Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara global, diperkirakan 5,8 juta kematian pada anak-anak
kurang dari 5 tahun terjadi di dunia pada 2015. Diare merupakan penyebab kematian
nomer dua di dunia. Pada tahun 1990, terdapat 12 juta kematian anak yang diakibatkan
oleh diare. Kejadian diare tersebut mengalami banyak penurunan pada tahun 2011,
menjadi 6,9 juta kematian anak yang diakibatkan oleh diare. Meskipun sudah terjadi
penurunan, namun diare masih menjadi penyebab kematian utama pada anak, yang
ditunjukan dengan kejadian sebanyak 2 juta kematian pada anak pertahunnya yang
disebabkan diare (WHO, 2013).
Kecenderungan yang harus diperhatikan adalah pencapaian target
Millennium Development Goals atau MDGs. Salah satu target MDGs adalah
menurunkan angka kematian pada anak, termasuk menurunkan angka kematian yang
diakibatkan diare. Jika upaya dalam menangani masalah diare tidak dilakukan
dengan cepat dan berkelanjutan, maka dimungkinkan sebanyak 760.000 anak akan
meninggal oleh karena diare setiap tahunnya. Tetapi jika penanganan diare dilakukan
dengan cepat dan tepat, maka jumlah kematian anak karena diare akan menurun
setiap tahunnya (WHO, UNICEF, 2013).
Pada tahun 1978, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
merekomendasikan yang Oral Rehidration Salts (ORS) atau Recommended Home
Fluids (RHF) digunakan untuk semua diare akut pada anak-anak untuk mencegah
kematian akibat dehidrasi. Manajemen kasus diare di bawah Management of
Childhood Illness Strategy dengan pelatihan penyedia layanan kesehatan telah
terbukti meningkatkan keterampilan manajemen kasus.
Scaling up intervensi berbasis bukti yang ada dapat mencegah sebagian besar
kematian diare. Namun, hanya sepertiga dari 5 anak-anak dengan diare mendapatkan
pelayanan kesehatan yang tepat dan cepat. Oleh karena itu, Rencana Aksi Global
untuk Pneumonia dan Diare telah menggarisbawahi pentingnya mempelajari
pengasuh pengetahuan tentang gejala, tanda-tanda bahaya, perilaku kesehatan dan
mengidentifikasi hambatan.
Penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih
tinggi. Survey morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan
dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik.
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDGs adalah menurunkan
kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai tahun 2015. Berdasarkan
survey kesehatan rumah tangga (SKRT), studi mortalitas dan riset kesehatan dasar
dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian
balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang
tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian
karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.
Diare hingga kini masih menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan
kematian. Epidemiologi penyakit diare dapat ditemukan pada seluruh daerah
geografis dunia dan kasus diare dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi
penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak
balita. Di negara berkembang anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali dalam
setahun, dan menjadi penyebab kematian dengan Case Fatality Rate 15% sampai
dengan 34% dari semua kematian, kebanyakan terjadi pada anak-anak (Aman,
2004).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT) tahun 2004, menunjukkan
angka kematian akibat diare adalah 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita adalah
75 per 100 ribu balita (Depkes RI, 2005).
Menurut Depkes RI (2009), insiden diare berkisar antara 400 kasus per 100
penduduk, di mana 60-70% di antaranya anak-anak di bawah umur 5 tahun. Setiap
anak mengalami diare rata-rata 1 sampai 2 kali setahun dan secara keseluruhan, rata-
rata mengalami 3 kali episode diare per tahun.
Berdasarkan uraian di atas, diare merupakan penyebab utama kesakitan dan
kematian oleh karena itu dengan tata laksana yang tepat baik di rumah maupun di
layanan kesehatan dapat mencegah kejadian tersebut.
1.1 Rumusan masalah
Mengingat bahwa diare masih menjadi penyebab utama kesakitan dan
kematian balita di Indonesia. Dengan demikian rumusan masalah dalam
makalah ini adalah bagaimana solusi dan strategi untuk menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas akibat penyakit diare?

