Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Budaya Kerja

Budaya kerja merupakan sistem nilai, persepsi, perilaku dan keyakinan

yang dianut oleh tiap individu pegawai dan kelompok pegawai tentang makna

kerja dan refleksinya dalam kegiatan mencapai tujuan organsiasi dan individual.

Budaya kerja penting dikembangkan karena dampak positifnya terhadap

pencapaian perubahan berkelanjutan ditempat kerja termasuk peningkatan

produktivitas (kinerja).

Budaya kerja diturunkan dari budaya organisasi. Budaya Organisasi itu

sendiri merupakan sistem nilai yang mengandung cita-cita organisasi sebagai

sistem internal dan sistem eksternal sosial. Hal itu tercermin dari isi visi, misi, dan

tujuan organisasi. Dengan kata lain, seharusnya setiap organisasi memiliki

identitas budaya tertentu dalam organisasinya.

Kekuatan yang paling kuat mempengaruhi budaya kerja adalah

kepercayaan dan juga sikap para pegawai. Budaya kerja dapat positif, namun

dapat juga negatif. Budaya kerja yang bersifat positif dapat meningkatkan

produktifitas kerja, sebaliknya yang bersifat negatif akan merintangi perilaku,

menghambat efektivitas perorangan maupun kelompok dalam organisasi.

Lingkungan yang berbeda akan memberi dampak pada pola dan warna

budaya, karena itu terjadi pola dan warna budaya yang tebal dan tipis. Dalam

budaya yang tebal terdapat kesepakatan yang tinggi dari anggotanya untuk

mempertahankan apa yang diyakini benar dari berbagai aspek sehingga dapat
membina keutuhan, loyalitas dan komitmen organisasi. Kesepakatan bersama ini

diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jadi ada proses dalam

mengadaptasi budaya kepada pegawai. Masalah sosialisasi budaya dilakukan pada

saat organisasi menerima pegawai baru, sehingga pegawai bersangkutan sudah

terbentuk perilakunya sesuai dengan budaya yang ada.

Menurut Moeljono (2005 : 2) mengemukakan bahwa : Budaya kerja

pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai

tuntutan yang mengikat pada pegawai karena dapat diformulasikan secara formal.

Dalam berbagai peraturan dan ketentuan instansi/organisasi .

Secara individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dari

budaya yang ada dalam organisasi. Pada umumnya mereka akan dipengaruhi oleh

keanekaragaman sumberdaya-sumberdaya yang ada sebagai stimulus sehingga

seseorang dalam suatu instansi mempunyai perilaku yang spesifik bila

dibandingkan dengan kelompok organisasi.

Budaya kerja menurut Mangkunegara (2005 : 113) yang dikutip dari Edgar

H. Schein mendefinisikan bahwa : Budaya kerja adalah seperangkat asumsi atau

sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi

yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi

masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.

Budaya kerja mempunyai dua tingkatan yaitu pada tingkatan yang lebih

dalam dan kurang terlihat, budaya merujuk pada nilai-nilai yang dianut bersama

oleh orang dalam kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu. Pengertian

ini mencakup tentang apa yang penting dalam kehidupan dan sangat bervariasi

dalam organisasi yang berbeda. Pada tingkatan yang lebih terlihat, budaya
menggambarkan pola atau gaya perilaku suatu organisasi, sehingga pegawai-

pegawai baru secara otomatis terdorong untuk mengikuti perilaku sejawatnya.

Menurut Rachmawati (2004 : 118) bahwa : Budaya kerja merupakan

sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu

organisasi dan mengarahkan perilaku segenap anggota organisasi. Selain itu

budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh

anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain

Ruky (2006 : 315) mengemukakan bahwa budaya kerja adalah

mencerminkan cara mereka melakukan sesuatu (membuat keputusan, melayani

orang, dsb), yang dapat dilihat dan dirasakan terutama oleh orang di luar

organisasi tersebut.

Tika (2008 : 4) berpendapat bahwa budaya kerja adalah pokok

penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya

dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan

kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami,

memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti di atas.

Sedangkan menurut Mc Kenna dan Nic Beech (2000 : 62) mengemukakan

bahwa budaya kerja atau organisasi sebagai pola asumsi-asumsi yang mendasar di

mana kelompok yang ada menciptakan, menemukan atau berkembang dalam

proses belajar untuk menanggulangi kesulitan-kesulitan adaptasi eksternal dan

integrasi internal.

Menurut Taliziduhu Ndraha, budaya kerja dapat dibagi menjadi dua unsur,

yaitu:
a. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan

kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan

dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan

sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.

b. Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung

jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari

tugas dan kewajibannya, suka membantu sesma pegawai, atau sebaliknya.

Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam

upaya untuk membangun sumber daya mnusia, proses kerja dan hasil kerja yang

lebih baik. Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin baik tersebut diharapkan

bersumber dari perilaku setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu

sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja mempunyayi perbedaan cara kerja, yang

mengakibatkan berbeda nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka

kerja organisasi. Setiap nilai-nilai apa yang sepatutnya dimiliki oleh pemimpin

puncak dan pemimpin lainnya, bagaimana perilaku setiap orang akan

mempengaruhi kerja mereka.

Menurut Triguno unsur-unsur dalam budaya organisasi, antara lain:

1) Falsafah, berupa nilai-nilai luhur Pancasila, UUD 1945, agama, tradisi,

dan teknologi.

2) Kualitas, yakni dimensi yang meliputi performance, features,

conformance, durability, serviceability, aesthetics, perseived quality,

value, responveness, humanity, security, dan competency.

Adapun indikator-indikator budaya kerja menurut Taliziduhu

Ndraha dapat dikategorikan tiga Yaitu :


1) Kebiasaan

Kebiasaan-kebiasaan biasanya dapat dilihat dari cara pembentukan

perilaku berorganisasi pegawai, yaitu perilaku berdasarkan kesadaran akan

hak dan kewajiban, kebebasan atau kewenangan dan tanggungjawab baik

pribadi maupun kelompok di dalam ruang lingkup lingkungan pekerjaan.

Adapun istilah lain yang dapat dianggap lebih kuat ketimbang sikap, yaitu

pendirian (position), jika sikap bisa berubah pendiriannya diharapkan tidak

berdasarkan keteguhan atau kekuatannya. Maka dapat diartikan bahwa

sikap merupakan cermin pola tingkah laku atau sikap yang sering

dilakukan baik dalam keadaan sadar ataupun dalam keadaan tidak disadar,

kebiasaan biasanya sulit diperbaiki secara cepat dikarenakan sifat yang

dibawa dari lahiriyah, namun dapat diatasi dengan adanya aturan-aturan

yang tegas baik dari organisasi ataupun organisasi.

2) Peraturan

Untuk memberikan ketertiban dan kenyamanan dalam melaksanakan tugas

pekerjaan pegawai, maka dibutuhkan adanya peraturan karena peraturan

merupakan bentuk ketegasan dan bagian terpenting untuk mewujudkan

pegawai disiplin dalam mematuhi segala bentuk peraturan-peraturan yang

berlaku di lembaga pendidikan. Sehingga diharapkan pegawai memiliki

tingkat kesadaran yang tinggi sesuai dengan konsekwensi terhadap

peraturan yang berlaku baik dalam organisasi maupun di lembaga

pendidikan.

3) Nilai-nilai
Nilai merupakan penghayatan seseorang mengenai apa yang lebih penting

atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang

lebih benar atau kurang benar. Untuk dapat berperan nilai harus

menampakkan diri melalui media atau encoder tertentu. Nilai bersifat

abstrak, hanya dapat diamati atau dirasakan jika terekam atau termuat pada

suatu wahana atau budaya kerja. Jadi nilai dan budaya kerja tidak dapat

dipisahkan dan keduanya harus ada keselarasan dengan budaya kerja

searah, keserasian dan keseimbangan. Maka penilaian dirasakan sangat

penting untuk memberikan evaluasi terhadap kinerja pegawai agar dapat

memberikan nilai baik secara kualitas maupun kuantitas.

Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena

perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk

menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan dan

perbaikan Komponen-komponen budaya kerja yaitu (Ndraha, 2005 : 209)

a. Anggapan dasar tentang kerja

Pendirian atau anggapan dasar atau kepercayaan dasar tentang kerja,

terbentuknya melalui konstruksi pemikiran silogistik. Premisnya adalah

pengalaman hidup empiric, dan kesimpulan.

b. Sikap terhadap pekerjaan.

Manusia menunjukkan berbagai sikap terhadap kerja. Sikap adalah

kecenderungan jiwa terhadap sesuatu. Kecenderungan itu berkisar antara

menerima sepenuhnya atau menolak sekeras-kerasnya.

c. Perilaku ketika bekerja

Dan sikap terhadap bekerja, lahir perilaku ketika bekerja. Perilaku


menunjukkan bagaimana seseorang bekerja.

d. Lingkungan kerja dan alat kerja.

Dalam lingkungan, manusia membangun lingkungan kerja yang nyaman

dan menggunakan alat (teknologi) agar ia bekerja efektif, efisien dan

produktif.

e. Etos kerja

Istilah etos diartikan sebagai watak atau semangat fundamental budaya,

berbagai ungkapan yang menunjukkan kepercayaan, kebiasaan, atau

perilaku suatu kelompok masyarakat. Jadi etos berkaitan erat dengan

budaya kerja.

2.3 Jenis-Jenis Budaya Kerja

Sedangkan jenis-jenis budaya kerja berdasarkan proses informasi dan

tujuannya menurut Tika (2008 : 7) adalah :

1. Berdasarkan Proses Informasi

Robert E. Quinn dan R. McGrath (dalam buku Arie Indra Chandra) membagi

budaya organisasi berdasarkan proses informasi terdiri dari :

a) Budaya rasional

Dalam budaya ini, proses informasi individual (klarifikasi sasaran

pertimbangan logika, perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai sarana

bagi tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi, produktivitas dan

keuntungan atau dampak)

b) Budaya ideologis
Dalam budaya ini, pemrosesan informasi intuitif (dari pengetahuan yang

dalam, pendapat dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan

revitalisasi (dukungan dari luar, perolehan sumber daya dan pertumbuhan)

c) Budaya konsensus

Dalam budaya ini, pemrosesan informasi kolektif (diskusi, partisipasi dan

konsensus) diasumsikan untuk menjadi sarana bagi tujuan kohesi (iklim,

moral dan kerja sama kelompok)

d) Budaya hierarkis

Dalam budaya hierarkis, pemrosesan informasi formal (dokumentasi,

komputasi dan evaluasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan

kesinambungan (stabilitas, control dan koordinasi)

2. Berdasarkan Tujuannya

Talizuduhu Ndraha membagi budaya kerja berdasarkan tujuannya, yaitu :

a) Budaya organisasi,

b) Budaya organisasi publik

c) Budaya organisasi sosial.

2.4 Fungsi Budaya Kerja

Adapun fungsi utama budaya kerja adalah sebagai berikut :

a. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok

lain.

Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu

organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain.

b. Sebagai perekat bagi pegawai dalam suatu organisasi


Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari pegawai. Mereka

bangga sebagai seorang pegawai/pegawai suatu organisasi. Para pegawai

mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan rasa tanggungjawab atas kemajuan

organisasinya.

c. Mempromosikan stabilitas sistem sosial.

Hal ini tergambarkan di mana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung

dan konflik serta perubahan diatur secara efektif.

d. Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap serta

perilaku pegawai. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol, didatarkannya

struktur, diperkenalkannya dan diberi kuasanya pegawai oleh organisasi,

makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan

bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama.

e. Sebagai integrator

Budaya kerja dapat dijadikan sebagai integrator karena adanya sub budaya

baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya organisasi-organisasi

besar di mana setiap unit terdapat para anggota organisasi yang terdiri dari

sekumpulan individu yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda.

f. Membentuk perilaku bagi pegawai

Fungsi seperti ini dimaksudkan agar para pegawai dapat memahami

bagaimana mencapai tujuan organisasi.

g. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi.

Masalah utama yang sering dihadapi organisasi adalah masalah adaptasi

terhadap lingkungan eskternal dan masalah integrasi internal. Budaya kerja

diharapkan dapat berfungsi mengatasi masalah-masalah tersebut.


h. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan organisasi.

Fungsi budaya kerja adalah sebagai acuan untuk menyusun perencanaan

pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai

organisasi tersebut.

i. Sebagai alat komunikasi

Budaya kerja dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan

bawahan atau sebaliknya, serta antara anggota organisasi. Budaya sebagai alat

komunikasi tercermin pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup kata-

kata, segala sesuatu bersifat material dan perilaku. Kata-kata mencerminkan

kegiatan dan politik organisasi. Material merupakan indikator dari status dan

kekuasaan, sedangkan perilaku merupakan tindakan-tindakan realistis yang

pada dasarnya dapat dirasakan oleh semua insan yang ada dalam organisasi.

j. Sebagai penghambat berinovasi

Budaya kerja dapat juga sebagai penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi

apabila budaya kerja tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang

menyangkut lingkungan eksternal dan integrasi internal. Perubahan-perubahan

terhadap lingkungan tidak cepat dilakukan adaptasi oleh pimpinan organisasi.

Demikian pula pimpinan organisasi masih berorientasi pada kebesaran masa

lalu.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Kerja

Faktor-faktor utama yang menentukan kekuatan budaya kerja adalah

kebersamaan dan intensitas.

1. Kebersamaan
Kebersamaan adalah sejauh mana anggota organisasi mempunyai nilai-nilai

inti yang dianut secara bersama.

Derajat kebersamaan dipengaruhi oleh unsur orientasi dan imbalan. Orientasi

dimaksudkan pembinaan kepada anggota-anggota organisasi khususnya

anggota baru maupun melalui program-program latihan. Melalui program

orientasi, anggota-anggota baru organisasi diberi nilai-nilai budaya yang perlu

dianut secara bersama oleh anggota-anggota organisasi. Di samping orientasi

kebersamaan, juga dipengaruhi oleh imbalan dapat berupa kenaikan gaji,

jabatan (promosi), hadiah-hadiah, tindakan-tindakan lainnya yang membantu

memperkuat komitmen nilai-nilai inti budaya kerja.

2. Intensitas

Intensitas adalah derajat komitmen dari anggota-anggota organisasi kepada

nilai-nilai inti budaya kerja. Derajat intensitas bisa merupakan suatu hasil dari

struktur imbalan. Oleh karena itu, pimpinan organisasi perlu memperhatikan

dan mentaati struktur imbalan yang diberikan kepada anggota-anggota

organisasi guna menanamkan nilai-nilai budaya kerja.

Menurut Stepen P. Robbins dalam buku Tika (2008 : 10) menyatakan

adalah 10 karakteristik yang apabila dicampur dan dicocokkan, akan menjadi

budaya kerja. Kesepuluh karateristik budaya organsisasi tersebut sebagai berikut :

1. Inisiatif Individual

Yang dimaksud inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, keberadaan

atau independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan

pendapat. Inisiatif tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu
organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan

organisasi.

2. Toleransi terhadap Tindakan Berisiko

Dalam budaya kerja perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai dianjurkan

untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko. Suatu budaya

kerja dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota/para

pegawai untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan

organisasi/organisasi serta berani mengambil risiko terhadap apa yang

dilakukannya.

3. Pengarahan

Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi/organisasi dapat

menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan

harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi dan tujuan organisasi.

Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi atau organisasi.

4. Integrasi

Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong unit-

unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan

unit-unit organisasi dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan kuantitas

pekerjaan yang dihasilkan.

5. Dukungan Manajemen

Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat

memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas

terhadap bawahan.
Perhatian manajemen terhadap bawahan (pegawai) sangat membantu

kelancaran kinerja suatu organisasi.

6. Kontrol

Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma

yang berlaku dalam suatu organisasi. Untuk itu diperlukan sejumlah peraturan

dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang dapat digunakan untuk

mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai/pegawai dalam suatu

organisasi atau organisasi.

7. Identitas

Identitas dimaksudkan sejauh mana para anggota/pegawai suatu organisasi

dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam organisasi dan

bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional tertentu.

Identitas diri sebagai satu kesatuan dalam organisasi sangat membantu

manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi atau organisasi.

8. Sistem Imbalan

Sistem imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan

gaji, promosi dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan

sebaliknya didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.

Sistem imbalan yang didasarkan atas prestasi kerja pegawai dapat mendorong

pegawai/pegawai suatu organisasi atau organisasi untuk bertindak dan

berperilaku inovatif dan mencari prestasi kerja yang maksimal sesuai

kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.

Sebaliknya, sistem imbalan yang didasarkan atas senioritas dan pilih kasih,

akan berakibat tenaga kerja yang punya kemampuan dan keahlian dapat
berlaku pasif dan frustasi. Kondisi semacam ini dapat berakibat kinerja dalam

organisasi menjadi terhambat.

9. Toleransi terhadap konflik

Sejauh mana para pegawai/pegawai didorong untuk mengemukakan konflik

dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang

sering terjadi dalam suatu organisasi. Namun, perbedaan pendapat atau kritik

yang terjadi bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau

perubahan strategi untuk mencapai tujuan suatu organisasi.

10. Pola Komunikasi

Sejauh mana komunikasi dapat dibatasi oleh hierarki kewenangan yang

formal. Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya

pola komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar pegawai itu sendiri.

Untuk dapat menentukan karakteristik budaya kerja yang dapat

meningkatkan kinerja organisasi, diperlukan kriteria ukuran. Kriteria ukuran

budaya kerja juga bermanfaat untuk memetakan sejauh mana karakteristik tipe

budaya kerja tepat atau relevan dengan kepentingan suatu organisasi karena setiap

organisasi memiliki spesifikasi tujuan dan karakter sumber daya yang berlainan.

Karakteristik organisasi yang berbeda akan membawa perbedaan dalam

karakteristik tipe budaya kerja.

Anda mungkin juga menyukai