Anda di halaman 1dari 13

Penyakit Perlemakan Hati dan Penatalaksanaannya

Elifastiani
102015145
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Alamat korespondensi: elifastiani.2015fk145@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Nonalcoholic fatty liver merupakan penyakit inflamasi kronik yang meliputi rentang
penyakit yang luas seperti dari simple steatosis, steatohepatitis, fibrosis dan cirrhosis hingga
hepatocarcinoma. Nonalcoholic fatty liver diease merupakan istilah yang digunakan untuk
mejelaskan spectrum abnormalitas histologi, dari steatosis hingg nonalcoholic steatohepatitis
(NASH), pada orang yang mengkonsumsi sedikit alcohol atau tidak mengkonsumsi alcohol.
Meski riwayat penyakit ini belum sepenuhnya dipahami, namun data yang saat ini tersdia
menunjukan bahwa penyakit ini memiliki potensi untuk menjadi sirosis, hepatocellular
carcinoma (HCC).

Kata kunci : Nonalcoholic fatty liver diease (NAFLD), nonalcoholic steatohepatitis (NASH),
steatosis.

Abstract

Nonalcoholic fatty liver is a chronic inflammatory disease that includes a wide range
of diseases such as simple steatosis, steatohepatitis, fibrosis and cirrhosis to
hepatocarcinoma. Nonalcoholic fatty liver diease is a term used to describe the spectrum of
histologic abnormality, from steatosis to nonalcoholic steatohepatitis (NASH), in people who
consume less alcohol or do not consume alcohol. Although the history of the disease is not
fully understood, the data currently available indicate that the disease has the potential to
become cirrhosis, hepatocellular carcinoma (HCC).

Keywords: Nonalcoholic fatty liver diease (NAFLD), nonalcoholic steatohepatitis (NASH),


steatosis.

1
Pendahuluan

Gaya hidup yang tak sehat dapat menimbulkan berbagai macam keadaan buruk yang
mengancam tubuh kita yang nantinya akan mengganggu jalannya metabolism tubuh. Salah
satunya adalah obesitas. Obesitas merupakan suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak
tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi
kesehatan, yang kemudian menurunkan harapan hidup dan meningkatkan masalah kesehatan.
Seseorang dianggap menderita kegemukan (obese) bila indeks massa tubuh (IMT), yaitu
ukuran yang diperoleh dari hasil pembagian berat badan dalam kilogram dengan kuadrat
tinggi badan dalam meter, lebih dari 30 kg/m. Obesitas dapat meningkatkan peluang
timbulnya beberapa penyakit salah satunya adalah fatty liver. Pada makalah ini penulis akan
membahas mengenai fatty liver yang disebabkan oleh obesitas sesuai dengan kasus yang
penulis dapatkan.

Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien.
Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya, yaitu segala
hal yang diceritakan oleh penderita. Anamnesis atau medical history adalah informasi yang
dikumpulkan oleh seorang dokter dengan cara melakukan wawancara dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan spesifik baik itu terhadap pasien itu sendiri (auto-anamnesis) maupun
dari orang yang dianggap dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan keadaan
pasien (allo-anamnesis/hetero-anamnesis). Berdasarkan anamnesis yang baik, seorang dokter
biasanya akan menanyakan identitas dan keadaan pasien meliputi:

1. Nama lengkap
2. Jenis kelamin
3. Umur
4. Tempat tanggal lahir
5. Alamat tempat tinggal
6. Status perkawinan
7. Pekerjaan
8. Suku bangsa
9. Agama

2
10. Pendidikan
Hal pertama yang ditanyakan kepada pasien adalah mengenai riwayat pribadi pasien.
Riwayat pribadi adalah segala hal yang menyangkut pribadi pasien; mengenai peristiwa
penting pasien dimulai dari keterangan kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat.
Termasuk dalam riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran, riwayat imunisasi, riwayat makan,
riwayat pendidikan dan masalah keluarga.1
Setelah mendapatkan data pribadi pasien, anamnesis selanjutnya adalah menanyakan
keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga
dan riwayat sosial.1
Keluhan utama adalah gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan
penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta
menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar untuk
memulai evaluasi pasien.

Berdasarkan anamnesa didapatkan informasi bahwa pada saaat pasien diperiksa oleh
bagian kesehatan di tempat kerjanya didapatkan hasil pasien tersebut mengalami obesitas,
gangguan fungsi hati, dan hipertrigliseridemia. Pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman pada
bagian kuadran kanan atas perutnya sejak 1 bulan yang lalu. Pasien sendiri diketahui tidak
memiliki riwayat sebagai peminum alcohol.

Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik umum adalah untuk mengidentifikasi keadaan umum pasien
saat pemeriksaan dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan sakit, gizi dan
aktivitasnya baik dalam keadaan berbaring atau berjalan.2
Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka pemeriksaan fisik biasanya dimulai
dengan pemeriksaan objektif yaitu tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu dan tingkat
kesadaran, serta pemeriksaan tanda-tanda vital dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.2
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan hasil berupa tanda-tanda vital
dalam batas normal, keadaan umum sakit ringan, kesadaran compos mentis, TB : 165 cm, BB
: 95 kg, pada palpasi hati didapatkan pembesaran hati sebesar 2 jari dibawah arcus costa dan
3 jari dibawah processus xypoideus dengan tepi tumpul, permukaannya rata, nyeri tekan
negatif serta konsistensi yang kenyal.

3
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan labolatorium yang bisa secara akut membedakan


steatosis dengan steatohepatitis, atau perlemakan hati non alkoholik dengan
perlemakan hati alkoholik. Peningkatan ringan sampai sedang, konsentrasi aspartate
aminotransferase (AST), alainine aminotransferase (ALT), atau keduanya merupakan
kelainan hasill pemeriksaan labolatorium yang paling sering di dapatkan pada pasien
pasien dengan perlemakan hati non alkoholik. Beberapa pasien datang dengan
enzim hati yang normal sama sekali. Kenaikan enzim hati biasanya tidak melebihi
empat kali dengan rasio AST:ALT kurang dari satu, tetapi pada fibrosis lanjutan rasio
ini dapat mendekati atau bahkan melebihi satu. Pemeriksaan laboratorium lain seperti
fosfatase alkali, g-glutamiltransferase, ferritin darah atau saturasi transferrin juga
dapat meningkat, sedangkan hipoalbuminemia, waktu protombin yang memanjang,
dan hiperbilirubinemia biasanya ditemukan pada pasien yang sudah menjadi sirorosis.

Dislipidemia ditemukan pada 21-83% pasien dan biasanya berupa peningkatan


konsentrasi trigliserida. Karena diabetes merupakan salah satu factor risiko
perlemakan hati non alkoholik, maka tidak jarang terdapat pula peningkatan
konsentrasi gula darah.

2. Imaging

Ultrasonografi merupakan pilihan terbaik saat ini, walaupun CT scan dan MRI
juga dapat digunakan. Pada ultrasonografi, infiltrasi lemak di hati akan menghasilkan
peningkatan difus ekogenesitas (hiperekoik, bright liver). Terbukti ketiga teknik
diatas dapat memiliki sensitifitas yang baku untuk mendeteksi perlemakan hati non
alkoholik dengan deposisi lemak di hati lebih dari 30%, tetapi tidak satupun dari
ketiga alat tersebut dapat membedakan perlemakan hati sederhana dari steatohepatitis.
Infiltrasi lemak di hati menghasilkan gambar parenkim hati dengan densitas rendah
yang bersifat difus pada CT scan, meskipun adakalanya berbentuk fokal. Gambaran
fokal ini dapat disalahartikan sebagai massa ganas dari hati. Pada keadaan seperti itu
MRI bisa dipakai untuk membedakan nodul akibat keganasan dari infiltrasi fokal
lemak dan hati.

4
3. Histologi

Biopsi hati merupakan baku emas (gold standard) pemeriksaan penunjang


untuk menegakkan diagnosis dan sejauh ini masih menjadi satu satunya metode
untuk membedakan steatosis non alkoholik dengan perlemakan tanpa atau disertai
inflamasi. Masih menjadi perdebatan apakan biopsi hati perlu dilakukan sebagai
pemeriksaan rutin dalam proses penegakan diagnosis perlemakan hati non alkoholik.
Sebagian ahli mendukung dilakukannya biopsy karena pemeriksaan histopatologi
mampu menyingkirkan etiologi penyait hati lain, membedakan steatosis dari
steatohepatitis, memperkirakan prognosis dan menilai progresi fibrosis dari waktu ke
waktuSecara histologis, perlemakan hati non alkoholik tidak dapat dibedakan dengan
kerusakan hati akibat alcohol. Gambaram biopsy hati antara lain berupa steatosis,
infiltrasi sel radang, hepatocyte ballooning dan nekrosis, nucleus glikogen, Mallorys
hyaline, dan fibrosis.3

5
Hasil dari pemeriksaan penunjang pada kasus yang penulis dapatkan didapatkan
bahwa USG abdomen ditemukan starry sky pattern pada hepar, SGOT 40 u/L, SGPT
50 u/L

Working Diagnosis
1. Fatty Liver

Fatty liver adalah penyakit yang menyerang organ hati dengan adanya penimbunan
lemak yang berlebihan di sel-sel hati. Normalnya hati memang mengandung lemak, namun
jika kadar lemak dalam hati berlebih maka sebagian sel-sel hati akan diganti dengan sel
lemak. Dikatakan sebagai perlemakan hati apabila kandungan lemak dihati (sebagian besar
terdiri atas trigliserida) melebihi 5% dari seluruh berat hati. Karena pengukuran berat hati
sangat sulit dan tidak praktis, diagnose dibuat berdasarkan analisis specimen biopsy jaringan
hati, yaitu ditemukannya minimal 5-10% sel lemak dari keseluruhan hepatosit.3 Beberapa
literatur berpendapat bahwa fatty liver adalah kelainan awal dalam spektrum NAFLD
(nonalcoholic fatty liver deases). Fatty liver sederhana hanya terkait dengan akumulasi lemak
di dalam sel-sel hati tanpa peradangan atau fibrosis (scarring). Lemak sesungguhnya terdiri
dari tipe lemak khusus (triglyceride) yang berakumulasi pada kantong kecil di dalam sel-sel
hati. Akumulasi lemak di dalam sel-sel hati tidak sama dengan sel-sel lemak (adipocytes)
yang membentuk lemak tubuh kita. Fatty liver adalah kondisi yang tidak berbahaya, yang
berarti dia sendiri tidak akan menyebabkan kerusakan hati yang signifikan. Jadi fatty liver
adalah kelainan permulaan didalam spektrum NAFLD. Tingkat selanjutnya dan derajat
keparahan dalam spektrum NAFLD adalah NASH (nonalcoholic steatohepatitis). Beruntung
hanya sebagian kecil dari pasien dengan fatty liver sederhana yang berkembang menjadi
NASH. Seperti yang sudah disinggung, NASH melibatkan akumulasi lemak di dalam sel-sel
hati dan juga peradangan hati. Sel-sel yang meradang dapat menghancurkan sel-sel hati
(hepatocellular necrosis). Dalam istilah "steatohepatitis" dan "steatonecrosis", steato mengacu
6
pada fatty infiltration, hepatitis mengacu pada peradangan di dalam hati, dan necrosis
mengacu pada sel-sel hati yang rusak. Bukti kuat menunjukan bahwa NASH, berlawanan
dengan fatty liver sederhana, bukanlah suatu kondisi yang tidak berbahaya. Ini berarti bahwa
NASH pada akhirnya dapat menjurus ke fibrosis hati dan kemudian fibrosis berlanjut dan
tidak dapat dikembalikan seperti semula (sirosis). Sirosis yang disebabkan oleh NASH adalah
tingkat terakhir dan yang paling buruk dalam spektrum NAFLD.4,5

Differential Diagnosis

1. NASH (nonalcoholic steatohepatitis)

Perlemakan hati nonalkoholik atau nonalcoholic steatohepatitis (NASH)


adalah penyakit hati yang semakin disadari dapat berkembang menjadi penyakit hati
lanjut. Spektrum penyakit perlemakan hati ini dimulai dari timbunan lemak hati
sederhana (simple steatosis) sampai pada steatohepatitis nonalkoholik, fibrosis, dan
sirosis hati. Meskipun riwayat NASH belum sepenuhnya dipahami, namun
berdasarkan data yang saat ini tersedia menunjukkan bahwa NASH memiliki potensi
untuk menjadi sirosis hepatis pada 25% pasien, hepatocellular carcinoma (HCC), end-
stage liver disease, liver-related death pada 10% kasus kematian yang berhubungan
dengan kerusakan hati, dan kekambuhan setelah transplantasi. Gambaran umum
NASH adalah perlemakan pada hati yang diikuti dengan inflamasi dan kerusakan hati.
Pada gambaran histopatologi menunjukkan adanya kerusakan hati yang diinduksi oleh
alkohol tetapi terjadi pada orang yang tidak mengonsumsi alkohol. Sebagian besar
penderita NASH tidak merasa gejala apapun dan tidak menyadari bahwa mereka
mempunyai masalah pada hati. NASH dapat menjadi parah dan berkembang menjadi
sirosis hepatis, di mana hati mengalami kerusakan yang permanen, mengecil, dan
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Penyakit perlemakan hati nonalkoholik
sebaiknya dibedakan dengan steatosis dengan atau tanpa hepatitis yang berasal dari
penyebab sekuder karena mempunyai patogenesis dan hasil yang berbeda.6

7
2. NAFLD (nonalcoholic fatty liver disease)

NAFLD atau nonalcoholic fatty liver disease merupakan penyakit inflamasi


kronis yang meliputi rentang penyakit yang luas: dari simple steatosis; steatohepatitis,
fibrosis dan cirrhosis; hingga hepatocarcinoma. NAFLD merupakan istilah yang
digunakan untuk menjelaskan spektrum abnormalitas histologi, dari benign steatosis
hingga nonalcoholic steatohepatitis (NASH), pada orang yang mengonsumsi sedikit
alkohol atau tidak mengonsumsi alcohol. Meskipun riwayat NAFLD belum
sepenuhnya dipahami, namun data yang saat ini tersedia menunjukkan bahwa
NAFLD memiliki potensi untuk menjadi sirosis, hepatocellular carcinoma (HCC),
end-stage liver disease, liver-related death, dan kekambuhan setelah transplantasi.
Terdapat pula spektrum yang berbeda dari penyakit ini, yakni yang disebut NAFLD-
associated subacute liver failure. NAFLD memiliki karakteristik kerusakan hati yang
sama dengan yang disebabkan oleh alkohol, namun NAFLD ini terjadi pada individu
yang tidak mengonsumsi alkohol dalam jumlah toksik.6 NAFLD merupakan salah
satu gangguan hati yang memiliki karakteristik steatosis makrovesikuler yang terjadi
tanpa pengonsumsian alkohol atau pengonsumsian alkohol pada batas yang dapat
ditoleransi oleh hati (kurang dari 40 gram etanol per minggu). Gangguan hati tersebut
dapat bervariasi mulai dari steatosis hepatis sederhana tanpa disertai peradangan atau
fibrosis sampai steatosis hepatis dengan komponen nekroinflamasi yang dapat atau
tidak memiliki hubungan dengan fibrosis (non-alcoholic steatohepatitis-NASH) dan
dapat berlanjut menjadi sirosis. Meskipun hubungan antara steatosis makrovesikuler
pada hati dengan perubahan peradangan dan fibrosis pada obesitas telah diketahui
selama beberapa dekade, namun secara klinis hal tersebut masih diabaikan. Istilah
nonalcoholic steatohepatitis pertama kali dikenalkan pada tahun 1980 oleh Ludwig
et al dan digunakan untuk mendeskripsikan keluhan klinis di mana hasil biopsi hati
penderita mirip dengan alkoholik hepatitis namun hampir tidak ada riwayat
mengonsumsi alkohol secara signifikan.5,6

