Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Preeklamsi adalah kehamilan patologi yang merupakan masalah kesehatan pada


ibu dan bayi yang dikandungnya, hal ini terkait dengan angka kejadian dan
mortalitas yang tinggi baik di seluruh dunia maupun di Indonesia. Di seluruh dunia
preeklamsi menyebabkan 50.000 76.000 kematian maternal dan 900.000
kematian perinatal setiap tahunnya (Chappel dan Morgan,2006). Insidens
preeklamsi pada kehamilan adalah sebesar 5-10% (WHO,2002; Takahashi dan
Martinelli, 2008) dan menjadi satu dari tiga penyebab utama angka kematian ibu
setelah perdarahan dan infeksi (Miller, 2007). Angka kejadian di Indonesia
bervariasi di beberapa rumah sakit di seluruh Indonesia yaitu antara 5,75 - 9,17%
(Sofoewan, 2003) dan meningkat sebesar 40% selama beberapa tahun terakhir di
seluruh dunia (Gilbert dkk, 2008) di Indonesia masih merupakan penyebab
kematian nomor dua tertinggi (24%) setelah perdarahan (Depkes RI, 2001).
Pengaruh preeklamsi pada ibu hamil bervariasi dari hipertensi ringan,hipertensi
berat atau krisis hipertensi, eklampsia sampai sindroma HELLP (Hemolysis,
Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), kondisi preeklamsi berat ini dapat terjadi
pada 1 per 1000 kehamilan (Davison, 2004). Sedangkan dampak kelainan ini pada
janin juga bervariasi dari kelahiran prematur, pertumbuhan janin terhambat yang
dapat terjadi pada 1 dari 3 kasus preeklamsi (Auer dkk, 2010) sampai kematian
janin. Sehingga preeklamsi selain dapat meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas yang merupakan cermin kesejahteraan suatu bangsa,preeklamsi ini juga
membawa dampak masalah sosial yang besar untuk masyarakat.
Sampai sekarang penyebab awal preeklamsi masih belum diketahui dengan jelas
(Gilbert dkk, 2008). Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengetahui penyebab
preeklamsi dan banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya preeklamsi
sehingga disebut sebagai disease of theory, tetapi tidak ada satupun teori tersebut
yang dianggap mutlak benar diantaranya adalah teori mengenai kelainan
vaskularisasi plasenta, teori imunologik, teori disfungsi endotel, teori adaptasi
kardiovaskular, teori defisiensi gizi dan teori inflamasi (Angsar, 2003; Sibai, 2005).

B. Rumusan masalah
1.
C. Tujuan
1.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Preeklamsia adalah hipertensi yang disertai proteinuria dan edema


akibat kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblast.

Eklamsia adalah timbulnya kejang pada penderita preeklamsia yang di


susul dengan koma. Kejang disini bukan akibat kelinan
neourologis.preklamsia hamper secara ekslusif merupakan penyakit pada
nulliparah biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem
,yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari
35 tahun . pada mulltiparah ,penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-
keadaan berikut:
1. Kehamilan multi fetal dan hidrops fetalis
2. Penyakit vaskuler,termasuk hipertensi essensial kronis dan DM
3. Penyakit ginjal
B. Etiologi

Sampai saat ini etiologi dari preeklamsia atau eklamsia belim di


ketahui,ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari
kelainan tersebut diatas, sehingga kelainan ini sering di kenal sebagai the
discase of theory . adapun teori-teori tersebut antara lain:

1. Peran prostashiklin dan tromboksans


Pada preeklamsia didapatkan kerusakan pada andotel vaskuler
sehingga terjadinya penurunanan prostasiklin (PGI 2) yang pada
kehamilan normal meninggal, aktivitas penggumpalan dan fibrinolosis,
yang kemudian akan digantikan dengan thrombin dan plasmin thrombin
akan mengasumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin.
Arktifasih trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan(T x A2) dan
serutonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel
2. Peran faktor imunologis
Preklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul
lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterngkan bahwa pada
kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap anti gen
plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan
berikutnya.
3. Peran factor genetik/ familial 4,5
Beberapa bukti menunjukan peran factor genetic pada kejadian
preeklamsia antara lain:
a. Preeklamsia hanya terjadi pada manusia
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi preeklamsia
pada anak anak dari ibu yang menderita preeklamsia
c. Kecendrungan meningkatnya frekuensi preeklamsia pada anak
dan ibu hamil denga riwayat preeklamsia dan bukan pada
mereka
d. Peran renin-angiotensin-aldesteron system (RAAS).
C. Patofisiologi
Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan
retensi garam dan air. Pada biopsy ginjal di temukan spasme hebat antriola
glomerulus. Pada beberapa kasus, himen anteriola sedemikian sempitnya
sehingga hanya dapat dilati oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekana darah akan naik
sebagi usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat
dicukupi. Sedangakan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan
oleh penumbuhan air yang berlebihan dalam ruangan intertistial belum
diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.proteunuria
dapat sisebaban oleh spasme anteriola sehingga terjadi perusakan pada
glomerulus.

D. Klasifikasi preeklamsia
Menurut wiknjosastro (2008) preeklamsia dibagi menjadi:
1. Preeklamsia ringan
Penderita preeklasiaringan masih membaik dengan istirahat,
mengurangi aktivitas dan memperbaiki asupan gizi serta
protein,penderita preeklamsia ringan idealnya harus dirawat inap, tetapi
dengan pertimbangan efesiensi, perawatan penderita dapat dilakuan
diluar RS dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Rawat jalan- istirahat cukup (berbaring/tidur miring); diet cukup
protein ,rendah karbohidrat, dan lemak , roboransa,dan penderita
diminta datang kembali setiap minggu.
b. Rawat inap- penderita preeklamsia ringan harus dirawat di RS bila :
1) Gejala klinis tidak membaik setelah 2 minggu rawat jalan
2) Timbul salah satu atau lebih gejala dan tanda preeklamsia berat.
2. Preeklamsia berat
Pengobatan preeklamsia berat bertujuan
a. Mencegah eklamsia
b. Memperbesar kemungkinan hidup anak yang lahir
c. Sedapat mungkin meminimalisasi trauma persalinan serta
menghindari penyulit dikehamila/ persalinan berikutnya
d. Mencegah hipertensi persisten

Penderita preeklamsia berat dapat ditangani secara konservatif maupun


aktif.pada perwatan konsevatif, kehailanya di pertahankan bersama
dengan pengobatan medisinal, sedangkan pada perawatan aktif
kehamilanya segera di akhiri/ diterminasi setelah pengobatan medisinal.

E. Pencegahan
Beberpa metode pencegahan preeklamsia yang pernah digunakan antara
lain:
1. Perbaikan nutrisi-diet rendah, garam dan tinggi protein;
Suplementasi,kalsium, magnesium, seng dan linoleat.
2. Intervensi farmokologi- anti- hipertensi, diuretik, teofili , dipiridemol,
asam asetil selisilat (Aspirin), heparin, antioksidan (vitamin c, a-toferol/
vitamin E ketan serin dan lain-lain).

F. Komplikasi
1. Stroke
2. Hipoxia janin
3. Gagal ginjal
4. Kebutaan
5. Gagal jantung
6. Kejang
7. Distress fetal
8. Infark plasenta
9. Kematian janin

G. Penatalaksanaan
1. Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks, dan kondisi
janin.
2. Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya
preeklampsia dan eklampsia.
3. Lebih banyak istirahat
4. Diet biasa
5. Tidak perlu diberi obat-obatan

Pada eklamsia

Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan PEB. Tujuan


utamanya ialah menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan
mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan
ibu mengizinkan.Pada dasarnya pengobatan eklampsia terdiri pengobatan
medikamentosa dan obstetrik. Namun,pengobatan hanya dapat dilakukan
secara simptomatis karena penyebab eklampsia belum diketahui dengan
pasti.

H. Penyimpangan KDM
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data subjektif
a) Umur biasanya sering terjadi pada primigravida < 20 tahun atau
> 35 tahun.
b) Riawat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi,
edema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan
kabur.
c) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia,
vascular etensial, hipertensi kronik, DM.
d) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, molahidatidosa,
hidramion, serta riwayat kehamilan dengan preeklamsia atau
eklamsia sebelumnya.
e) Pola nutrisi: jenis makanan yang di komsumsi baik makanan
pokok maupun selingan
f) psikososial spiritual: emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perluh kesiapan moral untuk
menghadapi resikonya
2. data objektif
a) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
b) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema.
c) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal
distress.
d) Perkusi : untuk mengetahui reflex patella sebagai syarat
pemberian SM (jika reflex +).
e) Pemeriksaan penunjang : vital sign yang diukur dalam posisi
terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam.
1) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau
midstream (biasanya meningkat, serum kreatinin
meningkat, uric acid biasanya > 7 mg / 100 ml).
2) Berat badan 1 peningkatan lebih dari 1kg /minggu.
3) Tingkat kesadaran : penurunan GCS sebagai tanda
kelainan otak.
4) USG : untuk mengetahui keadaan janin.
5) NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin.

B. Diagnosa keperawatan
1. Pola napas inefektif berhubungan dengan peningkatan kebutuhan O2
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan COP
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2,
kelemahan fisik.

C. Intervensi
1. Pola napas inefektif b/d peningkatan kebutuhan O2
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit
pola napas kembali normal.
Kriteria hasil : bebas dari sianosis poa napas normal, RR : 24x/menit
Intervensi : - Evaluasi pernapasan frekuensi dan kedalaman.
- Auskultasi bunyi napas.
- Atur posisi pasien semi fowler.
- Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi.
2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan COP
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit
diharapkan kebutuhan O2 terpenuhi.
Kriteria hasil : CRT < 2 detik, tidak terjadi sianosis.
Intervensi : - Catat frekuensi dan kedalaman pernapasan, penggunaan
otot bantu.
- Pantau vital sign.
- Pantau BAC
- Kolaborasi pemberian intravena larutan elektrolit

3. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan O2, kelemahan fisik


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit
aktivitas pasien dapat terpenuhi.
Kriteria hasil : pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan /
diperlukan.
Intervensi : - Periksa vital sign sebelum dan sesudah aktivitas.
- Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energy
- Berikan bantuan sesuai kebutuhan
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai