SAMARINDA
2012
1
KATA PENGANTAR
2
Hormat Kami,
Kelompok
4
DAFTAR ISI
Halaman judul....................................................................................... 1
Daftar isi............................................................................................... 3
Pendahuluan
Latar belakang ................................................................... 4
Tujuan.................................................................................. 4
Pembahasan
Identifikasi istilah................................................................ 5
Identifikasi masalah............................................................ 6
Brainstorming...................................................................... 6
Mindmap............................................................................. 8
Learning objective.....
8
Sintesis.
.9
3
Penutup
Kesimpulan
.19
Saran...
.19
Daftar pustaka .
20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Tujuan kami adalah agar laporan ini berguna dalam
pembelajaran dan sebagai referensi bagi mahasiswa pada
4
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Dan semoga kami
dapat mengerti mengenai sistem imun nonspesifik, sistem imun
spesifik, dan sistem pertahanan eksternal.
BAB II
PEMBAHASAN
Skenario
IMUNISASI
5
sehingga timbul pertahanan imunitas pada substansi
penyakit tertentu.
DPT :
penyakit tertentu.
6
yang masuk ke dalam tubuh. Inflamasi ini terjadi karena efek
vaksin dan bahan tambahan dalam vaksin.
2. Minimal tiga kali, yaitu yang pertama pada usia 6 minggu
sampai 2 bulan, yang kedua pada usia 4 bulan sampai 6 bulan,
dan yang ketiga pada usia 18 bulan. Dan menurut anjuran
pada usia 5 tahun dan 12 tahun.
3. Karena tergantung pada jenis vaksin yang ingin dimasukkan ke
dalam tubuh. Ada yang dimasukkan dengan cara subkutan dan
ada pula dengan cara intramuscular. Vaksin tidak ada yang
dioleskan karena vaksin tersebut tidak dapat masuk ke dalam
darah dan hanya memberikan efek local pada kulit, selain itu di
kulit pun terdapat system pertahanan tubuh juga.
4. Tujuan imunisasi DPT adalah untuk memperkuat system imun
tubuh terhadap penyakit diphteri, pertusis, dan tetanus.
5. Suntik DPT dapat diberikan sejak usia 6 minggu sampai 2
bulan, kemudian usia 4 bulan sampai 6 bulan, dan pada usia
18 bulan. Serta menurut anjuran pada usia 5 tahun dan 12
tahun.
6. Karena untuk meperkuat system imun. Dalam hal ini yang
diperkuat adalah memori atau ingatan terhadap antigen yang
pernah menyerang tubuh, sehingga jika terjadi serangan lagi,
system imun akan lebih cepat melakukan reaksi pertahanan
tubuh. Selain itu, hal ini diperlukan untuk memperkuat system
imun yang mulai menurun dalam jangka waktu tertentu.
7. Jenis-jenis imunisasi yang diberikan selain DPT antara lain BCG,
hepatitis B, cacar, polio, campak.
8. Salah satu efek samping dari imunisasi adalah demam.
Demam terjadi karena system imun teraktivasi karena adanya
reaksi bakteri yang dilemahkan sehingga terjadi reaksi local
yang menyebabkan suhu tubuh meningkat 37,5 oC. Selain itu,
ada pula efek yang diakibatkan oleh demam, yaitu menangis
dan gelisah.
9. Cara pencegahan dan penanggulangan efek imunisasi antara
lain :
Pemberian obat pereda demam.
Pemberian imunisasi dalam keadaan sehat.
Memastikan apakah memiliki alergi atau tidak.
7
Melakukan tindakan aseptic dan antiseptic.
Untuk mencegah komplikasi diperlukan peningkatan
keterampilan orang yang mengimunisasi.
10.
SISTEM
IMUN
SPESIFIK NON-SPESIFIK
(ADAPTIF) (BAWAAN)
LIMFOSIT LIMFOSIT T
PERADANG NK PROTEIN INTERFER
B (SITOTOKS
AN CELLS KOMPLEM ON
(HUMORA IK)
EN
FAGOSI
SEL SEL Th (T KOMPLEMEN ENZIM-
T
MEMORI HELPER) ENZIM
SEL TC (T LISOSOM
SEL SITOTOKSIK) PENCERNAAN
PLASMA INTRASEL JADI
PROTEIN KECIL
BAKTERI / ANTIGEN MASUK REAKSI NON-SPESIFIK
BERIKATAN DENGAN
(INFLAMASI)
LIMFOSIT B
SISTEM
IMUN
TARGE EFEKT DEFINIS KOMPONE RESPON
T OR I N
BAKTE INFLAMASI
RI
VIRUS LEUKOSI
T NON SPESIFIK
SPESIFIK
EOSINOFIL FISIK HUMORAL
LIMFOSIT
1. Sistem Imun
Definisi
Target
Efektor
Komponen Spesifik dan nonspesifik
Respon Inflamasi
Sistem Imun
Sistem imun dibagi menjadi 2, yaitu sistem imun bawaan atau
non-spesifik dan sistem imun adaptif atau spesifik. Berikut skema
pembagian sistem imun.
