Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Fisiologi Mata


1. Struktur mata eksternal
Struktur mata ekstenal adalah kelopak mata dan bulu mata, di depan mata ada
kelopak mata, dua buah lipatan muskulo fibrosa yang dapat digerakkan dapat dibuka
dan di tutup untuk melindungi dan meratakan airmata ke permukaan bola mata dan
mengontrol banyaknya sina yang masuk. Kelopak tersusun oleh kulit tanpa lemak
subkutis. Pada orang yang sangat putih, mikrovaskularitas ekstensif dapat terlihat
sebagai warna kebiruan. Kelopak mata sangat elastis dan mudah diregangkan, seperti
terlihat pada trauma tumpul dan edema orbita. Bataskelopak mata berakhir pada plat
tarsal, terletak pada batas kelopak. Batas ini bnayak mengandung kelenjar kecil,
duktus, batang rambut, dan bulu mata.
Hubungan antara kelopak mata atas dan bawah dinamakan kantus. Pada bagian
luar, kantus lateral terletak di aspek temporal lateral mata. Bagian dalam, kantus
medial mengandung puncta, suatu muara yang memungkinkan air mata mengalir ke
bagian atas system lakrimal. Rongga elips antara kelopak mata terbuka terbuka
dinamakan fisura palpebral. Sisi bawah kelopak mata dlapisi oleh konjungtiva
palpebra, suatu membrane mukosa transparan, vaskuler, tipis yang melanjutkan diri
dengan sclera anterior samoai ke batas luar kornea.
Posisi kelopak mata sebagian di control oleh dua saraf otak: SO III yang
bertanggung jawab pada pembukaan kelopak mata; SO VII, untuk menutup kelopak
mata. Ketika ditutup, kedua kelopak harus bertemu secara penuh. Ketika terbuka,
kelopak mata atas harus terletak secara alami pada bagian atas iris, tepat diatas pupil.
Tidak boleh ada bentuk bulan sabit putih sclera yang tampak di atas atau dibawah rim
korneosklera (limbus atau batas)
Pengedipan kelopak mata akan menyebabkan selapis air mata pelumas dan
pelembab ke seluruh permukaan bola mata. Reflek berkedip akan melindungi mata
dari debris atau partikel asing. Bulu mata membantu fungsi kelopak dengan
mendorong keluar debu dan debris, untuk melindungi mata eksternal dari cidera. Aksi
mekanis berkedib menghasilkan gaya isap dalam system nasolacrimal atas,
memudahkan pengaliran air mata. (Smeltzer & Bare, 2002)
2. Struktur mata internal

