Anda di halaman 1dari 13

TUGAS JUNI, 2017

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Nama : Syavira Andina Anjar

No. Stambuk : N 111 16 094

Pembimbing :dr. Achmad Yudha, Sp.A. M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

1
PENDAHULUAN

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terbanyak baik di negara


maju maupun negara yang sedang berkembang. Padahal besi merupakan suatu unsur
terbanyak pada lapisan kulit bumi, akan tetapi defisiensi besi merupakan penyebab
anemia yang tersering. Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai kemampuan
terbatas untuk menyerap besi dan seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang
berlebihan yang diakibatkan perdarahan.
Besi merupakan bagian dari molekul Hemoglobin, dengan berkurangnya besi
maka sintesa hemoglobin akan berkurang dan mengakibatkan kadar hemoglobin akan
turun. Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena
kadar hemoglobin yang rendah mempengaruhi kemampuan menghantarkan O2 yang
sangat dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh.
Anemia defisiensi besi (ADB) masih merupakan suatu masalah kesehatan di
Indonesia. Hasil survei rumah tangga tahun 2005 ditemukan 40,5% anak balita dan
47,2% anak usia sekolah menderita ADB. Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi antara lain berupa gangguan fungsi kognitif,
penurunan daya tahan tubuh, tumbuh kembang yang terlambat, penurunan aktivitas,
dan perubahan tingkah laku. Oleh karena itu masalah ini memerlukan cara
penanganan dan pencegahan yang tepat.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya gejala pucat menahun tanpa disertai
perdarahan maupun organomali. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan anemia
mikrositer hipokrom, sedangkan jumlah leukosit, trombosit dan hitung jenis normal.
Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan kadar besi dalam serum. Pemberian
preparat besi secara selama 3-5 bulan ditujukan untuk mengembalikan kadar
hemoglobin dan persediaan besi di dalam tubuh ke keadaan normal.
Anemia defisiensi besi merupakan penurunan jumlah sel darah merah yang
disebabkan oleh besi terlalu sedikit. Salah satu penyebab Anemia Defisiensi Besi

2
(ADB) ialah kekurangan gizi. Namun terdapat juga beberapa penyebab lain yang
diklasifikasikan menurut umur, yaitu:

Bayi di bawah umur 1 tahun


- Persediaan besi yang kurang karena berat badan lahir rendah atau lahir
kembar
Anak berumur 1-2 tahun
- Masukan (intake) besi yang kurang karena tidak mendapat makanan
tambahan (hanya minum susu)
- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun
- Malabsorbsi
- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain infeksi parasit dan
divertikulum Meckel
Anak berumur 2-5 tahun
- Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe-heme
- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun
- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain infeksi parasit dan
divertikulum Meckel
Anak berumur 5 tahun - masa remaja
- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain infeksi parasit dan
polyposis
Usia remaja dewasa
- Pada wanita antara lain karena menstruasi berlebihan

Pengetahuan mengenai klasifikasi penyebab menurut umur ini penting untuk


diketahui, untuk mencari penyebab berdasarkan skala prioritas dengan tujuan
menghemat biaya dan waktu. Seorang anak yang mula-mula berada di dalam
keseimbangan besi kemudian menuju ke keadaan anemia defisiensi besi akan melalui
3 stadium yaitu:
- Stadium I: Hanya ditandai oleh kekurangan persediaan besi di dalam tubuh.
Keadaan ini dinamakanstadium deplesi besi. Pada stadium ini baik kadar
besidi dalam serum maupun kadar hemoglobin masihnormal. Kadar besi di
dalam tubuh dapat ditentukandengan pemeriksaan sitokimia jaringan hati

3
atausumsum tulang. Disamping itu kadar feritin/saturasitransferin di dalam
serumpun dapat mencerminkankadar besi di dalam tubuh.
- Stadium II: Mulai timbul bila persediaan besihampir habis. Kadar besi di
dalam serum mulaimenurun tetapi kadar hemoglobin di dalam darahmasih
normal. Keadaan ini disebut stadium defisiensibesi.
- Stadium III: Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi. Stadium ini ditandai
oleh penurunan kadar hemoglobin Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean
Corpuscular Hemogobin (MCH), Mean Corpuscular Hemoglobin
Concentration (MCHC) disampingpenurunan kadar feritin dan kadar besi di
dalam serum
Pada kasus ini penyebab dari anemia pada pasien kemungkinan infeksi
parasit, yang dari pemeriksaan feces rutin didapatkan parasit yaitu Ascaris
lumbricoides, hal ini karena terdapat gangguan makan pada pasien yaitu kebiasaan
anak yang sejak umur 2 tahun memakan sabun colek.
Gangguan makan ini disebut PICA. PICA adalah gangguan makan yang
didefinisikan sebagai konsumsi zat-zat yang tidak bergizi secara terus menerus
selama kurang lebih 1 bulan. Penderita menunjukkan nafsu makan terhadap
berbagai salah satu objek yang bukan tergolong makanan, misalnya sabun, tanah,
rumput, bulu, selimut, pecahan kaca, kotoran hewa, cat tembok dan sebagainya.