9
Perbedaan antara sistem imun spesifik dan sistem imun non
spesifik:
10
Sistem imun nonspesifik dibagi sesuai sifatnya menjadi; fisik,
larutan, dan seluler. Sistem imun non spesifik bersifat fisik
contohnya adalah kulit, selaput lendir, silia, dan lain-lain.
Pertahanan ini merupakan pertahanan pertama ketika tubuh
diserang oleh benda-benda asing atau yang disebut antigen.
Sistem imun nonspesifik bersifat larutan dibagi 2, yaitu biokimia
dan humoral. Contoh dari biokimia adalah lisozim, enzim ini
terkandung di dalam keringat, ASI, ludah dan air mata, berfungsi
untuk menghancurkan kuman gram negative. Laktoferin disekresi
oleh neutrofil, berfungsi untuk menghentikan replikasi bakteri
dengan mengikat besi sehingga bakteri tidak mendapatkan besi
yang diperlukan dalam tahapan replikasinya. Sedangkan contoh
dari humoral adalah protein komplemen, interferon, dan CRP(C-
Reaktive Protein).Komplemen terdiri dari sejumlah besar protein
yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap inflamasi
dan berperan dalam proses inflamasi. Interferon adalah sitokin
berupa glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel tubuh yang
mengandung nucleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi
virus, bekerja menghambat multiplikasi virus yang terdapat pada
sebagian besar sel. CRP merupakan salah satu golongan protein
yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut. CRP
bekerja dengan mengaktifkan komplemen dan berupa opsonin
yang memudahkan fagositosis. Seluler terdiri dari fagosit, Natural
Killer Cells, sel mast dan basofil. Sistem imun spesifik terbagi
menjadi 2, yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T menghasilkan
sel T yang dibagi menjadi T-helper, T-sitotoksik, dan T-supresor. T-
helper berfungsi membantu sel B untuk membentuk antibodi. T-
sitotoksik berfungsi untuk mengeliminasi sel yang terinfeksi virus,
kemudian sel Tc akan menghasilkan sel ganas dan sel
histoikompatible seperti penolakan pada transplantasi. T-supresor
berperan dalam menekan aktivitas sel T dan sel B agar tidak
berlebihan.
Pertahanan Eksternal
A. Sistem Integumen
12
dalam. Lapisan keratin yang terdapat di seluruh permukaan tubuh
memiliki ketebalan yang bervariasi. Pada bagian tubuh yang
sering mengalami tekanan, contohnya telapak kaki, lapisan ini
menjadi sangat tebal. Lapisan keratin ini bersifat kedap udara,
cukup kedap air, dan tidak dapat ditembus oleh sebagian besar
bahan.
13
tersebut adalah melanosit, keratinosit, sel Langerhans, dan sel
Granstein. Berbagai komponen sistem imun di epidermis dinamai
jaringan limfoid terkait kulit (skin associated lymphoid tissue,
SALT).
B. Sistem Pernafasan
Partikel yang terdeposisikan difagositosis oleh sel pertahanan
tubuh. Sel pertahanan tubuh tersebut diantaranya adalah sel-sel
makrofag dan sel polimorfonuklear (PMN). Sel makrofag alveolar
(pulmonary alveolar macrophage) dalam sitoplasma makrofag
terdapat macam-macam granula berisi enzim untuk mencerna
partikel dan mikroorganisme dan difagositosis. Jika
mikroorganisme yang masuk tidak dapat diatasi oleh makrofag,
maka mikroorganisme tersebut akan berkembang biak di alveoli
dan menyebabkan pneumonia dan proses inflamasi. Berbagai
macam komponen inflamasi yang dikeluarkan oleh makrofag,
14
seperti komplemen aktivatif dan faktor kemotaktik. Setelah
makrofag mengeluarkan zat, sel polimorfonuklear tertarik datang
untuk membantu makrofag memfagositosis serta membunuh
mikroorganisme. Ketika makrofag bersentuhan dengan partikel
atau mikroorganisme, materi asing partikel atau mikrorganisme
tersebut akan menempel pada dinding makrofag yang berupa
membrane. Membran ini akan melakukan invaginasi dan
membentuk cekungan untuk menelan benda asing. Benda asing
ditelan melalui pembentukan fagosom sitoplasmik. Pada beberapa
keadaan, terdapat suatu protein yang disebut opsonin yang
terlebih dahulu membungkus benda asing sebelum menempel
pada sel yang memfagositosis benda asing ini. Opsonin
menyebabkan benda asing lebih adhesive terhadap makrofag. IgG
merupakan salah satu bentuk opsonin.
