Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 3 SISTEM KARDIOVASKULER


MODUL 4 IMUNISASI

Disusun oleh : Kelompok 4

Chrisna Wahyu Hardian NIM. 1210015027

Azlansa Abdul Karim NIM. 1210015062

Izzati Nurmaya Sari NIM. 1210015006

Nurdiana Oktavia NIM. 1210015014

Desy Ekamadayani Ahmad NIM. 1210015021

Dhita Cindyati NIM. 1210015030

Retno Yuliati NIM. 1210015040

Dwiana Sri Palupi NIM. 1210015047

Firma Luluk Laalik NIM. 1210015057

Efi Marinda NIM. 1210015072

Riandi Yanuarsa NIM. 1110015026

Yoice Aquarista Micibaroe NIM. 1210015067


Tutor : dr. Sjarif Ismail

SAMARINDA

2012

1
KATA PENGANTAR

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami selaku kelompok 4


diskusi kelompok kecil (dkk) telah menyelesaikan laporan hasil diskusi
kelompok kecil kami pada blok 3 modul 4 yaitu imunisasi. Laporan ini
merupakan hasil dari diskusi kelompok kecil yang telah kami lalui, yaitu
diskusi kelompok kecil tahap 1 pada hari Senin tanggal 17 Desember
2012 dan diskusi kelompok tahap 2 pada hari Kamis tanggal 20
Desember 2012. Laporan hasil diskusi kami ini berisi pembahasan-
pembahasan tentang sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik,
dan sistem pertahanan eksternal.

Dalam proses penyusunan laporan hasil diskusi ini, kami


mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Sjarif Ismail selaku tutor kelompok 4 yang telah membimbing


kami selama menjalani diskusi kelompok kecil sehingga kami
dapat mencapai sasaran pembelajaran yang sesuai dengan apa
yang diharapkan.
2. Dosen-dosen yang telah memberikan materi pendukung untuk
memudahkan memberikan pemahaman kami terhadap materi
yang akan kami diskusikan.
3. Seluruh pihak yang turut berperan membantu kami dalam
menyelesaikan laporan ini.

Dan tentunya kami sebagai penyusun laporan DKK ini


mengharapkan agar laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun
maupun bagi pembaca di waktu sekarang ataupun di kemudian hari.
Kami memohan maaf apabila dalam penulisan laporan hasil Diskusi
Kelompok Kecil (DKK) ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan di
hati para pembaca. Kami selalu mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak. Semoga laporan hasil Diskusi
Kelompok Kecil (DKK) modul 4 tentang imunisasi ini akan mendukung
pemahaman pembaca terhadap materi ini.

2
Hormat Kami,

Kelompok
4

DAFTAR ISI

Halaman judul....................................................................................... 1

Kata pengantar .................................................................................... 2

Daftar isi............................................................................................... 3

Pendahuluan
Latar belakang ................................................................... 4
Tujuan.................................................................................. 4

Pembahasan
Identifikasi istilah................................................................ 5
Identifikasi masalah............................................................ 6
Brainstorming...................................................................... 6
Mindmap............................................................................. 8
Learning objective.....
8
Sintesis.
.9

3
Penutup
Kesimpulan
.19
Saran...
.19

Daftar pustaka .
20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di sekililing kita terdapat banyak sekali benda-benda asing


yang dapat membahayakan kesehatan kita, sehingga jika
pertahanan tubuh kita lemah maka tubuh kita rentan terkena
penyakit. Pertahanan tubuh kita terhadap benda-benda asing
disebut sistem imun. Sistem imun ini dibagi menjadi 2 yaitu
sistem imun yang non spesifik dan imun spesifik. Sistem imun ini
bekerja seperti berbagai lapisan tentara yang selalu siap siaga
untuk memusnahkan musuh-musuhnya. Cara kerja mereka juga
berbeda satu sama lain, bergantung pada jenisnya dan jenis
benda asing yang masuk. Oleh karena itu, penulis menyusun
laporan ini untuk mengetahui tentang sistem imun nonspesifik,
sistem imun spesifik, dan sistem pertahanan eksternal.

B. Tujuan
Tujuan kami adalah agar laporan ini berguna dalam
pembelajaran dan sebagai referensi bagi mahasiswa pada

4
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Dan semoga kami
dapat mengerti mengenai sistem imun nonspesifik, sistem imun
spesifik, dan sistem pertahanan eksternal.

BAB II

PEMBAHASAN

Skenario

IMUNISASI

Konsul ya dok. Bayi perempuan saya berumur 4 tahun baru


imunisasi DPT yang kedua kalinya. Setelah itu timbul bengkak pada
paha tempat suntik imunisasi dan rewel susah tidur setelah beberapa
hari kemudian. Apakah hal ini normal? Kasihan anak saya kalau bolak
balik disuntik dok, apakah tidak bisa imunisasi DPT-nya langsung
digabung dan diberikan satu kali? Atau mungkin dibuat yang
vaksinnya cukup dioleskan di kulit begitu? Terima kasih atas
perhatiannya dok.

Step I: Identifikasi Kata-Kata Sulit

Imunisasi : berasal dari kata resisten (kebal). Pemberian kekebalan


pada individu dengan memaparkannya dengan vaksin,

5
sehingga timbul pertahanan imunitas pada substansi
penyakit tertentu.

DPT :

Diphteri : gangguan saluran pernapasan atas. (Contoh :


colirebacterium diphteriae)
Pertusis : infeksi bakteri. (contoh : peradangan)
Tetanus : penyakit yang akut dan kadang fatal yang
akut dan kadang fatal yang disebabkan oleh neurotoksin
(tetanospasmin) yang dihasilkan clostridium tetani, yang
sporanya masuk ke tubuh melalui luka.

Vaksin : bahan antigenic yang diberikan untuk


menghasilkan kekebalan

penyakit tertentu.

Bengkak : pertambahan untuk beberapa bagian tubuh yang tak


semestinya.

Step II: Identifikasi Masalah

1.Mengapa timbul bengkak kemerahan pada paha bekas suntikan ?


2.Berapa kali suntik DPT diberikan ?
3.Mengapa imunisasi dilakukan dengan cara menyuntik ?
4.Tujuan imunisasi DPT?
5.Pada umur berapa suntik DPT diberikan ?
6.Mengapa suntik DPT dilakukan berkali-kali?
7.Jenis-jenis imunisasi yang diberikan selain DPT ?
8.Apa saja efek samping dari pemberian imunisasi ?
9.Cara pencegahan dan penanggulangan efek dari imunisasi DPT?
10.Mekanisme kerja system imun terhadap imunisasi dibandingkan
dengan infeksi?

Step III: Brainstorming

1. Timbulnya bengkak kemerahan merupakan inflamasi sebagai


respon system imun tubuh terhadap gangguan atau antigen

6
yang masuk ke dalam tubuh. Inflamasi ini terjadi karena efek
vaksin dan bahan tambahan dalam vaksin.
2. Minimal tiga kali, yaitu yang pertama pada usia 6 minggu
sampai 2 bulan, yang kedua pada usia 4 bulan sampai 6 bulan,
dan yang ketiga pada usia 18 bulan. Dan menurut anjuran
pada usia 5 tahun dan 12 tahun.
3. Karena tergantung pada jenis vaksin yang ingin dimasukkan ke
dalam tubuh. Ada yang dimasukkan dengan cara subkutan dan
ada pula dengan cara intramuscular. Vaksin tidak ada yang
dioleskan karena vaksin tersebut tidak dapat masuk ke dalam
darah dan hanya memberikan efek local pada kulit, selain itu di
kulit pun terdapat system pertahanan tubuh juga.
4. Tujuan imunisasi DPT adalah untuk memperkuat system imun
tubuh terhadap penyakit diphteri, pertusis, dan tetanus.
5. Suntik DPT dapat diberikan sejak usia 6 minggu sampai 2
bulan, kemudian usia 4 bulan sampai 6 bulan, dan pada usia
18 bulan. Serta menurut anjuran pada usia 5 tahun dan 12
tahun.
6. Karena untuk meperkuat system imun. Dalam hal ini yang
diperkuat adalah memori atau ingatan terhadap antigen yang
pernah menyerang tubuh, sehingga jika terjadi serangan lagi,
system imun akan lebih cepat melakukan reaksi pertahanan
tubuh. Selain itu, hal ini diperlukan untuk memperkuat system
imun yang mulai menurun dalam jangka waktu tertentu.
7. Jenis-jenis imunisasi yang diberikan selain DPT antara lain BCG,
hepatitis B, cacar, polio, campak.
8. Salah satu efek samping dari imunisasi adalah demam.
Demam terjadi karena system imun teraktivasi karena adanya
reaksi bakteri yang dilemahkan sehingga terjadi reaksi local
yang menyebabkan suhu tubuh meningkat 37,5 oC. Selain itu,
ada pula efek yang diakibatkan oleh demam, yaitu menangis
dan gelisah.
9. Cara pencegahan dan penanggulangan efek imunisasi antara
lain :
Pemberian obat pereda demam.
Pemberian imunisasi dalam keadaan sehat.
Memastikan apakah memiliki alergi atau tidak.

7
Melakukan tindakan aseptic dan antiseptic.
Untuk mencegah komplikasi diperlukan peningkatan
keterampilan orang yang mengimunisasi.
10.
SISTEM
IMUN
SPESIFIK NON-SPESIFIK
(ADAPTIF) (BAWAAN)

LIMFOSIT LIMFOSIT T
PERADANG NK PROTEIN INTERFER
B (SITOTOKS
AN CELLS KOMPLEM ON
(HUMORA IK)
EN
FAGOSI
SEL SEL Th (T KOMPLEMEN ENZIM-
T
MEMORI HELPER) ENZIM
SEL TC (T LISOSOM
SEL SITOTOKSIK) PENCERNAAN
PLASMA INTRASEL JADI
PROTEIN KECIL
BAKTERI / ANTIGEN MASUK REAKSI NON-SPESIFIK
BERIKATAN DENGAN
(INFLAMASI)
LIMFOSIT B