Metabolisme besi
Senyawa-senyawa esensial yang mengandung besi dapat ditemukan dalam
plasma dan di dalam semua sel. Karena zat besi yang terionisasi bersifat toksik
terhadap tubuh, maka zat besi selalu hadir dalam bentuk ikatan dengan heme yang
berupa hemoprotein (seperti hemoglobin, mioglobin dan sitokrom) atau berikatan
dengan sebuah protein (seperti transferin, ferritin dan hemosiderin).
Jumlah besi di dalam tubuh seorang normal berkisar antara 3-5 g tergantung
dari jenis kelamin, berat badan dan hemoglobin. Besi dalam tubuh terdapat dalam
hemoglobin sebanyak 1,5 3g dan sisa lainnya terdapat dalam plasma dan jaringan.

4
Kebanyakan besi tubuh adalah dalam hemoglobin dengan 1 ml sel darah merah
mengandung 1 mg besi (2000 ml darah dengan hematokrit normal mengandung
sekitar 2000 mg zat besi)
Pertukaran zat besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup. Besi
yang diserap usus setiap hari kira-kira 1-2 mg, ekskresi besi melaluieksfoliasi sama
dengan jumlah besi yang diserap usus yaitu 1-2 mg. Besi yang diserap oleh usus
dalam bentuk transferin bersama dengan besi yang dibawa oleh makrofag sebesar 22
mg dengan jumlah total yang dibawa tranferin yaitu 24mg untuk dibawa ke sumsum
tulang untuk eritropoesis. Eritrosit yang terbentuk memerlukan besi sebesar 17 mg
yang merupakan eritrosit yang beredar keseluruh tubuh, sedangkan yang 7 mg akan
dikembalikan ke makrofag karena berupa eritropoesis inefektif.
Gejala umum dari anemia itu sendiri, yangs ering disebut sebagai sindroma
anemia yaitu merupakan kumpulan gejala dari anemia, dimana hal ini akan tampak
jelas jika hemoglobin dibawah 7 8 g/dl dengan tanda-tanda adanya kelemahan
tubuh, lesu, mudah lelah, pucat, pusing, palpitasi, penurunan daya konsentrasi, sulit
nafas (khususnya saat latihan fisik), mata berkunang-kunang, telinga mendenging,
letargi, menurunnya daya tahan tubuh, dan keringat dingin.
Gejala dari keadaan deplesi besi maupun defisiensi besi tidak
spesifik.Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
yaitu penurunan kadar feritin/saturasi transferin serum dan kadar besi serum. Pada
ADB gejala klinis terjadi secara bertahap.
Kekurangan zat besi di dalam otot jantung menyebabkan terjadinya gangguan
kontraktilitas otot organ tersebut. Pasien ADB akan menunjukkan peninggian
ekskresi norepinefrin, biasanya disertai dengan gangguan konversi tiroksin menjadi
triodotiroksin. Penemuan ini dapat menerangkan terjadinya iritabilitas, daya persepsi
dan perhatian yang berkurang,sehingga menurunkan prestasi belajar kasus ADB.Anak
yang menderita ADB lebih mudah terseranginfeksi karena defisiensi besi dapat
menyebabkan gangguan fungsi neutrofil dan berkurangnya sel limfosit T yang
penting untuk pertahanan tubuh terhadap infeksi. Perilaku yang aneh berupa pika,