Etiologi

Seperti yang diketahui, fatty liver adalah penyakit perlemakan hati. Penyebab fatty liver
antara lain obesitas, resistensi insulin, diabetes mellitus tipe 2, hiperkolesterolemia,
hipertrigliseridemia,

8
Epidemiologi
Di Indonesia penelitian mengenai perlemakan hati non alkoholik masih belum
banyak. Lesmana melaporkan 17 pasien steatohepatitis non alkoholik, rata-rata berumur 42
tahun dengan 29 % gambaran histologi hati menunjukkan steatohepatitis disertai fibrosis.
Sebuah studi populasi dengan sampel cukup besar oleh Hasan dkk mendapatkan pravalensi
perlemakan hati non alkoholik sebesar 30,6%. Faktor resiko penting yang dilaporkan adalah
obesitas, diabetes militus (DM) dan hipertigliseridemia.7

Patofisiologis

Patogenesis fatty liver sampai saat ini belum jelas, salah satu hipotesa mengenai
patogenesis fatty liver adalah two-hit hypothesis yang diperkenalkan oleh Day dan James
pada tahun 1998. Berdasarkan paradigma ini, abnormalitas primer adalah gangguan
metabolik, paling sering akibat resistensi insulin, yang menyebabkan fatty liver. Kemudian
terjadi second hit menyebabkan terjadinya injury dan inflamasi, atau NASH dan sekuelenya.4
Hit pertama terjadi akibat penumpukan lemak di hepatosit yang dapat terjadi karena
berbagai keadaan, seperti dyslipidemia, diabetes militus, dan obesitas. Seperti diketahui
bahwa dalam keadaan normal, asam lemak bebas dihantarkan memasuki organ hati lewat
sirkulasi darah arteri dan portal. Di dalam hati, asam lemak bebas akan mengalami
metabolism lebih lanjut, seperti proses re-esterifikasi menjadi trigliserida atau digunakan
untuk pembentukan lemak lainnya. Adanya peningkatan massa jaringan lemak tubuh,
khususnya pada obesitas sentral, akan meningkatkan pengelepasan asam lemak bebas yang
kemudian menumpuk didalam hepatosit. Bertambahnya asam lemak bebas di dalam hati akan
menimbulkan peningkatan oksidasi dan esterifikasi lemak. Proses ini terfokus di mitokondria
sel hati sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan mitokondria itu sendiri. Inilah
yang disebut sebagai hit kedua. Peningkatan stress oksidatif sendiri dapat juga terjadi karena
retensi insulin, peningkatan konsentrasi endotoksin dihati, peningkatan aktivitas sitokrom P-
450 2E1, peningkatan cadangan besi dan menurunnya aktivitas anti oksidan. Ketika stress
oksidatif yang terjadi dihati melebihi kemampuan perlawanan anti oksidan, maka aktifasi sel
stelata dan sitokin pro inflamasi akan berlanjut dengan inflamasi progresif, pembengkakan
hepatosit dan kematian sel, pembentukan badan Mallory, serta fibrosis. Meskipun teori two-
hit sangat popular dan dapat diterima, agaknya penyempurnaan akan terus dilakukan karena
makin banyak yang berpendapat bahwa yang terjadi sesungguhnya lebih dari dua hit.4,5