STEP IV : Mind Map

SISTEM
IMUN
TARGE EFEKT DEFINIS KOMPONE RESPON
T OR I N
BAKTE INFLAMASI
RI
VIRUS LEUKOSI
T NON SPESIFIK
SPESIFIK
EOSINOFIL FISIK HUMORAL

BASOFIL CAIRA SELULE 8


N R
NEUTROFI SELULE
L R
MONOSIT

LIMFOSIT

STEP V : Learning Objective

1. Sistem Imun
Definisi
Target
Efektor
Komponen Spesifik dan nonspesifik
Respon Inflamasi

Step VI : Belajar Mandiri

Belajar mandiri dilakukan sejak berakhirnya DKK1 tanggal 17


Desember 2012 sampai tanggal 19 Desember 2012.

Step VII : Sintesis

1. Definisi Sistem Imun


Sistem imun adalah suatu pertahanan internal yang berperan
dalam mengenal dan menghancurkan atau menetralkan benda-
benda atau zat-zat asing di dalam tubuh. (Sherwood)

Sistem Imun
Sistem imun dibagi menjadi 2, yaitu sistem imun bawaan atau
non-spesifik dan sistem imun adaptif atau spesifik. Berikut skema
pembagian sistem imun.

9
Perbedaan antara sistem imun spesifik dan sistem imun non
spesifik:

a) Respon imun spesifik menunjukan diverssitas yang besar.


b) Sistem imun spesiffik menunjukan tingkat spesialisasi yang
cukup tinggi.
c) Sistem imun spesifik mampu mengenal antigen yang
dijumpai karena memiliki memory.

Sistem Imun Spesifik


Imun spesifik, memiliki ciri:
1. Spesifisitas, respon yang timbul terhadap antigen polisakarida
itu berbeda. Hal ini terjadi karena masing-masing limfosit
mengeksspresikan resseptor yang mampu membedakan
struktur antigen satu dengan yang lain.
2. Deversitas, jumlah total spesifisitas limfosit terhadap antigen
dalam suatu individu, yang sangat besar.
3. Memory, limfosit punya kemampuan mengingat antigen yang
penah ia temui dan memberikan respon yang efektif pada
perjumpaan berikutnya. Antigen pada kontak pertama (repon
primer) dapat dimusnahkan akan tetapi respon primer in
mengakibatkan terbentuknya klon limfosit karena ada memory.
4. Spesialisasi, sistem imun memberikan respon yang berbeda
dan dengan cara yang berbeda terhadap berbagai mikroba
yang berlainan.
5. Self limitation, semua respon imun normal mereda dalam
waktu tertentu setelah rangsangan antigen. Hal ini
dimungkinkan karena antigen yang merangsang telah
disingkirkan dan adanya regulasi umpan balik dalam sistem
yang menyebabkan respon imun terhenti.
6. Membedakan self dari non-self, terdapat zat autoantibody zat
ini dapat membedakan yang mana jaringan atau self dan non-
self.

Sistem Imun Non-Spesifik

10
Sistem imun nonspesifik dibagi sesuai sifatnya menjadi; fisik,
larutan, dan seluler. Sistem imun non spesifik bersifat fisik
contohnya adalah kulit, selaput lendir, silia, dan lain-lain.
Pertahanan ini merupakan pertahanan pertama ketika tubuh
diserang oleh benda-benda asing atau yang disebut antigen.
Sistem imun nonspesifik bersifat larutan dibagi 2, yaitu biokimia
dan humoral. Contoh dari biokimia adalah lisozim, enzim ini
terkandung di dalam keringat, ASI, ludah dan air mata, berfungsi
untuk menghancurkan kuman gram negative. Laktoferin disekresi
oleh neutrofil, berfungsi untuk menghentikan replikasi bakteri
dengan mengikat besi sehingga bakteri tidak mendapatkan besi
yang diperlukan dalam tahapan replikasinya. Sedangkan contoh
dari humoral adalah protein komplemen, interferon, dan CRP(C-
Reaktive Protein).Komplemen terdiri dari sejumlah besar protein
yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap inflamasi
dan berperan dalam proses inflamasi. Interferon adalah sitokin
berupa glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel tubuh yang
mengandung nucleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi
virus, bekerja menghambat multiplikasi virus yang terdapat pada
sebagian besar sel. CRP merupakan salah satu golongan protein
yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut. CRP
bekerja dengan mengaktifkan komplemen dan berupa opsonin
yang memudahkan fagositosis. Seluler terdiri dari fagosit, Natural
Killer Cells, sel mast dan basofil. Sistem imun spesifik terbagi
menjadi 2, yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T menghasilkan
sel T yang dibagi menjadi T-helper, T-sitotoksik, dan T-supresor. T-
helper berfungsi membantu sel B untuk membentuk antibodi. T-
sitotoksik berfungsi untuk mengeliminasi sel yang terinfeksi virus,
kemudian sel Tc akan menghasilkan sel ganas dan sel
histoikompatible seperti penolakan pada transplantasi. T-supresor
berperan dalam menekan aktivitas sel T dan sel B agar tidak
berlebihan.

Sitokin adalah suatu mediator yang dihasilkan oleh sel yang


berperan sebagai hantaran signal dari suatu sel ke sel lain.
Berdasarkan cara penghantaran signal dari suatu sel ke sel lain
yang berbeda-beda, maka secara umum daya hantar tersebut
terbagi menjadi:
1. Endokrin : mediator yang dihasilkan oleh suatu sel dan untuk
memberikan signal kepada sel lain memerlukan suatu sistem
pembuluh.
2. Parakrin : mediator yang dihasilkan oleh suatu sel untuk
memberikan signal kepada sel tetangga tanpa sistem
pembuluh.
11
3. Autokrin : mediator yang dihasilkan oleh suatu sel untuk
merangsang dirinya sendiri.

Imun nonspesifik (pertahanan fisik dan kimiawi)


caranya dengan proses fagositosis, tanpa memperdulikan
perbedaan- perbedaan kecil yang ada distrubusi itu. Fagosit yang
memegang pera penting makrofag, neutrofil dan monosit. Yang
pertama ssel-sel fagosit harus mendekat dengan bakteri kedua,
fagosit melepaskan zat atau mediator tertentu (kemotaktik)
langkah ketiga, bakteri mengalami opsonisasi oleh imunoglubin
supaya mudah ditangkap fagosit. langkah keempat, partikel
bakteri masuk ke dalam sel dengan cara ensitosis dan
pembeentukan, ia tertangkap di dalam kantung fagosom terus
ditelan dan dihancurkan baik dengan proses oksidasi reduksi atau
derajat keasaman.

Pertahanan Eksternal

Pertahanan eksternal terdiri dari sistem integument (kulit), sistem


pernafasan, sistem pencernaan, sistem urogenital dan sistem
pernafasan.

A. Sistem Integumen

Kulit merupakan organ terluar dan terbesar dari tubuh manusia.


Tidak hanya berfungsi sebagai sawar lingkungan internal dan
eksternal tubuh, kulit juga berperan dalam sistem pertahanan.
Kulit terdiri dari beberapa lapisan, yaitu epidermis, dermis dan
hypodermis. Epidermis terdiri dari lapisan sel epitel. Yang terluar
epitelnya berbentuk pipih dan yang lebih dalam lagi berbentuk
kubus. Lapisan sel ini mendapat nutrisi melalui difusi dari
jaringan dermis di bawahnya. Sel-sel yang baru terbentuk di sub-
epidermis terus-menerus mendorong sel-sel tua mendekati
permukaan permukaan, menjauhi pasokan nutriennya. Hingga sel
tersebut mati dan membentuk skuama gepeng keras yang
berbentuk lapisan tanduk (keratin). Jadi bila lapisan terluar ini
terkelupas atau mengalami abrasi, maka lapisan ini diganti
dengan cara pembelahan sel di lapisan epidermis yang lebih

12
dalam. Lapisan keratin yang terdapat di seluruh permukaan tubuh
memiliki ketebalan yang bervariasi. Pada bagian tubuh yang
sering mengalami tekanan, contohnya telapak kaki, lapisan ini
menjadi sangat tebal. Lapisan keratin ini bersifat kedap udara,
cukup kedap air, dan tidak dapat ditembus oleh sebagian besar
bahan.

Di bawah epidermis terdapat dermis, suatu lapisan jaringan ikat


yang mengandung banyak serat elastin (untuk peregangan) dan
lapisan kolagen (untuk kekuatan), serta banyak pembuluh darah
dan ujung saraf khusus. Lipatan-lipatan epidermis yang masuk ke
dermis di bawahnya membentuk kelenjar eksokrin kulit (kelenjar
keringan dan kelenjar sebasea) serta folikel rambut. Kelenjar
keringat tersebar hampir di seluruh tubuh, mengeluarkan larutan
garam encer melalui lubang-lubang kecil, pori keringat dan
permukaan kulit. Larutan garam ini mengandung enzim lisozim
yang berfungsi untuk menghancurkan bekteri. Namun ada
beberapa daerah pada permukaan kulit, misalnya di ketiak dan
daerah pubis, terapat kelenjar keringat khusus yang kaya protein
yang mendukung pertumbuhan bakteri dan menimbulkan bau
khas. Selain itu ada kelenjar sebasea yang menghasilkan sebum,
suatu sekresi berminyak yang dikeluarkan ke dalam folikel
rambut. Sebum meminyaki rambut dan lapisan kulit luar yang
berkeratin. Minyak ini juga mencegah terbentuknya rekahan
(pecah-pecah) pada kulit yang dapat menjadi jalan masuk
mikroorganisme patogen. Selanjutnya ada folikel rambut yang
dilapisi oleh sel-sel penghasil keratin khusus. Adanya rambut juga
akan meningkatkan rangsangan sensitivitas taktil (sentuh).

