Stemi 2
Stemi 2
Muhammad Yamin
KASUS
I. Pendahuluan
Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah suatu kumpulan gejala berupa nyeri dada
angina ( bisa juga dalam bentuk chest dyscomfort atau angina equivalent) yang
disertai perubahan EKG (elevasi segment ST atau depresi segment ST atau inversi
gelombang T yang jelas) dan atau peningkatan petanda jantung (cardiac
biomarkers) seperti troponin. Secara umum SKA dikelompokkan menjadi Angina
Pektoris Tidak Stabil (APTS), Infark Miokard Tanpa Elevasi Segment ST (Non-ST
Elevation Myocardial Infarction), dan Infark Miokard dengan Elevasi Segment ST
(ST Elevation Myocardial Infarction). Di Amerika Serikat sekitar 1,5 juta pasien
dirawat karena SKA tiap tahunnya. Kebanyakan pasien dapat mengalami
Kematian Jantung Mendadak (KJM) akibat SKA.
Pada tulisan ini akan diuraikan patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana terkini
SKA dengan ST Elevasi (ST Elevation Myocardial Infarction) dengan penekanan
utama pada diagnosis dini dan terapi awal yang optimal.
2
Proses awal yang mendasari SKA adalah aterosklerosis yaitu suatu penyakit
sistemik yang melibatkan tunika intima pembuluh darah besar dan sedang seperti
aorta, arteri karotis, dan arteri koronaria. Proses aterosklerosis yang paling awal
dimulai oleh gangguan fungsi (disfungsi) endotel pembuluh darah. Proses ini
berlanjut menjadi proses imflamasi sehingga terbentuk plak aterosklerotik.
Kecepatan pembentukan plak ini ditentukan oleh faktor risiko seperti diabetes,
hipertensi, dislipidemia, dan merokok. Kedaan ini akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan antara pasokan darah koroner dengan kebutuhan oksigen
miokard (iskemia). Bila plak aterosklerotik mengalami disrupsi atau sobek
(plaque rupture) maka akan terjadi proses trombosis mendadak dengan akibat
terjadi penurunan pasokan aliran miokard secara tiba-tiba. Trombosis dapat
menutup sebagian pembuluh koroner (secara klinis dikenal sebagai APTS dan
NSTEMI) atau menyumbat total ( secara klinis dikenal sebagai infark miokard
dengan Elevasi Segment ST, STEMI). Spasme atau vasokonstriksi dan embolisasi
trombus kecil ke arah distal memberikan konstribusi terhadap proses oklusi total.
Proses tersebut secara ringkas dapat dilihat pada gambar 1.
Pada STEMI akan terjadi jejas (injury) transmural yang semakin meluas dengan
berjalannya waktu. Umumnya bila dalam 4 jam tidak dilakukan reperfusi
(memperbaiki kembali aliran koroner) maka 50% otot jantung akan mati (nekrosis).
3
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nyeri dada iskemik yang disertai elevasi
segment ST yang menetap pada EKG (STEMI). Mayoritas pasien IMA disertai
kenaikan petanda jantung (cardiac biomarkers) seperti troponin dan CK-MB dan
terjadi pembentukan gelombang Q patologis pada EKG. Gambaran klinis yang
khas adalah nyeri dada atau rasa tidak enak di dada yang berlangsung sekitar 10-
20 menit. Lokasi nyeri bisa juga di epigastrik atau skapula. Petunjuk penting
lainnya adalah adanya penjalaran ke rahang bawah atau lengan kiri dan ada
riwayat penyakit jantung koroner. Pada orangtua dan penderita diabetes maka
gejala menjadi tidak spesifik (sesak, lemas, dan pusing).
Rekaman EKG harus dibuat sesegera mungkin. Pada keadaan awal EKG bisa tidak
spesifik sehingga perlu diulang lagi dan dibandingkan dengan rekaman
sebelumnya. Adanya gambaran Blok Berkas Cabang Kiri baru (new left bundle
branch block) adalah termasuk gambaran STEMI. Pada keadaan khusus perlu
dibuat rekaman EKG posterior (lead V7-V9) atau sandapan kanan (V3R-V4R).
Pada tahap diagnosis kecepatan adalah sangat penting. Tim UGD mulai dari
bagian pendaftaran, perawat, dan dokter jaga harus memprioritaskan perhatian
dan pemeriksaan pada pasien yang dicurigai nyeri dada iskemik.
