Anda di halaman 1dari 7

LATAR BELAKANG

Kemajuan teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke dunia bisnis yang
revolusioner (digital revolution era) karena dirasakan lebih mudah, murah, praktis dan
dinamis berkomunikasi dan memperoleh informasi.
Perubahan-perubahan yang sedang dan telah terjadi saat ini, menuntut membentuk tata kelola
pemerintah yang bersih, berwibawa transparan dan mampu menjawab tuntutan perubahan
secara efektif sesuai dengan kemajuan teknologi. Indonesia menjawab tantangan tersebut
dengan membuat program elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) yang dimulai pada
Agustus 2011. Program ini diharapkan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan KTP
konvensional yang selama ini digunakan. Terdapat hal yang menarik dari kasus yang
diungkap oleh kepolisian ketika menangkap terduga teroris Hasan alias Wendy Febriangga di
Pelabuhan Pantoloan, Palu, Sulawesi Tengah (27/9/2012). Hasan alias Wendy Febriangga
ternyata memiliki banyak KTP atau ber-KTP ganda dengan identitas yang berbeda-beda.
Selain itu juga maraknya KTP ganda dalam setiap penyelenggaraan PEMILU yang muncul
sebagai masalah yang tidak kunjung terselesaikan (www.okezone.com, dilansir 22 September
2012). Sebagai fakta tersebut terlihat bahwa KTP ganda merupakan gambaran carut marutnya
system administrasi kependudukan di Indonesia selama ini.
Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda, bisa menjadi pintu masuk bagi terjadinya kejahatan di
Indonesia. Dengan identitas yang digandakan, maka seseorang dengan mudah melakukan
tindak kejahatan seperti membuat rekening dibeberapa bank guna tujuan menghindari pajak
ataupun sebagai tempat penyimpan uang hasil kejahatan. Letak geografis Indonesia dengan
penduduk yang sangat besar, memungkinkan seseorang berpindah-pindah tempat dan
melakukan kejahatan secara berulangkali dengan menggunakan identitas palsu sehingga
menyulitkan kepolisian melakukan pengejaran. Hal ini menyebabkan sulit melacak pelaku
oleh kepolisian dikarenakan pelaku berganti-ganti identitas.
Seseorang melakukan tindak pidana karena beberapa sebab yang mendesak. Namun jika
seseorang melakukan kejahatan berulangkali, penjahat seperti ini bisa dikatagorikan sebagai
tpenjahat yang berbahaya dan dalam hukum pidana disebut residivis. Sebagai contoh Anton
telah melakukan pembunuhan terhadap orang lain dan dinyatakan bersalah melanggar Pasal
338 KUHP dengan hukum penjara selama 7 tahun, setelah 7 tahun dia menjalani
hukumannya rupanya Anton kembali melakukan penganiayaan terhadap orang lain. Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana menyediakan system pemberatan kepada seseorang yang
mengulangi kejahatannya yang dia lakukan dimana berdasarkan Pasal 486 KUHP, ia dapat
diancam hukuman sepertiga lebih berat dari ancaman hukuman yang normal dengan catatan
bahwa perbuatan yang jenisnya sama tersebut ia lakukan dalam kurang dari waktu 5 tahun
setelah menjalani hukuman yang dijatuhkan.
System pemberatan dalam KUHP merupakan salah satu bentuk kebijakan penal dalam
penanggulangan kejahatan. System ini diharapkan mampu menimbulkan efek jera dan
membuat orang berpikir kembali ketika akan melakukan kejahatan secara berulang. System
ini tidak akan berjalan dengan efektif jika pemerintah tidak mampu menguraikan
kompleksitas faktor penyebab kejahatan dan menyelesaikannya.
Pada beberapa Negara e-KTP sudah menjadi identitas tunggal, seperti Malaysia yang
memiliki MyKad (elektonik ID Malaysia) selain sebagai kartu identitas, sekaligus sebagai
SIM (driving license), basic medical data, public key infrastructure, e-Cash, dan transit card.
e-ID Thailand diterapkan sebagai kartu identitas, riwayat kesehatan, certificate of
authentication, e-border pass, dan online services. Kemudian Portugal, lima kartu nasional
yang ada (identity card, tax card, social security card, health service user card, voters card)
digantikan menjadi satu kartu e-ID.
Dengan melihat perkembangan di beberapa Negara, dengan mengintegrasikan program e-
KTP sebagai sebuah system administrasi kependudukan yang terpadu dengan instansi
kepolisian, kejaksaan, dan lembaga pemasyarakatan adalah hal yang mendesak yang perlu
terus dikembangkan, sehingga e-KTP yang semula hanya menyimpan daftar riwayat hidup,
catatan kriminal seseorang dapat digunakan dalam system penegakan hukum di Indonesia hal
tersebut sejalan dengan Undang-Undang Administrasi Kependudukan (Undang-Undang No.
23 tahun 2006) mengatur bahwa dalam e-KTP harus menyimpan data tentang peristiwa
kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak,
pengangkatan anak, perubahan nama, dan perubahan status kewarganegaraan (diatur dalam
Pasal 64 ayat 3, dan Pasal 1 ayat 17).

