tampak haus dan harus diberikan
makanan dini (early feeding), hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya
hipoglikemia, kadar gula darah harus diperiksa setiap 8-12 jam.

Frekuensi pernafasan terutama dalam 24 jam pertama harus selalu diawasi untuk
mengetahui adanya sindrom aspirasi mekonium atau sindrom gangguan pernafasan
idiopatik, sebaiknya setiap jam dihitung frekuensi pernafasan lahir dan bila frekuensi
lebih dari 60 x/menit dibuat foto thoraks.

Pencegahan terhadap infeksi sangat penting, karena bayi sangat rentan


terhadap infeksi, yaitu karena pemindahan IgG dari ibu ke janin terganggu.

Temperatur harus diperbaiki, jangan sampai kedinginan karena mudah terjadi


hipotermik, hal ini disebabkan oleh karena luas permukaan tubuh bayi relatif lebih
besar dan jaringan lemak subkutan kurang.

Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk


pertumbuhan, perkembangan, dan penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar
uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan dan
bila perlu pemberian oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin
dan zat besi.

a. Pengaturan Suhu
Untuk mencegah hipotermi, diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk
bayi, bila dirawat dalam inkubator, maka suhunya unuk bayi dengan berat badan
kurang dari 2000 gram adalah 35 C dan untuk bayi dengan berat badan 2000-2500
gram adalah 34 C, agar bayi dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 C.
Kelembaban inkubator berkisar antara 50-60%. Saat ini telah digunakan inkubator
yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor, yang ditempelkan pada kulit bayi.

Kelembaban yang tinggi diperlukan pada bayi dengan sindroma gangguan


pernafasan, suhu inkubator dapat diturunkan 1 C per minggu untuk bayi dengan
berat badan 2000 gram dan secara berangsur-angsur ia dapat diletakkan di dalam
tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 C - 29 C.

Bila inkubator tidak ada, pemanasan dilakukan dengan membungkus bayi dan
meletakkan botol hangat di sekitarnya atau dengan memasang lampu pijar atau
petromaks di dekat tempat tidur bayi. Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh
bayi sekitar 36,5C-37,5C adalah dengan memakai alat perspexheat shield yang
diselimuti pada bayi di dalam inkubator, alat ini berguna untuk mengurangi
kehilangan panas karena radiasi.

b. Nutrisi Enteral
Pada bayi prematur reflek isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas
lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang,
disamping itu kebutuhan protein 3-5 g/hari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari) agar
berat badan bertambah baik.

Pemberian nutrisi enteral dimulai pada bayi dengan berat lebih dari 1500
gram, dan masa gestasi lebih dari 32 minggu serta tidak terdapat distres dimulai
saat berumur 2-4 jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan
hiperbilirubinemia. Pada bayi lebih kecil, walaupun tidak distress, jangan
diberikan nutrisi enteral selama 12-24 jam pertama, lebih baik diberikan infus
larutan glukosa 5-10 % sejak lahir dan diobservasi, bila keadaan bayi stabil maka
pemberian nutrisi enteral dapat dimulai. Syarat lain untuk memulai nutrisi enteral
adalah keluarnya mekonium, yang menunjukkan adanya kontinuitas dan motilitas
traktus gastrointestinal.

Masalah yang sering menghambat pemberian nutrisi enteral adalah sindrom


distress pernafasan, sindrom aspirasi, pneumonia, apnea karena prematuritas dan
gagal jantung akibat duktus arteriosus paten
Sebelum pemberian minum pertama harus dilakukan pengisapan cairan
lambung, hal ini perlu untuk mengetahui ada tidaknya atresia esofagus dan mencegah
muntah. Pada umumnya bayi dengan berat lahir 2000 gram atau lebih dapat menyusu
pada ibunya, bayi dengan berat kurang dari 1500 gram kurang mampu mengisap air
susu ibu atau susu botol, terutama pada hari-hari pertama, dalam hal ini bayi diberi
minum melalui sonde lambung (orogastric-intubation).

Sesudah 5 hari bayi dicoba menyusu pada anaknya, bila daya isap cukup baik,
maka pemberian air susu ibu diteruskan. Adakalanya daya isap bayi kecil ini lebih
baik dengan dot dibandingkan dengan puting susu ibu, pada keadaan ini air susu ibu
dipompa dan diberikan melalui botol, cara pemberian melalui susu botol adalah
dengan frekuansi pemberian yang lebih sering dalam jumlah susu yang sedikit.
Frekuensi pemberian minum makin berkurang dengan bertambahnya berat bayi,
jumlah cairan yang diberikan pertama kali adalah 1-5 ml/jam dan jumlahnya dapat
ditambah sedikit demi sedikit setiap 12 jam. Penambahan susu tersebut tergantung
dari jumlah susu yang tertinggal pada pemberian minum sebelumnya, untuk
mencegah regurgitas (muntah) atau distensi abdomen. Banyaknya cairan yang
diberikan adalah 60 ml/kg/hari, dan setiap hari dinaikkan sampai 200 ml/kg/hari pada
akhir minggu kedua.

Bila air susu ibu tidak ada, susunya dapat diganti dengan susu buatan yang
mengandung lemak yang mudah dicerna bayi (middle chain triglycerides) dan
mengandung 20 kalori per 30 ml air atu sekurang-kurangnya bayi mendapat 110
kal/kg berat badan perhari.

Kadang-kadang diperlukan pemberian makanan melalui kateter (polietilen)


yang dapat tinggal di lambung selama 4-5 hari tanpa iritasi, kateter no. 8 untuk bayi
kurang dari 1500 gram dan no.10 untuk bayi diatas 1500 gram. Kateter yang telah
dimasukkan ke dalam lambung dihubungkan dengan botol infus yang berisi susu yang
digantungkan setinggi 1 meter dari atas bayi, susu diberikan dengan tetes yang teratur
sebanyak 60 ml/kg berat badan sehari, dan tiap hari dinaikkan sampai 200 ml/kg berat
badan pada akhir minggu kedua. Bila daya isap dan menelan mulai baik, kateter
secara berangsur-angsur dapat diganti dengan pipet, sendok atau botol dengan dot.
c. Kebutuhan Cairan
Kehilangan air insensible secara tidak langsung terkait dengan umur
kehamilan, keadaan lingkungan, dan status penyakit, bayi preterm yang amat imatur
(<1000 gram) memerlukan sebanyak 2-3 mL/kg/jam. Bayi yang premature akan
kehilangan cairan insisible sebesar 0,6 0,7 ml/kgBB/jam, bila dirawat dalam
incubator. Jumlah cairan yang dianjurkan pada neonatus yang memerlukan susu botol
atau cairan intravena adalah 60-70 mL/kgBB pada hari pertama dan dinaikkan
sampai 100-120 mL/kgBB pada hari ke-2 dan ke-3, dan pada hari ke 4-5 mencapai
150 ml/kgBB, selanjutnya dapat mencapai 160 - 180ml/kgBB/hari.

Bayi lebih prematur dan kecil dimulai dengan 70-100 mL/kgBB pada hari pertama
dan dilanjutkan sampai 150 mL/kgBB atau lebih pada hari ke-3 dan ke-4.

Penimbangan badan setiap hari, pengeluaran urin, pemeriksaan fisik harus dipantau
secara cermat untuk mendeteksi adanya kelainan status hidrasi.

d. Nutrisi Parenteral Total


Bila pemberian makanan oral untuk masa waktu yang lama tidak
memungkinkan, makanan intravena total dapat memberikan cairan yang cukup,
kalori, asam amino, elektrolit dan vitamin untuk mempertahankan pertumbuhan pada
bayi BBLR.

Tujuan dari pemberian nutrisi parenteral adalah memasukkan kalori nonprotein yang
cukup, sehingga memungkinkan bayi menggunakan sebagian terbesar proteinnya
untuk pertumbuhan. Infus harus mengandung asam amino sintetik 2,5-3 g/dL dan
glukosa hipertonik pada kisaran antara 10-25 g/dL sebagai tambahan disamping
kuantitas elektrolit, mineral, dan vitamin yang cukup.

Infus awal harian harus memasukkan 10-15 g/kgBB/24 jam glukosa dan menambah
sedikit demi sedikit sampai 25-30 g/kgBB/24 jam, bila hanya glukosa saja yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan penuh nonprotein 100-120 kkal/kgBB/24 jam.

Jika yang digunakan vena perifer, dianjurkan untuk mempertahankan kadar glukosa
dibawah 12,5 g/dL. Emulsi lemak intravena seperti 20% intralipid (2,2 kkal/mL)
dapat digunakan untuk memberikan kalori tanpa beban osmotik yang nyata, sehingga
dapat mengurangi akan kebutuhan infus dengan kadar glukosa yang lebih tinggi,
melalui vena sentral atau perifer, dan biasanya mencegah perkembangan defisiensi
asam lemak essensial. Intralipid dapat dimulai pada 0,5 g/kgBB/24 jam dan
selanjutnya diberikan sampai 3 g/kgBB/24 jam.

Komplikasi makanan intravena terkait dengan kateter, sepsis adalah masalah


yang paling penting pada infus vena sentral dan dapat diminimalkan dengan
perawatan keteter yang cermat dan prefarat infus aseptic.

Komplikasi metabolic meliputi hiperglikemia yang berasal dari kadar glukosa infus
yang tinggi, yang dapat menyebabkan diuresis osmotic dan dehidrasi,
azotemia, hipoglikemia, hiperlipidemia, hipoksemia.

e. Infeksi

Bayi prematur mudah sekali diserang infeksi, hal ini disebabkan oleh karena
daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang, relatif belum sanggup membentuk
antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik. Oleh
karena itu perlu dilakukan tindakan pencegahan yang dimulai pada masa perinatal,
yaitu dengan memperbaiki keadaan lingkungan, kebersihan makanan, mencegah
terjadinya infeksi silang para dokter, perawat, bidan dan petugas lain.

Pemberian Nutrisi pada BBLR;


Bayi dengan BBLR sering mengalami masalah pada nutrisi karena fungsi
saluran pencernaan yang belum sempurna, seperti reflex hisap yang kurang, motilitas
usus lambat sehingga bayi mudah kembung, volume gaster yang kecil sehingga bayi
mudah muntah, dan defisiensi enzim. Penyakit lain seperti asfiksia, infeksi, dan sesak
nafas juga sering menyertai. Hal ini membuat masukan oral menjadi sulit dan
tertunda.
Pemberian nutrisi pada bayi BBLR yang sehat sebaiknya dilakukan sesegera
mungkin dengan cara IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Sedangkan pada bayi BBLR
yang sakit, sebagian besar dapat mengatasi penyakitnya sendiri dengan cepat,
sehingga hanya memerlukan cairan, elektrolit, dan glukosa. Pemberian kolostrum
sebagai minum pertama sangat dianjurkan.

Keperluan Cairan dan Elektrolit BBLR Berat 1500-2500 g


Jumlah cairan Sodium Potassium Kalsium
(cc/kg/hari) (mEq/kg/hari) (mEq/kg/hari) elemental
(mg/kg/hari)
Hari ke 1 60 D10 W 0 0 45
Hari ke 2 90-110 D10W 2-3 1-2 45
Hari ke 3-14 120-150 2-4 2-4 45
D10W

Cara menilai kecukupan cairan dan elektrolit:


1. Secara klinis: edematous atau dehidrasi
2. Berat badan
3. Jumlah urin (2-3 ml/kg/hari), warna urin, berat jenis (1.005-1.010)
4. Elektrolit Na 135-145 mEq/l, K: 3.5-5 mEq/l
5. Bila mendapat fototerapi, jumlah cairan + 20%
Pemberian nutrisi parenteral dipertimbangkan bila sampai hari ketiga bayi
masih memerlukan puasa. Garis besar program nutrisi parenteral adalah:
1. Keperluan cairan dan elektrolit. Keperluan cairan setelah hari ketiga: 120-150
cc/kg.
2. Keperluan kalori dan glukosa. Kalori: 90-100 kkal/kg.
3. Keperluan protein dan lemak.
4. Tambahan vitamin/ mineral/ trace element.
Bayi dapat mulai diberikan minum bila keadaannya sudah stabil, yaitu:
1. Kontrol suhu baik
2. Sesak nafas/ retraksi berkurang
3. Keperluan O2 berkurang
4. Frekuensi denyut jantung baik, ekstremitas hangat
5. Bising usus cukup
6. Menunjukkan tanda-tanda lapar

Masalah ASI pada BBLR Kurang Bulan


Masalah yang sering muncul dikarenakan reflex hisap dan menelan yang
belum kuat, sehingga rangsangan pada puting lemah. Hal ini berakibat pada
pengosongan payudara yang terhambat, produksi ASI menjadi menurun dan lama-
kelamaan menjadi habis.
Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian Penguat ASI (HMF: Human Milk
Fortifier). HMF berisi protein, elektrolit, dan mineral. HMF dapat ditambahkan pada
ASI peras pada bayi < 1500 g setelah bisa minum > 100 ml/kg. HMF diberikan
sampai dengan berat 1800-2000 g. Bila tidak terdapat HMR atau ASI peras ibu
kurang, dapat diberikan susu formula yang dimulai dengan pengenceran setengah.
Komposisi Berbagai Susu
Susu ASI ASI ASI Formula Formula
Sapi Matur Prematur Prematur BBLR Biasa
+ Fortifier
Energy / 67 70 67 74 80 66
100 ml
Karbohidrat 4.6 7 6 - 8.5 6.9
Lemak 3.9 4.2 4 4 4.4 3.6
Protein 3.4 1.3 1.8-2.4 3.7 2.2 1.5
Natrium 22 7 22 31 13-20 8
Kalium 39 15 18 - 18 17
Calcium 30 9 6 27 18-27 12-20
Phosphor 30 5 5 38 11-17 12-18

Memulangkan Bayi
Sebelum pulang bayi harus sudah harus mampu minum sendiri, baik dengan
botol maupun dengan puting susu ibunya, selain itu kenaikan berat badan berkisar
antara 10-30 g/hari dan suhu tubuh tetap normal di ruang biasa.bayi harus tidak
menderita apneu atau bradikardi, dan tidak memerlukan oksigen atau obat yang
diberikan melalui pembuluh darah Biasanya bayi prematur dipulangkan dengan berat
badan lebih dari 2000 gram dan semua masalah berat sudah diatasi.