Hipodermis adalah lapisan kulit terdalam. Disebut juga sebagai


jaringan subkutis, yang melekat ke jaringan di bawahnya (otot
atau tulang). Lapisan ini bersifat lapisan jaringan ikat longgar.

Pada lapisan epidermis, dikandung empat jenis sel residen yang


berfungsi secara khusus dalam sistem pertahanan. Sel-sel

13
tersebut adalah melanosit, keratinosit, sel Langerhans, dan sel
Granstein. Berbagai komponen sistem imun di epidermis dinamai
jaringan limfoid terkait kulit (skin associated lymphoid tissue,
SALT).

Melanosit menghasilkan pigmen melanin, yang disebarkan ke


sel-sel kulit sekitar. Jumlah dan jenis melanin sangat bervariasi
pada setiap individu, sehingga akan mengakibatkan perbedaan
warna kulit (hitam, coklat, merah, dsb). Dalam produksi
melanosit berperan ezim tirosinase. Melanosit berperan dalam
perlindungan kulit terhadap sinar UV dari matahari.
Keratinosit, merupakan sel epidermis yang paling banyak. Sel
ini mengeluarkan interleukin 1 (suatu produk yang
disekresikan olehg makrofag), yang mempengaruhi
pematangan sel T yang cenderung berada di kulit. Sebagian
dari tahap pematangan sel T pascatimus berlangsung di kulit
di bawah tuntunan keratinosit.
Sel Langerhans, adalah sel dendritik yang berfungsi sebagai
penyaji antigen. Sel ini member peringatan kapada limfosit jika
sawar di langgar oleh mikroorganisme. Sel ini bermigrasi ke
kulit dari sumsum tulang.
Sel Granstein, berfungsi sebagai rem atau penyeimbang
terhadap responimun yang diaktifkan oleh kulit.

B. Sistem Pernafasan
Partikel yang terdeposisikan difagositosis oleh sel pertahanan
tubuh. Sel pertahanan tubuh tersebut diantaranya adalah sel-sel
makrofag dan sel polimorfonuklear (PMN). Sel makrofag alveolar
(pulmonary alveolar macrophage) dalam sitoplasma makrofag
terdapat macam-macam granula berisi enzim untuk mencerna
partikel dan mikroorganisme dan difagositosis. Jika
mikroorganisme yang masuk tidak dapat diatasi oleh makrofag,
maka mikroorganisme tersebut akan berkembang biak di alveoli
dan menyebabkan pneumonia dan proses inflamasi. Berbagai
macam komponen inflamasi yang dikeluarkan oleh makrofag,

14
seperti komplemen aktivatif dan faktor kemotaktik. Setelah
makrofag mengeluarkan zat, sel polimorfonuklear tertarik datang
untuk membantu makrofag memfagositosis serta membunuh
mikroorganisme. Ketika makrofag bersentuhan dengan partikel
atau mikroorganisme, materi asing partikel atau mikrorganisme
tersebut akan menempel pada dinding makrofag yang berupa
membrane. Membran ini akan melakukan invaginasi dan
membentuk cekungan untuk menelan benda asing. Benda asing
ditelan melalui pembentukan fagosom sitoplasmik. Pada beberapa
keadaan, terdapat suatu protein yang disebut opsonin yang
terlebih dahulu membungkus benda asing sebelum menempel
pada sel yang memfagositosis benda asing ini. Opsonin
menyebabkan benda asing lebih adhesive terhadap makrofag. IgG
merupakan salah satu bentuk opsonin.

Bentuk pertahanan lainnya adalah mukus dan silia. Mukus


melapisi seluruh permukaan saluran nafas dari hidung hingga
bronkiolus terminalis untuk mempertahankan kelembapan,
menangkap partikel-partikel kecil dari udara inspirasi dan
menahannya agar tidak sampai ke aveoli. Mukus diproduksi oleh
Sel Goblet mukosa dalam lapisan epitel saluran napas, dan
sebagian oleh kelenjar submukosa kecil. Sedangkan silia melapisi
seluruh permukaan saluran napas dari hidung hingga ke
bronkiolus terminalis. Silia berjumlah 200 pada setiap sel epitel.
Silia tersebut bergerak terus menerus dengan gerakan seperti
memukul dengan kecepatan 10 hingga 20 kali per detik. Pada
paru-paru silia bergerak memukul ke arah atas, sedangkan pada
hidung memukul ke arah bawah. Gerakan-gerakan silia ini
menyebabkan mucus dan menjerat partikel-partkel asing untuk
kemudian di batukkan keluar.

C. Sistem Pencernaan
Air liur yang dikeluarkan kedalam mulut mengandung enzim yang
dapat melisiskan bakteri tertentu. Bakteri baik yang berada di

15
bagian belakang lidah mengubah nitrat makanan menjadi nitrit
yang kemudian ditelan. Pengasaman nitrit ketika mencapai
lambung dapat menyebabkan terbentuknya nitrat oksida, yang
toksik bagi mikroorganisme. Selanjutnya HCl yang tinggi pada
lambung, langsung mematikan bakteri-bakteri yang lolos dari
jeratan enzim di mulut. Lebih jauh lagi, di lapisan lumen usus
mengandung jaringan limfoid terkait usus (gut associated
lymphoid tissue).
D. Sistem Genitourinaria
Di dalam sistem reproduksi dan urin, mikroba menghadapi kondisi
tak ramah berupa sekresi vagina dan urin yang asam. Organ-
organ ini juga menghasilkan mukusw yang kental yang menjerat
partikel-partikel yang masuk. Partikel ini kemudian ditelan oleh
fagosit, atau disapu keluar sewaktu organ mengosongkan dirinya,
misalnya terbilas keluar oleh aliran urin.

Target Sistem Imun


Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran utama sistem imun.
Musuh asing utama yang dilawan oleh sistem imun adalah
bakteri dan virus. Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal
tidak berinti yang dilengkapi oleh semua perangkat yang esensial
untuk kelangsungan hidup dan reproduksi. Bakteri patogenik yang
menginvasi tubuh menyebabkan kerusakan jaringan dan
menimbulkan penyakit terutama dengan cara mengeluarkan
enzim atau toksin yang secara fisik mencederai atau mengganggu
fungsi sel dan organ. Kemampuan suatu pathogen menimbulkan
penyakit disebut virulensi.
Berbeda denagn bakteri, virus bukanlah suatu entitas sel
yang dapat berdiri sendiri. Virus hanya terdiri dari asam nukleat
(bahan genetik DNA atau RNA)yang terbungkus oleh suatu
selubung protein. Karena tidak memiliki perangkat sel untuk
menghasilkan energi dan sintesis protein maka virus tidak dapat
melakukan metabolisme dan berkembang biak kecuali jika
menginvasi sel pejamu (sel tubuh orang yang terinfeksi) dan
mengambil alih fasilitas biokimia sel untuk mereka gunakan
sendiri. Virus tidak saja mengisap sumber daya energi sel pejamu
tetapi asam nukleat virus juga mengendalikan sel pejamu untuk
mensitesis protein-protein yang dibuthkan untuk replikasi sel.
Ketika virus telah menyatu ke dalam sel pejamu,
mekanisme pertahanan tubuh pejamu dapat menghancurkan sel

16
tersebut karena tubuh tidak lagi memandang sel tersebut sebagai
sel diri normal. Cara lain yang digunakan virus untuk merusak
atau mematikan sel adalah dengan menguras komponen-
komponen esensial sel, mendikte sel agar menghasilkan bahan-
bahan yang toksik bagi sel itu sendiri atau mengubah sel menjadi
sel kanker.

Efektor Sistem Imun


Leukosit adalah sel efektor sistem imun.
Leukosit (sel darah putih)dan turunan-turunannya, bersama
dengan beragam protein plasma, bertanggung jawab
melaksanakan beragam strategi pertahanan imun.
Fungsi Leukosit
1. Neutrofil adalah spesialis fagositik yang memiliki mobilitas
tinggi serta mampu menelan dan menghancurkan bahan yang
tidak diinginkan.
2. Eosinofil mengeluarkan bahan-bahan kimia yang
menghancurkan cacing parasitic dan berperan dalam reaksi
alergik.
3. Basofil mengeluarkan histamin dan heparin serta juga
berperan dalam reaksi alergik.
4. Monosit berubah menjadi makrofag, yaitu spesialis fagositik
besar yang berada di jaringan.
5. Limfosit terdiri dari dua tipe :
a. Limfosit B (sel B) berubah menjadi sel plasma, yang
mengeluarkan antibodi yang secara tidak langsung
menyebabkan destruksi benda asing (imunitas yang
diperantarai oleh antibodi, imunitas humoral)
b. Limfosit T (sel T) secara langsung menghancurkan sel yang
terinfeksi virus dan sel mutan dengan mengeluarkan bahan-
bahan kimia yang melubangi sel korban (imunitas yang
diperantarai oleh sel imunitas selular).

Suatu leukosit hanya berada dalam darah dalam waktu singkat.


Sebagian besar leukosit keluar dari darah menuju ke jaringan
dalam misi pertahanan. Karena itu, sel-sel efektor sistem imun
tersebar luas di seluruh tubuh dan dapat mempertahankan tubuh
di lokasi manapun.

Kapanpun antigen dan antibodi interlock, maka antibodi akan


menandai antigen untuk di destruksi. Antibodi berkaitan dengan
immunoglobulins :

a. IgG bekerja sangat efisien untuk menyelubungi mikroba.


b. IgM sangat efektif dalam membunuh bacteria.

17
c. IgA terkonsentrasi di cairan tubuh, berfungsi menjaga pintu
masuk ke dalam tubuh.
d. IgE melindungi infeksi parasitic, sangat bertanggungjawab
pada gejala alergi.
e. IgD memainkan peran utama menginisiasi secara awal
respon B cell.