a. Sklera
Lapisan paling luar dan kuat ( bagian putih mata). Bila sklera mengalami
penipisan maka warnanya akan berubah menjadi kebiruan. Dibagian posterior,
sklera mempunyai lubang yang dilalui saraf optikus dan pembuluh darah retina
sentralis. Dibagian anterior berlanjut menjadi kornea. Permukaan anterior sklera
diselubungi secara longgar dengan konjungtiva. Sklera melindungi struktur mata
yang sangat halus serta membantu mempertahankan bentuk biji mata.
b. Khoroid
Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan ranting-ranting arteria
oftalmika, cabang dari arteria karotis interna. Lapisan vaskuler ini membentuk iris
yang berlubang ditengahnya, atau yang disebut pupil (manik) mata. Selaput
berpigmen sebelah belakang iris memancarkan warnanya dan dengan demikian
menentukan apakah sebuah mata itu berwarna biru, coklat, kelabu, dan
seterusnya. Khoroid bersambung pada bagian depannya dengan iris, dan tepat
dibelakang iris. Selaput ini menebal guna membentuk korpus siliare sehingga
terletak antara khoroid dan iris. Korpus siliare itu berisi serabut otot sirkulerndan
serabut-serabut yang letaknya seperti jari-jari sebuah lingkaran. Kontraksi otot
sirkuler menyebabkan pupil mata juga berkontraksi. Semuanya ini bersama-sama
membentuk traktus uvea yang terdiri dari iris, korpus siliare, dan khoroid.
Peradangan pada masing-masing bagian berturut-turut disebut iritis, siklitis, dan
khoroiditis, atau puyang secara bersama-sama disebut uveitis. Bila salah satu
bagian dari traktus ini mengalami peradangan, maka penyakitnya akan segera
menjalar kebagian traktus laindisekitarnya.
c. Retina
Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu sel-sel
saraf batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi retina yang
merupakan jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar
menuju jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju
diskus optikus, yang merupakan titik dimana saraf optik meninggalkan biji mata.
Titik ini disebut titik buta, oleh karena tidak mempunyai retina. Bagian yang
paling peka pada retina adalah makula, yang terletak tepat eksternal terhadap
diskus optikus, persis berhadapan dengan pusat pupil.
d. Kornea
Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sklera yang
putih dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan tepi
adalah epithelium berlapis yang tersambung dengan konjungtiva.
e. Bilik anterior (kamera okuli anterior)
Terletak antara kornea dan iris.
f. Iris
Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid. Iris berisi
dua kelompok serabut otot tak sadar (ototpolos). Kelompok yang satu
mengecilkan ukuran pupil,sementara kelompok yang lain melebarkan ukuran
pupil itu sendiri.
g. Pupil
Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris, dimana
cahaya dapat masuk untuk mencapai retina.
h. Bilik posterior (kamera okuli posterior)
Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun bilik posterior yang
diisi dengan aqueus humor.
i. Aqueus humor
Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali kedalam aliran darah
pada sudut iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai Saluran
Schlemm.
j. Lensa
Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dantransparan. Tebalnya 4
mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula (zonula
zinni) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa
terdapat humor aqueus dan disebelah posterior terdapat vitreus humor. Kapsul
lensa adalah membran semipermiabel yang dapat dilewati air dan elektrolit.
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteks nya. Sesuai dengan bertambahnya usia,serat-serat lamelar sub
epitel terus diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastik.
Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada
dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
jaringan lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, maupun saraf dalam
lensa.

B. Konsep Penuaan Sistem Pengelihatan


1. Definisi lansia

Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua (menjadi tua)
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantindes, 2004)
Proses menua bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu masa atau tahap
hidup manusia, yaitu; bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, dan lanjut usia. Orang mati
bukan karena lanjut usia tetapi karena suatu penyakit, atau juga suatu kecacatan.
Akan tetapi proses menua dapat menyebabkan berkurangnya daya tahan tubuh
dalam nenghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian,
memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum
lanjut usia.
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa.
Misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan
jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit.
Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seseorang
mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda,
baik dalam hal pencapain puncak maupun menurunnya
2. Klasifikasi Lansia