9
Gejala klinik
Secara umum, gejala-gejala dari fatty liver biasanya muncul perlahan dan tidak spesifik
(dapat juga diamati pada penyakit-penyakit lainnya). Biasanya dapat terjadi baik pada usia
dewasa, maupun pada anak-anak, umumnya timbul pada usia di atas 10 tahun. Kebanyakan
pasien tidak menampakkan gejala. Namun mereka kadang mengalami nyeri perut yang samar
pada kuadran kanan atas (di bawah arcus costae pada sisi kanan). Nyeri ini memiliki
karakteristik tumpul, tanpa didahului suatu pola kejadian yang dapat diprediksikan. Nyeri
bukan dirasakan sebagai suatu nyeri hebat, tiba-tiba, dan sangat nyeri, misalnya seperti pada
cholelithiasis. Beberapa pasien melaporkan adanya rasa lemah, malaise, keluhan tidak enak
dan seperti mengganjal dibagian perut kanan atas. Pada kebanyakan pasien, hepatomegaly
merupakan satu-satunya kelainan fisis yang didapatkan. Umumnya pasien dengan
perlemakan hati ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya
dalam medical check-up. Sebagian lagi datang dengan komplikasi sirosis seperti asites,
perdarahan varises atau bahkan sudah berkembang menjadi hepatoma.

Penatalaksanaan
Belum ada terapi yang secara universal dapat dikatakan efektif, strategi pengobatan
cenderung dilakukan dengan pendekatan empiris karena pathogenesis penyakitnya juga
belum begitu jelas diketahui. Pengobatan lebih ditujukan pada tindakan untuk untuk
mengontrol factor resiko, seperti memperbaiki resistensi insulin dan mengurangi asupan asam
lemak ke hati, selanjutnya baru pemakaian obat yang dianggap memiliki potensi
hepatoprotektor. Pengontrolan factor resiko tersebut antara lain adalah dengan mengurangi
berat badan denhan diet dan latihan jasmani. Target penurunan berat badan adalah intuk
mengoreksi resistensi insulin dan obesitas sentral, bukan untuk memperbaiki bentuk tubuh.
Perlu diperhatikan bahwa penurunan berat badan terlalu drastis atau fluktuasi berat badan
yang bolak balik naik turun (sindrom yo-yo) justru memicu progresi penyakit hati. Hal ini
terjadi akibat meningkatnya aliran asam lemak bebas ke hati sehingga peroksidasi lemakpun
turut meningkat. Sebaliknya penurunan berat badan bertahap ternyata tidak mudah dilakukan
dan seringkali sulit untuk dipertahankan.6,7

Latihan jasmani dan pengaturan diet menjadi inti terapi dalam usaha mengurangi
berat badan. Aktifitas fisik hendaknya berupa latihan bersifat aerobic paling sedikit 30 menit
sehari. Sangat penting untuk mencapai target denyut nadi, tetapi tidak perlu mejalankan

10
latihan yang terlalu berat. Esensi pengaturan diet tidak berbeda dengan pengaturan diet pada
diabetes: mengurang asupan lemak total menjadi <30% dari total asupan energy, mengurangi
asupan lemak jenuh, mengganti dengan karbohidrat komplekas yang mengandung setidaknya
15 gr serta serta kaya akan buah dan sayuran. Setelah gagal dengan pengaturan diet dan
latihan jasmani tidak jarang pasien beralih kepada terapi pembedahan. Terlihat adanya
perbaikan pada gambaran histologi hati serta parameter umum sindrom metabolik. Sekali lagi
harus diingatkan potensi timbulnya eksarbasi steatohepatitis pada penurunan berat badan
yang terlalu cepat.5,7

Tatalaksana Farmakologis

Selain perubahan gaya hidup, dapat pula diberikan pengobatan tetapi pengobatan
lebih ditujukan pada tindakan untuk untuk mengontrol factor resiko, seperti memperbaiki
resistensi insulin dan mengurangi asupan asam lemak ke hati, selanjutnya baru pemakaian
obat yang dianggap memiliki potensi hepatoprotektor.7

1. Insulin sensitizer
Pemberian metformin dapat meningkatkan kerja insulin pada sel hati dan
mnurunkan glukosa hati. Dosis awal yang biasa dianjurkan oleh dokter adalah 500 mg
atau 850 mg yang diminum 1-3 kali sehari bentuk tablet/ oral. Dosis awal kemudian
akan direvisi dan disesuaikan dengan kadar gula darah setelah 10-15 hari. Dosis
maksimal obat ini adalah 3 gram yang dibagi dalam 3 dosis per hari.
2. Obat anti hyperlipidemia
Studi menggunakan gemfibrozil menunjukan perbaikan ALT dan konsentrasi
lipid setelah pemberian obat selama satu bulan, tetapi evaluasi histologi tidak
dilakukan. Dosis umum konsumsi gemfibrozil adalah 600 mg per tablet/kapsul,
dikonsumsi dua kali sehari. Dosis bisa diubah sesuai dengan kondisi dan respons
terhadap obat
3. Antioksidan
Berdasarkan patogenesisnya, terapi antioksidan diduga berpotensi untuk
mencegah progresi steatosis menjadi steatohepatitis dan fibrosis antara lain adalah
vitamin E (a-tokoferol), vitamin C, betain dan N-asetilsistein

11
4. Hepatoprotektor

Ursodeoxycholic acid (UDCA) adalah asam empedu dengan banyak potensi,


seperti efek imunomodulator, pengaturan lipid, dan efek sitoproteksi. Umumnya dosis
250 mg/kapsul diberikan pada pagi dan malam hari.

Prognosis
Umumnya baik karena fatty liver merupakan penyakit yang dianggap tidak begitu
berat. Jika tidak ada perubahan gaya hidup pada penderita fatty liver, maka penyakit tersebut
akan berkembang lebih lanjut menjadi NASH sampai akhirnya menjadi sirosis hati

Komplikasi
Pada pasien dengan penyakit perlemakan hati dapat berkembang menjadi NASH
Tahap akhir dari NASH sering kali tidak dapat dikenali dan menyebabkan sirosis kriptogenik.
Fibrosis yang progresid seringkali tertutupi oleh steatosis yang stabil atau bahkan membaik.
Sirosis tersebut meningkatkan risiko terjadinya karsinoma hepatoselular.5

Kesimpulan
Fatty liver merupakan kondisi yang semakin disadari dapat berkembang menjadi
penyakit hati lanjut. Oleh karena itu, pasien yang menderita penyakit ini harus senantiasa
dikontrol faktor-faktor resiko dan mengurangi asupan lemak kedalam hati dengan cara
penatalaksanaan yang tepat dan benar.

12
Daftar Pustaka

1. Dewi RS. Buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta: Deepublish; 2014.h.9-10


2. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan
Diabetes Indonesia; 2004.h.1-4,6,13-5,20,98
3. Longo D, Fauci A. Harrisson gastrointestinalogi & hepatologi. Jakarta: EGC; 2010.
h.374-379
4. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,Simadibrata M, Setiyohadi B, penyunting. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2015.h.3442-63.
5. Patric, Davery. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005. h. 226-230
6. Bakta Made, Suastika Ketut. Gawat darurat penyakit dalam. Jakarta: EGC; 2007.
h.65-73
7. Kuntz E, Kuntz HD. Hepatology, principles and practice: history, morphology,
biochemistry, diagnostic, clinic, therapy. Berlin: Springer Medizin Verlag; 2006.
h.80-88

13

Anda mungkin juga menyukai