METODE PELELITIAN

Penelitian hukum adalah sebuah proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip
hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter
Mahmud Marzuki, 2006: 35). Untuk mendapatkan bahan hukum dan prosedur penelitian
dalam menemukan kebernaran berdasarkan logika hukum.
Jenis penelitian dalam ini adalah penelitian hukum doktrinal, sebagaimana yang didefinisikan
oleh Hutchinson bahwa penelitian hukum doktrinal adalah research which provides a
systematic exposition of the rules governing a particular legal category, analyses the
relationship between the rules, expalain areas of difficulty and perhaps, predict future
developement (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 32).
Berdasarkan pandangan Peter Mahmud Marzuki (2006:93) bahwa dalam penelitian hukum
terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi dari
berbagai aspek guna menjawab isu hukum yang diteliti, adapun beberapa pendekatan yang
dimaksud yaitu ; pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus
(case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan
(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Berkenaan
dengan pandangan Peter Mahmud Marzuki tersebut, penulis menggunakan beberapa
pendekatan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, yaitu pendekatan konseptual
(conceptual approach).

PEMBAHASAN
Meningkatnya pertumbuhan penduduk terutama dinegara-negara yang sedang berkembang
menimbulkan adanya masalah-masalah kependudukan yang sifatnya universal. Sehingga
menyebabkan para ahli harus lebih banyak mengembangkan dan menguasai kerangka teori
untuk mengkaji lebih jauh sampai sejauh mana suatu hubungan antara penduduk dengan
perkembangan ekonomi dan sosial. Dalam masalah kependudukan yang paling banyak
menuai masalah Dan kekecewaan dari masyarakat adalah mengenai akta kelahiran yang
sangat susah untuk dibuat padahal badan pembuat akta kelahiran sudah terbentuk. Akta
Kelahiran adalah sebuah akta yang wujudnya berupa selembar kertas yang dikeluarkan
Negara berisi informasi mengenai identitas manusia sebagai warga negra Indonesia, yaitu
nama, tanggal lahir, pekerjan serta tanda tangan pejabat yang berwenang. Terdapat kesalahan
persepsi yang memandang pencatatan kelahiran hanya sebagai bagian dari pekerjaan teknis
administratif. Padahal, seharusnya pencatatan kelahiran merupakan manifestasi dari hak
asasi manusia. Para birokrat pemerintahan memandang urusan KTP dan akta kelahiran
hanyalah urusan teknis administrasi kependudukan (Suci Citra Kartika,2013:10).
Kemendagri saat ini sedang melaksanakan program e-KTP berbasis Nomor Induk
Kependudukan (NIK). Program ini diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan
redudansi data dan proses serta penggunaan nomor identitas unik yang berbeda-beda pada
berbagai database dan sistem aplikasi layanan publik yang digunakan oleh banyak
instansi/lembaga. Saat ini setidaknya terdapat 28 jenis nomor identitas unik yang membentuk
pulau-pulau informasi dengan database, application builder dan operating sistem berbeda
(Edhy Sutanta, 2012:1).
Namun bentuk fisik E-KTP mirip KTP biasa ditambah chip dan foto dan tandatangan digital
sehingga berfungsi sebagai smart card. e-KTP memiliki kapasitas 4-8KB, memuat data NIK,
nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, agama, status perkawinan, golongan darah,
alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan,
tandatangan, serta nama dan nomor induk pegawai pejabat yang menandatanganinya yang
dimana hal ini tidak jauh berbeda dengan KTP konvensional, dikarenakan data yang terekam
dalam data base sama dengan KTP konvensional, padahal e-KTP sebenarnya dapat
ditambahkan mengenai status atau rekam jejak seseorang pernah melakukan tindak pidana
atau belum pernah, yang hal ini dapat membantu penegak hukum khususnya kepolisian
dalam mengawasi maupun membantu dalam proses penyidikan suatu tindak pidana yang
terjadi. Dengan pengoptimalan e-KTP ini diharapkan bahwa seseorang akan berusaha untuk
memperbaiki diri dan menghindarkan dari keinginan atau perbuatan tindak pidana oleh
karena apabila tertangkap maka di dalam e-KTP nya akan ditambahkan rekam data oleh
kepolisian mengenai perbuatan tindak pidana yang dimana dalam hal ini kepolisian dapat
melihat apakah orang tersebut baru pertama kali melakukan tindak pidana atau sudah
berulang kali, sehingga apabila diketahui bahwa pelaku telah melakukan tindak pidana
berulang kali maka dapat dijatuhkan pidana mengenai residivis.

