i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan ............................................................................................................ 2
A. Definisi ........................................................................................................... 3
C. Etiologi ........................................................................................................... 8
D. Patofisiologi ................................................................................................... 8
H. Penatalaksanaan ........................................................................................... 15
K. Komplikasi ................................................................................................... 19
A. Pengkajian .................................................................................................... 20
C. Intervensi ...................................................................................................... 21
ii
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................. 24
B. Saran ............................................................................................................ 25
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan tingkat mortalitas
yang berkisar dari 6% hingga 60%. Pada tahun 2000, hanya 18.833 kasus
yang dilakukan oleh Stanfield dan Galazka, dan data dari Vietnam
1.000.000 kasus per tahun. Selama 20 tahun terakhir, insidens tetanus telah
hampir semua negara tidak memiliki kebijakan bagi orang yang telah
di pedesaan. Sedangkan angka kejadian tetanus pada anak di rumah sakit 7-40
kasus/tahun, 50% terjadi pada kelompok 5-9 tahun, 30% kelompok 1-4 tahun,
18% kelompok >10 tahun, dan sisanya pada bayi <12 bulan. Di Indonesia,
tetanus masih menjadi salah satu dari sepuluh besar penyebab kematian pada
anak. Meskipun insidens tetanus saat ini sudah menurun, namun kisaran
1
tertinggi angka kematian dapat mencapai angka 60%. Selain itu, meskipun
angka kejadiannya telah menurun setiap tahunnya, namun penyakit ini masih
diterapkan secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, diperlukan kajian
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Khusus
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
dan diikuti kekuatan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini tampak pada
adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang
autonom(Sumarno, 2002).
3
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
bagian ini.
Lobus.Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
Temporal.
a. Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari
bentuk suara.
4
d. Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi
menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak
dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh.Otak kanan terlibat
5
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga
atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar
manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.
Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya.Oleh
karena itu, batang otak sering juga disebut denganotak reptil.Otak reptil
akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak Anda
kenal terlalu dekat dengan anda.Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan
6
penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan
b. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah
tertutup.Klaim ini ditentang oleh para ilmuwan dan para dokter saraf
otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah.
Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering
7
thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik.Sistem limbik
homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang,
bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang
tidak.
C. Etiologi
ditanah, kotoran manusia dan binatang (khususnya kuda) sebagai spora, debu,
tahun ).
D. Patofisiologi
attack rate adalah dengan cara mengubah lingkungan fisik atau biologik. Port
dentree tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun diduga melalui :
8
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat
berbiak dengan cepat tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi.
Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel
b. Medula spinalis
c. Otak
per kilogram berat badan (satu nanogram = satu milyar gram), atau 175
Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat
motor end plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang
belakang dan menyebar ke susunan saraf pusat lebih banyak dianut daripada
9
lewat pembuluh limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf
proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke arah sel secara ektra
makin meningkat akan menimbulkan spasme terutama pada otot yang besar.
dan koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi
kaku.
berikut:
10
1. Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti; luka
tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka
dengan melewati akson neuron atau system vascular. Kuman ini menjadi
terikat pada sel saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan
4. Hipotesa cara absorbs dan cara bekerjanya toksin; adalah pertama toksin
diabsorbsi pada ujung saraf motoric dan melalui aksis silindrik dibawa ke
kornu anterior susunan saraf pusat. Kedua toksin diabsorbsi oleh susunan
6. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata- rata 10 hari.Kasus yang
11
E. Penyimpangan KDM
Spora untuk Invasi kuman melalui,
Tetanolisin vegetative otitis media, luka tusuk,
masuk ke infeksi gigi, ulkus kulit
dalam tubuh kronis, tali pusat
Masuk dan
Tetanospasmi
menyebar ke
n
SSP
Keringat berlebihan,
Ke SSP Mengenai sistem peningkatan
saraf simpatis suhu,takikardi, aritmia
Mengahambat
Retensi urine dan Hipoksia
pelepasan
alvi berat
asetikolin
Gangguan Penurunan O2 di
Tonus otot meningkat eliminasi otak
& kontaksi otot
menigkat
Otot rahang trismus Kesadaran menurun
Spasme otot
Ketidak seimbangan Penurunan
nutrisi kurang dari kapasitas adaptif
Otot faring dan kebutuhan tubuh intrakranial
laring
12
F. Tanda dan Gejala
rata-rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara
gejala pertama dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu
beberapa hari setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu tetapi
dkk 2009)
periode relaksasi.
apabila tidak ditangani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu
iritabilitas, spasme.
3. Tetanus local : biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul
rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luar. Gejala itu dapat
13
4. Tetanus sefalik : varian tetanus local jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2
hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling
menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf
mulut.
dahi mengkerut, mata agak tertutup , dan sudut mulut tertarik keluar
bawah.
punggung, otot leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang
5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya
6. Pada tetanus yang berat akan gterjadi gangguan pernapasan akibat kejang
yang terus menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat
14
2. Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasma
takikardia 120
G. Pemeriksaan Penunjang
2. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih
H. Penatalaksanaan
1. Umum
15
nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan
1-2 jam setelah ATS dan pemberian antibiotika sekitar luka disuntik
ATS.
terhadap penderita.
2. Obat-obatan
a. Antibiotika
16
b. Antitoksin
dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM, tidak
mencetuskan reaksi alergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan
dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat
d. Antikonvulsan
17
I. Masalah yang Lazim Muncul
2. Ketidakefektifan pola napas b/d jalan napas tertanggu akibat spasme otot-
otot pernapasan
(hipoksia berat)
10. Nyeri akut b/d agen injury fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang
J. Discharge planing
3. Imunisasi aktif
4. Bersihkan luka yang terbuka dan biarkan terbuka dan segera bawa ke
rumah sakit
18
K. Komplikasi
3. Atelektasis karena obstruksi oleh secret hal ini karena seseorang dengan
menelanya.
4. Fraktura kompresi ini dapat terjadi bila saat kejang klien difiksasi kuat
19
BAB III
A. Pengkajian
b. Pengkajian khusus
otot pernafasan
terminal 430-440 C
20
Apabila ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan
terkena tetanus.
B. Diagnosa prioritas
4. Ansietas
5. Resiko aspirasi
C. Intervensi
Kriteria hasil :
irama nafas, frekuensi nafas dalam rentang normal, tidak ada suara
nafas abnormal).
NIC :
Kriteria hasil:
21
a. Menunjukkan sensori motorik cranial yang utuh :
NIC
menelan makanan
Kriteria hasil :
NIC :
gizi).
Kriteria hasil :
mengontrol cemas.
22
b. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktifitas
NIC :
5. Resiko aspirasi
Kriteria hasil :
NIC:
sebelum menelan.
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
dan diikuti kekuatan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini tampak pada
perifer setempat.
rata-rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara
gejala pertama dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu
beberapa hari setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu tetapi
minggu (sudoyo Aru, dkk 2009). Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan
dan membersihkan luka sebaik-baiknya, diet cukup kalori dan protein, isolasi
24
untuk menghindari rangsang luar, oksigen, mengukur keseimbangan cairan
B. Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
26