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui solusi dan strategi untuk menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas akibat diare.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Analisis
Secara umum diare disebabkan oleh kuman, bakteri, virus dan parasit.
Pergantian musim juga sangat rentan terhadap berbagai penyakit yang menyebabkan
banyak sekali virus atau bakteri yang menyebar kapan saja dan menjakiti seseorang.
Tidak hanya perubahan musim yang memicu penyebaran penyakit namun
lingkungan yang kurang bersih dan sehatlah juga berpengaruh.
Sumber air minum utama juga merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak
kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius
penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan
memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja,
misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang
dicuci dengan air tercemar.
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada bayi dan anak. Penyebab ini
dapat digolongkan lagi ke dalam penyakit yang ditimbulkan akibat virus, bakteri dan
parasit usus. Penyebab utama oleh virus yang terutama yaitu Rotavirus (40 60%),
sedangkan virus lainnya adalah virus Norwalk, Anstrovirus, Calcivirus, Corobavirus,
danMinorotavirus. Sedangkan penyebab diare oleh parasit adalah Balantidium
Coli,Capilaria, Philippinensis, Cryptosporadium, Entamoeba, Lamlia, Isospora
billi, Fasiolopsis bucki sarcocystis suihominis, Strongiloides dan Trichuris
Trichiura (Soegijanto, 2009).
Virus dapat menyebabkan 40-60% dari semua penyakit diare pada bayi, dan
anak yang berobat ke rumah sakit, sedangkan untuk komunitas sebesar 15%
patogenea, terjadi diare yang disebabkan virus (misalnya patovirus) (Soegijanto,
2009).
Penyebab diare berkisar dari 70% sampai 90% dapat diketahui dengan pasti,
penyebab diare dapat dibagi menjadi 2 yaitu (Suharyono, 2009):
1. Penyebab tidak langsung
Penyakit tidak langsung atau faktor-faktor yang mempermudah atau
mempercepat terjadinya diare seperti: keadaan gizi, hygiene dan sanitasi,
kepadatan penduduk, serta keadaan sosial ekonomi.
2. Penyebab langsung
Termasuk dalam penyakit langsung antara lain infeksi bakteri virus dan
parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh
racun yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Ditinjau
dari sudut patofisiologi, penyakit diare akut dibagi menjadi 2 golongan yaitu
(Suharyono, 2009):
Diare sekresi. Disebabkan oleh infeksi dari golongan bakteri
sepertishigella, salmonella, E.coli, bacilluscareus, clostridium.Hiperperistalt
ic usus halus yang berasal dari bahan-bahan makanan kimia misalnya
keracunan makanan, makanan pedas, terlalu asam, gangguan psikis,
gangguan syaraf, hawa dingin, alergi. Defisiensi imun yaitu kekurangan imun
terutama IgA yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri dan
jamur.
Diare osmotik yaitu malabsorbsi makanan, kekurangan kalori protein dan
berat badan lahir rendah.
2.2 Solusi
Solusi Pencegahan Diare
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan
adalah :
Perilaku Sehat
1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh
bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak
ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan
lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol
yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa
menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain
yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh
(memberikan ASI Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan
dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan
makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare.
Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4
kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab
botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat
mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

2. Makanan Pendamping ASI


Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana
makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI,
yaitu:
a. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau
lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun,
berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan
pemberian ASI bila mungkin.

b. Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-
buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
c. Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan
sendok yang bersih.

d. Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan
panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.

3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup


Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral
kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan,
minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan
yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai
dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Ambil air dari sumber air yang bersih

b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus
untuk mengambil air.

c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak

d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)

e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan
cukup.

4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare
sebesar 47%).

5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit
diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga
harus buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga.

b. Bersihkan jamban secara teratur.

c. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar


Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar
karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya.
Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
a. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban

b. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.

c. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang
atau di kebun kemudian ditimbun.

d. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.

7. Pemberian Imunisasi Campak


Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar
bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare,
sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu
berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.
2.3 STRATEGI
Kebijakan pengendalian penyakit diare di Indonesia bertujuan untuk
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian karena diare bersama lintas
program dan lintas sektor terkait.
Kebijakan yang ditetapkan pemerintah dalam menurunkan angka kesakitan dan
kematian karena diare adalah sebagai berikut :
Melaksanakan tata laksana penderita diare yang sesuai standar, baik di sarana
kesehatan maupun di rumah tangga
Melaksanakan surveilans epidemiologi & Penanggulan Kejadian Luar Biasa
Mengembangkan Pedoman Pengendalian Penyakit Diare
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam pengelolaan program
yang meliputi aspek manejerial dan teknis medis.
Mengembangkan jejaring lintas sektor dan lintas program
Pembinaan teknis dan monitoring pelaksanaan pengendalian penyakit diare.
Melaksanakan evaluasi sabagai dasar perencanaan selanjutnya.

Strategi pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan pemerintah adalah :


1. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di sarana kesehatan
melalui lima langkah tuntaskan diare ( LINTAS Diare).
2. Meningkatkan tata laksana penderita diare di rumah tangga yang tepat dan benar.
3. Meningkatkan SKD dan penanggulangan KLB diare.
4. Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif.
5. Melaksanakan monitoring dan evaluasi.

LINTAS Diare ( Lima Langkah Tuntaskan Diare )


1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan
cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang
beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang
dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan
melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a) Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
- Keadaan Umum : baik
- Mata : Normal
- Rasa haus : Normal, minum biasa
- Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 1 gelas setiap kali anak mencret
b) Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini
atau lebih:
Keadaan Umum : Gelisah, rewel
Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c) Diare dehidrasi berat

Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk di infus.
2. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim
ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black,
2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif
terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa
Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007).
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak
mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
- Umur < 6 bulan : tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
- Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc :
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan
pada anak diare.
3. Pemberian ASI / Makanan :
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang
minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau
lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan
makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering.
Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita
diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi
anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang:
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
Diare lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan/minum sedikit
Timbul demam
Tinja berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari.