Selanjutnya bayi harus dipantau secara teratur untuk melihat pertumbuhan dan
perkembangannya, serta menemukan kelainan yang mungkin baru timbul.

Perawatan di Rumah
Ibu bayi diajarkan cara merawat bayi baru lahir seperti cara memandikan,
merawat tali pusat, memberi ASI/PASI, mengganti popok, dan tidak lupa untuk
memberi tahukan agar tetap kontrol ke balai kesehatan terdekat.

F. PROGNOSIS
Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya masa gestasi
(makin muda masa gestasi, makin rendah berat bayi makin tinggi angka kematian),
asfiksia, sindrom gangguan pernafasan, perdarahan intraventrikuler, infeksi gangguan
metabolik (asidosis, hipoglikemia, hiperbilirubinemia). Asfiksia sendiri merupakan
komplikasi yang paling serius dari bayi berat lahir rendah, bila tidak segera diatasi
maka prognosis neonatus menjadi buruk.

Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang
tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan, post natal (pengaturan suhu
lingkungan, resusitasi, makanan). Hipoglikemia pada neonatus terjadi bila gula darah
< 47 mg/dl, Pada hipoglikemia berat didapatkan hasil gula darah < 25 mg/dl, dan
hipoglikemia ringan/sedang jika kadar gula darah >25 - <47 mg/dl.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suraatmaja S.Kapita Selekta Gastroentrologi Anak. Jakarta : Sagung seto.
2007;h:146.
2. Kitterman J.Enterokolitis Nekrotikan. Dalam: Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol.
1. Ed 20.Jakarta:EGC.2006;h:297-300
3. Piazza AJ,Stoll BJ.Digestive System Disorder.D:Kliegman RM,et all.Nelson
Textbook of Pediatric.Ed 18.Philadelphia.Saunders Elsevier.2007;h:755-756
4. William J C, 2010. Necrotizing Enterocolitis. Merck Sharp & Dohme Corp.
Diunduh dari: http://www.merck.com tanggal 03 Juli 2010.
5. Lavene MI, Tudehope DI, Sinha S.Essensial Neonatal Medicine .Ed
4.Australia:Blackwell Publishing.2008;h:254-257
6. Claud EC,Caplan M.Necrotizing Enterocolitis.Dalam:Walker WA,et
all.PediatricGastrointestinalDisease.Massachuset:McGrawHill.2004;h:873-
877
7. Caplan M.Neonatal Necrotizing Enterocolitis.Dalam:Martin RJ,Fanaroff
AA,Walsh MC.Fanarof and Martins Neonatal-Perinatal Medicine Diseases of
the Fetus and Infant.Ed 8.Philadelphia:Mosby Elsevier:2006 ;h1403-1410
8. Daneman A,Woodward S & de Silva M.The radiology of neonatal necrotizing
enterocolitis(NEC): A review of 47 cases and the literature.Pediarl.
Radiol.1978;h:70-77
9. SpringerSC.NecrotizingEnterocolitis.Diunduhdari
http://www.emedicine.medscape.com/artikel/977956. Diakses tanggal 12 Juli
2010
10. Gambar diunduh dari http://www.pediatrie.be/NECROT_
%20ENTEROCOL.htm. Diakses tanggal 12 Juli 2010
11. Kogurt MS.Early rontgen patterns as a guide to prompt
diagnosis.Radiology.1979;h:367-370
12. Gomella TL, Cunningham MD & Eyal FG.Neonatology.Ed
6.Philadelphia:McgrawHill.2010;h:590-594
13. Sukadi A.Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Baru
Lahir.Bandung:Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS.2002;h:23-26
14. Newell SJ.Gastrointestinal Disorders. Dalam: Rennie JM,Roberton NRC.
Textbook of Neonatology. Edisi 3. Philadelphia: Crurchill
Livingstone.1999;h:747-755
15. Lissauer T, Clayden G. Illustrated Textbook of Paediatrics.Ed 3.Mosby
Elsevier.2008;h:154-155

Anda mungkin juga menyukai