Anda di halaman 1dari 23

Konsep Dasar Medis Diabetes Melitus

1. Definisi
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau
akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus
merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk,
2007)
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan atau
mengalihkan (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume
urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

2. Etiologi
1) Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe
I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel & pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel & pancreas.

2) Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)


Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal
ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes
Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI)
atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai
pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
3. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di
samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet
dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena
itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari
30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya
sangat tinggi).

4. Manifestasi Klinik
1) Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2) Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

5. Pemeriksaan Penunjang
1) Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2
jam setelah pemberian glukosa.
2) Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3) Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4) Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5) Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6) Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7) Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8) Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9) Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi
(Tipe II)
10) Urine: gula dan aseton positif
11) Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi
luka.

6. Pengobatan
Pengobatan Diabetes milittus yang secara langsung terhadap kerusakan pulau-pulau
Langerhans di pankreas belum ada. Oleh karena itu pengobatan untuk penderita DM
berupa kegiatan pengelolaan dengan tujuan :
1) Menghilangkan keluhan dan gejala akibat defisiensi insulin ( gejala DM )
2) Mencegah komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung,
ginjal, mata, syaraf, kulit, kaki dsb.
7. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan
sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1) Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek
dari glukosa darah
2) Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi
koroner, vaskular perifer dan vaskular serebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati)
dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
e. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
a. Kasus :

Tn. M (65 tahun) mempunyai istri Ny. S (60 tahun). Mereka memiliki 2
orang anak, yakni Ny. K (38 tahun) dan Tn. O (30 tahun). Ny. K yang telah
menikah, tinggal bersama suaminya di luar kota. Tn. O yang juga sudah menikah
dengan Ny. J (27 tahun) yang tinggal bersama Tn. M. Ny.S sering mengeluh
banyak minum, sering kencing serta nafsu makannya meningkat. Keadaanya
terlihat lemas, dan kurang bersemangat. 1 tahun yang lalu, Ny.S dibawa periksa ke
puskesmas kota dan didiagnosa diabetes militus (DM).

Ny. S tidak bisa kontrol teratur ke puskesmas karena yang mengantarkan


tidak ada dan keterbatasan biaya. Tn. M, Tn. O dan Ny. J bekerja sebagai buruh
pabrik. Tn. M kadang (jika ada rejeki) membeli obatnya di apotek terdekat sesuai
foto copi resep dokter. Hasil observasi jari kaki Ny. S sebelah kiri terdapat luka
kecil sudah 3 minggu belum sembuh.

b. Pengkajian
1. Data Umum

a). Identitas Keluarga

Nama KK : Tn. M

Jenis Kelamin : Laki - laki

Umur : 65 tahun

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Gayaman Kota Mojokerto

b. Komposisi Keluarga

No. Nama JK Hub. Keluarga Umur Pekerjaan Ket.


1 Tn. M L Suami 65 thn Swasta
2 Ny. S P Istri 60 thn IRT
3 Tn. O L Anak 30 thn Swasta
4 Ny. J P Menantu 27 thn Swasta
c. Genogram

d. Type Keluarga : Keluarga usia lanjut

e. Suku / Kebangsaan : Jawa

f. Agama : Islam

g. Status Sosial Ekonomi

1) Kegiatan Organisasi

Keluarga Tn. M termasuk keluarga yang aktif dalam organisasi di masyarakat. Khususnya
Ny. S, ia selalu ikut dalam kegiatan pengajian, arisan dll walaupun dengan badan yang sudah
rentan dan kaki yang terkadang terasa sakit.

2) Keadaan Ekonomi

Keluarga Tn. M termasuk keluarga prasejahtera karena keluarga hanya bisa mendapatkan
uang dari kontrakan dan dari uang gakin serta mendapatkan beras miskin. Untuk memenuhi
kebutuhann sehari-hari keluarga Tn. M hanya mengandalkan penghasilan anak dan
menantunya.

h. Aktivitas Rekreasi Keluarga

Kegiatan rekreasi keluar rumah seperti ikut pengajian namun untuk tamasya Tn. M tidak
melakukan lagi karena tesangkut masalah biaya dan kondisi sakit yang dialaminya dan istri.
Sedangkan rekreasi di dalam rumah seperti mengobrol dengan tetangga sebelah di beranda
rumah.

2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

a. Tahap perkembangan keluarga adalah keluarga usia lanjut

b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi adalah keluarga telah memenuhi
perkembangannya.

c. Riwayat Keluarga Inti

Ny. S menderita diabetes mellitus tipe 2 setelah kontrol gula darah di puskesmas November
2011 dan di berikan injeksi insulin.

d. Riwayat Keluarga Sebelumnya

Tidak diketahui apakah orang tua Ny. S menderita diabetes mellitus atau tidak. Karena tidak
pernah diperiksa tim medis.
3. Lingkungan

a. Kharakteristik Rumah

Rumah Tn. M merupakan rumah milik pribadi dengan ukuran kurang lebih 100 m2.
Termasuk rumah semi permanent, berdinding tembok dan juga kayu (gedek) lantainya dari
sebagian semen dan sebagian tanah. Mempunyai 1 ruang tamu, 4 kamar tidur, 1 dapur, 1
kamar mandi dan WC. Ventilasi rumah belum mencukupi 10% dari total bangunan dan
lingkungannya tampak kotor.

1) Pembuangan Air Kotor

Ada septik tank dan pembuangan air limbah dengan kondisi baik dengan kedalaman 10 meter
terletak di belakang rumah dan jarak dari sumber air kurang dari 10 meter.

2) Pembuangan Sampah

Keluarga mempunyai tempat pembuangan sampah sendiri yang di tempatkan di bak sampah
atau di bagor dan kemudian di ambil petugas sampah setiap 2 hari sekali.

3) Sanitasi

Lingkungan rumah Tn. M tampak sedikit kotor, pekarangan tidak dimanfaatkan secara
maksimal hanya ada beberapa tanaman saja.

4) Jamban Keluarga

Mempunyai jamban keluarga sendiri dengan bentuk leher angsa dan terletak di dalam rumah.

5) Sumber Air Minum

Keluarga memanfaatkan air sumur yang dikelola satu perumahan.

b. Kharakteristik Tetangga dan Komunitas RW

Tetangga Tn. M termasuk tetangga yang baik, rasa kekeluargaan dan kegotong royongan
tinggi dan selalu siap membantu keluarga Tn. M.

c. Mobilitas Geografi Keluarga

Keluarga Tn. M sudah lama tinggal di rumah tersebut tidak pernah pindah sejak oranng
tuanya masih ada Tn. M tinggal di sana.

d. Sistem Pendukung Keluarga

Keluarga selalu mendapat dukungan dari tetangga dan juga dari keluarga besarnya. Bila ada
masalah kesehatan dengan salah satu anggota keluarga, Tn. M selalu membawa ke dokter
yang terdekat dengan rumah atau ke pak mantra.

Jarak Untuk Pelayanan Kesehatan Terdekat


Puskesmas : kurang lebih 2 km

Puskesmas pembantu : kurang lebih 10 km

Rumah sakit : kurang lebih 15 km

Posyandu : kurang lebih 200 meter

Fasilitas Sosial

Masjid/mushola : kurang lebih 200 km

Pasar : kurang lebih 200 km

4. Struktur Keluarga

a. Pola komunikasi keluarga

Antar anggota keluarga terbina hubungan yang harmonis, dalam menghadapi suatu
permasalahan, biasanya dilakukan musyawarah keluarga sebelum memutuskan suatu
permasalahan. Komunikasi dilakukan dengan sangat terbuka.

b. Struktur kekuatan keluarga

Keluarga merupakan keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan 2 orang anak dan saling
perhatian.

c. Struktur peran keluarga

Tn. M sebagai kepala keluarga bertanggung jawab dalam mengatur rumah tangganya.

Ny. Ssebagai istri bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Tn. O sebagai anak kedua yang telah menikah dengan Ny. J.

d. Nilai dan norma keluarga

Nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga menyesuaikan dengan nilai dalam agama Islam
yang dianutnya serta norma masyarakat disekitarnya.

5. Fungsi Keluarga

a. Fungsi afektif

Keluarga cukup rukun dan perhatian dalam membina rumah tangga

b. Fungsi sosial
Keluarga selalu mengajarkan dan menanamkan perilaku sosial yang baik. Keluarga juga
cukup aktif bermasyarakat dengan mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat.

c. Fungsi perawatan kesehatan

Keluarga kurang mampu mengenal masalah kesehatan tentang penyakit DM, hal ini
ditunjukkan dengan keluarga kurang menyadari dampak masalah kesehatan akibat penyakit
DM. Keluarga juga tidak tahu bahwa penyakitnya bisa di turunkan kepada anaknya sehingga
harus mendapat pengobatan yang segera dan jangka waktu yang cukup panjang. Kemampuan
keluarga dalam mengambil keputusan juga terbatas karena keluarga tidak mengetahui tentang
masalah yang terjadi pada penyakit DM. Keluarga tidak mengetahui langkah-langkah yang
harus dilakukan dalam menangani penyakitnya.

d. Fungsi reproduksi

Tn. M berusia 65 tahun dan Ny. S 60 tahun merupakan usia lansia, keluarga tidak
menggunakan kontrasepsi pil dan suntik.

e. Fungsi ekonomi

Tn. M bekerja sebagai buruh pabrik untuk kehidupan sehari-harinya ia dibantu oleh anak dan
menantunya yang juga bekerja sebagai buruh pabrik.

6. Stress dan Koping Keluarga

a. Strategi Koping

Tn. M merasa apa yang terjadi pada istrinya merupakan kehendak Tuhan, Tn. M hanya bisa
pasrah. Bila ada masalah tidak dibuat tegang agar tidak stress berusaha berpikir dengan
pikiran dingin dan lebih santai.

b. Status Emosi

Tn. M termasuk orang yang tidak mudah untuk stress. Ia berusaha membesarkan hati istri dan
anaknya agar tidak gampang emosi sehingga pemikiran dan pengambilan keputusan memang
benar-benar di pikirkan matang-matang.

7. Pemeriksaan Fisik

Melakukan pemeriksaan fisik pada setiap anggota keluarga terutama yang diidentifikasi
sebagai klien atau sasaran pelayanan asuhan keperawatan keluarga.

a. Pemeriksaan fisik umum

Keadaan umum Ny. S nampak lemah dan tidak bersemangat, badannya agak kurus, banyak
makan dan minum.

b. Tanda-tanda vital :

Tekanan darah : 180/100 mmHg


Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 30 x/menit

Suhu : 37oC

c. Pemeriksaan fisik khusus

1) Kepala

Pada pemeriksaan kepala, tidak ditemukan kelainan, bentuk kepala normal

2) Leher

Pada leher tidak nampak adanya peningkatan tekanan vena jugularis dan arteri carotis, tidak
teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid (struma).

3) Mata

Konjungtiva tidak terlihat anemis, tidak ada katarak, penglihatan masih baik.

4) Telinga

Fungsi pendengaran baik

5) Hidung

Tidak ada kelainan yang ditemukan

6) Mulut

Tidak ada kelainan

7) Dada

Pergerakan dada terlihat simetris, suara jantung S1 dan S2 tunggal,tidak terdapat palpitasi,
suara mur-mur (-), ronchi (-), wheezing (-), nafas cuping hidung (-)

8) Abdomen

Pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan adanya pembesaran hepar, tidak kembung,
pergerakan peristaltik usus baik, tidak ada bekas luka operasi

9) Ekstremitas

Pada pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah ditemukan luka kecil pada kaki kiri dan sudah
3 minggu belum sembuh. Sehingga Ny. S sulit melakukan kegiatan sehari hari.

8. Harapan Keluarga

Keluarga Tn. M berharap istrinya sembuh dari penyakitnya sehingga dapat melakukan
aktifitas sehari-hari dengan nyaman.
C. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


1 Data Subjektif : Ketidakmampuan Ketidakefektifan
Sering BAK terutama pada keluarga mengenal managemen regimen
malam hari masalah , terapeutik keluarga
Kesemutan atau kram Ketidakmampuan
Sering lapar / nafsu makan keluarga mengambil
meningkat keputusan
Nafsu makan menurun ketidakmampuan
Mual muntah keluarga merawat
Berat badan menurun anggota keluarga yang
Lemah sakit, Ketidakmampuan
Sering minum keluarga memanfaatkan
Pengelihatan kabur fasilitas kesehatan.
Nafas cepat
Kepala terasa ringan / pusing

Data Objektif:
Luka gangren
Nampak lesu, lemah
Tampak kurus
Kulit tidak elastis
Otot lengan dan kaki lemah

2 Data Subjektif: Ketidakmampuan Resiko terjadinya luka


Kesemutan atau kram keluarga untuk pada kakinya
Sulit melakukan ADL memelihara lingkungan
Lemah
Pengelihatan kabur
Kepala terasa ringan /
pusing

Data Objektif:
Luka gangren
Menggunakan alas kaki
Tidak menggunakan alas
kaki
Lingkungan rumah kotor

D. Skala Prioritas Masalah

1. Ketidakefektifan managemen regimen terapeutik keluarga berhubungan


denganKetidakmampuan keluarga mengenal masalah, Ketidakmampuan keluarga mengambil
keputusan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, ketidakmampuan
keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan

No. Kriteria Hitungan Skor Pembenaran


1 Sifat Masalah : actual 3/3 x 1 1 Ny. S mengatakan tidak
tahu kalau menderita DM,
sebelum akhirnya diberi
tahu oleh pak Mantri
2 Kemungkinan masalah x 2 1 Ny. S tinggal dengan
dapat diubah : Sebagian keluarganya, perkembangan
tehnik pengobatan DM yang
pesat, lingkungan rumah
yang tampak sedikit kotor.
Fasilitas kesehatan tidak
digunakan, menggunakan
ramuan cina.
3 Potensial masalah untuk 2/3 x 1 2/3 Masalah ini sudah lama,
dicegah : Cukup kakinya diberi obat dengan
ramuan cina dan direndam
menggunakan air hangat
yang dikasih garam.
4 Menonjolnya masalah : 2/2 x 0 o Ny. S tidak merasakan
Masalah tidak dirasakan sebagai masalah karena
sudah terbiasa
Jumlah 2 2/3

2. Resiko terjadinya peningkatan ketidaknyamana berhubungan dengan Ketidakmampuan


keluarga merawat anggota yang sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas
kesehatan.
No. Kriteria Hitungan Skor Pembenaran
1 Sifat Masalah : actual 3/3 x 1 1 Ny. S mengatakan bahwa
dia menderita gatal-gatal
selama sebulan dan tidak
sembuh.
2 Kemungkinan masalah x 2 1 Sumber daya keluarga
dapat diubah : Sebagian (keuangan) pas-pasan,
teknologi sudah maju,
sokongan masyarakat sangat
besar.
3 Potensial masalah untuk 2/3 x 1 2/3 Masalah ini sudah lama
dicegah : Cukup terjadi, biasanya
menggunakan obat cina
ataupun berobat ke pak
Mantri namun jika obatnya
habis terasa gatal.
4 Menonjolnya masalah : 2/2 x 0 o Ny. S menganggap ini hal
Masalah tidak dirasakan yang biasa.
Jumlah 2 2/3

Diagnosa prioritas:

1. Ketidakefektifan managemen regimen terapeutik keluarga berhubungan dengan


ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, Ketidakmampuan keluarga mengambil
keputusan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, ketidakmampuan
keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan

2. Resiko terjadinya peningkatan ketidaknyamanan berhubungan dengan


Ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit, ketidakmampuan keluarga
memanfaatkan fasilitas kesehatan

3. Rencana Keperawatan

Tujuan Evaluasi Rencana


D(x) Kep.
Umum Khusus Kriteria Standar Tindakan
Ketidakefektifa Setelah Setelah Verbal Keluarga Jelaskan dan
n managemen dilakukan dilakukan 5 memahami diskusikan
regimen perawata X tentang : tentang DM :
terapeutik n selama kunjungan Pengertian, Pengertian
keluarga. 1 bulan keluarga tanda dan gejala, Tanda dan
keluarga dapat: factor yang gejala
Faktor yang dapat - mempengaruhi, Factor yang
berhubungan: melakuka Mengenal serta mempengaruh
Ketidakmampu n masalah penatalaksanaan i
an keluarga perawata kesehatan . Penatalaksana
mengenal n yang terjadi Psikomoto a
masalah, terhadap - r Keluarga
Ketidakmampu anggota Memahami membawa klien Lakukan
an keluarga keluarga tentang ke pelayanan pemeriksaan
mengambil yang sakit penyakit kesehatan Gula darah
keputusan dan tidak DM
ketidakmampua terjadi - Verbal
Keluarga
n keluarga komplika Memodifika mengerti tentang Diet DM
merawat si si diet DM:
anggota lingkungan - Pengertian
keluarga yang - - Tujuan dan
sakit, Melakukan manfaat
Ketidakmampu diet DM - Macam-
an keluarga macam yang
memanfaatkan boleh, segaian
fasilitas atau tidak boleh
kesehatan di komsumsi
Resiko Setelah Setelah Verbal Keluarga Jelaskan dan
terjadinya dilakukan dilakukan 5 memahami diskusikan
peningkatan perawata X tentang : tentang gatal
Ketidaknyaman n selama kunjungan Pengertian yang diderita:
berhubungan 1 bulan keluarga Tanda dan Pengertian
dengan keluarga dapat: gejala Tanda dan
Ketidakmampu dapat Mengenal Factor yang gejala
an keluarga melakuka masalah mempengaruhi Factor yang
merawat n kesehatan Cara mempengaruh
anggota yang perawata yang terjadi pencegahan Cara
sakit, n Memahami Psikomoto Penataksanaan pencegahan
ketidakmampua terhadap tentang r Penataksanaa
n keluarga anggota penyakit Membawa n
memanfaatkan keluarga gatalnya keluarga yang Membawa
fasilitas yang sakit Menggunka sakit ke keluarga yang
kesehatan dan tidak n fasilitas pelayanan sakit ke
terjadi kesehatan kesehatan pelayanan
komplika merawat kesehatan.
si yang sakit Anjurakan
Melakukan untuk
diet untuk mengompres
mengurangi dengan air
gatal yang hangat
diderita minimal 2 kali
sehari.
Anjurkan
untuk
membersihka
n luka dengan
cairan
disinfektan
Anjurkan
untuk
mengkompres
dengan
rivanol
Menganjurkan
untuk
menggunkan
sabun anti
septic.