Menurut Institut dan Studi Pengamat Kependudukan Indonesia, jika menilik dari semangat
digunakannya e-KTP yang mengincar efisiensi dan memberikan berbagai manfaat, pilihan
chip pada e-KTP di Tanah Air saat ini ternyata tidak memungkinkan didapatnya manfaat lain.
Seperti tidak dapat digunakan untuk berbagai program pemerintah yang mungkin muncul
nantinya, macam medical record, criminal record, pendataan TKI, pemberian BLT, dan
lainnya. Meski telah menyimpan data sidik jari di dalamnya, namun fungsi verifikasi hanya
bisa dilakukan oleh Depdagri. Tempat publik yang ingin menerapkan keamanan lebih tinggi
seperti hotel atau gedung, tidak dapat menggunakan e-KTP untuk verifikasi, tukasnya,
dalam keterangannya kepada detikINET, Rabu (3/2/2010).
Kekhawatiran tersebut sekaligus menjawab pernyataan dari Husni Fahmi, Kepala Program e-
KTP dari BPPT yang sebelumnya mengatakan bahwa chip di e-KTP sengaja dipilih yang
berkapasitas mini yakni cuma 4 KB karena hanya akan memasukkan segelintir data.
Sebab di Indonesia, sudah diatur dalam UU Administrasi Kependudukan bahwa di kartu
tanda pengenal tidak bisa memasukkan banyak data di chip, tukasnya kepada detikINET,
beberapa waktu lalu.
Padahal, menurut Institut dan Studi Pengamat Kependudukan Indonesia, Undang-Undang
Administrasi Kependudukan tidak membatasi tentang data apa saja yang boleh dimasukkan
dalam chip. Benchmark dari implementasi electronic ID (e-ID) di berbagai negara luar, e-ID
digunakan untuk efisiensi negara, sehingga berbagai kartu digantikan dengan 1 kartu e-ID,
lanjut organisasi ini. Seperti Malaysia yang memiliki MyKad (elektonik ID Malaysia) selain
sebagai kartu identitas, sekaligus sebagai SIM (driving license), basic medical data, public
key infrastructure, e-Cash, dan transit card. e-ID Thailand diterapkan sebagai kartu identitas,
riwayat kesehatan, certificate of authentication, e-border pass, dan online services. Lain lagi
dengan Portugal, lima kartu nasional yang ada (identity card, tax card, social security card,
health service user card, voters card) digantikan menjadi 1 kartu e-ID. Sementara di
Indonesia, meski sudah mengganggarkan hingga Rp 6,6 triliun, e-KTP sepertinya masih
sebatas sebagai alat identitas diri. Belum terintegerasi dengan SIM, riwayat kesehatan,
rekening bank dan lainnya (http://inet.detik.com/read/2010/02/03/114100/1291793/398/2/e-
ktp-indonesia-kalah-canggih-dari-malaysia).
Mencermati Pasal 64 ayat 3 dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan, Dalam KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan
ruang untuk memuat kode keamanan dan rekaman elektronik pencatatan Peristiwa Penting
yang dimaksud peristiwa penting, dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 17 Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Peristiwa Penting adalah kejadian yang
dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir rnati, perkawinan, perceraian,
pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan
status kewarganegaraan. Hal ini yang rupanya membuat Pemerintah khususnya Kementerian
Dalam Negeri lupa. Bahwa syarat yang telat ditetapkan oleh Undang-Undang tidak
dilaksanakan dengan baik, padahal syarat ini yang sangat penting dengan adanya e-KTP yang
membuat e-KTP sangat diperlukan. E-KTP juga dapat membantu masyarakat dalam
melakukan pencegahan suatu tindak pidana dikarenakan apabila seseorang yang tinggal atau
menetap disuatu daerah tertentu maka ketua RT akan meminta e-KTP orang tersebut yang
kemudian divalidasi di kepolisian untuk dicek apakah orang tersebut pernah terbuat suatu
tindak pidana yang nantinya dapat juga membantu pihak kepolisian dalam memetakan
