Anda di halaman 1dari 8

A.

KONSEP MEDIK
1. Definisi
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi atau
keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan
interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu.
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif antara lain integensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah,
orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian dan kemampuan
bersosialisasi (Corwin, 2009).

2. Etiologi
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar yaitu :
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal kelainan
yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada system enzim,
atau pada metabolism
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
1) Penyakit degenerasi spino – serebelar
2) Subakut leuko-esefalitis sklerotik fan bogaert
3) Khorea Hungtington
c. Sindrome demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan ini
diantranya :
1) Penyakit cerrebro kardiovaskuler
2) Penyakit

3. Klasifikasi
Klasifikasi demensia antara lain :
a. Demensia karena kerusakan struktur otak Demensia ini ditandai dengan gejala :
1) Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
2) Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan
fungsi eksekutif.
3) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
4) Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
5) Kehilangan inisiatif.

b. Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak dan setiap
penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia. Depresi
bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak,
sehingga depresi dapat diduga sebagai demensia vascular.
Tanda-tanda neurologis fokal seperti :
1) Peningkatan reflek tendon dalam
2) Kelainan gaya berjalan
3) Kelemahan anggota gerak
c. Demensia menurut umur:
1) Demensia senilis ( usia > 65 tahun)
2) Demensia prasenilis (usia < 65 tahun)
d. Demensia menurut perjalanan penyakit :
1) Reversibel (mengalami perbaikan)
2) Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit.B,
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)
Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan meningkatnya cairan
serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya:
1) Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
2) Inkontinensia urin.
3) Demensia.
e. Menurut menurut sifat klinis:
1) Demensia proprius
2) Pseudo-demensia

4. Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf
pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur
30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan
kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.
Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta
gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung dapat
menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark,
inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan
mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.
Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses
konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi
kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian,
kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan
tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya,
karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu
keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).

5. Manifestasi Klinis
Gejala klinis demensia berlangsung lama dan bertahap sehingga pasien dengan
keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit. Gejala klinik dari
dEmensia Nugroho (2009) menyatakan jika dilihat secara umum tanda dan gejala
demensia adalah :
a. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, lupa menjadi
bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
b. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun,
tempat penderita demensia berada.
c. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau
cerita yang sama berkali-kali.
d. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama
televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan
gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa
perasaan-perasaan tersebut muncul.
e. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan demensia antara lain sebagai berikut :
a. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
1) Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase
seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine , Memantine
2) Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin ,
Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga
memperbaiki gangguan kognitif.
3) Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
4) Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi
seperti Sertraline dan Citalopram.
5) Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik
(misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone).
b. Dukungan atau Peran Keluarga
Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan
angka-angka yang
c. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
1) Diet
2) Latihan fisik yang sesuai
3) Terapi rekreasional dan aktifitas
4) Penanganan terhadap masalah-masalah
d. Pencegahan dan perawatan demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak, seperti :
1) Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan
zat adiktif yang berlebihan.
2) Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan
setiap hari.
3) Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif : Kegiatan
rohani & memperdalam ilmu agama.
4) Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki
persamaan minat atau hobi.
5) Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan demensia
antara lain :
a. Pemeriksaan laboratorium rutin
b. Imaging : Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
c. Pemeriksaan EEG
d. Pemeriksaan cairan otak
e. Pemeriksaan genetika
f. Pemeriksaan neuropsikologis
8. Komplikasi
Kushariyadi (2010) menyatakan koplikasi yang sering terjadi pada demensia
adalah:
a. Peningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh.
1) Ulkus diabetikus
2) Infeksi saluran kencing
3) Pneumonia
b. Thromboemboli, infarkmiokardium
c. Kejang
d. Kontraktur sendi
e. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
f. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan menggunakan peralatan.
B. KONSEP KEPARAWATAN
1. Pengkajian
Data subyektif :
a. Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi.
b. Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu
Data obyektif :
a. Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan objek yang
sudah dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya.
b. Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya.
c. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan kata-kata
yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu
menemukan kata-kata yang tepat.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan Memori (00131)
b. Resiko Jatuh (00155)
c. Defisit Perawatan Diri
d. Hambatan Komunikasi Verbal ( 00051)

3. Intervensi
a. Kerusakan Memori (00131)
1) Stimulasi memory dengan mengulangi pembicaraan secara jelas di akhir
pertemuan dengan pasien
2) Mengenang masalalu dengan pasien
3) Menyediakan gambar untuk mengenal ingatannya kembali
4) Monitor perilaku pasien selama terapi
5) Monitor daya ingat pasien
6) Kaji kemampuan dalam mengingt sesuatu
7) Ingatkan kembali pengalaman masalalu pasien
8) Beri kesempatan kepada klien untuk melatih,konsentrasinya
b. Resiko Jatuh
1) Mengidentifikasi defisit kognitif atau fisik yang dapat meningkatkan potensi
jatuh dalam lingkungan tertentu
2) Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi resiko jatuh
3) Mengidentifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan resiko
jatuh (misalnya : lantai yang licin )
4) Mendorong pasien untuk menggunakan tongkat atau alat bantu berjalan
5) Ajarkan pasien bagaimana jatuh untuk meminimalkan ceder
c. Defisit Perawatan diri
1) Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2) Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan makan.
3) Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
4) Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
5) Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
6) Ajarkan klien/ keluarga untuk Mendorong kemandirian, untuk Memberikan
bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7) Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8) Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Boedhi – Darmojo. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta: FKUI.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. Jakarta : EGC
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika
Nugroho, W.2009. Keperawatan Gerontik & Geriatric Edisi 3.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai