Anda di halaman 1dari 30

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Usia antara 0-5 tahun adalah merupakan periode yang sangat penting
bagipertumbuhan anak, oleh sebab itu balita perlu ditimbang secara teratur sehingga
dapatdiikuti pertumbuhan berat badannya. Anak yang sehat akan tumbuh pesat, bertambah
umur bertambah berat badannya. Agar kegiatan penimbangan dapat mempunyai makna
secaraefektif dan efesien, maka hasil penimbangan setiap balita dapat dicantumkan pada
grafik dalam KMS balita, kemudian dipantau garis pertumbuhan setiap bulannya, sehingga
setiapanak dapat diketahui kesehatannya sejak dini. Hasil penimbangan balita di posyandu
dapat juga dimanfaatkan oleh masyarakat dan instansi atau aparat pembina untuk melihat
sampai seberapa jauh jumlah balita yang ada di wilayahnya tumbuh dengan sehat, sehingga
dapat menggambarkan keberhasilan dari kegiatan posyandu (Depkes RI, 2001).
Pemantauan berat badan balita akan berhasil dengan baik apabila ada partisipasi aktif
dari masyarakat yang ditandai dengan tingkat kehadiran ibu menimbangkan anaknya
diposyandu. Bentuk partisipasi masyarakat yang membawa balita datang ke posyandu dalam
program gizi di kenal dengan istilah D/S dimana D adalah jumlah balita yang ditimbang danS
adalah jumlah semua balita yang berada di wilayah kerja. Selain D/S ada beberapa indikator
lain yang digunakan yaitu K/S (cakupan program), N/D (keadaan kesehatan balita)BGM/D
(intensitas masalah gizi) dan T (besarnya masalah gangguan kesehatan), (DepkesRI, 2010).
Keberadaan posyandu dalam masyarakat memegang peranan penting, namun masih
banyak anggota masyarakat yang belum memanfaatkannya secara maksimal. Penurunan
partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan tersebut salah satunya dapat dilihat
daripemanfaatan posyandu oleh keluarga yang mempunyai anak balita yaitu perbandingan
antara jumlah anak balita yang dibawa ke posyandu dengan jumlah anak balita seluruhnya
dalam satu wilayah kerja posyandu proporsinya masih rendah. Adapun standar pelayanan
minimal untuk D/S adalah 80% (Depkes RI, 2005). Cakupan penimbangan balita (D/S)sangat
penting karena merupakan indikator yang berkaitan dengan cakupan pelayanan gizi balita,
cakupan pelayanan dasar khususnya imunisasi dan prevalensi gizi kurang. Semakintinggi
cakupan D/S, semakin tinggi cakupan vitamin A dan semakin tinggi cakupan imunisasi
(Depkes RI, 2010).
Cakupan penimbangan ada kaitannya dengan faktor internal ibu balita seperti :tingkat
pendidikan ibu balita, tingkat pengetahuan ibu balita, perilaku kesehatan, umur balita, status

1
gizi balita di samping itu juga berkaitan dengan jarak posyandu serta peranpetugas kesehatan,
tokoh masyarakat, kader posyandu. Masalah lain yang berkaitan dengan kunjungan di
posyandu antara lain : dana operasional dan sarana prasarana untuk menggerakkan kegiatan
posyandu, tingkat pengetahuan kader dan kemampuan petugasdalam pemantauan
pertumbuhan dan konseling, tingkat pemahaman keluarga dan masyarakat akan manfaat
posyandu serta pelaksanaan pembinaan kader (Profil Kesehatan Indonesia, 2009).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kunjungan anak balita di posyandu
antaralain : 1) umur balita dapat mempengaruhi partisipasi, hal ini disebabkan ibu balita
merasa bahwa anaknya sudah berumur 9 bulan yang sudah mendapatkan imunisasi lengkap
tidak perlu lagi datang ke posyandu, 2) jumlah anak, semakin banyak anggota keluarga,
seorang ibu akan sulit mengatur waktu untuk hadir di posyandu, karena waktu akan habis
untuk memberi perhatian dan kasih sayang untuk mengurus anak-anaknya dirumah, 3) tingkat
pendidikan turut menentukan mudah tidaknya untuk menyerap dan memahami pengetahuan
gizi, pendidikan dalam keluarga sangat diperlukan, hal ini terkait dengan informasi tentang
kunjungan ibu balita ke posyandu dan rendahnya tingkat pendidikan erat kaitannya dengan
perilaku ibu dalam memanfaatkan sarana kesehatan, dan 4) pengetahuan ibu, pengetahuan
yang dimiliki seseorang akan membentuk suatu sikap dan menimbulkan suatu perilaku dalam
kehidupan sehari-hari seperti hadir di posyandu.
Istilah Posyandu yang dikenal sebagai Pos Pelayanan Terpadu adalah suatu tempat
yang kegiatannya tidak dilakukan setiap hari melainkan satu bulan sekali diberikan oleh
pemberi pelayanan kesehatan dan terdiri dari beberapa pelayanan kesehatan yaitu:
Berdasarkan pelayanan yang diberikan, sasaran Posyandu terdiri atas pasangan usia subur,ibu
hamil, ibu menyusui, bayi dan balita (Shakira, 2009) 1. Pelayanan Pemantauan Pertumbuhan
Berat Badan Balita 2. Pelayanan Imunisasi 3. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak. Pelayanan
Ibu berupa pelayanan ANC (Antenatal Care), kunjungan pasca persalianan(Nifas) sementara
Pelayanan Anak berupa Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita dengan maksud
menemukan secara dini kelainan-kelainan pada balita dan melakukan intervensi segera. 4.
Pecegahahan dan Penanggulangan diare Dan Pelayanan Kesehatan lainnya (Arali, 2008).
Beberapa kegiatan diposyandu diantaranya terdiri dari lima kegiatan Posyandu
antaralain: 1) Kesehatan Ibu dan Anak, yang termasuk didalamnya Pemeliharaan kesehatan
ibu hamil, melahirkan dan menyusui, serta bayi, anak balita dan anak prasekolah;
Memberikan nasehat tentang makanan guna mancegah gizi buruk karena kekurangan protein
dan kalori,serta bila ada pemberian makanan tambahan vitamin dan mineral; Pemberian
nasehat tentang perkembangan anak dan cara stimilasinya;

2
Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program KIA.
2) Keluarga Berencana, mencakup: Pelayanan keluarga berencana kepada pasangan usia
subur dengan perhatian khusus kepada mereka yang dalam keadaan bahaya karena melahirkan
anak berkali-kali dan golongan ibu beresikotinggi; Cara-cara penggunaan pil, kondom dan
sebagainya. 3) Immunisasi. Imunisasi tetanus toksoid 2 kali pada ibu hamil dan BCG, DPT
3x, polio 3x, dan campak 1x pada bayi. 4) Peningkatan gizi dengan cara Memberikan
pendidikan gizi kepada masyarakat; Memberikan makanan tambahan yang mengandung
protein dan kalori cukup kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun dan kepada ibu yang
menyusui; Memberikan kapsul vitamin A kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun. Dan 5)
Penanggulangan Diare (Hasdi, 2007).
Lima kegiatan Posyandu selanjutnya dikembangkan menjadi tujuh kegiatanPosyandu
(Sapta Krida Posyandu), yaitu: 1) Kesehatan Ibu dan Anak, 2) Keluarga Berencana, 3)
Immunisasi, 4) Peningkatan gizi, 5) Penanggulangan Diare, 6) Sanitasi dasar. Cara-cara
pengadaan air bersih, pembuangan kotoran dan air limbah yang benar, pengolahan makanan
dan minuman, dan 7) Penyediaan Obat essensial (Shakira, 2009).
Hasil Riskesdas tahun 2010 menunjukkan secara nasional presentasi tempat
penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir di posyandu sebesar
80,6%.Frekuensi kunjungan balita ke posyandu semakin berkurang dengan semakin
meningkatnya umur anak. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun
2009, rata-rata cakupan penimbangan di posyandu di Jawa Tengah sebesar 83.9% (Profil
Kesehatan Indonesia, 2009).
Berdasarkan Studi pendahuluan yang dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Ayah II
Kabupaten Kebumen. Didapatkan data pada Tahun 2010 cakupan kunjungan posyandu
umur>9 bulan -5 tahun secara keseluruhan di Desa Watu kelir yaitu sebesar 78, 9 % dan pada
bulan November tahun 2011 sampai dengan bulan Maret 2012 di Desa Watukelir
menunjukkan presentasi kunjungan ke posyandu umur >9 bulan 5 tahun selama enambulan
terakhir di posyandu sebesar 70 %. Frekuensi kunjungan balita ke posyandu semakin
berkurang dengan semakin meningkatnya umur anak.
Berdasarkan hasil Survey kepada 10 ibu yang mempunyai balita diperoleh hasil bahwa
9 orang ibu tidak melakukan kunjungan ke posyandu dan hanya 1 yang berkunjung ke
posyandu. Hal ini dikarenakan semua ibu menjawab malas keposyandu karena anaknya sudah
tidak lagi mendapatkan imunisasi, 7 orang ibu sibuk bekerja dan 6 orang ibu tidak tahu
lokasi/tempat dilaksanakannya kegiatan posyandu (tidak ada jadwal rutin), 4 orang ibu
mengungkapkan lokasi rumahnya dengan tempat dilaksanakannya posyandu jauh dan beliau
juga tidak ada kendaraan jadi susah untuk berkunjung ke posyandu dan 7 orang hanya lulusan
3
sekolah dasar menengah pertama (SMP), 3 orang ibu lulusan sekolah menengah atas (SMA)
(Data primer 2015).

1.1 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalahapa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan Balita ke Posyandu
pascaprogram imunisasi dasar di Desa Watukelir kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen.

1.2 Tujuan Penelitian


a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap keaktifan
mengikuti posyandu pada Posyandu Anggrek Dusun Wotgaleh Desa Walikukun wilayah
kerja Puskesmas Widodaren Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi Tahun 2012.

b. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang Posyandu pada ibu yang
memiliki balita di Posyandu Anggrek Dusun Wotgaleh Desa Walikukun wilayah
kerja Puskesmas Widodaren Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi Tahun 2012.
Untuk mengetahui sikap ibu tentang kegiatan posyandu pada ibu yang memiliki
balita di Posyandu Anggrek Dusun Wotgaleh Desa Walikukun wilayah kerja
Puskesmas Widodaren Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi Tahun 2012.
Untuk mengetahui tingkat keaktifan ibu dalam kegiatan posyandu pada ibu yang
memiliki balita di Posyandu Anggrek Dusun Wotgaleh Desa Walikukun wilayah
kerja Puskesmas Widodaren Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi Tahun 2012.
Untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap keaktifan
mengikuti Posyandu pada ibu yang memiliki balita di Posyandu Anggrek Dusun
Wotgaleh Desa Walikukun wilayah kerja Puskesmas Widodaren Kecamatan
Widodaren Kabupaten Ngawi Tahun 2012.

1.3 Manfaat penelitian


1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi Peneliti
4
Mengimplementasikan teori yang dimiliki untuk diterapkan dalam kegiatan
nyata tentang pentingnya kegiatan posyandu bagi balita dan ibu.
b. Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai bahan pembanding sekaligus untuk pengembangan penelitian
selanjutnya dan menambah referensi yang sudah ada.
c. Bagi Ilmu Pengetahuan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
bisa menambah serta meningkatkan pengetahuan tentang kegiatan posyandu.
1.3.2 Manfaat Praktis
Bagi petugas kesehatan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran pada petugas bahwa kegiatan posyandu pada ibu yang memiliki balita
merupakan hal yang sangat penting dan banyak manfaatnya sehingga mereka wajib
memberi motivasi, membantu dan mengevaluasi dalam kegiatan tersebut.

1.4 Metode Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2017 di Posyandu Utama 4 Desa
Sidodadi Wilayah Kerja Puskesmas Sekampung, Kecamatan Sekampung. Jenis penelitian
explanatory research, yaitu menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui
pengujian hipotesis.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional, dengan cara pendekatan
observasi atau pengumpulan data sekaligus bersamaan pada waktu yang hampir sama. Sampel
dalam penelitian ini berjumlah 98 orang ibu yang mempunyai balita 6 59 bulan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Posyandu

5
Pos Pelayanan Terpadu atau Posyandu merupakan bagian dari pembangunan
kesehatan yang diprogramkan oleh pemerintah dimana sasarannya adalah pembangunan
kesehatan untuk mencapai keluarga kecil, bahagia dan sejahtera yang dilaksanakan oleh
keluarga, bersama masyarakat dengan bimbingan dari petugas kesehatan setempat (Lia,2008)
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan
memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar
untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Posyandu adalah suatu forum
komunikasi, alih tehnologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang mempunyai nilai
strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Posyandu juga merupakan
tempat kegiatan terpadu antara program Keluarga Berencana Kesehatan di tingkat desa.
Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga
berencana. Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola
dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas
kesehatan dalam rangka pencapaian NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera).
Istilah Posyandu yang dikenal sebagai Pos Pelayanan Terpadu adalah suatu tempat yang
kegiatannya tidak dilakukan setiap hari melainkan satu bulan sekali diberikan oleh pemberi
pelayanan kesehatan dan terdiri dari beberapa pelayanan kesehatan yaitu: Berdasarkan
pelayanan yang diberikan, sasaran Posyandu terdiri atas pasangan usia subur, ibu hamil,
ibumenyusui, bayi dan balita (Shakira, 2009). 1. Pelayanan Pemantauan Pertumbuhan Berat
Badan Balita 2. Pelayanan Imunisasi 3. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak.Pelayanan Ibu
berupa pelayanan ANC (Antenatal Care), kunjungan pasca persalianan (Nifas) sementara
Pelayanan Anak berupa Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita dengan maksud
menemukan secara dini kelainan-kelainan pada balita dan melakukan intervensi segera.
Pecegahahan dan Penanggulangan diare Dan Pelayanan Kesehatan lainnya.
Beberapa kegiatan diposyandu diantaranya terdiri dari lima kegiatan Posyanduantara
lain: 1) Kesehatan Ibu dan Anak, yang termasuk didalamnya Pemeliharaan kesehatan ibu
hamil, melahirkan dan menyusui, serta bayi, anak balita dan anak prasekolah; Memberikan
nasehat tentang makanan guna mancegah gizi buruk karena kekurangan protein dan kalori,
serta bila ada pemberian makanan tambahan vitamin danmineral; Pemberian nasehat tentang
perkembangan anak dan cara stimilasinya;Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek
dalam mencapai tujuan program KIA. 2)Keluarga Berencana, mencakup: Pelayanan keluarga
berencana kepada pasangan usia subur dengan perhatian khusus kepada mereka yang dalam
keadaan bahaya karena melahirkan anak berkali-kali dan golongan ibu beresiko tinggi; Cara-
6
cara penggunaan pil, kondom dan sebagainya. 3) Immunisasi. Imunisasi tetanus toksoid 2 kali
pada ibuhamil dan BCG, DPT 3x, polio 3x, dan campak 1x pada bayi. 4) Peningkatan gizi
dengan cara Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat; Memberikan makanan
tambahan yang mengandung protein dan kalori cukup kepada anak-anak dibawah umur 5
tahun dan kepada ibu yang menyusui; Memberikan kapsul vitamin A kepada anak-anak
dibawah umur 5 tahun. Dan 5) Penanggulangan Diare (Hasdi, 2007).
Lima kegiatan Posyandu selanjutnya dikembangkan menjadi tujuh kegiatan Posyandu
(Sapta Krida Posyandu), yaitu: 1) Kesehatan Ibu dan Anak, 2) KeluargaBerencana, 3)
Immunisasi, 4) Peningkatan gizi, 5) Penanggulangan Diare, 6) Sanitasi dasar. Cara-cara
pengadaan air bersih, pembuangan kotoran dan air limbah yang benar, pengolahan makanan
dan minuman, dan 7) Penyediaan Obat essensial (Shakira, 2009).
Posyandu dilaksanakan sebulan sekali yang ditentukan oleh Kader, tim penggerak
PKK Desa/ Kelurahan dan petugas kesehatan dari Puskesmas. Kegiatan pelayanan masyarakat
dilakukan dengan sistem 5 (lima) meja, yaitu: Untuk meja satu sampai empat dilakukan oleh
kader kesehatan dan meja lima dilaksanakan oleh petugas kesehatan seperti, dokter, bidan,
perawat, juru imunisasi dan sebagainya (Arali, 2008).
Meja Pertama disebut meja pendaftaran
Meja Kedua disebut meja penimbangan balita
Meja Ketiga adalah meja pengisian KMS
Meja Keempat adalah Penyuluhan Kesehatan
Meja Kelima adalah Meja pemberian paket pertolongan gizi (Depkes,2008).
Program posyandu dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat, maka diharapkan
masyarakat sendiri yang aktif membentuk, menyelenggarakan, memanfaatkan dan
mengembangkan Posyandu sebaik-baiknya. Kelangsungan Posyandu tergantung
daripartisipasi masyarakat itu sendiri. Adapun penyelenggara Posyandu adalah kader-kader
dan ibu-ibu PKK dari desa tersebut.(Lia, 2008). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku masyarakat menurut Green yaitu 1) faktor predisposisi : pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai, umur, dan jenis kelamin; 2) faktorpendukung : sumber daya
kesehatan, keterjangkauan, komitmen; 3) faktor penguat : sikap dan perilaku. Faktor tersebut
berhubungan dengan ibu-ibu membawa balita ke Posyandu secara teratur sangat penting
untuk mendapatkan pelayanan gizi dan kesehatan.(Notoatmojo, 2003)