Respon Sistem Imun


Peradangan adalah respon nonspesifik terhadap invasi
asing atau kerusakan jaringan

Kata peradangan (inflamasi) merujuk kepada serangkaian proses


bawaan nonspesifik yang saling berikatan yang diaktifkan sebagai
respon terhadap invasi asing, kerusakan jaringan, atau keduanya.
Rangkaian proses berikut biasanya terjadi selama proses
peradangan.

1. Pertahanan oleh makrofag jaringan residen


Pertahanan paling awal adalah dilakukan oleh makrofag
residen, yaitu makrofag yang menetap pada bagian tubuh
tertentu, misalnya : mikrogial sel di otak, makrofag alveolar di
pulmo, kupffer sel di liver, mesangial fagosit di ginjal, pada
kulit histosit, dan sebagainya. Makrofag residen ini biasanya
cenderung bersifat menetap, namun dalam kondisi tertentu sel
ini akan bermigrasi ke tempat lain untuk melakukan
perlawanan terhadap invasi zat asing.
2. Vasodilatasi lokal
Vasodilatasi lokal yang tercetus oleh histamin yang dihasilkan
oleh sel mast yang berasal dari jaringan yang rusak. Histamin
ini mencetuskan vasodilatasi lokal guna meningkatkan aliran
darah lokal (pada jaringan yang diinvasi). Tujuannya adalah
untuk menarik lebih banyak leukosit fagosit dan protein plasma
ke daerah invasi.
3. Meningkatnya permeabilitas kapiler
Pelepasan histamin juga meningkatkan permeabilitas kapiler
dengan memperbesar pori-pori pada dinding endotel sehingga
mempermudah keluarnya leukosit fagosit dan protein plasma
yang biasanya dihambat untuk keluar dari darah kini dapat
masuk ke jaringan yang meradang.
4. Edema lokal
Edema lokal yang disebabkan oleh bocornya protein plasma
dan leukosit dalam jumlah yang besar sehingga menyebabkan
naiknya tekanan osmotik lokal. Kondisi ini diperkuat oleh
peningkatan airan darah. Kedua kondisi ini menyebabkan lebih

18
banyak protein plasma yang terfiltrasi ke intertisium daripada
direabsorbsi, sehingga terjadilah penimbunan protein plasma
dalam cairan intertisium yang dikenal sebagai edema lokal.
Selain itu juga dapat terlihat kemerahana dan terasa nyeri
akibat distensi lokal.
5. Pembentengan daerah yang meradang
Protein-protein plasma yang bocor dan paling penting bagi
respon imun adalah protein-protein dalam sistem komplemen
serat faktor pembekuan dan antipembekuan. Pada pajanan ke
tromboplastin jaringan di jaringan yang cedera dan ke bahan-
bahan kimia spesifik yang dikeluarkan oleh fagosit di tempat
kejadian, fibrinogen-faktor akhir dalam sistem pembekuan
diubah menjadi fibrin . Fibrin membentuk bekuan cairan
intertisium di ruang-ruang sekitar bakteri penginvasi dal sel
yang rusak. Pembentengan atau isolasi bagian yang cedera ini
dari jaringan sekitar mencegah, atau paling sedikit
memperlambat penyebaran bakteri dan produk-produk
toksiknya. Kemudian faktor-faktor anti pembekuan yang
diaktifkan belakangan secara bertahap melarutkan bekuan
setelah tidak lagi diperlukan.
6. Emigrasi Leukosit
Emigrasi leukosit, pergerakan leukosit dari dalam kapiler darah
hingga tepat berada di tempat invasi. Tahapannya terdiri dari
marginasi (leukosit menempel pada dinding endotel kapiler),
diapedesis (leukosit mulai keluar dengan gerak amuboid,
menyelinap melalui pori-pori antara sel endotel), kemotaksis
(gerakan perpindahan oleh rangsangan zat kimia/kemotaksin,
dimana semakin dekat dengan daerah invasi, semain besar
konsentrasi kemotaksin). Jadi pergerakan leukosit dipicu oleh
gradien kensentrasi kemotaksin.
7. Proliferasi leukosit
Makrofag jaringan residen serta leukosit yang keluar dari darah
dan bermigrasi ke tempat peradangan segera ditemani oleh
sel-sel fagositik yang baru direkrut dari sumsum tulang. Dalam
beberapa jam setalah respon peradangan, jumlah neutrofil
dalam darah dapat meningkat hingga empat sampai lima kali
normal. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh pemindahan
sejumlah besar neutrofil yang sudah ada di sumsum tulang ke
darah dan sebagian karena peningkatan produksi neutrofil baru
oleh sumsum tulang. Juga terjadi peningkatan produksi
monosit yang berlangsung lebih lambat tetapi lebih lama di
sumsum tulang sehingga persediaan sel prekusor makrofag
jaringan meningkat. Selain itu, multiplikasi makrofag residen
menambah jumlah sel imun penting ini. Proliferasi neutrofil,