Beberapa pendapat mengenai batasan umur lansia. Menurut organisasi kesehatan


dunia (WHO), Lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) = antara 60 dan 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) = antara 75 dan 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun
3. Teori Penuaan
1. Teori Biologi
Teori biologi merupakan teori yang menjelaskan mengenai proses fisik penuaan
yang meliputi perubahan fungsi dan struktur organ,perkembangan, panjang usia
dan kematian. Perubahan yang terjadi di dalam tubuh dalam upaya berfungsi
secara adekuat untuk melawan penyakit dimulai dari tingkat monokuler dan
selular dalam system organ utama. Teori biologis mencoba menerangkan
mengenai proses atau tingkatan perubahan yang terjadi pada manusia mengenai
perbedaan cara dala proses menua dari waktu ke waktu serta meliputi factor yang
mempengaruhi usia panjang, perlawanan terhadap organisme dan kematian atau
perubahan seluler.
a. Teori genetika
Menurut teori genetika, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar
diwariskan dengan berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau
struktur jaringan. Teori genetika terdiri dari teori asam deoksiribunukleat
(DNA), teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatic, dan teori glikogen.
Teori ini menyatakan bahwa proses replica pada tingkatan seluler menjadi
tidak teratur karena adanya informasi tidak sesuai yang diberikan dari inti sel.
Molekul DNA menjadi saling bersilang (crosslink) dengan unsur lain sehingga
mengubah informasi genetic. Adanya crosslink mengakibatkan kesalahan pada
tingkat seluler yang akhirnya menyebabkan system gagal berfungsi
b. Teori wear and tear
Mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolic atau zat nutrisi dapat
merusak sistesis DNA sehingga mendorong malfungsi molukuler dan akhirnya
malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan
mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal.
Radikal bebas adalah contoh dari produk sampah metabolisme yang
menyebabkan kerusakan ketika akumulasi terjadi. Radikal bebas adalah
molekul atau atom dengna suatu electron yang tidak berpasangan. Ini
merupakan jenis yang sangat reaktif yang dihasilkan dari reaksi selama
metabolisme. Radikal bebas dengan cepat dihancurkan pada kondisi normal,
tetapi beberapa radikal bebas berhasil lolos dari proses perusakan dan
berakumulasi di dalam struktur biologis yang penting, saat itulah kerusakan
organ terjadi.
c. Riwayat lingkungan
Menurut teori ini factor-faktor di dalam lingkungan (misalnya karsinogen dari
industri, cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa perubahan
dalam proses penuaan. Walaupun factor ini di ketahuai dapat mempercepat
penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak skunder dan
bukan factor utama dalam penuaan.
d. Teori imunitas
Menggambarkan suatu kemunduran dalam system imun yang berhubungan
dengan penuaan. Ketiks orang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap
organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk
menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan
berkurangnya system imun, terjadilah peningkatan dalam respon autoimun
tubuh. Ketiks orang mengalami penuaan, mereka mungkin mengalami
penyakit autoimun seperti arthritis rheumatoid dan alergi terhadap makanan
dan factor lingkungan yang lain.
e. Teori neuroendokrin
Menurut para ahli penuaan terjadi oleh karena adanya suatu perlambatan
dalam sekresi hormone tertentu yang mempunyai suatu dampak dari reaksi
yang di atur oleh system saraf. Salah satu area neurologi yang mengalami
penuaan adalah waktu reaksi yang di perlukan untuk menerima, memproses,
dan bereaksi terhadap perintah. Dikenal sebagai perlambatan tingkah laku.
Respon ini kadang-kadang di interpretasikan sebagai tindakan melawan,
ketulian, dan kurangnya pengetahuan.
2. Teori psikologi
Teori psikologis merupakan teori yang luas dalam berbagai lingkup karena
penuaan psikologis dipengaruhi oleh faktor biologis dan sosial, dan juga
melibatkan penggunaan kapasitas adaptif untuk melaksanakan kontrol perilaku
atau regulasi diri.
a. Teori kepribadian (Jung)
Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa
menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia. Teori pengembangan
kepribadian yang dikembangkan oleh Jung menyebutkan bahwa terdapat dua
tipe kepribadian yaitu introvert dan ekstrovert. Lansia akan cenderung
menjadi introvert kerenan penurunan tanggungjawab dan tuntutan dari
keluarga dan ikatan sosial.
b. Teori perkembangan (Erickson)
Tugas perkembangan merupakan aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi
oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai
penuaan yang sukses.pada kondisi tidak danya pencapaian perasaan bahwa ia
telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut berisiko untuk
memiliki rasa penyeselan atau putus asa.
3. Teori sosiologi
Teori sosiologi merupakan teori yang berhubungan dengan status hubungan
sosial. Teori ini cenderung dipengaruhi oleh dampak dari luar tubuh.
a. Teori Disengagement (Penarikan Diri)
Teori ini menggambarkan penarikan diri ole lansia dari peran masyarakat dan
tanggung jawabnya. Lansia akan dikatakan bahagia apabila kontak sosial telah
berkurang dan tanggungjawab telah diambil oleh generasi yang lebih muda.
Manfaat dari pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah agar dapat
menyediakan eaktu untuk mengrefleksi kembali pencapaian yang telah
dialami dan untuk menghadapi harapan yang belum dicapai
b. Teori Activity
Teori ini berpendapat apabila seorang lansia menuju penuaan yang sukses ia
harus tetap beraktivitas.kesempatan untuk turut berperan dengan cara yang
penuh arti bagi kehidupan seseorang yang penting bagi dirinya adalah suatu
komponen kesejahteraan yang penting bagi lansia. Penelitian menunjukkan
bahwa hilangnya fungsi peran lansia secara negatif mempengaruhi kepuasan
hidup, dan aktivitas mental serta fisik yang berkesinambungan akan
memelihara kesehatan sepanjang kehidupan
c. Teori Countinity
Teori kontinuitas mencoba menjelaskan mengenai kemungkinan kelanjutan
dari perilaku yang sering dilakukan klien pada usia dewasa. Perilaku hidup
yang membahayakan kesehatan dapat berlangsung hingga usia lanjut dan akan
semakin menurunkan kualitas hidup.
d. Teori Sub kultural
Lansia, sebagai suatu kelompok, memiliki norma mereka sendiri, harapan,
keyakinan, dan kebiasaan ; karena itu, mereka telah memiliki subkultur
mereka sendiri. Teori ini jugamenyatakan bahwa orang tua kurang
terintegrasi secara baik dalam masyarakat yang lebih luas dan berinteraksi
lebih baik di antara lansia lainnya bila dibandingkan dengan orang dari
kelompok usia berbeda. Salah satu hasil dari subkultur usia akan menjadi
pengembangan "kesadaran kelompok umur" yang akan berfungsi untuk
meningkatkan citra diri orang tua dan mengubah definisi budaya negatif dari
penuaan. (Patricia, 2006)

Perubahan pada Sistem Sensoris


Persepsi sensoris mempengaruhi kemampuan seseorang untuk saling
berhubungan dengan orang lain dan untuk memelihara atau membentuk hubungan baru,
berespon terhadap bahaya, dan menginterprestasikan masukan sensoris dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari.
Pada lansia yang mengalami penurunan persepsi sensori akan terdapat
keengganan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris yang
dimiliki. Indra yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman
dan perabaan merupakan kesatuan integrasi dari persepsi sensori.

Pengelihatan
Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses
penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan akomodasi, konstriksi
pupil, akibat penuan, dan perubahan warna serta kekeruhan lansa mata, yaitu katarak.
Semakin bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi di sekitar kornea dan
membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di antara iris dan sklera. Kejadian
ini disebut arkus sinilis, biasanya ditemukan pada lansia. Berikut ini merupakan
perubahan yang terjadi pada penglihatan akibat proses menua:
1. Terjadinya awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan akomodasi. Kerusakan
ini terjadi karena otot-otot siliaris menjadi lebih lemah dan kendur, dan lensa kristalin
mengalami sklerosis, dengan kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk
memusatkan penglihatan jarak dekat. Implikasi dari hal ini yaitu kesulitan dalam
membaca huruf-huruf yang kecil dan kesukaran dalam melihat dengan jarak pandang
dekat.
2. Penurunan ukuran pupil atau miosis pupil terjadi karena sfingkter pupil mengalami
sklerosis. Implikasi dari hal ini yaitu penyempitan lapang pandang dan
mempengaruhi penglihatan perifer pada tingkat tertentu.
3. Perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang terakumulasi dapat
menimbulkan katarak. Implikasi dari hal ini adalah penglihatan menjadi kabur yang
mengakibatkan kesukaran dalam membaca dan memfokuskan penglihatan,
peningkatan sensitivitas terhadap cahaya, berkurangnya penglihatan pada malam hari,
gangguan dalam persepsi kedalaman atau stereopsis (masalah dalam penilaian
ketinggian), perubahan dalam persepsi warna.
4. Penurunan produksi air mata. Implikasi dari hal ini adalah mata berpotensi terjadi
sindrom mata kering.( Patricia, 2006)

C. Masalah Kesehatan Yang Dapat Muncul Akibat Proses Penuaan


KATARAK
1. Pengertian
Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat dehidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya. (Arif
Mansjoer,2000)
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanyajernih dan bening
menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang berarti air terjun.
Hal ini disebabkan karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup
oleh air terjun didepan matanya (Ilyas, 2006)
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. (Smeltzer and
Bare, 2002)
Jadi dapat disimpulkan, katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya
transparan dan dilalui cahaya ke retina, yang dapat disebabkan oleh berbagai hal
sehingga terjadi kerusakan penglihatan.

2. Etiologi
Biasanya terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat kelahiran
(katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun
tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemis, pemajanan
radiasi, pemajanan sinar matahari yang lama, atau kelainan mata yang lain (seperti
uveitis anterior). (Smeltzer and Bare, 2002)
3. Jenis-jenis Katarak
Jenis- jenis katarak menurut Vaughan, 2000 terbagi atas :
a. Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu-satunya
gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakinkabur.
b. Katarak anak- anak
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a) Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya.
Banyak katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnyawalaupun
mungkin terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi
atau metabolik, atau beerkaitan dengan berbagai sindrom.
b) Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-
sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul
maupun tembus. Penyyebab lain adalah uveitis,infeksi mata didapat, diabetes
dan obat.
c. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau
trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya
benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan
kadang- kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.
d. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraokularpada
fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan
akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit- penyakit intraokular yang
sering berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren,
glaukoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan retina.
e. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik berikut:
diabetes mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik,
galaktosemia, dan syndrome Lowe, Werner atau Down.

f. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat
penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu makan).
Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun
dalam bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
g. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik
yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.

4. Manifestasi Klinis
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan fungsional
sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi, temuan
objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga
retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya
akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan
terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang
menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil
yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak
biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat
memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki
penglihaan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk
menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah.
Misalnya, ada yang mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga sinar tidak akan
langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau
kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada
siang hari (Smeltzer and Bare, 2002).

5. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,transparan, berbentuk
seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui
distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks
air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
(Smeltzer and Bare, 2002).

6. Pemeriksaan Penunjang
Selain uji mata yang biasa, keratometri, dan pemeriksaan lampu slit dan
oftalmoskopis, maka A-scan ultrasound (enchography) dan hitung sel endotel
sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan
dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm 3 , pasien ini
merauapak kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi
IOL. (Smeltzer and Bare, 2002).

7. Komplikasi
a. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi
maka gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan
resikoterjadinya glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan
pengangkatan dengan satu instrument yang mengaspirasi dan mengeksisi gel
(virektomi). Pemasanagan lensa intraocular sesegera mungkin tidak bias
dilakukan pada kondisi ini.
b. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca
operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil
mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan
pembedahan.
c. Endoftalmitis. Komplikasi infeksi ekstraksi katarak yang serius, namun jarang
terjadi.
8. Penatalaksanaan Medis
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah katarak. Beberapa
penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses bertambah keruhnya lensa
untuk menjadi katarak (Ilyas, 2006). Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk
memperlambat progresifitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih
dengan pembedahan. Untuk menentukan waktu katarak dapat dibedah ditentukan oleh
keadaan tajam penglihatan dan bukan oleh hasil pemeriksaan. Tajam penglihatan
dikaitkan dengan tugas sehari-hari penderita. Digunakan nama insipien, imatur,
matur, dan hipermatur didasarkan atas kemungkinan terjadinya penyulit yang dapat
terjadi.
Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian
lensa dengan implant plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan
anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola
mata dan kelopak mata atau diberikan secara topikal. Operasi dilakukan dengan insisi
luas pada perifer kornea atau sklera anterior, diikuti oleh ekstraksi (lensa diangkat
dari mata) katarak ekatrakapsular. Insisi harus dijahit. Likuifikasi lensa menggunakan
probeultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil dari kornea atau
sklera anterior (fakoemulsifikasi).
GLAUKOMA
1. Pengertian
Glaukoma adalah suatu keadaan tekanan intraokuler/tekanan dalam bola mata
relatif cukup besar untuk menyebabkan kerusakan papil saraf optik dan menyebabkan
kelainan lapang pandang. (Grennberg, 2008)
Glaukoma adalah sekelompok penyakit yang memiliki karakteristik berupa
kerusakan saraf atau optic neuropathy dan berkurangnya atau terjadi penyempitan
luas lapangan pandang serta biasanya disertai adanya peningkatan tekanan intraokuli
(Smeltzer and Bare, 2002).
2. Faktor resiko dan etiologi
Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan
ekskresi/ aliran keluar aqueous humor.Beberapa faktor resiko yang dapat memicu
terjadinya glaukoma adalah tekanan darah yang tinggi, diabetes melitus, miopia, ras
kulit hitam, pertambahan usia dan pascabedah (Smeltzer and Bare, 2002).
Glaukoma lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa faktor resiko
lainnya untuk terjadi glaukoma, antara lain :
a. Faktor genetik, riwayat glaukoma dalam keluarga.
b. Penyakit hipertensi
c. Penyakit diabetes dan penyakit sistemik lainnya.
d. Kelainan refraksi berupa miopi dan hipermetropi
e. Ras tertentu
3. Manifestasi klinis
Pasien dengan gaukoma sudut tertutup (CAG closed angle glaucoma) dapat
datang dengan konsep akut nyeri monocular, mata merah, pupil mid-dilatasi,
fotofobia, mual, muntah, dan perubahan pengelihatan seperti pengelihatan kabur atau
melihat halu atau ledakan bintang disekitar lampu. CAG dapat terjadi pada pasien
dengan sedikit atau dengan satu gejala. Nyeri kepala non spesifik dapat menjadi satu-
satunya gejala. (Grennberg, 2008)
4. Patofisiologi
Banyak varian anatomic dan fisiologik yang menjadi predisposisi terjadinya jalur
akhir yang lazim, yaitu gangguan aliran keluar aqueous humor melalui kanal
Schlemm. Sebagian besar kasus disebabkan oleh blockade pupil. Penutupan sudut
lebih sering terjadi pada pasien berusia 55 tahun atau lebih dan dapat
menunjukanpendangkalan kamera okuli anterior terkait usia. Pasien keturunan asia,
perempuan dengan hyperopia, dan pasien dengan riwayat keluarga beresiko lebih
besar mengalami CAG. (Grennberg, 2008)
5. Pemeriksaan penunjang
Tekanan intraokuler (TIO) harus diukur dengan kedua mata dengan tonometry
ablanasi, tonometer shiotz, atau ToNopen. TIO normal adalah antara 10-22 mmhg.
biasanya, TIO meningkat sampai 40 mmhg atau lebih pada serangan akut CAG.
(Grennberg, 2008)
6. Komplikasi klinis
Kebutaan ireversibel dapat terjadi pada kasus berat atau tidak terobati.
(Grennberg, 2008)
7. Penatalakasanaan medis
Strategi untuk menurunkan TIO secara akut menggunakan 3 mekanisme:
mengurangi produksi aqueous humor, membuat kembali aliran keluar aquous humor
melalui kanal Schlemm, dan mengurangi volume aquoues humor yang telah ada
melalui pergeseran osmotic. Penurunan produksi aqueous humor terjadi karena
pengurangan blocker -adrenergik (misalnya timolol 0,5 %), agonis -adrenergik
topical (misalnya apraklonidin 1 %, brimonidin 0,2%), dan inhibitor karbonat
anhydrase oral (asetazilamid 500 mg pada awal pemberian). Pembuatan kembali
aliran keluar melalui kanal Schlemm dilakukan dengan menggunakan midriatik
topical. Pergeseran osmotic untuk mrngurangi aqueous humor yang telah ada dapat
dilakukan dengan pemberian gliserol atau isosorbid oral atau dengan manitol
intaravena. Pendekatan awal setelah menghubungi ahli aftalmologi adalah pemberian
masing-masing 1 tetes tomolol 0,5%, apraklonidin 1%, dan pilokarpin 2% kedalam
mata yang terkena, dan menunggu 1 menit antar setiap penetesan. Pasien harus
menerima asetazolamid oral. TIO harus dinilai kembali setiap 15-30 menit. Jika TIO
tidak turun sampai kurang dari 35 mmhg setelah 30 menit, tetesan timolol
apraklomidin dan pilokarpin hrus diulang dan obat osmotic mulai diberikan.
(Grennberg, 2008)

D. Pathway Penuaan Sistem Terkait (Terlampir)

E. Asuhan Keperawatan Teoritis


Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan
hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun
selama pasien dirawat di rumah sakit.
a. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/
bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah
primer pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan
ganda, atau hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus menemukan
apakah masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama
pasien sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting.
Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa
yang terakhir diderita pasien.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan
kacamata atau lensa kontak?, apakah pasien mengalami kesulitan melihat
(fokus) pada jarak dekat atau jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca atau
menonton televisi?, bagaimana dengan masalah membedakan warna atau
masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?
4) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-
nenek.
c. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada
pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002).
Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa
dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan
katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait
usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak
terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang
menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi
pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).
d. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut Miller adalah sebagai berikut :
1) Pola Persepsi kesehatan dan Pemeliharaan kesehatan

Lansia yang mengalami katarak pada tahap awal biasanya menganggap


penyakitnya tidak terlalu berbahaya dan cenderung mengabaikannya.
Biasanya mereka hanya menggunakan obat tetes mata yang di dapatkan
meringankan tanda dan gejala yang muncul dari penyakit katarak misalnya
saja untuk menghilangkan warna kemerahan pada mata. Lansia yang pada
tahap awal penyakitnya ini enggan untuk memeriksakan diri pada tenaga
kesehatan terutama pada dokter mata.
Hal lain yang berkaitan terhadap katarak bisa saja karena riwayat
pekerjaan yang membutuhkan kerja sistem pengelihatan yang tinggi seperti
membaca.

2) Pola nutrisi metabolic

Pada lansia yang memiliki riwayat jarang atau tidak pernah


mengkonsumsi sayur, terutama sayuran yang mengandung vitamin A,
misalnya seperti : wortel, tomat, dan papaya, riwayat DM, status dehidrasi
buruk akan berisiko menyebabkan terjadinya katarak. Lansia yang biasanya
menyukai makanan yang mengandung kolesterol misalnya: jeroan dan
gorengan juga dapat meningkatkan faktor resiko katarak.

3) Pola eliminasi

Data pada pola eliminasi biasanya lebih berkaitan terhadap bagaimana


lansia mengakses tempat untuk memenuhi kebutuhan eliminasinya, karena
lansia yang mengalami katarak mengalami penurunan penglihatan.

4) Pola aktifitas dan latihan

Pada klien yang mengalami katarak, aktivitasnya menurun karena


pandangannya kabur ketika beraktivitas. Klien merasa tidak nyaman dan
memerlukan alat bantu seperti kaca mata dan tongkat

5) Pola Istirahat Tidur


Lansia yang memiliki penyakit katarak bisa saja mengganggu pola
istirahat tidurnya. Ketika tekanan pada bola mata meningkat akan
menyebabkan munculnya rasa nyeri pada mata. Perlu adanya pengkajian yang
dalam pada istirahat dan tidur lansia seperti apakah lansia merasa segar
setelah tidur pada malam hari, bagaimana frekuensi tidur lansia, apakah tidur
dapat berlangsung lama atau sering terbangun pada malam hari. Pada
pemeriksaan fisik dapat dilihat pada lingkar hitam pada bola mata.
6) Pola Kognitif Perseptual
Pada pasien lansia yang mengalami katarak biasanya mengalami gangguan
sensori dan biasanya menggunakan alat bantu seperti kaca mata. Pada pasien
lansia yang mengalami katarak kadang merasa tidak nyaman karena sulit
melakukan aktivitas. Lansia yang mengalami katarak biasanya mengalami
penurunan penglihatan ketajaman mata, dan ketika tekanan pada mata
meningkat dapat menyebabkan nyeri pada mata.

7) Pola Persepsi diri Konsep diri


Lansia yang telah mengalami proses penuaan terutama pada system
penglihatan dapat merasa khawatir atau takut terhadap penyakitnya, mereka
dapat merasa tidak dapat menguasai hidupnya atau merasa gagal dan putus asa
karena kehilangan sesuatu yang berharga seperti mata yang tidak dapat
melihat benda-benda atau keluarga yang dicintainya.
8) Pola Peran Hubungan
Lansia yang memiliki gangguan pada system penglihatan dapat menjadi
penyebab pola peran hubungan di masyarakat menjadi menurun. Dengan
penurunnya system penglihatan menyebabkan lansia lebih memilih di dalam
rumah daripada berkumpul dengan masyarakat sekitar.
9) Pola Seksual Reproduksi
Pada lansia yang sudah mengalami penurunan sistem penglihatan tidak
berdampak terhadap seksualitasnya. Data pada pola seksualitas lansia lebih
banyak di dapat ketika lansia telah mengalami menopause.
10) Pola Kooping Toleransi Stress

Klien kadang merasa minder karena terjadi perubahan pada sistem


penglihatannya sehingga hanya dapat melakukan aktivitas yang terbatas.
Beberapa lansia yang mendapatkan masalah, mungkin selalu mendengarkan
musik karena dengan mendengarkan musik klien merasa lebih tenang.