IV. Tatalaksana
Untuk kasus dengan gambaran kilinis STEMI dengan mula terjadi (onset) < 12 jam
dan pada EKG terlihat ST elevasi persisten atau diduga ada LBBB baru maka harus
segera dilakukan reperfusi baik mekanik maupun farmakologik. Reperfusi
mekanik dengan percutaneous coronary translumnal angioplasty (PTCA) adalah
terapi pilihan bila sarana memungkinkan.
Sebelum terapi reperfusi, terapi awal yang diberikan adalah penghilang nyeri
(analgetik) golongan opiates seperti morphine (IV 4-8 mg dengan dosis tambahan
2 mg setiap 15 menit). Ini penting untuk menghilangkan nyeri dan menenangkan
pasie karena bila pasien kesakitan dan cemas maka akan terjadi takikardia yang
dapat meningkatkan beban kerja jantung. Terapi awal lain adalah pemberian
oksigen.
4
A. Reperfusi Farmakologik
Diberikan pada pasien STEMI yang tidak mungkin atau tidak ada fasilitas
untuk reperfusi mekanik (primary PTCA). Obat-obat trombolitik yang dapat
diberikan :
B. Reperfusi Mekanik
1. PTCA primer
Pelebaran arteri koroner dgn PTCA pada STEMI dengan mula terjadi < 12
jam dengan rentang waktu antara pasien datang ke rumahsakit sampai
balon koroner dikembangkan (door to balloon time) < 2 jam. Biasanya
diindikasikan pada pasien dengan renjatan (syok) atau kontraindikasi
terhadap trombolitik.
2. Rescue PTCA
Bila trombolitik gagal pada pasien dengan infark luas dan onset < 12 jam.
Parameter klinik kegagalan trombolitik adalah turunnya elevasi segment
ST <50% dalam 60-90 menit pasca pemberian trombolitik.
3. Facilitated PTCA
C. Antiplatelet
5
D. Antikoagulan (Antitrombin)
b. Heparin
Bolus 60 UI/kgBB dengan dosis maksimum 4000UI dan diikuti dengan
infus drip 12 UI/kgBB maksimum 1000 UI/jam diteruskan selama 24-
48 jam.
c. Fondaparinux
6
V. Kesimpulan
SKA, termasuk STEMI, adalah suatu penyakit yang masih menjadi masalah
dengan angka kematian yang tinggi. Untuk itu diperlukan kemampuan diagnosis
yang cepat dan tepat agar tidak terjadi keterlambatan dalam pemberian terapi.
Peran dokter UGD, perawat jaga, dan dokter keluarga dalam hal ini sangat
penting. Tatalaksana awal yang vital adalah terapi reperfusi baik farmakologik
maupun mekanik. Umumnya reperfusi farmakologik lebih terpilih karena relatif
mura, mudah dilaksanakan, dan tersedia di banyak tempat. Sedangkan reperfusi
mekanik dengan PTCA masih terbatas karena mahal, memerlukan tenaga
terampil, dan adanya keterbatasan kecepatan waktu pasien datang sampai
dilakukan tindakan pembalonan (door to balloon time). Obat-obat lain yang harus
diberikan adalah antiplatelet, antioagulan, ACE inhibitor dan ARB, beta blocker,
dan obat antilipid. Yang juga penting adalah modifikasi faktor risiko lainnya.
Daftar Kepustakaan:
1. Gluckman TJ, Sachdev M, Schulman SP, Blumenthal BS. A simplified approach to the
management of non-ST-segment elevation acute coronary syndromes. JAMA
2005;293:349-357.
7
2. Van de Warf F, Bax J, Betriu A, Lundqvist CB, et al. Management of acute myocardial
infarction in patients with presenting ST-segment elevation. The task force on
management of ST-elevation acute myocardial infarction of the European Society of
Cardiology. Eur H J 2008;29:2909-45.
3. Gitt AK, Betriu A. Antiplatelet therapy in acute coronary sydromes. Eur H J (Suppl)
2008;10:A4-A12.
4. Mehta RH, Roe MT, Chen AY, Lytle BL, Pollack CV, et al. Recent trends in the care of
patients with non-ST-segemnt elevation acute coronary syndromes. Arch Int Med.
2006;166:2027-34
5. Thygesen K, Alpert JS, White HD. Universal definition of acute myocardial infarction.J
Am Col Cardiol 2007;50:2173-95.