19
monosit, dan makrofag baru serta mobilisasi neutrofil
simpanan, dirangsang oleh berbagai mediator kimiawi yang
keluar dari daerah peradangan.
8. Menandai bakteri dengan opsonin untuk dihancurkan
Fagosit harus mampu membedakan antara sel normal dan sel
asing atau abnormal sebelum melaksanakan misi
destruktifnya. Jika tidak maka sel-sel ini tidak dapat secara
selektif menelan dan menghancurkan bahan yang tidak
diinginkan saja. Bahan-bahan kimia produksi tubuh yang
menyebabkan bakteri lebih rentan terhadap fagositosis dikenal
sebagai opsonin. Opsonin terpenting adalah antibodi dan salah
satu protein aktif pada sistem komplemen. Opsonin
meningkatkan fagositosis dengan menghubungkan sel asing
dengan sel fagositik. Satu bagian dari molekul opsonin
berikatan secara nonspesifik dengan permukaan bakteri
sementara bagian lain molekul opsonin berikatan dengan
reseptornya yang spesifik pada membran plasma sel fagositik.
Pengikatan ini memastikan bahwa bakteri tidak memiliki
kesempatan untuk melarikan diri sebelum fagosit dapat
melaksanakan serangan mematikannya.
9. Destruksi bakteri oleh leukosit
Neutrofil dan makrofag membersihkan daerah peradangan dari
agen infeksi dan toksik serta debris jaringan melalui
mekanisme fagositik dan nonfagositik, tindakan pembersihan
ini adalah fungsi utama respon peradangan.
10. Bahan kimia yang dikeluarkan fagosit memerantai respons
peradangan
Fagosit yang telah dirangsang oleh mikroba mengeluarkan
banyak bahan kimia yang berfungsi sebagai mediator respons
peradangan. Mediator-mediator kimiawi ini memicu beragam
aktivitas imun yang saling berkaitan, bervariasi dari respons
lokal hingga manifestasi sistemik yang menyertai invasi
bakteri.
11. Perbaikan Jaringan
Perbaikan jaringan, dimana pada bagian yang mengalami
cedera akan terjadi pembelahan sel untuk menggantikan sel-
sel yang rusak. Dapat juga terbentuk jaringan parut yang
dihasilkan dari sel jaringan ikat fibroblast. Biasanya pada akhir
cedera diikuti juga dengan pengeluaran nanah (pus). Nanah itu
sendiri merupakan neutrofil mati, makrofag mati, jaringan
nekrotik dan cairan jaringan.

20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sistem inun pada manusi terbagi menjadi 2 komponen , yaitu
respon imun bawaan(non-spesifik) dan respon imun adaptif
(spesifik). Respon dari kedua sistem ini berbeda dimana pada
respon imun non-spesifik ini merupakan mekanisme
pertahanan inheren (sudah ada) yang secara selektif
mempertahankan tubuh dari benda asing. Mekanisme sistem
imun bawaan memberi kita respon yang cepat, tetapi terbatas
terhadap segala jenis ancaman. Respon non-spesifik ini paling
penting untuk menahan lawan sampai sistem imun adaptif,
dengan senjatanya yang sangat selektif dapat dipersiapkan
untuk mengambil alih dan melakukan penyerangan untuk
memusnahkan musuh. Sedangkan pada sistem imun adaptif,
mencakup respon imun spesifik. Respon imun spesifik bekerja
secara selektif untuk menyerang benda asing tertentu yang
tubuh kita pernah terpajan yang secara khusus ditunjukkan
pada musuh tersebut. Hal ini dilakukan dengan membentuk
kumpulan sel memori setelah bertemu dengan suatu pathogen
tertentu sehingga jika kembali bertemu dengan pathogen
tersebut, maka sistem imun akan menghasilkan pertahanan
yang lebih cepat dan kuat. Jadi, sistem imun bawaan dan
adaptif bekerja secara harmonis untuk menahan, kemudian
mengeliminasi bahan-bahan yang membahayakan tubuh kita.

21
B. SARAN
Adapun saran yang dapat kami berikan pada laporan ini
adalah sebagai mahasiswa, kita harus mengetahui tentang
definisi, target, efektor, reseptor, dan mekanisme dasar dari
sistem imun, serta respon-respon yang menyertainya. Semua
itu berguna untuk memudahkan kita dalam mempelajari
masalah imunologi dalam blok-blok selanjutnya yang lebih
kompleks.
Mengingat masih banyaknya kekurangan kelompok kami dalam berdiskusi,
penulisan laporan, serta presentasi pada pleno, maka kami sangat
mengharapkan saran dari dosen-dosen pengajar untuk kebaikan kami agar kami
bisa menjadi lebih aktif dan lebih baik demi kesempurnaan laporan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Djojodibroto, dr. R. Darmanto. 2009. Respirology (Respiratory


Medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur


Laboratorium. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke


Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC.

www.nci.nih.gov U.S.Department of Health and Human


Services National Institutes of Health. Understanding the
Immune System-How It works. NIH Publication No. 03-
5423,September 2003. Diakses pada 18 Desember 2012 pukul
03.05.

22

Anda mungkin juga menyukai