wilayah-wilaah maupun pengawasan terhadap orang-orang yang memiliki rekam jejak tindak
pidana, hal ini juga dapat menghemat waktu, pikiran dan tenaga dikarenakan pihak kepolisian
dibantu oleh masyarakat untuk mengawasi orang-orang yang memiliki catatan kriminal.
Kebijakan kriminal (Criminal Policy) atau politik kriminal adalah suatu usaha rasional untuk
menaggulangi kejahatan. Politik kriminal ini merupakan bagian dari politik penegakan
hukum yang arti luas (law Enforcement Policy) yang merupakan bagian dari politik sosial
(social Policy) yakni usaha dari masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan warganya
(Barda Nawawi Arif, 2003:1)
Usaha mencegah kejahatan adalah bagian dari politik kriminal, politik kriminal ini dapat
diartikan dalam arti sempit, lebih luas dan paling luas. Sudarto (2006,113-114) menjelaskan:
1. Dalam arti sempit politik kriminal itu digambarkan sebagai keseluruhan asas dan
metode, yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanngaran hukum yang berupa
pidana.
2. Dalam arti lebih luas ia merupakan keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum,
termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi.
3. Sedang dalam arti yang paling luas ia merupakan keseluruhan kebijakan, yang
dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk
menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.
Untuk itu e-KTP saat ini seharusnya selain untuk kepentingan pendataan kependudukan
supaya mempermudah dalam proses pemilu namun juga berfokus dalam penanggulangan
kejahatan dengan mengintegritaskan system tersebut kepada data pihak kepolisian yang
mempermudah dalam proses pro-yustisia terhadap para pelaku tindak pidana. Sesuai dengan
teori pemidanaan teori relatif (teori tujuan pemidanaan). Teori ini berpokok pangkal pada
dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib dalam masyarakat dan dalam
menegakkan tata tertib itu diperlukan pidana. Dalam teori ini pidana adalah alat untuk
mencegah timbulnya suatu kejahatan, dengan tujuan agar tata tertib masyarakat tetap
terpelihara (Adami Chazawi, 2001:158).
Perlunya adanya kebijakan pelanggungan kejahatan yang dimasukan dalam setiap program-
program pemerintah supaya terciptanya integritas system yang baik dan biaya yang
dikeluarkan untuk penerapan sebanding dengan hasil yang hendak dicapai karena itu
pentingnya kebijakan penanggulangan kejahatan. Namun saat ini khususnya kebijakan
mengenai e-KTP tidak dibarengi dengan kebijakan penanggulangan kejahatan yang
menyebabkan perlu dianggarkan kembali untuk pelaksanaan kebijakan penanggulangan
kejahatan yang seharusnya bisa dimasukan dalam program e-KTP. Hal ini yang menyebabkan
pemborosan dan akan menimbulkan konfilik untuk melakukan tindak pidana korupsi oleh
para pejabat negera dan hal tersebut cenderung tidak efektif.

PENUTUP
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan seharusnya
dapat diimplementasikan oleh pemerintah khususnya Kementerian Dalam Negeri untuk dapat
memaksimalkan fungsi dan kegunaan e-KTP yang akan lebih bermanfaat apabila
dilaksanakan dengan system yang terintegrasi baik ditingkat kepolisian, kejaksaan serta
lembaga pemasyarakatan (Kementerian Hukum dan HAM) untuk melaksanakan kebijakan
berbasis penanggulangan kejahatan dengan adanya integrasi tersebut maka pihak kepolisian
dengan dibantu masyarakat dapat membantu terhadap pengawasan terhadap para pelaku
tindak pidana yang sudah keluar dari lembaga pemasyarakatan maupun yang masih dalam
buronan pihak kepolisian sehingga dapat dengan cepat ditangkap dan dilakukan eksekusi.

Anda mungkin juga menyukai