4. Implementasi

Diagnosa Pelaksanaan

Ketidakefektifan managemen
1. Mengkaji kondisi klien
regimen terapeutik keluarga
2. Mengkaji respon klien dengan adanya luka
berhubungan dengan:
pada kakinya.
Ketidakmampuan keluarga
3. Mendiskusikan tentang apa yang membuat
mengenal masalah,
gambaran diri klien terganggu.
Ketidakmampuan keluarga
4. Memberi penjelasan tentang luka yang terjadi.
mengambil keputusan,
5. Memberikan pengertian tentang DM
Ketidakmampuan keluarga
6. Menjelasakan efek makanan dan patofisiologi
merawat anggota keluarga yang
DM
sakit, Ketidakmampuan keluarga
7. Menganjurkan untuk membatas pemakaian
memanfaatkan fasilitas kesehatan
gula
8. Menganjurkan untuk di periksakan ke
pelayanan kesehatan
9. Menganjurkan untuk jalan hati-hati agar tidak
menimbulkan luka pada kaki.
10. Mengingatkan kembali makanan yang boleh di
komsumsi dan tidak boleh di komsusmsi
Resiko terjadinya peningkatan 1. Mengkaji kondisi klien
ketidaknyamanan berhubungan 2. Memeriksa kakinya yang terasa gatal
dengan : 3. Menganjurkan untuk mengkompres dengan air
Ketidakmampuan keluarga hangat
merawat anggota yang sakit, 4. Menganjurkan untuk memilih makanan yang
Ketidakmampuan keluarga tidak menimbulkan semakin parah lukanya
memanfaatkan fasilitas kesehatan 5. Mengingatkan untuk mengkompres dengan air
hangat
6. Mengingatkan untuk tidak menggaruk lukanya.
7. Mengingatkan untuk mengkompres dengan air
hangat
8. Mengingatkan untuk tidak menggaruk lukanya.
9. Memberikan obat-obatan untuk merawat gatal-
gatalnya.
10. Mengajarkan dan mendemonstrasikan
perawatan gatalnya (mengajarkan pemakaian
obatnya)
11. Memberitahu makanan yang boleh di
komsumsi dan yang tidak boleh di komsumsi
dengan sakit gatalnya.

5. Evaluasi

Diagnosa Evaluasi

S : Ny. S mengatakan kalau kakinya tidak sembuh-


Ketidakefektifan managemen
sembuh dan tersa gatal
regimen terapeutik keluarga
O : Ny. S mengatakan tidak tahu tentang kondisi
berhubungan dengan:
kakinya, tidak mau berobat ke pelayanan kesehatan,
Ketidakmampuan keluarga
mengenal masalah, terdapat luka kering di kaki nya dengan warna
Ketidakmampuan keluarga kehitam-hitaman.
mengambil keputusan, A : Masalah belum teratasi
Ketidakmampuan keluarga P : Beri penguatan positif, lanjutkan intervensi.
merawat anggota keluarga yang
sakit, Ketidakmampuan keluarga
memanfaatkan fasilitas kesehatan
Resiko terjadinya peningkatan S : Ny. S mengatakan sudah lama kurang lebih 1
ketidaknyamanan berhubungan bulan menerita gatal-gatal. Ny. S akan
dengan : mengkompres kakinya dengan air hangat.
Ketidakmampuan keluarga O : Kedua kaki tampak kehitam-hitaman, Ny. S
merawat anggota yang sakit, menggaruk dan mengelus-elus
Ketidakmampuan keluarga A : Masalah belum teratasi
memanfaatkan fasilitas kesehatan P : Lanjutkan intervensi

BAB IV

TERAPI MODALITAS

A. Topik

Topik dalam terapi modalitas ini adalah senam kaki diabetes. Senam kaki adalah kegiatan
atau latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka dan
membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki yang memiliki tujuan memperbaiki
sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil, mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki,
meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, mengatasi keterbatasan gerak sendi. Untuk itu
penderita diabetes melitus di anjurkan untuk melakukan senam kaki.

B. Tujuan

Tujuan dilakukan terapi senam kaki diabetes, yaitu:

1. Memperbaiki sirkulasi darah

2. Memperkuat otot-otot kecil

3. Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki

4. Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha

5. Mengatasi keterbatasan gerak sendi

C. Sasaran
Senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita diabetes mellitus dengan tipe 1
maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosa menderita diabetes melitus
sebagai tindakan pencegahan dini. Namun senam ini tidak disarankan pada penderita diabetes
melitus yang mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dipsnu atau nyeri dada dan orang
yang mengalami depresi, khawatir atau cemas.

D. Metode

Metode yang digunakan dalam terapi modalitas ini adalah praktik, dimana perawat akan
mengajari klien untuk melakukan senam diabetes serta melatih keluarga klien untuk dapat
melakukan secara mandiri.

E. Media

Alat yang digunakan dalam terapi ini adalah kertas koran 2 lembar, kursi (jika tindakan
dilakukan dalam posisi duduk), hanscoon serta lingkungan yang nyaman agar klien merasa
nyaman.

F. Waktu

Terapi senam kaki diabetes ini dilakukan selama 15 menit.

G. Prosedur Pelaksanaan

1. Posisi kan pasien duduk tegak di atas bangku dengan kaki menyentuh lantai.

2. Dengan meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan ke atas lalu
dibengkokan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali

3. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke atas. Pada
kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki diangkat ke atas. Cara ini
dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi sebanyak
10kali.

4. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat gerakan
memutar dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
5. Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar dengan
pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

6. Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari ke depan turunkan kembali
secara bergantian kekiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak 10 kali.

7. Luruskan salah satu kaki di atas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan gerakkan
ujung jari kaki ke arah wajah lalu turunkan kembali ke lantai. Ulangi sebanyak 10 kali.

8. Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Gerakan pergelangan
kaki ke depan dan ke belakang. Ulangi sebanyak 10 kali.

9. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki, tuliskan pada
udara dengan kaki dari angka 0 hingga 9 lakukan secara bergantian.

10. Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti bola dengan kedua
belah kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi lembaran seperti semula menggunakan kedua
belah kaki. Cara ini dilakukan hanya sekali saja :

a. Robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian koran.

b. Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki.

c. Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki lalu letakkan sobek
kan kertas pada bagian kertas yang utuh.

d. Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola.

H. Kriteria Evaluasi

a. Klien dan keluarga dapat menyebutkan kembali pengertian senam kaki.

b. Klien dan keluarga dapat menyebutkan kembali 2 dari 4 tujuan senam kaki.

c. Klien dan keluarga dapat memperagakkan sendiri teknik-teknik senam kaki secara
mandiri

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme
karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara relatif
kekurangan insulin. Klasifikasi diabetes mellitus yang utama adalah tipe I : Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM).

Faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada lansia adalah Umur yang
berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi insulin, Umur yang berkaitan
dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskuler, Obesitas,
banyak makan, Aktivitas fisik yang kurang, Penggunaan obat yang bermacam-macam,
Keturunan, Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress.

Pada DM lansia tidak terjadi poliuria, polidipsia, akan tetapi keluhan yang sering muncul
adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Prinsip
penatalaksanaan DM lansia adalah menilai penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan
pendidikan kepada pasien dan keluarganya, menghilangkan gejala-gejala akibat
hiperglikemia, lebih bersifat konservatif, mengendalikan glukosa darah dan berat badan.

Peran keluarga sangat penting dalam pencegahan terjadinya komplikasi lanjut pada penderita
diabetes terutama lansia.

B. Saran

1. Dengan mengetahui asuahan keperawatan pada penderita diabetesmelitus pada lansia


kita dapat melakukan pencegahan agar penyakityang timbul tidak menuju keparahan

2. Pada pasien DM pada lansia kita harus mewaspadai adanya perubahanfungsi fisiologis
maupun psikologisnya untuk mengantisipasi.

3. komplikasi maupun kegawat daruratan pada penderita DM sepertihipoglikemi maupun


respon stres yang timbul pada lansia tersebut.

DAFTAR RUJUKAN

Carpenito, Lynda Juall, 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati. Jakarta : EGC, 1999.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I
Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Kushariyadi.2010.Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani.


Jakarta:EGC, 1997.

Mary Baradero, Mary Wilfrid dan Yakobus Siswandi. 2009. Klien Gangguan Endokrin: Seri
Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin
asih, Jakarta : EGC, 2002

Anda mungkin juga menyukai