11) Pola Nilai Kepercayaan


Kepercayaan lansia akan penyakit menua yang di alami khususnya pada
system penglihatan lebih cenderung akan mendekatkan diri kepada Sang
Pencipta. Beberapa lansia yang memiliki penyakit katarak mungkin akan lebih
banyak beribadah dan berdoa demi kesembuhan penyakitnya.
Diagnosa dan Intervensi
Diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan yang mungkin muncul pada Askep
katarak adalah antara lain :
1) Hambatan berjalan
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam pasien mampu berjalan
dengan kriteria hasil:
NOC :
Ambulation
a. klien mampu naik turun tangga dengan di dampingi perawat dari skala 1 tidak
pernah menjadi skala 2 kadang-kadang
b. klien mampu berjalan di tekstur permukaan yang berbeda dari tidak pernah
menjadi sering
Intervensi :
NIC
Body Mechanics Promotion (promosi mekanika tubuh)
a. Tentukan komitmen pasien untuk belajar dan menggunakan postur tubuh yang
benar
b. Anjurkan pasien tentang kebutuhan postur tubuh yang benar untuk mencegah
kelelahan, ketegangan, atau cedera
Exercise Therapy: Muscle control (terapi latihan: control otot)
a. Berkolaborasi dengan terapis fisik, pekerjaan, dan rekreasional dalam
mengembangkan dan melaksanakan program latihan yang sesuai
b. Konsultasikan terapi fisik untuk menentukan posisi yang optimal bagi pasien
selama latihan dan jumlah pengulangan untuk setiap pola gerakan
c. Sesuaikan pencahayaan, suhu ruangan, dan tingkat kebisingan untuk
meningkatkan kemampuan pasien untuk berkonsentrasi pada kegiatan olahraga
d. mengevaluasi kembali kebutuhan untuk alat-alat bantu secara berkala bekerja
sama dengan ahli terapi fisik, terapi okupasi, atau terapis pernafasan
e. Memperkuat instruksi yang diberikan kepada pasien tentang cara yang tepat untuk
melakukan latihan untuk meminimalkan cedera dan memaksimalkan efektivitas
2) Defisit perawatan diri
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 8 jam pada klien diharapkan
perawatan diri dapat dilakukan secara mandiri dengan kriteria hasil :
NOC
a. Self- Care : Eating
Menyiapankan makanan yang akan dikonsumsi meningkat dari skor 1(sama sekali
tidak dilakukan) menjadi 3 (kadang-kadang dilakukan)
b. Self Care : Toileting
Pergi ke kamar mandi dan keluar kamar mandi meningkat dari skor 1(sama sekali
tidak dilakukan) menjadi 3 (kadang-kadang dilakukan)
Intervensi :
NIC
a. Self Care Assistance : feeding
1. Atur alat makan dan meja makan secara teratur
2. Berikan bantuan jika diperlukan
3. Gambarkan lokasi makanan
b. Self Care Assistance : Toileting
1. Bantu pasien ke toilet
2. Fasilitasi kebersihan toilet setelah eliminasi
3) Resiko jatuh
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 8 jam pada klien diharapkan jatuh
tidak terjadi dengan kriteria hasil :
NOC
a. Fall prevention behavior (prilaku pencegahan jatuh )
Mampu melakukan pencegahan jatuh dari tidak pernah menjadi sering
b. Falls occurrence
Kejadian jatuh ketika pergi ke kamar mandi dari score 4 (1-3kali jatuh) meningkat
menjadi score 5 (tidak pernah)
c. Risk Control
Lingkungan cukup aman untuk mobilitas klien
Intervensi :
NIC : Fall prevention
a. Kembangkan lingkungan yang mendukung
b. Tawarkan bantuan pada klien dalam aktivitasnya
c. Ciptakan lingkungan yang aman untuk mobilitas klien
d. Minimalkan faktor penyebab klien jatuh
e. Ingatkan klien untuk menggunakan alat bantu ketika berjalan

Anda mungkin juga menyukai