5
yaitu gemar makan atau mengunyah benda tertentu antaralain kertas, kotoran, alat
tulis, pasta gigi, es dan lain-lain, timbul sebagai akibat adanya rasa kurang nyaman di
mulut. Rasa kurang nyaman ini disebabkan karena enzim sitokrom oksidase yang
terdapat pada mukosa mulut yang mengandung besi berkurang. Dampak kekurangan
besi tampak pula pada kuku berupa permukaan yang kasar, mudah terkelupas dan
mudahpatah. Bentuk kuku seperti sendok (spoon-shaped nails) yang juga disebut
sebagai kolonikia terdapat pada 5,5% kasus ADB.
Pada saluran pencernaan, kekurangan zat besi dapat menyebabkan gangguan
dalam proses epitialisasi. Papila lidah mengalami atropi. Pada keadaan ADB berat,
lidah akan memperlihatkan permukaan yang rata karena hilangnya papila lidah.
Mulut memperlihatkan stomatitis angularis dan ditemui gastritis pada 75% kasus
ADB. Anemia defisiensi besi yang terjadi pada anak sangat bermakna, karena dapat
menimbulkan irritabilitas, fungsi kognitif yang buruk dan perkembangan
psikomotornya akan menurun. Prestasi belajar menurun pada anak usia sekolah yang
disebabkan kurangnya konsentrasi, mudah lelah, rasa mengantuk.
Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan adanya anemia dan
penurunan kadar besi di dalam serum. Cara lain dengan pemeriksaan sitokimia
jaringan hati atau sumsum tulang, tetapi cara ini sangat invasif. Pada daerah dengan
fasilitas laboratorium yang terbatas, terdapat beberapa pedoman untuk menduga
adanya anemia defisiensi yaitu
1. Adanya riwayat faktor predisposisi dan faktor etiologi
2. Pada pemeriksaan fisishanya terdapat gejala pucat tanpa perdarahan atau
organomegali
3. Adanya anemia mikrsitik hipokromik
4. Adanya respons terhadap pemberian senyawa besi.

Parameter awal dari hitung darah lengkapbiasanya menunjukkan klinisi arah


dari anemia defisiensi besi. MCV, MCH dan MCHC yang rendah dan film darah
hipokromik sangat mengarahkan terutama jika pasien diketahui mempunyai hitung

6
darah yang normal dimasalalu. Saturasi transferin biasanya dibawah 5%, serum
ferritin kadarnya kurang dari 10ng/ ml,protoporfirin eritrosit bebas sangat meningkat
yaitu 200 g/dl.
Hapusan darah menunjukkan anemia hipokromikmikrositik, anisositosis
(banyak variasi ukuraneritrosit), poikilositosis (banyak kelainan bentukeritrosit), sel
pensil, kadang- kadang adanya sel target.
Pada pemeriksaan hapusan darah, seldarah merah mikrositik hipokromik
apabila Hb <12 g/dl (laki-laki), Hb < 10 g/dl (perempuan),mungkin
leukopeni,trombosit tinggi pada perdarahan aktif, retikulosit rendah.
Pada pemeriksaan sumsum tulang : hiperplasieritroid, besi yang terwarnai
sangat rendah atau tidak ada.
Bila diagnosis defisiensi besi sudah ditegakkan,pengobatan harus segera
dimulai untuk mencegah berlanjutnya keadaan yang lebih parah. Pengobatan terdiri
atas pemberian preparat besi secara oral berupa garam fero(sulfat, glukonat, fumarat
dan lain-lain), pengobatan ini tergolong murah dan mudah dibandingkan dengan cara
lain.
Pada bayi dan anak, terapi besi elemental diberikan dengan dosis 3-6 mg/kg
bb/hari dibagi dalamdua dosis, 30 menit sebelum sarapan pagi dan makan malam;
penyerapan akan lebih sempurna jika diberikan sewaktu perut kosong. Penyerapan
akan lebih sempurna lagi bila diberikan bersama asam askorbat atau asam suksinat.
Bila diberikan setelah makan atau sewaktu makan, penyerapan akan berkurang
hingga40-50%. Namun mengingat efek samping pengobatan besi secara oral berupa
mual, rasa tidak nyaman di ulu hati, dan konstipasi,maka untuk mengurangi efek
samping tersebut preparat besi diberikan segera setelah makan.
Penggunaan secara intramuskular atau intravena berupa besi dextran dapat
dipertimbangkanjika respon pengobatan oral tidak berjalan baik misalnya karena
keadaan pasien tidak dapat menerima secara oral, kehilangan besi terlalu cepat yang
tidak dapat dikompensasi dengan pemberian oral, atau gangguan saluran cerna
misalnya malabsorpsi. Cara pemberian parenteral jarang digunakan karena