C. Sistem Pencernaan
Air liur yang dikeluarkan kedalam mulut mengandung enzim yang
dapat melisiskan bakteri tertentu. Bakteri baik yang berada di
15
bagian belakang lidah mengubah nitrat makanan menjadi nitrit
yang kemudian ditelan. Pengasaman nitrit ketika mencapai
lambung dapat menyebabkan terbentuknya nitrat oksida, yang
toksik bagi mikroorganisme. Selanjutnya HCl yang tinggi pada
lambung, langsung mematikan bakteri-bakteri yang lolos dari
jeratan enzim di mulut. Lebih jauh lagi, di lapisan lumen usus
mengandung jaringan limfoid terkait usus (gut associated
lymphoid tissue).
D. Sistem Genitourinaria
Di dalam sistem reproduksi dan urin, mikroba menghadapi kondisi
tak ramah berupa sekresi vagina dan urin yang asam. Organ-
organ ini juga menghasilkan mukusw yang kental yang menjerat
partikel-partikel yang masuk. Partikel ini kemudian ditelan oleh
fagosit, atau disapu keluar sewaktu organ mengosongkan dirinya,
misalnya terbilas keluar oleh aliran urin.
16
tersebut karena tubuh tidak lagi memandang sel tersebut sebagai
sel diri normal. Cara lain yang digunakan virus untuk merusak
atau mematikan sel adalah dengan menguras komponen-
komponen esensial sel, mendikte sel agar menghasilkan bahan-
bahan yang toksik bagi sel itu sendiri atau mengubah sel menjadi
sel kanker.
17
c. IgA terkonsentrasi di cairan tubuh, berfungsi menjaga pintu
masuk ke dalam tubuh.
d. IgE melindungi infeksi parasitic, sangat bertanggungjawab
pada gejala alergi.
e. IgD memainkan peran utama menginisiasi secara awal
respon B cell.
18
banyak protein plasma yang terfiltrasi ke intertisium daripada
direabsorbsi, sehingga terjadilah penimbunan protein plasma
dalam cairan intertisium yang dikenal sebagai edema lokal.
Selain itu juga dapat terlihat kemerahana dan terasa nyeri
akibat distensi lokal.
5. Pembentengan daerah yang meradang
Protein-protein plasma yang bocor dan paling penting bagi
respon imun adalah protein-protein dalam sistem komplemen
serat faktor pembekuan dan antipembekuan. Pada pajanan ke
tromboplastin jaringan di jaringan yang cedera dan ke bahan-
bahan kimia spesifik yang dikeluarkan oleh fagosit di tempat
kejadian, fibrinogen-faktor akhir dalam sistem pembekuan
diubah menjadi fibrin . Fibrin membentuk bekuan cairan
intertisium di ruang-ruang sekitar bakteri penginvasi dal sel
yang rusak. Pembentengan atau isolasi bagian yang cedera ini
dari jaringan sekitar mencegah, atau paling sedikit
memperlambat penyebaran bakteri dan produk-produk
toksiknya. Kemudian faktor-faktor anti pembekuan yang
diaktifkan belakangan secara bertahap melarutkan bekuan
setelah tidak lagi diperlukan.
6. Emigrasi Leukosit
Emigrasi leukosit, pergerakan leukosit dari dalam kapiler darah
hingga tepat berada di tempat invasi. Tahapannya terdiri dari
marginasi (leukosit menempel pada dinding endotel kapiler),
diapedesis (leukosit mulai keluar dengan gerak amuboid,
menyelinap melalui pori-pori antara sel endotel), kemotaksis
(gerakan perpindahan oleh rangsangan zat kimia/kemotaksin,
dimana semakin dekat dengan daerah invasi, semain besar
konsentrasi kemotaksin). Jadi pergerakan leukosit dipicu oleh
gradien kensentrasi kemotaksin.
7. Proliferasi leukosit
Makrofag jaringan residen serta leukosit yang keluar dari darah
dan bermigrasi ke tempat peradangan segera ditemani oleh
sel-sel fagositik yang baru direkrut dari sumsum tulang. Dalam
beberapa jam setalah respon peradangan, jumlah neutrofil
dalam darah dapat meningkat hingga empat sampai lima kali
normal. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh pemindahan
sejumlah besar neutrofil yang sudah ada di sumsum tulang ke
darah dan sebagian karena peningkatan produksi neutrofil baru
oleh sumsum tulang. Juga terjadi peningkatan produksi
monosit yang berlangsung lebih lambat tetapi lebih lama di
sumsum tulang sehingga persediaan sel prekusor makrofag
jaringan meningkat. Selain itu, multiplikasi makrofag residen
menambah jumlah sel imun penting ini. Proliferasi neutrofil,
19
monosit, dan makrofag baru serta mobilisasi neutrofil
simpanan, dirangsang oleh berbagai mediator kimiawi yang
keluar dari daerah peradangan.