2.2 Program Imunisasi dasar


Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit serius yang paling efektif
untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2000). Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal
7
pada bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas
ambang perlindungan. (Depkes RI, 2005). Secara khusus, antigen merupakan bagian protein
kuman atau racun yang jika masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh
harus memiliki zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh manusia disebut
antibody. Zat anti terhadap racun kuman disebut antitoksin. Dalam keadaan tersebut, jika
tubuh terinfeksi maka tubuh akan membentuk antibody untuk melawan bibit penyakit yang
menyebabkan terinfeksi. Tetapi antibody tersebut bersifat spesifik yang hanya bekerja untuk
bibit penyakit tertentu yang masuk kedalam tubuh dan tidak terhadap bibit penyakit lainnya.
Jenis-Jenis Vaksin Imunisasi Dasar Dalam Program Imunisasi meliputi:
a.Vaksin BCG ( Bacillius Calmette Guerine )
Diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas,
Departemen Kesehatan Menganjurkan pemberian BCG pada umur antara 0-12bulan.
b.Hepatitis B
Diberikan segera setelah lahir, mengingat vaksinasi hepatitis B merupakan upaya pencegahan
yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu
pada bayinya.
c.DPT (Dhifteri Pertusis Tetanus)
Diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan ( DPT tidak boleh diberikan sebelum umur 6minggu )
dengan interval 4-8 minggu.
d.Polio
Diberikan segera setelah lahir sesuai pedoman program pengembangan imunisasi ( PPI)
sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan yang tinggi.
e. Campak
Rutin dianjurkan dalam satu dosis 0,5 ml secara sub-kutan dalam, pada umur 9 bulan.

2.3 Faktor Faktor yang mempengaruhi Kunjungan Balita ke Posyandu


Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah unit pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh masyarakat untuk masyarakat, dengan dukungan teknis petugas
Puskesmas. Kegiatan posyandu dikatakan meningkat apabila peran serta masyarakat semakin
tinggi yang terwujud dalam cakupan program kesehatan seperti imunisasi, pemantauan
timbangan balita, pemeriksaan ibu hamil dan keluarga berencana meningkat(Depkes, 2005),
salah satu indikasi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah keaktifan kedatangan masyarakat
ke pusat pelayanan kesehatan yang dalam hal ini khususnya pemanfaatan posyandu.
8
Kehadiran ibu di posyandu dengan membawa balitanya sangat mendukung tercapainya salah
satu tujuan posyandu yaitu meningkatkan kesehatan ibudan balita.
Kunjungan adalah hal atau perbuatan berkunjung kesuatu tempat, kunjungan balita
keposyandu adalah datangnya balita keposyandu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
misalnya : penimbangan, imunisasi, penyuluhan gizi, dan lain sebagainya. Kunjungan balita
keposyandu yang paling baik adalah teratur setiap bulan atau 12 kali pertahun, dan tidak
teratur jika kunjungan kurang dari 12 kali dalam setahuan. Posyandu yang frekuensi
penimbangan atau kunjungan balitanya kurang dari 8 kali pertahun dianggap masih rawan.
Sedangkan bila frekuensi penimbangan sudah 8 kali atau lebih dalam kurun waktu satu tahun
dianggap sudah cukup baik, tetapi frekuensi penimbangan tergantung dari jenis posyandunya
(Dinkes Prov . Jateng, 2007 ).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kunjungan anak balita di posyanduantara lain :
2.3.1 Umur
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda
atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima
belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia dijelaskan bahwa umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau
diadakan). Notoatmodjo (2007: 20)
Umur balita dapat mempengaruhi partisipasi, ibu yang mempunyai anak balita umur 0
sampai dengan 9 bulan akan datang ke posyandu karena ada program imunisasi dasar lengkap
yang harus didapatkan oleh bayinya. Setelah merasa bahwa anaknya sudah berumur 9 bulan
keatas dan sudah mendapatkan imunisasi lengkap, ibu akan merasa tidak perlu lagi datang ke
posyandu, hanya untuk melakukan penimbangan mendapatkan tambahan makanan dan
informasi dari kader. Apalagi bila anaknya sudah menginjak 3 tahun sampai 5 tahun dan
balita dalam keadaan sehat, ibu akan merasa tidak perlu lagi datang ke posyandu, hanya untuk
melakukan penimbangan, mendapatkan tambahan makanan dan informasi dari kader.
Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan
1. Periode Prenatal yaitu saat konsepsi sampai dengan lahir.
2. Periode Infency yaitu saat lahir sampai dengan 12 bulan.
a)Neonatus : lahir sampai dengan 28 hari.
b)Infancy : 29 hari sampai dengan 12 bulan.
3. Periode Early Childhood yaitu saat umur 1 tahun sampaidengan 6 tahun.
a)Toddles: 1 tahun sampai dengan 3 tahun.
b)Pra sekolah : > 3 tahun sampai dengan 6 tahun.
9
Umur balita merupakan permulaan kehidupan untuk seseorang dan pada saat ini
perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas. kesadaran sosial, emosional dan
intelegensi berjalan sangat cepat. bahwa umur 12 36 bulan merupakan umur yang
berpengaruh terhadap kunjungan, karena pada umur ini merupakan pertumbuhan dasar yang
akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Hal ini yang
menyebabkan ibu balita tidak hadir di Posyandu khususnya ibu balita yang balitanya berusia
diatas 36 bulan / lebih dari 9 bulan, karena ibu balita merasa bahwa anaknya sudah
mendapatkan imunisasi lengkap dan perkembangan sosial anak semakin bertambah (
Djaiman, 2002).
Berdasarkan penelitian Balitbang Depkes RI (2002) dengan analisis menggunakan
data sekunder Survei Sosial Ekonomi Nasional 2001, dengan jumlah sampel 27021 balita
berusia 0 hingga 60 bulan dengan hasil analisis menunjukkan secara bivariate dan
multivariate bahwa faktor umur balita berhubungan dengan kunjungan balita ke posyandu.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap kunjungan balita ke posyandu adalah faktor umur,
umur 12 hingga 36 bulan merupakan umur yang paling berpengaruh terhadap kunjungan.

2.3.2 Perilaku
Perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan sangat luas. Jadi dapat di simpulkan bahwa yang di maksud perilaku (
manusia ) adalah semua krgiatan atau aktivitas manusia bik yang diamati langsung maupun
yang tidak diamati oleh pihak luar.
Skinner seorang ahli psikologi seperti yang dikutip Notoatmojo ( 2003 ),menyatakan
bahwa perilaku merupakan respon trhadap stimulus yang diterima dari luar.Oleh karena ada
stimulus tersebut, maka akan terjadi perilaku organism tersebut yangmerupakan respon.
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang ( organisme ) terhadap stimulus atau
objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanankesehatan, makanan dan
minuman serta lingkungan ( Notoatmojo, 2005 ). Dari batasanini, perilaku kesehatan dapat di
klasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu :
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (healt maintenance)
Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah tindakan atau usaha usaha seseorang
untukmenjaga atau meningkatkanya kesehatan agar terhindar dari penyakit.
Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 2 aspek :
(a)Perilaku pencegahan penyakit, dan penyambuhan penyakit bila sakit
sertapemulihan kesehatan bilamana telah sembuh.

10
(b)Perilaku peningkatan kesehatan apabila seseorang dalam keadaan sehat(c) Perilaku
gizi ( makanan ) dan minuman
2. Perilaku pencarian atau penggunaan system atau fasilitas pelayanan kesehatan atau
perilaku pencarian pengobatan ( healt seeking behavior). Tindakan atau perilaku ini
dimulai dari mengobati sendiri ( self treatmen ) sampai mencari pengobatan keluar
negri.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang (organisme)
merespon lingkungan terhadap stimulus yang diterima, baik lingkungan fisik maupun
social budaya, sehingga lingkunga tersebut tidak mempengaruhi kesehatanya.
Dapatdisimpulkan bahwa perilaku kesehatan lingkungan adalah upaya-upaya yang
dilakukan seseorang dalam mengelola lingkungannya sehingga tidak menyebabkan
sakit baik bagi dirinya sendiri maupun anggota keluarga yang lain serta masyarakat
sekitar. Misalnya, bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat
pembuangan sampah, pembuangan limbah dan sebagainya.

Notoatmojo ( 2003 ), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku


baru (berperilaku baru ) , didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,yakni :
(a)Awareness ( kesadaran ), didalam diri orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulus ( objek ) terlebih dahulu
(b)Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
(c)Evaluation ( menimbang nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya ).Hal ini
berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
(d)Trial, yakni orang mulai mencoba perilaku peran
(e) Adoption, yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus.
2.3.3 Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yaitu penglihatan, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk bentuknya tindakan seseorang(Notoadmodjo, 2003).
Pengetahuan yang dimiliki seseorang akan membentuk suatu sikap dan menimbulkan suatu
perilaku dalam kehidupan sehari-hari seperti hadir di posyandu.Pengetahuan (knowledge)
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
11
suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melaluipanca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa danraba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh dari mata dan telinga(Notoatmodjo, 2007).
Disamping itu, pengetahuan ibu dapat diperoleh dari pendidikan atau pengamatan
serta informasi yang didapat seseorang. Pengetahuan dapat menambah ilmu dari seseorang
serta merupakan proses dasar dari kehidupan manusia. Melalui pengetahuan, manusia dapat
melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang.
Semua aktivitas yang dilakukan para ibuseperti halnya dalam pelaksanaan imunisasi bayi,
tidak lain adalah hasil yangdiperoleh dari pendidikan dan pengetahuan, sehingga dapat
memberikan dorongan
dan motivasi untuk menggunakan sarana pelayanan kesehatan. Berkenaan dengan haltersebut
diatas, maka peran seorang ibu dalam hal imunisasi sangatlah penting.Karenanya, suatu
pemahaman tentang program imunisasi sangat diperlukan. Pemahaman ibu atau pengetahuan
ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi olehtingkat pendidikan ibu.
Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau
kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi :
a)Pengetahuan tentang sakit dan penyakit
b)Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara
hidup sehat
c) Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan (Notoatmodjo, 2003).4) Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), Pendidikan adalah proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik. Teori pendidikan mengatakan
bahwa pendidikan adalah suatu kegiatanatau usaha untuk meningkatkan kepribadian,
sehingga proses perubahan perilakumenuju kepada kedewasaan dan penyempurnaan
kehidupan manusia (Notoatmodjo,2002).
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinyadan masyarakat (http://id.wikipedia.org)
Menurut Undang-undang RI tahun 2003 nomor 20 pasal 14 menyebutkan bahwa
jenjang pendidikan terbagi atas tiga tingkatan yaitu: pendidikan dasar sembilant ahun yang
terdiri dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama, pendidikan menengah yaitu
sekolah lanjutan tingkat atas dan pendidikan tinggi yaitu diploma danpendidikan strata satu
keatas. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi pula tingkat kecakapan
12
emosionalnya, serta semakin berkembang kedewasaan. Di sini jelas bahwa faktor pendidikan
besar pengaruhnya terhadap perkembangan emosional dan intilektual dalam bersosisalisasi
dengan lingkungan.
Menurut UU Nomor 20 tahun 2004, jenjang pendidikan formal terdiri ataspendidikan
dasar, pendidikan menengah pertama, pendidikan menengah atas danpendidikan tinggi.
a) Pendidikan dasar 9 tahun, terdiri dari:
(1)Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah
(2)SMP / MTs
b) Pendidikan menengah, terdiri dari :
(1)SMA dan MA
(2)SMK dan MAK
c) Pendidikan Tinggi perguruan tinggi terdiri dari:
(1)Akademi
(2)Institut
(3)Sekolah tinggi
(4)Universitas
Menurut Suharjo dalam Hidayati (2008) rendahnya tingkat pendidikan erat kaitannya
dengan perilaku ibu dalam memanfaatkan sarana kesehatan (Posyandu).Tingkat pendidikan
ibu yang rendah mempengaruhi penerimaan informasi sehingga pengetahuan tentang
Posyandu terbatas. Tingkat pendidikan ibu yang rendah merupakan penghambat dalam
pembangunan kesehatan, hal ini disebabkan oleh sikap dan perilaku yang mendorong
kesehatan masih rendah. Semakin tinggi tingkatpendidikan ibu, mortalitas dan morbiditas
akan semakin menurun. Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka kesadaran
untuk berkunjung ke Posyandu semakinaktif. Tingkat pendidikan juga berkaitan dengan
pengetahuan yang juga merupakanfaktor yang mempengaruhi perilaku ibu balita membawa
balitanya ke Posyandu. engetahuan yang dimiliki oleh seseorang akan membentuk suatu sikap
dan menimbulkan suatu perilaku dalam kehidupan sehari- hari. Tingginya tingkat
pengetahuan tentang Posyandu yang dimiliki oleh kader kesehatan dapat membentuk sikap
positif terhadap program Posyandu khususnya perilaku ibu balita membawa balitanya yang
dianggap masih buruk. Tanpa adanya pengetahuan maka para ibu balita sulit dalam
melakukan kunjungan ke Posyandu (Notoatmodjo, 2007).
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh
kembangnya anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orang tuadapat menerima
segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana
menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya.Seorang ibu yang berpendidikan,
13
lebih cenderung untuk menggunakan sebagian besar pendapatan dan waktu bagi anak
anaknya. Ibu ini akan memanfaatkan sepenuhnya fasilitas kuratif dan prefentif seperti
posyandu dalam masyarakat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi anak-anaknya. Pendidikan
ibu juga mempengaruhi perilaku individu, makin tinggi pendidikan seseorang makin tinggi
kesadaran untuk berperanserta dalam posyandu (Dinkes Prov . Jateng, 2007 ).
Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya untuk menyerap dan
memahami pengetahuan gizi, pendidikan dalam keluarga sangat diperlukan, hal initerkait
dengan informasi tentang kunjungan ibu balita ke posyandu dan rendahnya tingkat pendidikan
erat kaitannya dengan perilaku ibu dalam memanfaatkan sarana kesehatan. Pendidikan
kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang
kondusif untuk kesehatan. Artinya, pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat
menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana
menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan orang lain,
kemana harus mencari pengobatan bilamana sakit dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
Sedangkan menurut Lia (2008) faktor yang dapat mempengaruhi kunjungan anak
balita di posyandu antara lain : 1) umur balita dapat mempengaruhi partisipasi,hal ini
disebabkan ibu balita merasa bahwa anaknya sudah berumur 9 bulan yangsudah mendapatkan
imunisasi lengkap tidak perlu lagi datang ke posyandu, 2) jumlahanak, semakin banyak
anggota keluarga, seorang ibu akan sulit mengatur waktu untuk hadir di posyandu, karena
waktu akan habis untuk memberi perhatian dan kasihsayang untuk mengurus anak-anaknya
dirumah, 3) tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya untuk menyerap dan
memahami pengetahuan gizi, pendidikan dalam keluarga sangat diperlukan, hal ini terkait
dengan informasi tentang kunjungan ibu balita ke posyandu dan rendahnya tingkat pendidikan
erat kaitannyadengan perilaku ibu dalam memanfaatkan sarana kesehatan, dan 4) pengetahuan
ibu,pengetahuan yang dimiliki seseorang akan membentuk suatu sikap dan menimbulkan
suatu perilaku dalam kehidupan sehari-hari seperti hadir di posyandu.

2.3.5 Faktor Geografis


Faktor letak geografis dapat mempengaruhi terhadap partisipasi ibu yang mempunyai
balita untuk kunjungan rutin posyandu . Masyarakat yang merasa jauh ketempat lokasi atau
sulit di jangkau serta memerlukan biaya tambahan transportasi untuk mencapai lokasi, akan
mempertimbangkan ulang untuk kunjungan keposyandu. Terwujudnya suatu sikap ke dalam
tindakan di perlukan suatu faktor pendukung ( enabling faktor ) antara lain keterjangkauan
fasilitas posyandu yang mudah di capai memungkinkan besar akan digunakan oleh responden
dan bila sulit dicapai jaraknya terlalu jauh atau sulit di jangkau kemungkinan besar tidak
14
akanterpakai atau di kunjungi oleh responden ataupun ibu balita untuk membawabalitanya ke
posyandu.
Menurut Green dalam Notoatmojo ( 2003 ) bahwa faktor lingkungan fisik /letak
geografis berpengaruh terhadap perilaku seseorang / masyarakat terhadap kesehatan. Ibu
balita tidak datang ke posyandu di sebabkan karena rumah ibu balita tersebut jauh / sulit di
jangkau untuk ke posyandu, sehingga ibu balita tersebut tidakdatang untuk mengikuti
kegiatan dalam posyandu.
Demikian juga sesuai yang di kemukakan oleh WHO dalam Notoatmojo (2003 ) yang
menyatakan bahwa sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung dari situasi pada
saat itu. Ibu balita mau datang ke posyandu tetapi karena jaraknya jauh atau situasi kurang
mendukung maka balita tidak berkunjung keposyandu. Jarak antara tempat tinggal dengan
posyandu sangat mempengaruhi ibu untuk hadir atau berpartisipasi dalam kegiatan posyandu.
Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Lawrencw Green dalam Notoatmodjo (2003)
bahwa faktor lingkungan fisik/masyarakat terhadap kesehatan. Ibu balita tidak datang ke
posyandu disebabkan karena rumah ibu balita tersebut jauh dengan posyandu sehingga ibu
balita tersebut tidak datang untuk mengikuti kegiatan dalam posyandu.

2.3.6 Fasilitas Layanan Kesehatan


Layanan kesehatan yang bermutu adalah layanan kesehatan yang paling efisien,
sebaliknya layanan kesehatan yang kurang atau tidak bermutu adalah layanan kesehatan yang
mahal dan selalu berupaya memenuhi harapan pasien. Layanan kesehatan bisa berhasil bila
dilakukan dengan benar, sehingga pasien berada dalam lingkungan kesehatan yang baik,
segala kebutuhan kesehatan dan penyakit pasiendapat dilayani dengan fasilitas layanan
kesehatan yang baik pula. Pasien/masyarakat melihat layanan kesehatan yang baik sebagai
suatu layanan kesehatan yang dapatmemenuhi kebutuhan yang dirasakanya dan
diselenggarakan dengan cara yang sopan, santun, tepat waktu, tanggap dan mampu
menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit.
Apabila fasilitas layanan kesehatan atau Puskesmas dianggap sebagai produsen suatu layanan
kesehatan, akan dijumpai rentetan dari struktur dan proses. Di dalam struktur terdapat gedung,
peralatan obat, profesi layanan kesehatan, prosedur, kebijaksanaan dan lain-lain. Proses
menyangkut penyelenggaraan layanan kesehatan itu sendiri (Pohan, 2007).
Fasilitas posyandu balita antara lain meliputi KMS / buku KIA, alat timbang (dacin
dan sarung, pita LILA ), obat gizi ( kapsul Vitamin A,tablet tambah darah,oralit ), alat bantu
penyuluhan, buku pencatatan dan pelaporan, serta tempat kegiatan, kemudian di tunjang
tenaga kesehatan ( bidan, perawat ) dan kader yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan
15
kader dengan kebijakan teknis dan perkembangan ilmu teknologi kedalam posyandu dengan
demikian kader dapat melaksanakan kegiatan posyandu sesuai norma, standar, prosedur dan
kriteria pengembangan posyandu sehingga kunjungan posyandu akan berjalan dengan baik.
(Depkes RI. 2011

B. Kerangka Teori Penelitian

1)Faktor tingkat pendidikan


ibu balita,
2)Faktor tingkat pengetahuan Kunjungan Balita Ke Posyandu
ibu balita, pasca program imunisasi dasar
3)Faktor perilaku kesehatan,
4)Faktor umur balita,
5) Faktor geografis

(Depkes RI, 2005). (Lia, 2008) (Notoatmodjo, 2003). (Notoatmodjo, 2007).


Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian

C. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independent Variabel dependent

1)Faktor tingkat pendidikan


ibu balita, Kunjungan Balita KePosyandu
2)Faktor tingkat
pengetahuan ibu balita, pasca program imunisasi dasar
3)Faktor perilaku kesehatan,
4)Faktor umur balita.
5) Faktor geografis

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

D. Hipotesis

1. Ada faktor tingkat pendidikan ibu balita, yang mempengaruhi kunjungan Balita ke
Posyandu Utama 4 Desa Sidodadi
2. Ada faktor tingkat pengetahuan ibu balita, yang mempengaruhi kunjungan Balita ke
Posyandu Utama 4 Desa Sidodadi
3. Ada faktor Sikap, yang mempengaruhi kunjungan Balita ke Posyandu Utama 4 Desa
Sidodadi
16
4. Ada faktor umur balita, yang mempengaruhi kunjungan Balita ke kunjungan Balita ke
Posyandu Utama 4 Desa Sidodadi
5. Terdapat faktor dominan yang mempengaruhi kunjungan Balita ke Posyandu Utama 4
Desa Sidodadi

17
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden
Berdasarkan umur, sebagian besar responden berada pada kelompok remaja akhir (17-25
tahun) sebanyak 39 orang (48,1%). Tingkat pendidikan diperoleh sebagian besar (30,9%) dari
responden berpendidikan SMP. Tingkat pekerjaan responden di peroleh sebagian besar
(69,1%) dari responden tidak mempunyai pekerjaan.

Tabel 1
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan di
Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2017
Karakteristik N %
Umur
Remaja akhir 39 48,1
Dewasa awal 27 33,3
Dewasa Akhir 15 18,5
Pendidikan
Tidak Sekolah 6 7,4
SD 15 18,5
SMP 25 30,9
SMA 18 22,2
Diploma/PT 17 21,0
Pekerjaan
Tidak bekerja 56 69,1
PNS 12 14,8
Pegawai Swasta 7 8,6
Wiraswasta 1 1,2
Petani/pelayan/buruh 5 6,2

18
Karakteristik Balita
Berdasarkan jenis kelamin balita sebagian besar (64,2%) dari responden mempunyai anak
balita berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan umur balita, diketahui bahwa umur terendah
balita yaitu 6 bulan dan umur yang tertinggi yaitu 4,9 tahun dengan rata-rata usia terbanyak
yaitu berada pada rentang usia 2 tahun.

Tabel 2
Karakteristik Balita Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas
Sekampung Tahun 2017

Karakteristik N %
Jenis Kelamin
Laki-laki 29 35,8
Perempuan 52 64,2
Umur Balita
0-12 bulan 10 12,3
13-24 bulan 23 28,4
25-36 bulan 15 18,5
37-48 bulan 20 24,7
49-59 bulan 13 16,0

Analisis univariat
Tabel3
Distribusi Frekuensi Perilaku Kunjungan, Pendidikan, Pekerjaan, Pengetahuan dan Sikap di
Wilayah Kerja Puskesmas Sekampung Tahun 2017

Variabel N %
Perilaku Kunjungan
Kurang Baik 51 63
Baik 30 37
Pendidikan
Rendah 46 56,8
Tinggi 35 43,2
Pekerjaan

19
Bekerja 25 30,9
Tidakbekerja 56 69,1
Pengetahuan
Kurang baik 47 58,0
Baik 34 42,0
Sikap
Tidak mendukung 46 56,8
Mendukung 35 43,2

Berdasarkan Tabel 3 diketahui sebagian besar responden memiliki perilaku kunjungan ke


posyandu yang kurang baik yaitu sebesar 63%, sedangkan sebagian kecil ibu memiliki
perilaku kunjungan ke posyandu yang baik yaitu sebesar 37%. Distribusi Frekuensi
berdasarkan tingkat pendidikan dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki
tingkat pendidikan rendah yaitu sebesar 56,8%, sedangkan sebagian kecil responden memiliki
tingkat pendidikan tinggi yaitu sebesar 43,2%. Berdasarkan variable pekerjaan dapat
diketahui bahwa sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebesar 69,1%, sedangkan
sebagian kecil responden memiliki pekerjaan yaitu sebesar 30,9%. Dari tingkat pengetahuan
diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan kurang baik yaitu sebesar
58,0%, sedangkan sebagian kecil responden memiliki pengetahuan yang baik yaitu sebesar
42,0%. Berdasarkan sikap dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki sikap
tidak mendukung yaitu sebesar 56,8%, sedangkan sebagian kecil responden memiliki sikap
mendukung yaitu sebesar 43,2%.

Analisis Bivariat

Tabel 4
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan ibu, pekerjaan ibu, Pengetahuan ibu, Sikap ibu dengan
perilaku kunjungan ibu yang memiliki balita ke Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas
Sekampung 2017
Kurang Baik Baik PR
Variabel P Value
n % n % 95%CI
Pendidikan
Rendah 33 71,7 13 28,3 1,395
0,100
Tinggi 18 51,4 17 48,6 (0,964 -

20
2,019)

Pekerjaan
Bekerja 14 56,0 11 44,0 0,848
Tidak Bekerja 37 66,1 19 33,9 0,537 (0,571 -
1,258)

Pengetahuan
Kurang baik 33 70,2 14 29,8 1,326
Baik 18 52,9 16 47,1 0,175 (0,918-
1,915)

Pada tabel 4 berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa p value sebesar 0,100 berarti tidak
ada hubungan antara pendidikan ibu dengan perilaku kunjungan ibu yang memiliki balita ke
Posyandu di Puskesmas Kota Baru. Hasil analisis diperoleh hasil Prevalence Ratio (PR) yaitu
1,395, dengan CI 95% = 0,964-2,019 sehingga mengandung arti bahwa pendidikan tidak
berpengaruh terhadap kunjungan keposyandu.
Hasil uji statistik pada variabel pekerjaan diperoleh bahwa p value sebesar 0,537 berarti tidak
ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan perilaku kunjungan ibu yang memiliki balita ke
Posyandu di Puskesmas Kota Baru. Hasil analisis diperoleh hasil Prevalence Ratio (PR) yaitu
0,848, dengan CI 95% = 0,571 -1,258 sehingga mengandung arti bahwa pekerjaan tidak
berpengaruh terhadap kunjungan keposyandu.
Variabel pengetahuan diketahui hasil uji statistik menunjukkan bahwa p value sebesar 0,175
berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan perilaku kunjungan ibu yang
memiliki balitake Posyandu di Puskesmas Kota Baru. Hasil analisis diperoleh hasil
Prevalence Ratio (PR) yaitu 1,326, dengan CI 95% = 0,918-1,915 sehingga mengandung arti
bahwa pengetahuan tidak berpengaruh terhadap kunjungan keposyandu. diketahui bahwa,
responden yang memiliki sikap tidak mendukung cenderung untuk mempunyai perilaku
kunjungan ke posyandu yang kurang baik sebesar 78,3% jika dibandingkan dengan responden
yang memiliki sikap mendukung sebesar 42,9%.

21
Hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square pada varibel sikap di peroleh nilai p value
sebesar 0,002 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap ibu dengan perilaku
kunjungan ibu yang memiliki balita ke Posyandu di Puskesmas Kota Baru. Prevalence Ratio
pada tabel menunjukkan nilai 1,826, dengan CI 95% (1,210 -2,756)yang artinya ibu yang
memiliki sikap yang tidak mendukung mempunyai resiko sebesar 1,826 kali mempunyai
perilaku kunjungan kurang baik ke posyandu dibandingkan dengan ibu yang memiliki sikap
mendukung.

Pembahasan

Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Perilaku Kunjungan Ibu yang Memiliki Balita ke
Posyandu
Pada penelitian ini, Variabel pendidikan diperoleh hasil p value sebesar 0,100 berarti tidak
ada hubungan antara pendidikan ibu dengan perilaku kunjungan ibu yang memiliki balita ke
posyandu. Hasil Prevalence Ratio (PR) yaitu 1,395 yang artinya bahwa pendidikan tidak
berpengaruh terhadap kunjungan keposyandu.
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain
menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat sesuatu dan mengisi
kehidupan dalam mencapai kebahagian dan keselamatan, pendidikan diperlukan dalam
mendapatkan informasi, misalnya informasi tentang manfaat posyandu.9
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting untuk memberikan kemampuan berfikir,
menelaah dan memahami informasi yang diperoleh dengan pertimbangan yang lebih rational
dan pendidikan yang baik akan memberikan kemampuan yang baik pula dalam mengambil
keputusan tentang kesehatankeluarga.10
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nofianti (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan bermakna antara pendidikan ibu dengan perilaku pemanfaatan posyandu oleh ibu
balita dengan p value 0,127. Penelitian Jumiyati (2008) juga menyatakan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan kehadiran ibu di posyandu
Desa Ajibarang Kulon Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. Begitu juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh Suryaningsih (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara pendidikan ibu dengan perilaku kunjungan ibu bayi dan balita ke posyandu
dengan p value 0,699.
Berbedadengan penelitian Erman (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara pendidikan ibu dengan kunjungan ibu ke posyandu dengan p value 0,028.

15
Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Halimah (2012) yang menyatakan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan tingkat kehadiran balita di
posyandu dengan p value sebesar 0,046.
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku berkunjung ke posyandu
oleh ibu yang memiliki balita, pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin
mudah menerima informasi.9Namun dari hasil penelitian ini berdasarkan analisa bivariat
responden dengan tingkat pendidikan tinggi sebesar 51,4% berperilaku kunjungan kurang
baik hal ini disebabkan responden malas karena kegiatan di posyandu membosankan,
acaranya hanya menimbang saja tanpa dibarengi dengan kegiatan lain yang dapat menarik ibu
untuk datang ke posyandu berdasarkan jawaban responden sebesar 87,7% responden
menyatakan tidak pernah diadakan penyuluhan di posyandu.
Selain itu juga variabel pendidikan tidak memiliki hubungan dengan perilaku kunjungan ibu
yang memiliki balita ke posyandu, pada analisa univariat diketahui bahwa hampir sebagian
besar dari keseluruhan responden penelitian berpendidikan dengan kategori rendah yaitu
sebesar 56,8 % terdiri dari tidak sekolah, SD, dan SMP. Hal tersebut mempengaruhi perilaku
kunjungan ibu ke posyandu, karena sebagian besar dari responden dengan pendidikan rendah
tersebut tidak memiliki pengetahuan maupun informasi yang memadai tentang pentingnya
memantau pertumbuhan dan perkembangan balita.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, pendidikan responden terbukti secara signifikan tidak
berhubungan dengan perilaku kunjungan ibu ke posyandu, diharapkan kepada ibu yang
mempunyai bayi balitaagar bisa mengikuti pendidikan non formal atau kursus supaya
mempunyai pola fikir yang baik dalam menerima atau menyerap informasi mengenai
posyandu, baik yang disampaikan melalui penyuluhan kesehatan maupun dari media seperti
TV, radio maupun surat kabar sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup khususnya
dibidang kesehatan.

Hubungan antara pekerjaan ibu dengan perilaku kunjungan ibu yang memiliki balita ke
posyandu

Variabel pekerjaan diperoleh hasil p value sebesar 0,537 berarti tidak ada hubungan antara
pekerjaan ibu denganperilaku kunjungan ibu yang memiliki balita ke posyandu. Prevalence
Ratio (PR) yaitu 0,537 yang artinya bahwa pekerjaan tidak berpengaruh terhadap kunjungan
keposyandu.
Menurut Matlin, ibu yang memiliki anak yang masih balita, biasanya tidak bekerja. Studi dan
penelitian mengenai dampak ibu yang bekerja terhadap kunjungan ke fasilitas kesehatan atau
15
anak masih terus dilakukan hingga saat ini dan belum mendapatkan jawaban yang pasti.
Namun dari beberapa penelitian diketahui tidak terdapat dampak yang negatif dari ibu-ibu
pekerja terhadap anaknya.4
Penelitian yang dilakukan oleh Yuryanti (2010) dan Koto (2011) juga menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara ibu yang bekerja dengan kunjungan ke posyandu.
Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh hutami (2015) diperoleh p value sebesar 0,226
yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan
kunjungan ke posyandu. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ardianto yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan perilaku kunjungan ke posyandu
dengan pekerjaan dengan diperoleh p value sebesar 0,226 dan Anggraini (2010) menyatakan
tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan keaktifan ibu balita dalam kegiatan keposyandu
(p value=1,000)
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Heriyani (2010)
menyatakan ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan frekuensi kunjungan balita ke
posyandu dengan p value 0,041. Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Untariningsih dan Sulistiyanti (2013) ada hubungan antara status pekerjaan dengan
keaktifan ibu menimbang bayinya di posyandu (p value:0,002), serta penelitian Nofianti
(2012) yang menyatakanada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan perilaku
pemanfaatan posyandu oleh ibu balita (p value: 0,023).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa variabel pekerjaan
tidak berhubungan dengan perilaku ibu untuk datang ke posyandu. Sebagian besar ibu yang
bekerja mempunyai pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil, sehingga mereka dan
keluarganya mempunyai paparan informasi dan sikap yang lebih baik dalam menerima
program pemerintah. Selain itu ibu yang bekerja biasanya lebih sering berinteraksi dengan
orang lain atau dengan teman kerjanya sehingga lebih banyak terpapar informasi dan berbagi
pengalaman mengenai pertumbuhan dan perkembangan balita. Selain itu juga ibu yang
bekerja masih bisa diwakilkan kepada anggota keluarga yang lain atau tetangga untuk
membawa balita ke posyandu. Pentingnya kerjasama dalam rumah tangga merupakan prinsip
yang harus ditegakkan demi terciptanya suasana yang kondusif dan saling berbagi peran
sehingga anak tidak ditelantarkan karena ibu mengambil peran ikut mencari nafkah untuk
keluarga.

Hubungan antara Pengetahuan ibu dengan perilaku kunjungan ibu yang memiliki balita ke
posyandu

15
Hasil analisa dari tabel bivariat menunjukkan bahwa responden yang berpengetahuan kurang
baik mempunyai perilaku yang kurang baik juga dalam hal berkunjung ke posyandu
dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan yang baik yaitu sebesar 70,2%.
Uji statistik chi square diperoleh p value sebesar 0,175 yang berarti tidakada hubungan antara
pengetahuan ibu dengan perilaku kunjungan ibu yang memiliki balita di posyandu. Kemudian
hasil analisis diperoleh Prevalence Ratio (PR) =1,326, yang artinya pengetahuan tidak
berpengaruh terhadap kunjungan ibu keposyandu.
Menurut Notoatmodjo (2007) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Peningkatan pengetahuan memang
tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku akan tetapi ada hubungan yang positif berkaitan
dengan perubahan perilaku. Perilaku di tentukan oleh tiga faktor ; faktor pemungkin (enabling
factor), faktor penguat (reinforcing factor) dan faktor predisposisi (predisposing factor).
Pengetahuan adalah salah mungkin tidak dapat berubah secara langsung sebagai respon
terhadap kesadaran ataupun pengetahuan tetapi efek kumulatif dari peningkatan kesadaran,
dan pengetahuan berkaitan dengan nillai, keyakinan, kepercayaan, minat dan perilaku.
Pengetahuan akan menimbulkan kepercayaan bagaimana seseorang akan mengenal apa yang
berlaku, apa yang benar dan kepercayaan ini akan membentuk suatu gagasan terhadap
stimulus. Pengetahuan sangat diperlukan karena pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang.11 Dimana perilaku yang
disadari oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan dan kesadaran. Green, menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan tidak
selalu menyebabkan perubahan perilaku, pengetahuan tertentu tentang kesehatan mungkin
penting sebelum tindakan kesehatan terjadi namun perilaku kesehatan mungkin tidak
terjadi jika kurang mendapat dukungan dari pengetahuan yang dimiliki. Perilaku yang
didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng (long lasting), Notoadmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan juga bisa
didapatkan secara informal yaitu pengetahuan yang di dapat dari luar ruang lingkup
pendidikan baik melalui media massa, maupun orang lain disekitarnya.
Anderson,12menyatakan bahwa perilaku seseorang dilatarbelakangi oleh tiga faktor yang salah
satunya faktor kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan yang memuat tentang pengetahuan,
sikap dan persepsi.Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Heriyani
(2010) yang menyebutkan bahwa pengetahuan ibu tidakberhubungan dengan frekuensi
kunjungan ibu yang mempunyai balita ke posyandu denganp value sebesar 0,063. Begitu juga
15
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nofianti (2012) tidak ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan ibu dengan perilaku pemanfaatan posyandu oleh ibu balita (p value:0,580)
Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pamungkas (2009) yang
menyebutkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu balita dengan perilaku
kunjungan ibu ke Posyandu dengan p value sebesar 0,031. Begitu pula dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sakbaniyah (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan
ibu balita dengan kepatuhan kunjungan balita ke Posyandu dengan p value sebesar 0,000,
serta penelitian Latief, Fajriansi dan syahrir (2013) terdapat hubungan antara pengetahuan
dengan kunjungan ibu yang mempunyai balita ke posyandu wilayah kerja puskesmas
tamalanrea makassar (p value = 0,001)
Berdasarkan analisis bivariat dijumpai pada ibu yang tingkat pengetahuannya kurang baik,
maka perilaku kunjungan ke posyandu juga kurang baik yaitu sebesar 70,2% walaupun secara
statistik tidak berhubungan antara pengetahuan dengan perilaku ibu berkunjung ke posyandu.
Tingkat pengetahuan seseorang erat kaitannya dengan tingkat pendidikan formal, semakin
tinggi pendidikan formal seseorang maka semakin mudah orang tersebut mengerti tentang
hal-hal yang berhubungan dengan Posyandu. Namun dalam penelitian ini sebagian besar
tingkat pendidikan responden yaitu rendah sehingga pengetahuan mereka tentang posyandu
juga rendah. Untuk itu guna meningkatkan pengetahuan responden diharapkan kepada ibu-ibu
tersebut untuk aktif meningkatkan pengetahuan baik lewat media massa, bertanya kepada
kader maupun mengikuti penyuluhan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Tanpa adanya
pengetahuan tentang posyandu akan lebih sulit mengubah perilaku ibu untuk berkunjung ke
posyandu yang sangat penting untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan balita
maupun untuk kesehatan ibu itu sendiri.
Hubungan antara Sikap ibu dengan perilaku kunjungan ibu yang memiliki balita keposyandu

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa p value sebesar 0,002 berarti ada hubungan antara
sikap ibu dengan perilaku kunjungan ibu yang memiliki balita di posyandu. Dari hasil analisis
diperoleh Prevalence Ratio (PR) yaitu 1,826, yang artinya ibu yang memiliki sikap yang tidak
mendukung mempunyai resikosebesar 1,826 kali mempunyai perilaku kunjungan kurang baik
ke posyandu dibandingkan dengan ibu yang memiliki sikap mendukung.
Variabel sikap terbukti berhubungan secara signifikan dengan perilaku kunjungan ibu ke
posyandu. Pada analisis secara bivariat, kategori sikap yang tidak mendukung yang
mempunyai perilaku kunjungan ke posyandu kurang baik sebesar 78,3 % sedangkan yang
mempunyai sikap yang mendukung berperilaku kunjungan ke posyandu yang kurang baik
hanya sebesar 42,9 %. Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa responden yang mempunyai
15
sikap yang tidak mendukung akan cenderung untuk berperilaku yang kurang baik dalam
perilaku kunjungan ke posyandu.
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu
perilaku. Alport (1954) ,11 menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu
: Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, Kehidupan emosional atau
evaluasi terhadap suatu objek dan Kecenderungan untuk bertindak (tend tobehave).
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap adalah
bagaimana pendapat atau penilaian seseorang terhadap kesehatan, sehat dan sakit dan faktor
risiko yang terkait dengan kesehatan sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap
stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor emosi yang bersangkutan misalnya
senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik11. Marat 2006,13menyatakan bahwa
terbentuk sikap terutama berdasarkan atas kebutuhan-kebutuhan yang kita miliki dan
informasi-informasi yang kita terima. Semakin banyak informasi yang positif kita terima
mengenai suatu objek, akan berperan kepada terbentuknya sikap yang positif.
Hasil penelitian ini sejalan hasil dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryaningsih (2012)
yang menyatakan bahwa ada hubungan antara sikap dengan perilaku ibu berkunjung ke
Posyandu dengan p value sebesar 0,011. Begitu pula dengan penelitian Pamungkas (2009)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat sikap ibu balita
denganperilaku kunjungan ibu ke Posyandu dengan p value sebesar 0,035. Penelitian
Triwahyudianingsih (2010) juga menyatakan ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu
balita terhadap keaktifan ibu dalam kegiatan posyandu dengan p value sebesar 0,009.

Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa:
Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku kunjungan ibu keposyandu,
dengan p value sebesar 0,100
Tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan perilaku kunjungan ibu keposyandu, dengan p
value sebesar 0,537.
Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku kunjungan ibu keposyandu,
dengan p value sebesar 0,175

15
Ada hubungan antara sikap dengan perilaku kunjungan ke posyandu, dengan p value sebesar
0,002 dan PR=1,826

Saran
Dinas Kesehatan
Diharapkan bisa mengalokasikan dana untuk kegiatan seperti merevitalisasi posyandu,
pembuatan leaflet dan spanduk dalam rangka mempromosikan kegiatan posyandu. Dan
melakukan monitoring upaya promosi kesehatan dengan melakukan supervisi langsung ke
posyandu.

Puskesmas
Meningkatkan upaya promosi kesehatan di posyandu dengan memberikan penyuluhan ke
masyarakat tentang pentingnya membawa balita ke posyandu, menciptakan pelayanan
posyandu yang menarik seperti melakukan perlombaan bayi dan balita sehat, memberikan
penghargaan kepada ibu yang rajin membawa balitanya ke posyandu untuk meningkatkan
kepuasan ibu balita terhadap pelayanan posyandu sehingga dapat meningkatkan frekuensi
kunjungan balita ke posyandu dan melaksanakan kegiatan tambahan di posyandu seperti
pemberian PMT bayi balita atau arisan ibu-ibu

Ibu Balita
Ibu-ibu yang memiliki balita diharapkan lebih mengetahui tentang pentingnya datang ke
posyandu dalam rangka memantau pertumbuhan dan meningkatkan kesehatan balita, mencari
informasi tentang pentingnya posyandu melalui penyuluhan kesehatan maupun dari media
seperti TV, radio maupun
surat kabar, rutin setiap bulan datang ke posyandu untuk melakukan penimbangan berat badan
balitanya, sehingga pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan balita dapat terpantau.

Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian serupa dapat dilakukan secara kualitatif
serta mencari faktor-faktor lain yang mempengaruhi kunjungan balita di posyandu dan
menambah jumlah variabel penelitian. dengan menggali lagi secara mendalam faktor-faktor
yang lebih dominan pada proses kegiatan posyandu.

15
DAFTAR PUSTAKA
[1] Kemenkes RI. 2010. Buku Pegangan Kader Pendamping Keluarga Menuju Keluarga
Sadar Gizi (Kadarzi)

[2] Depkes RI. 2007. Buku Paket Pelatihan Kader kesehatan dan Tokoh Masyarakat
Dalam Pengembangan Desa Siaga

[3] Bhandari N, Bahl R, Taneja S, de Onis M, Bhan MK. 2002. Growth performance of
affluent Indian children is similar to that in developed countries. Bull World Health Organ;
80: 18995.Disitasi pada 12 Juni 2015

[4] Shrimpton R, Victoria CG, de Onis M, Lima RC, Blossner M, Clugston G. Worldwide
timing of growth faltering: implications for nutritional interventions. Pediatrics 2001; 107:e75

[5] Sally G, Yin Bun Cheung, Santiago Cueto, Paul Glewwe, Linda Richter, Barbara
Strupp, and the International Child Development Steering Group.Developmental potential in
the fi rst 5 years for children in developing countries.Lancet 2007; 369:60-70. Disitasipada 12
Juni 2015

[6] UNICEF-WHO-The World Bank Joint Child Malnutrition Estimates.Levels& Trends


in Child Malnutrition. 2014

[7] _________Indonesia, 2012. Laporan Tahunan 2012. Disitasi dari


http://www.unicef.org/indonesia/id/UNICEF_Annual_Report_%28Ind%29_130731.pdf

[8] Kemenkes RI . 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

[9] Wawan dan Dewi.2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Manusia. Jakarta: Nuha Medika

15
[10] Hastono. 2009. Analisis Data Riskesdas 2007/2008. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional. Vol.4 No 2 Oktober 2009. Disitasi 5 Juni 2015 dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?
[11] Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

[12] Hairunida E,2012. Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kunjungan ke


Posyandu pada Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok Tahun
2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Peminatan Kebidanan Komunitas Depok.
Disitasi 5 Januari 2016
[13] Suryaningsih H. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan prilaku kunjungan
ibu bayi dan balita keposyandu di puskesmas kemirimuka kota depok tahun 2012.Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Peminatan
Kebidanan Komunitas Depok. Disitasi 27 Juni 2015. Dari http://lib.ui.ac.id

15

Anda mungkin juga menyukai