7
dapatmemberikan efek samping berupa demam, mual,urtikaria, hipotensi, nyeri
kepala, lemas, artralgia,bronkospasme sampai reaksi anafilatik. Respons pengobatan
mula-mula tampak pada perbaikan besi intraselular dalam waktu 12-24 jam.
Hiperplasi serieritropoetik dalam sumsum tulang terjadi dalam waktu36-48 jam yang
ditandai oleh retikulositosis di darahtepi dalam waktu 48-72 jam, yang mencapai
puncakdalam 5-7 hari. Dalam 4-30 hari setelah pengobatan didapatkan peningkatan
kadar hemoglobin dancadangan besi terpenuhi 1-3 bulan setelah pengobatan.Untuk
menghindari adanya kelebihan besi maka jangka waktu terapi tidak boleh lebih dari 5
bulan. Transfusi darah hanya diberikan sebagai pengobatan tambahan bagi pasien
ADB dengan Hb 6g/dl atau kurang karena pada kadar Hb tersebut risiko untuk
terjadinya gagal jantung besar dan dapat terjadigangguan fisiologis.
Transfusi darah diindikasikan pula pada kasus ADB yang disertai infeksi
berat, dehidrasi berat atau akan menjalani operasi besar. Pada keadaan ADB yang
disertai dengan gangguan/kelainan organ yang berfungsi dalam mekanisme
kompensasi terhadap anemia yaitu jantung(penyakit arteria koronaria atau penyakit
jantunghipertensif) dan atau paru (gangguan ventilasi dandifusi gas antara alveoli dan
kapiler paru), maka perlu diberikan transfusi darah.
Komponen darah berupa suspensi eritrosit (PRC) diberikan secara bertahap
dengan tetesan lambat. Telah dikemukakan di atas salah satu penyebab defisiensi besi
ialah kurang gizi. Besi di dalam makanan dapat berbentuk Fe-heme dan non-heme.
Besi non-heme yang antara lain terdapat di dalam beras,bayam, jagung, gandum,
kacang kedelai berada dalam bentuk senyawa ferri yang harus diubah dulu di dalam
lambung oleh HCL menjadi bentuk ferro yang siap untuk diserap di dalam usus.
Penyerapan Fe-non heme dapat dipengaruhi oleh komponen lain di dalam makanan.
Fruktosa, asam askorbat (vitamin C), asamklorida dan asam amino memudahkan
absorbsi besi sedangkan tanin (bahan di dalam teh), kalsium danserat menghambat
penyerapan besi. Berbeda denganbentuk non-heme, absorpsi besi dalam bentuk
hemeyang antara lain terdapat di dalam ikan, hati, daging sapi, lebih mudah diserap.
Disini tampak bahwa bukan hanya jumlah yang penting tetapi dalam bentuk apabesi

8
itu diberikan. Anak yang sudah menunjukkan gejala ADB telah masuk ke dalam
lingkaran penyakit, yaitu ADB mempermudah terjadinya infeksi sedangkan infeksi
mempermudah terjadinya ADB. Oleh karena itu antisipasi sudah harus dilakukan
pada waktu anak masih berada di dalam stadium I & II. Bahkan di Inggris, pada bayi
dan anak yang berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi yang rendah dianjurkan
untuk diberikan suplementasi besi di dalam susu formula.

Diagnosis
Anamnesis
- Pucat yang berlangsung lama tanpa manifestasi perdarahan
- Mudah lelah, lemas, mudah marah, tidak ada nafsu makan, daya tahan tubuh
terhadap infeksi menurun, serta gangguan perilaku dan prestasi belajar
- Gemar memakan makanan yang tidak biasa seperti es batu, kertas, tanah,
rambut.
- Memakan bahan makanan yang kurang mengandung zat besi, bahan makanan
yang menghambat penyerapan zat besi seperti kalsium dan fitat (beras,
gandum) serta konsumsi susu sebagai sumber energi utama sejak bayi sampai
usia 2 tahun
- Infeksi malaria, infestasi parasit seperti ankylostoma dan schistosoma

Pemeriksaan Fisis
- Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh
keluarga bila kadar Hb <5 g/dlL ditemukan gejala iritabel dan anoreksia
- Pucat ditemukan bila kadar Hb <7 g/dL
- Tanpa organomegali
- Dapat ditemukan koilonikia, glositis, stomatitis angularis, takikardia, gagal
jantung =, protein losing enteropathy
- Rentan terhadap infeksi