C. Undang-undang penyakit Diare


Sampai saat ini penyakit diare merupakan penyebab utama kesakitan dan
kematian, khususnya pada bayi dan balita di Indonesia. Pemerintah telah
menerapkan berbagai strategi pemberantasan dan pengendalian penyakit diare ini.
Beberapa dasar pelaksanaan pemberantasan penyakit ini antara lain :

1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


1216/MENKES/SK/XI/2001 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesi No.HK.03.0 1/160/1/2010
tentang Rencana Strategi Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.
Beberapa point dari peraturan diatas antara lain ditargetkan Case Fatality
Rate (CFR) diare pada saat Kejadian Luar Biasa (KLB) kurang dari 1 dan
jumlah kasus diare sebanyak 285 per 1000 penduduk.

D. Studi Kasus

Epidemiologi penyakit diare dapat ditemukan pada seluruh daerah geografis


dunia dan kasus diare dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi penyakit
berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Di
negara berkembang anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali dalam setahun,
dan menjadi penyebab kematian dengan Case Fatality Rate 15% sampai dengan
34% dari semua kematian, kebanyakan terjadi pada anak-anak (Aman, 2004).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT) tahun 2004, menunjukkan
angka kematian akibat diare adalah 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita
adalah 75 per 100 ribu balita (Depkes RI, 2005).
Menurut Depkes RI (2009), insiden diare berkisar antara 400 kasus per 100
penduduk, di mana 60-70% di antaranya anak-anak di bawah umur 5 tahun.
Setiap anak mengalami diare rata-rata 1 sampai 2 kali setahun dan secara
keseluruhan, rata-rata mengalami 3 kali episode diare per tahun.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Surveilans epidemiologi sangat penting untuk mengetahui besar masalah
kesehatan/ penyakit (frekuensi atau insidensi) di masyarakat, sehingga
bisa dibuat perencanaan dalam hal pencegahan, penanggulangan maupun
pemberantasannya.
2. Kasus diare cenderung mengelompok di daerah yang kepadatan
penduduknya tinggi, keadaan lingkungan sekitar yang kurang bersih, dan
perilaku hidup bersih sehat masyararakat yang kurang. Hal ini dapat
dilihat dari penggunaan air bersih, pemanfaatan jamban, dan pembuangan
sampah terbuka (di bak terbuka maupun sungai), serta jarak jamban yang
kurang dari 10m. oleh karena itu intervensi lebih diprioritaskan pada
daerah tersebut, serta masyarakat mendapatkan ketersediaan air bersih
yang cukup.

B. SARAN
1. Perlunya pemahaman setiap petugas terdepan di unit pelayanan kesehatan
masyarakat dalam hal ini adalah petugas puskesmas akan surveilans
epidemiologi guna pencatatan dan pelaporan yang lebih akurat.
2. Koordinasi dan kerjasama lintas sektoral terkait adalah penting dalam
rangka upaya jangka panjang didalam penanggulangan kasus diare.
3. Menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar untuk membuat desain
kegiatan pencegahan dan pemberantasan diare. Melakukan penyuluhan
secara berkala untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat bagi
masyarakat, memperbaiki sanitasi lingkungan, serta menambah
pengetahuan masyarakat tentang diare dan penanganannya.
DAFTAR PUSTAKA

Diah W. 2010. Analisis Spasiotemporal Kasus Diare pada Balita. Diakses


dari http://eprints.undip.ac.id/23193/1/Diah_W.pdf. Diakses tanggal 2
April 2017.

Murti, Bhisma.2010. Surveilans Kesehatan Masyarakat. Diakses dari


http://fk.uns.ac.id/static/materi/Surveilans_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf.
Diakses tanggal 2 April 2017.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Depkes RI, (2010). Buku profile Kesehatan Indonesia tahun 2010.diakses tanggal 3
April 2017
WHO (2005). Pocket book of hospital care for children. Guidelines for the
management of common illnesses with limited resources.
Wang H, Liddell CA, Coates MM, Mooney MD, Levitz CE, Schumacher AE, et al.
Global, regional, and national levels of neonatal, infant, and under-5 mortality during
1990-2013: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2013.
Lancet. 2014;384:95779.
Pedoman Pengendalian Penyakit Diare, Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta : 2010.

Gerald T. Keusch, Olivier Fontaine, Alok Bhargava. dkk. Diarrheal Diseases. di unduh dari Disease
Control Priorities Project. http://www.dcp2.org/pubs/DCP/19/, 15 Desember 2009

Anda mungkin juga menyukai