8. Menandai bakteri dengan opsonin untuk dihancurkan
Fagosit harus mampu membedakan antara sel normal dan sel
asing atau abnormal sebelum melaksanakan misi
destruktifnya. Jika tidak maka sel-sel ini tidak dapat secara
selektif menelan dan menghancurkan bahan yang tidak
diinginkan saja. Bahan-bahan kimia produksi tubuh yang
menyebabkan bakteri lebih rentan terhadap fagositosis dikenal
sebagai opsonin. Opsonin terpenting adalah antibodi dan salah
satu protein aktif pada sistem komplemen. Opsonin
meningkatkan fagositosis dengan menghubungkan sel asing
dengan sel fagositik. Satu bagian dari molekul opsonin
berikatan secara nonspesifik dengan permukaan bakteri
sementara bagian lain molekul opsonin berikatan dengan
reseptornya yang spesifik pada membran plasma sel fagositik.
Pengikatan ini memastikan bahwa bakteri tidak memiliki
kesempatan untuk melarikan diri sebelum fagosit dapat
melaksanakan serangan mematikannya.
9. Destruksi bakteri oleh leukosit
Neutrofil dan makrofag membersihkan daerah peradangan dari
agen infeksi dan toksik serta debris jaringan melalui
mekanisme fagositik dan nonfagositik, tindakan pembersihan
ini adalah fungsi utama respon peradangan.
10. Bahan kimia yang dikeluarkan fagosit memerantai respons
peradangan
Fagosit yang telah dirangsang oleh mikroba mengeluarkan
banyak bahan kimia yang berfungsi sebagai mediator respons
peradangan. Mediator-mediator kimiawi ini memicu beragam
aktivitas imun yang saling berkaitan, bervariasi dari respons
lokal hingga manifestasi sistemik yang menyertai invasi
bakteri.
11. Perbaikan Jaringan
Perbaikan jaringan, dimana pada bagian yang mengalami
cedera akan terjadi pembelahan sel untuk menggantikan sel-
sel yang rusak. Dapat juga terbentuk jaringan parut yang
dihasilkan dari sel jaringan ikat fibroblast. Biasanya pada akhir
cedera diikuti juga dengan pengeluaran nanah (pus). Nanah itu
sendiri merupakan neutrofil mati, makrofag mati, jaringan
nekrotik dan cairan jaringan.
20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sistem inun pada manusi terbagi menjadi 2 komponen , yaitu
respon imun bawaan(non-spesifik) dan respon imun adaptif
(spesifik). Respon dari kedua sistem ini berbeda dimana pada
respon imun non-spesifik ini merupakan mekanisme
pertahanan inheren (sudah ada) yang secara selektif
mempertahankan tubuh dari benda asing. Mekanisme sistem
imun bawaan memberi kita respon yang cepat, tetapi terbatas
terhadap segala jenis ancaman. Respon non-spesifik ini paling
penting untuk menahan lawan sampai sistem imun adaptif,
dengan senjatanya yang sangat selektif dapat dipersiapkan
untuk mengambil alih dan melakukan penyerangan untuk
memusnahkan musuh. Sedangkan pada sistem imun adaptif,
mencakup respon imun spesifik. Respon imun spesifik bekerja
secara selektif untuk menyerang benda asing tertentu yang
tubuh kita pernah terpajan yang secara khusus ditunjukkan
pada musuh tersebut. Hal ini dilakukan dengan membentuk
kumpulan sel memori setelah bertemu dengan suatu pathogen
tertentu sehingga jika kembali bertemu dengan pathogen
tersebut, maka sistem imun akan menghasilkan pertahanan
yang lebih cepat dan kuat. Jadi, sistem imun bawaan dan
adaptif bekerja secara harmonis untuk menahan, kemudian
mengeliminasi bahan-bahan yang membahayakan tubuh kita.
21
B. SARAN
Adapun saran yang dapat kami berikan pada laporan ini
adalah sebagai mahasiswa, kita harus mengetahui tentang
definisi, target, efektor, reseptor, dan mekanisme dasar dari
sistem imun, serta respon-respon yang menyertainya. Semua
itu berguna untuk memudahkan kita dalam mempelajari
masalah imunologi dalam blok-blok selanjutnya yang lebih
kompleks.
Mengingat masih banyaknya kekurangan kelompok kami dalam berdiskusi,
penulisan laporan, serta presentasi pada pleno, maka kami sangat
mengharapkan saran dari dosen-dosen pengajar untuk kebaikan kami agar kami
bisa menjadi lebih aktif dan lebih baik demi kesempurnaan laporan ini.
DAFTAR PUSTAKA
22