9
- Gangguan pertumbuhan
- Penurunan aktivitas kerja

Pemeriksaan Penunjang
- Darah lengkap yang terdiri dari : hemoglobin rendah; MCV, MCH, dan
MCHC rendah , RDW yang lebar dan MCV yang rendah merupakan salah
satu skrining defisiensi
- Kadar besi serum yang rendah , TIBC, serum ferritin <12 mg/mL
dipetimbangkan sebagai diagnosis defisiensi besi
- Nilai retikulosit normal atau menurun, menunjukkan produksi sel darah merah
yang tidak adekuat
- Serum transferin reseptor : sensitif untuk menentukan pemberian defisiensi
besi, mempunyai nilai tinggi untuk membedakan anemia defisiensi besi dan
anemia akibat penyakit kronik
- Terapi besi

Kriteria diagnosis ADB menurut WHO


- Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
- Konsentrai Hb eritrosit rata-rata 31%
- Kadar Fe serum <50 ug/dL
- Saturasi transferin <15 %
Kriteria ini harus dipenuhi, paling sedikit kriteria nomor 1,3 dan 4. Tes yang
pling efisien untuk mengukur icadangan besi tubuuh yaitu ferritin serum.
Bila sarana tetrbatas dapat ditegakkan :
- Anemia tanpa perdarahan
- Tanpa organomegali
- Gambaran darah tepi mikositik, hipokromik, anisositosis
- Respon terhadap terapi besi

10
Tatalaksana
Mengetahui faktor penyebab : riwayat nutrisi dan kelahiran, adanya perdarahan yang
abnormal, pasca pembedahan
- Preparat besi
Bila diagnosis defisiensi besi sudah ditegakkan,pengobatan harus segera
dimulai untuk mencegah berlanjutnya keadaan yang lebih parah. Pengobatan terdiri
atas pemberian preparat besi secara oral berupa garam fero(sulfat, glukonat, fumarat
dan lain-lain), pengobatan ini tergolong murah dan mudah dibandingkan dengan cara
lain.
Pada bayi dan anak, terapi besi elemental diberikan dengan dosis 3-6 mg/kg
bb/hari dibagi dalamdua dosis, 30 menit sebelum sarapan pagi dan makan malam;
penyerapan akan lebih sempurna jika diberikan sewaktu perut kosong. Penyerapan
akan lebih sempurna lagi bila diberikan bersama asam askorbat atau asam suksinat.
Bila diberikan setelah makan atau sewaktu makan, penyerapan akan berkurang
hingga40-50%. Namun mengingat efek samping pengobatan besi secara oral berupa
mual, rasa tidak nyaman di ulu hati, dan konstipasi,maka untuk mengurangi efek
samping tersebut preparat besi diberikan segera setelah makan.
- Transfusi darah
- Jarang diperlukan hanya diberi pada keadaan anemia yang sangat berat
dengan kadar Hb <4g/dL

Pencegahan
Pencegahan primer
- Mempertahankan ASI hingga 6 bulan
- Menunda pemakaian susu sapi atau 1 tahun
- Neggunakan sereal/makanan tambahan yang di fortifikasi tepat pada
waktunya
- Pendidikan dan kebersihan lingkungan
- Pemberian vitamin C

11
Pencegahan sekunder
- Skeining ADB
- Skrining yang paling sensitif, mudah, dan dianjurkan yaitu zinc eritrosite
propophyrin
- Bila bayi dan anak alergi susu sapi sebagai menuu utama dn berlebihan
sebaiknya dipikirkan melakukan skrining untuk deteksi ADB dan segera
memberi terapi
- Bahan makan yang sudah di fortifikasi seperti susus formula untuk bayi dan
makanan pendamping ASI ssebagai pendamping ASI adalah sereal
- Suplementasi besi

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.


2. Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi.
Jakarta : EGC.
3. Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 :
1011-1023.
4. Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence,
significance, and causes in patients receiving palliative care. Medlineplus.
26:1132-1139
5. Li H, Ginzburg YZ. Crosstalk between Iron Metabolism and Erythropoiesis.
Hindawi Publishing Corporation Advances in Hematology 2010;1-12
6. World Health Organization. Pelayanan kesehatan ibu di pusat pelayanan
kesehatan dasar danrujukan 1st ed. WHO;2012.p.119

13

Anda mungkin juga menyukai